“Ma-madame!” teriak Abigail.
Madame Murtlock yang mendengar itu seperti melihat sebuah dejavu.
Abigail berlari dari arah ruang meeting, yang koridornya menghubungkan ke ruang bawah tanah. Ia melihat Madame Murtlock dan Susan memandang balik Abigail dengan roman muka yang menunjukkan bukan berita bagus.
(E-eh? Kenapa mereka ini?) pikir Abigail dengan heran.
“Huh? Ada apa lagi, Abi?” Madame Murtlock menepuk jidatnya putus asa.
Abigail segera menjelaskan maksud dari sikap terburu – burunya, untuk meluruskan kesalahpahaman yang timbul dari ekspresi Susan dan Madame Murtlock.
“Mr-Mr. Clovis…, Madame…. Beliau ingin segera meminta saya untuk mejadi suster yang mengasuh kekasihnya!” kata Abigail dengan panik namun agak bersemangat.
Madame Murtlock dan Susan saling memandang saat. Pandangan itu mengandung kecurigaan. Mereka tampak sulit mempercayai hal itu.
“Abi, apa itu benar?”
“Nah, itu nggak mungkin salah, Madame Murtlock.” Abigail menunjukkan isi kreseknya. Madame Murtlock dan Susan menggeleng – geleng heran.
Lantas…
Mereka memang tertarik dengan botol itu dan meminta Abigail untuk membaginya nanti, namun saat ini ada hal yang jauh di atas untuk lebih diprioritaskan.
“Mungkin kita bisa memakai itu, Madame?” Susan berpendapat.
“Mari temui Mr. Clovis.” Madame Murtlock tidak menyia-nyiakan momen itu, bersama dengan Susan, mereka menuju kamar nomor 33.
Sementara Abigail…
“Eh? Ada apa ini?”
Abigail yang seperi ‘chipmunk yang celingukan mencari kacang’ pasrah mengikuti mereka berdua.
***
Tiga suster kini mendatangi ruangan Mr. Clovis. Pria itu masih sama dengan wajah senyumnya yang tidak pernah pudar. Pertama kali bertemu dengannya mungkin berkesan bahwa orang ini punya tipikal “Ramah” dan “Ceria”.
Namun…
Seiring berjalannya waktu, misalnya Madame Murtlock dan Susan, akan berpikir bahwa Mr. Clovis berwajah robot. Nilainya berubah drastis, “Orang aneh” atau “Senyuman yang was was”
“Yuhuu~” Mr. Clovis mengangkat lengannya menyapa. “Wah, wah, apakah kita sedang berpesta pagi – pagi begini?”
Susan berusaha membuat ekspresi yang paling memikat dan secantik mungkin pada Mr. Clovis, sedangkan Madame Murtlock berusaha melebarkan senyuman di wajahnya.
“Ah, begini Mr. Clovis. Saya sebenarnya hanya ingin menyampaikan bahwa Nona Abigail mulai hari ini akan ditugaskan mengurus lantai bawah.” Madame Murtlock menepuk pundak Abigail. “Nona Abigail akan otomatis mengambil tanggung jawab suster sebelumnya mulai hari ini.”
(Eh… Hari iniiiii!?) Mata Abigail melirik perlahan pada Madame Murtlock.
“Hm… saya nggak menduga secepat itu sih. Tapi yang jelas itu adalah berita bagus!” tambah Mr. Clovis sambil mengangguk – angguk kecil dan melirik tepat pada dua tangan Madame Murtlock yang sedang memainkan jari - jarinya. “Hm… ya, ya, ya…. Ada lagi, Madame?”
“Atau mungkin kamu Susan?” Mr. Clovis lalu berpaling pada Susan.
“Anda tahu saya Mr. Handsome~! Bagaimana kalau-“
“Sebenarnya ada….” Madame Murlock yang sangat mengenal Susan lebih dari siapapun, langsung menyela sebelum wanita berwajah keki dan genit itu mengoceh hal – hal yang tidak diperlukan.
“Begini Mr.Clovis…,”
“Julia Chalice…. Wanita malang….” Kekasih Mr. Clovis yang tampak selalu merajut sesuatu itu membuka mulutnya.
