Semerbak aroma hujan masih tercium setelah beberapa jam air dari langit menghujam deras disertai kilat serta halilintar. Aku masih terjaga dari rasa kantuk, kulihat jarum di jam dinding kamarku sudah menujuk pukul satu dinihari. Di sampingku Mas Fajar sudah terlelap berbalut mimpi, suara dengkurannya terdengar lirih.
Entah kenapa pikiranku kembali pada malam kemarin saat Narto tiba-tiba muncul dan menyelamatkanku dari percobaan pemerkosaan yang hendak dilakukan oleh Pak Hendro. Preman kampung itu sudah dua kali paling tidak menyelematkanku, yang pertama tentu saja saat kami berdua menghadiri resepsi pernikahan. Narto begitu muntab ketika salah satu temanku melecehkanku secara verbal, tanpa ampun dia menghajar pria itu. Lalu kemarin malam pria berperawakan sangar itu kembali jadi malaikat pelindungku ketika aku sudah pasrah akan disetubuhi oleh Pak Hendro.
Aku memang membencinya sejak dulu, tapi dengan semua yang terjadi beberapa hari terakhir padaku sudah selayaknya aku mengucapkan rasa terima kasih pada Narto. Preman kampung itu selalu ada di saat keselamatanku terancam, Mas Fajar tak akan bisa melakukannya. Ya Tuhan, kenapa pikiranku jadi membandingkan suamiku dengan preman kampung itu? Apakah aku mulai meragukan kebahagaiannku bersama Mas Fajar? Aku makin gelisah, kupandangi kembali jam dinding di kamarku sebelum kemudian pikiran itu menyeruak memenuhi kepalaku.
Kupandangi punggung Mas Fajar, lalu perlahan beranjak dari tempat tidur. Entah kenapa aku ingin menemui Narto malam ini, aku ingin mengucapkan terima kasih atau setidaknya melihat wajah preman kampung itu. Rasa takut sudah tak ada dalam diriku saat ini, ketika melangkah keluar rumah dan mengarahkan kaki menuju kediaman Narto tekadku benar-benar telah bulat. Apakah dorongan ini karena aku tak lagi menahan rasa rinduku pada pria sangar itu? Entahlah, aku juga tak tau.
Beberapa menit kemudian aku sudah berada di depan rumah milik Narto. Tanpa canggung aku langsung mengetuk pintu, selang beberapa menit pintu rumah terbuka. Narto terlihat terkejut melihatku telah berdiri di depan pintu.
“Diandra? Ada apa malam-malam datang ke sini?”
“Aku boleh masuk?” Tanyaku.
Narto mengrenyitkan dahinya sebelum kemudian membuka pintu lebih lebar dan mempersilahkan aku masuk ke dalam rumahnya. Seolah sudah sering bertamu ke sini, aku langsung meletakkan tubuhku duduk di atas sofa lusuh di ruang tamu. Narto menyusul dan mengambil kursi di dapur lalu duduk tepat di hadapanku.
“Apa ada masalah?” Tanya Narto dengan tatapan serius menyasarku. Aku menggeleng lemah.
“Bajingan gendut itu mengganggumu lagi?” Narto kembali mencercaku. Aku kembali menggeleng lemah, kulihat sekilas raut putus asa di wajah sangarnya.
“A-Aku datang kesini untuk mengucapkan terima kasih karena sudah menyelamatkanku kemarin malam.” Kataku terbata, ada rasa haru yang tiba-tiba menyeruak dalam dadaku.
“Terima kasih?”
“Iya, aku nggak bisa membayangkan apa yang terjadi kemarin malam kalau saja kamu tidak datang dan menyelamatkanku.”
Belum sempat aku melanjutkan kalimatku, tiba-tiba beranjak dari tempat duduknya lalu menarik lembut pergelangan tanganku. Angin dingin malam yang terasa lewat pintu yang belum tertutup menerpa rambutku hingga menutupi kening, Narto merapikan anak rambut nakal itu. Bibirku terasa kelu, tatapan mata Narto yang selalu sangar dan menakutkan kali ini begitu dalam dan teduh kurasakan. Ada semacam perasaan damai dalam diriku.
Sejenak aku terpana, kemudian dengan ragu tanganku terjulur mengusap lembut pipi Narto yang sedikit kasar karena ditumbuhi bulu-bulu jambang tipis. Kami saling bertatapan, tangan Narto yang menggenggam pergelangan kini berpindah ke jari. Pria kekar itu meremas jemariku. Debar jantungku bergemuruh bak ombak yang menghantam kerasnya batu karang, detik ini diriku bukanlah seorang istri setia tapi hanyalah seorang wanita dewasa yang sedang merasakan debar jantung. Bulu kudukku meremang saat jemari kekar Narto mulai membelai pipiku yang mulus lalu turun hingga ke leherku yang jenjang. Aku melirik ke arah pemilik tangan nakal itu.
“Aku mau bercinta denganmu sekarang…” Ucapku lirih.
“Kamu yakin Diandra?” Narto nampak terkejut setelah mendengar ucapanku barusan.
“Iya, aku yakin. Lakukan sekarang.” Balasku kemudian dengan tegas.
Dalam diam hening malam bibirku mendekati bibir preman kampung itu, melumatnya dengan lembut, menjelajahi tiap jengkal lidah yang terjulur keluar. Untuk sementara waktu kami melupakan statusku sebagai istri dari pria lain, menggantikannya dengan hubungan dua insan berlainan jenis yang mulai dilanda birahi.
Tatapan mata elang milik Narto membuatku luluh hanya dalam sepersekian detik, usapan serta belaian tangan pria gagah itu hanya bisa kubalas dengan pejaman mata, merasapi tiap jengkal sentuhan. Begitu pula saat Narto mulai membalas ciumanku dengan melumat penuh gairah, aku hanya bisa pasrah. Tiba-tiba gemuruh halilintar kembali terdengar, hujan deras menyusul turun dengan begitu deras. Narto menggandeng tanganku menuju ke dalam kamarnya.
61Please respect copyright.PENANAA8X7VqMOGV
***
61Please respect copyright.PENANAQDRljF3GlD
Setelah menutup dan mengunci pintu rumahnya, tanpa ragu lagi Narto langsung mendekap tubuhku dari belakang, memelukku erat seperti enggan untuk melepaskan. Pria gagah itu kembali mencumbu pipi mulusku dengan ciuman-ciuman kecil. Perlahan aku dibawanya menuju ke dalam kamar, kami masih saling berciuman panas. Bibir kami saling menempel erat, membekap dan saling pagut satu sama lain diselingi kuasan lidah yang terlihat begitu menggelora.
“Eeemcchhhhh…”
Narto kembali mencumbu leherku yang jenjang, mengecup, menjilat tiap inchi kulit kuning langsat yang sangat lembut dan hangat itu. Aku hanya bisa memejamkan matanya sambil sesekali melenguh manja, kepalaku sampai harus mendongak ke atas ketika cumbuan Narto makin intens. Aku begitu menikmati sekaligus meresapi cumbuan itu, cumbuan yang membuatku seperti terbang ke atas langit.
“Ooucchhhh! Sssshhhh..!”
Desis manja dari bibirku kembali terdengar ketika jemari Narto mulai menyasar payudaraku yang ranum dengan gerakan memutar. Meskipun masih terbungkus kaos longgar dan bra tapi itu sudah cukup untuk melecut birahi kami berdua.
“Auuwww!!”
Aku terpekik kecil saat dengan jahil jemari Narto sudah hinggap pada kedua putingku yang mulai mengeras, memilinnya perlahan. Tak mau kalah, akupun mulai menjangkau penisnya yang masih terbungkus celana boxer tipis tanpa CD. Kuusap lembut batang penis yang sudah mengeras sempurna itu, kemudian menggantinya dengan gerakan meremas sekaligus mengocok naik turun.
Narto mulai memegang ujung bawah kaos yang kukenakan, hanya dalam satu gerakan saja pria gagah itu telah berhasil melucuti kaos itu disusul kemudian dengan melepas juga pengait bra dari punggungku. Tanpa penolakan, aku menikmati proses penelanjangan diriku. Aku lalu mundur beberapa langkah setelah bagian atas tubuhku sudah telanjang bulat. Tanpa diminta, aku mulai meloloskan hotpants yang kukenakan. Narto menatap kagum tubuh indahku hingga tak sadar berkali-kali meneguk ludahnya sendiri. Sempurna.