“Nona Verlette….” Sahut Madame Murtlock. Tiga suster itu langsung mengalihkan pandangannya pada wanita yang dipanggil Verlette. Susan langsung menghampirinya.
“Halo, cantik! Sedang apa?” Susan memaksakan senyumannya. Ia menunduk ke bawah sambil memandangi wanita itu.
“…..” Namun Verlette hanya diam.
“Hey, hey nggak baik lo nyuekin aku?” Kepala Susan mendekat ke titik tengah pandangan mata Verlette.
Verlette langsung menoleh ke arah lain, begitu pula Susan terus berusaha keras agar mereka saling menatap satu sama lain.
“Mr. Clovis, apa itu nggak sebaiknya dihentikan?” Abigail berkomentar.
“Ah, Susan itu unik. My dearest hanya malu dengan tingkah Susan yang blak – blakan.” Pria necis itu menggaruk – garuk kepalanya.
“Jadi… Nona Chalice ya?” tambah Mr. Clovis agak kebereatan, sambil berpaling pada Madame Murtlock. “Saya nggak ada masalah selama wanita itu nggak melukai my dearest….”
Madame Murtlock menjelaskan beberapa hal singkat mengenai Julia Chalice. Bahwa, yang menjadi hal utama adalah untuk sementara waktu Julia Chalice tidak diberikan pertanyaan yang bersifat pribadi terlebih dahulu.
“Tentu, saya akan berikan sampel medis dari psikiatris mengenai Julia Chalice saat pemeriksaan rutin bila itu harus….”
Mr. Clovis terdiam sejenak menimbang – nimbang keputusan itu sambil memandang kekasihnya. Wajahnya menjadi sangat serius dengan bibir datar daripada huruf “u” lebar. Abigail berpikir bahwa Mr. Clovis meskipun selalu terlihat santai, ternyata pria necis itu masih bisa mengkhawatirkan sesuatu. Apalagi, Mr. Clovis terlihat mengetahui sesuatu yang lebih banyak.
Sementara itu…
Verlette menghempaskan nafas putus asa. Ia menyerah dengan tindakan konyol Susan.
“Baik…. Apa yang kamu… mau, Susan?”
Susan hanya diam saja sambil memandangi Verlette.
Lantas…
Verlette meletakkan dua stiknya. Kedua jari – jarinya kini mencubit pipi dan membuat wajah – wajah konyol Susan. Ia memainkan wajah Susan.
“Hwo, hwo? Kwuamu swuka memwlakwukwan itwu?” ucap Susan yang pipinya dipanjang lebarkan.
“Nggak juga… soalnya kamu menghalangi pekerjaanku….”
“Kamwu anggwap itwu pwekerjwaan?”
Verlette diam saja. Alih – alih membalas ia memanjaaanngggkan pipi Susan karena sedikit jengkel.
“Madame Murtlock…. Jadi… kapan wanita Chalice itu….?” tanya Verlette tiba – tiba, sambil masih memainkan wajah Susan. Kini Susan membaringkan kepalanya di tempat tidur Verlette, menggantikan dua stik rajutan itu.
“Ah, kira – kira besok pagi, Nona Verlette.” Madame Murtlock melangkah mendekat. “Anda nggak keberatan, Nona Verlette?”
Wanita berambut hitam itu menoleh perlahan. Di balik rambut hitam yang membelah dua diantara keningnya, mata merahnya mengkilat.
“Mungkin? Toh, aku… nggak bisa baca masa depan?”
Madame Murtlock sedikit merinding memandang wajah Verlette. Wajahnya sangat cantik dan mirip boneka putri tidur. Hanya saja, Madame Murtlock tidak tahu makna wajah datarnya. Apakah wanita itu senang? Ataukah sebaliknya? Apakah wanita itu setuju? Ataukah sebaliknya? Dan…
Juga apa yang dimaksud dengan ‘nggak bisa baca masa depan’ seperti yang baru saja dan selalu dikatakan wanita itu, pikir Madame Murtlock. Lagipula, setahun sebelumnya Madame Murtlock yang ditunjuk untuk mengurus Verlette.
Tentu… dengan segala keanehannya.
“Ehem…. Mengenai sampel medis, Madame Murtlock,”
“Ya, Mr. Clovis?” Madame Murtlock mengalihkan pandangannya.