Sepasang payudara membulat kenyal dengan ukuran proporsional, tak kecil tapi juga tak terlalu besar. Perutku yang ramping dipadu dengan kuning langsatnya kulit membuatku makin terlihat begitu menggiurkan. Remang lampu kamar terburai menyirati pula bagian bawah tubuhku, bagian selangkanganku masih tertutup CD warna hitam begitu kontras dengan warna kulitku. Perlahan tapi pasti, dengan gerakan erotis nan menggoda, aku mulai menurunkan celana dalam itu senti demi senti hingga akhirnya tak ada satupun benang yang menempel pada tubuhku. Narto berdiri termangu, seolah tengah mengagumi kesempurnaan serta kecantikanku.
“Kok bengong? Lepasin juga dong itu.” Godaku genit seraya melirik pada celana boxer yang bagian depannya sudah mengacung tegak akibat desakan penis milik Narto. Pria gagah itu pun langsung melepaskan seluruh pakaian yang dia pakai hingga akhirnya ikut telanjang bulat.
Narto mulai melangkah maju mendekati tubuhku yang berdiri menantang. Tangan kekarnya mulai menjamah tiap lekukan tubuhku, jemarinya merayap pelan ke seluruh bagian tubuh. Aku seperti tersengat listrik saat jemari Narto meremas payudaraku yang kenyal, mengurutnya perlahan. Sensasi aneh mulai melanda, darahku terasa mendadak menjadi lebih hangat dari sebelumnya. Nafasku pun mulai memburu tak teratur.
“Emmcchhh! Ouucchhh…”
Narto mulai mencumbu payudaraku, mencium, menjilati, hingga mengulum kedua putingku yang telah mengeras itu secara bergantian. Mataku kembali terpejam, kepalaku mendongak ke atas menikmati kelihaian mulut serta lidah Narto dalam membangkitkan birahi. Kedua tanganku meremas gemas kepalanya, membenamkannya semakin dalam pada dekapanku. Narto menengadah, bibir tebalnya langsung kusambut pagutan lembut dari bibirku. Kami kembali membelitkan lidah satu sama lain, saling bertukar liur. Ciuman penuh gelora dan nafsu.
Aku sudah cukup pasrah saat kemudian Narto membimbingku ke atas ranjang, sama sekali tak ada penolakan dariku saat cumbuan bibir Narto menjalar semakin ke bawah, perut serta pinggulku dikecup kecil penuh cinta, membuatku sedikit menggelinjang karena kegelian. Kepala Narto kini berhenti tepat di atas liang vagina, aku yakin aroma kewanitaan sudah bisa dicium pria gagah itu karena memang sudah begitu lembab. Tak mau menunggu lama, Narto langsung membenamkan lidahnya, menyapu seluruh permukaan dinding liang senggamaku.
“Oocchhhh!! Enak!! Aaachh!!!”
Tubuhku menggelinjang penuh nikmat saat lidah Narto mulai intens menjilati klitorisku, bahkan sesekali dihisapnya daging kecil itu. Lenguhan manjaku kini berganti dengan desahan binal, karena semakin tak tahan akan tindakan mesum dari lidah preman kampung itu. Birahiku seperti tengah dibawa oleh Narto menuju ketinggian tanpa batas, aku tak kuasa untuk sekedar menahannya.
“Aaachhh!! Ampun!! Aaachh!!!” Kedua tanganku kali ini menjambak keras rambutnya, menariknya agar segera menyudahi serviz lidah pada area senggama. Aku sudah tak tahan dan ingin segera merasakan lesakan penis kekar miliknya.
Tubuh telanjangku seperti tersetrum saat lidah Narto yang basah dan begitu liar meliuk-liuk menjilati seluruh dinding vagina. Aku makin tak kuasa menahan gelombang kenikmatan itu, tubuhku menggelinjang liar akibat jilatan demi jilatan yang dibNartoan oleh Narto. Bahkan sampai membuat Narto harus memegangi dua batang pahaku yang semok.
“Ouch!!! Aaachh!! Ampun…!” Lenguhku ketika ujung lidah Narto tengah bermain-main pada permukaan klitoris. Aku menjerit kecil setiap kali ujung lidah Narto menyentuh bagian paling sensitif itu.
Tubuh bugilku mulai sedikit basah oleh peluh, sekuat tenaga aku berusaha menahan gejolak birahi dalam diriku namun makin kuat pula kenikmatan yang aku terima dari perlakuan Narto. Setelah bertahan cukup lama akhirnya aku menyerah, tubuhku menggelinjang dahsyat, tanpa sadar aku malah mengangkat selangkanganku, makin mendekatkan pada wajah Narto yang masih sibuk menjilati vagina. Aku menggerakkan bagian bawah tubuhku dengan sedikit menghentak, lalu detik bNartoutnya tubuhku mengejang hebat.
“Aaaaacchh!! Aku keluar!!! Aaachh!!!!”
Aku mengerang, suaraku bahkan nyaris parau saat badai orgasme menerpa begitu hebat membuat tubuhku yang ramping bergejolak bak dihantam tsunami. Narto menyudahi aksi liar lidahnya, pria gagah itu mendekati wajahku yang terkulai lemas tak berdaya, kedua mataku sayu. Narto tersenyum menatapku.
“Nakal…” Ucapku lirih dengan nafas tersenggal.
“Mau dilanjutin?” Goda Narto dengan menunjukkan senyum tipis.
“Mau….” Jawabku dengan manja.
Narto merangkak ke atas tubuhku, aku memposisikan kakiku sedikit melebar hingga membentuk seperti huruf M. Kami sudah siap untuk melakukan persenggamaan, Narto perlahan menindih tubuhku dari atas hingga dadaku terasa sesak. Narto mulai mengarahkan ujung kepala penisnya pada bibir vaginaku, menguaknya sedikit demi sedikit, hingga akhirnya dengan satu gerakan menekan batang penis kekar itu menelusup masuk, memenuhi rongga kewanitaanku.
“Aaaaachhh!!!”
Narto mulai menggerakkan pinggulnya naik turun, gerakan itu awalnya perlahan namun lama kelamaan menjadi semakin cepat. Aku tak bisa berhenti melenguh saat ujung penis Narto merangsek masuk seperti menyentuh bagian paling dasar liang senggama. Gesekan demi gesekan yang timbul antar kulit kelamin menimbulkan sensasi nikmat pada tubuhku. Menit demi menit berlalu, Narto terus menggenjot tubuhku dari atas tapi belum ada tanda-tanda jika pria gagah itu segera menyelesaikan permainan.
Sementara Aku hanya terkulai pasrah menikmati tiap sodokan penis Narto pada liang vagina. Aku sudah hanyut dalam keliaran birahi yang diciptakan oleh pria yang dulu begitu aku benci. Saat kami bertatapan, seulas senyum mengembang tulus. Narto mengecup bibir tipisku sambil terus menggerakkan pinggulnya. Aku menyambut ciuman itu dengan pagutan disertai desahan manja.
Selang beberapa menit berlalu, tubuhku yang sudah basah oleh peluh kembali mengejang hebat. Kakiku yang jenjang menghentak, sementara kedua tanganku memeluk erat punggung Narto dari bawah. Lenguhan parau kembali terdengar dari bibirku.
“Aaaachh!!! Aku mau keluar lagi!! Aaaccchh!!!”
Aku mengalami puncak orgasme, kedua tungkai kakiku merapat, tubuhku mengejang beberapa saat sungguh ini adalah badai orgasme terdahsyat yang pernah Aku rasakan. Tapi Narto belum selesai, pria itu masih cukup perkasa untuk terus menuntaskan birahinya. Kali ini Narto mengajakku untuk turun dari ranjang, dengan berpegangan pada sisi ranjang, Aku membelakangi tubuhnya yang berdiri di belakangku. Narto melebarkan kedua pahaku agar akses penisnya menuju liang vaginaku sedikit leluasa. Tapi sebelum itu, tanpa diduga Narto menunduk kemudian menjilati lubang analku dengan beringas.