“Nah, itu terlalu merepotkan. Sebagai gantinya, wanita itu harus berdasarkan arah kendali kami. Tentu saja itu nggak akan bertentangan dengan aturan tempat ini. Dia tetap mendapat pengobatan dan perawatan medis seperti biasanya dan apapun lainnya! Termasuk tangannya yang diborgol?”
“Seperti biasanya, Mr Clovis?”
Mr. Clovis kembali dengan wajah senyum dan sikap biasanya.“Seperti biasanya,”
“Baik, Mr. Clovis, saya akan kembali dengan Abigail sebentar untuk memberi kabar pada beberapa suster. Termasuk mengurus beberapa hal administrasi pergantian dan pengalihan tanggung jawab ini. Prosesnya hanya 15 menit, sementara Abigail akan fokus mengurus dua kamar lainnya termasuk kamar nomor 33 setelah makan siang nanti. Apa anda keberatan?”
“Saya tunggu hasilnya, terima kasih!”
Setelah itu, Madame Murtlock mengizinkan Verlette untuk meminjam Susan untuk sementara waktu. Susan memprotes pada Madame Murtlock. Hanya saja, ocehan Susan memantul dari telinga Madame Murtlock.
Kini Abigail dan Madame Murtlock keluar dari tempat itu. Mereka kembali berjalan melwati lorong remang – remang itu dan menyapa beberapa suster dan pasien yang ditanganinya. Abigail sedikit ngeri dengan salah satu pasien yang dibawa Siofra, salah satu suster yang mengurus lantai bawah selain Penny, Susan, dan satu lainnya.
Wanita yang dibawa Siofra tertawa cekikikan seperti tawa hantu di film – film. Itu, membuat rasa cemas Abigail meningkat.
Lantas, Madame Murtlock mengajaknya mengobrol kecil.
“Di lantai bawah tanah sebenarnya nggak jauh beda dengan lantai – lantai lainnya. Semua pasien di tempat ini nggak ada penempatan dan kamar khusus. Nah, setiap kamar memang normalnya berisi dua orang,”
“Y-ya saya kira begitu…,” sahut Abigail tidak yakin.
“Aku mengerti kamu pasti bisa melewati ini. Bahkan kamu sebelumnya pernah menangani Mr. Torento, ‘kan? Pria itu bahkan membutuhkan kesabaran dan penanganan spesial,”
“Hanya tiga bulan, Madame,”
“Jangan merendah begitu! Seperempat tahun bukan waktu yang sebentar bila mengurus pria yang selalu tereset ingatannya setiap sebulan. Nah, meskipun… pada akhirnya pihak kita menyerahkan tongkat kuningnya pada rumah sakit lain,”
Abigail mengangguk kecil. Ia sedikit menaikkan kepercayaan dirinya.
“Kamu tahu, Abi? Menjadi suster ditempat ini perlu mengetahui segala hal. Tapi yang terpenting adalah sabar dan tekun. Nah, mengetahui karakteristik setiap pasien memang nilai plus….”
Abigail mendengar ceramah Madame Murtlock seperti saat ia menjadi suster baru dulu. Namun, ia tidak pernah berhenti bosan mendengarkan itu.
“Mr. Clovis memberimu hadiah mahal itu adalah tanda bahwa dia cocok dan memilihmu sebagai suster.” Tunjuk Madame Murtlock pada keresek yang Abigail bawa.
“Ah, benar juga, Madame. Saya selalu penasaran dengan satu hal….”
“Apa itu, Abi?”
“Soal Mr. Clovis. Mengapa beliau tahu nama saya padahal kita belum bertemu? Bahkan kekasihnya Nona Verlette punya tebakan bagus soal Julia Chalice? Bukannnya itu sedikit aneh bila dibilang kebetulan?”
Kini mereka naik tangga dan berpijak pada lantai dasar. Di dekat luar ruang meeting, Madame Murtlock berhenti sejenak.
“Tentang itu…, Abi. Tidak termasuk ‘segala hal’ yang perlu kamu tahu,”
“Hm? Kenapa begitu?”
Madame Murtlock menoleh sambil berbisik.
“Di dunia ini… ada banyak hal yang perlu diketahui. Dan hanya satu yang tidak…..”
ns 15.158.61.23da2