“Ooocchh!! Fuck!! Och!!!” Aku mejerit kecil saat merasakan ujung lidah Narto menari-nari pada permukaan lubang anusku.
Selang beberapa saat, kembali Aku merasakan ujung benda tumpul menyeruak masuk ke dalam vagina. Aku sampai harus menggigit bibirku sendiri ketika batang penis Narto bergerak masuk menyesaki lubang senggamaku inci demi inci. Sensasi nikmat itu kembali menjalar ke seluruh tubuh. Si pria gagah kembali menggerakkan pinggulnya, kali ini maju mundur, menghunuskan batang kejantanannya ke dalam vaginaku dengan kecepatan tinggi.
“Oocchh!! Shit! Aaach!!!”
Ditengah gempuran syahwat itu, Narto meraih rambutku yang basah oleh keringat. Sedikit menjambaknya ke arah belakang sambil terus menggenjot tubuhku dengan kecepatan tinggi. Wajahku mendongak ke atas dan kedua tungkai kakiku sedikit berjinjit karena dorongan tubuh Narto dari belakang, suara parau dari bibirku kembali terdengar, memberi tanda jika gempuran Narto kali ini sungguh-sungguh membuatku tak berdaya.
PLAK !
PLAK!
PLAK!
“Auww!!”
Aku terpekik saat tiga tamparan ikut mendarat mulus pada permukaan pantatku, dari belakang Narto menggeram, laksana serdadu yang lari dari kejaran musuh. Kali ini pria gagah itulah yang tengah diburu oleh nafsu birahinya. Setiap kali Narto menarik atau melesakkan batang penisnya di dalam liang vagina, Aku selalu menjerit. Sesuatu yang membuat sisi liar dalam diri preman kampung itu semakin terbakar, menagih untuk segera dituntaskan.
“Aaachh!! Aaachh!! Enak banget!!! Aaachh!!! Terusin! Mentokin kontolmu!”
Tubuh bugilku terguncang maju mundur, bongkahan payudaraku bergoncang cepat mengikuti irama sodokan penis Narto dari belakang. Kepalaku masih terdongak ke atas, sementara bibirku berkali-kali mendesis nikmat merasakan sensasi lesakan demi lesakan penis si preman kampung.
Berpuluh menit digarap oleh Narto yang gagah, ditambah deraaan orgasme yang luar biasa dahsyat membuatku begitu dimabukkan oleh persetubuhan terlarang ini. Mataku sayu menggoda, ceracauan terus mengalir mulus dari mulutku. Lama kelamaan gerakan tubuhku makin tak terkendali, beruntung Narto sigap dengan mencengkram pingguku dari belakang sambil terus menggerakkan penisnya maju mundur.
“Oougghhttt!! Shitt!! Aaachh!!!”
Narto melepaskan batang penisnya sebelum kembali merebahkan tubuhku yang terkulai lemas ke atas ranjang. Tanpa membuang waktu, pria gagah itu kembali menghujamkan batang penisnya ke dalam liang vaginaku dari atas.
“Ouucchh!!! Shit!! Kontolmu enak banget!! Aaachh!!!!” Ceracauku sambil memeluk tubuh basah Narto.
“Memekmu juga enak sayang! Aaach!!” Balas Narto merasakan batang penisnya seperti sedang diremas-remas dinding vaginaku. Narto makin semangat memompa tubuhku dengan kecepatan tinggi, tungkai kaki jenjang milikku kini sudah terangkat dan melingkar mesra pada pinggangnya.
“Ssssshh!!! Acchh!!!!! Aku udah nggak kuat!! Aaach!!” Lenguhan manja kembali terdengar dari mulutku, aku makin mempererat pelukan pada tubuhnya.
Tak lama tubuhku kembali mengejang dan kelejotan, kedua kakiku makin erat menjepit pinggang Narto dari bawah. Tubuhku yang sudah begitu basah oleh peluh itu terangkat tinggi ketika badai orgasme kembali menerpa tubuh.
“Arrgghhtttt!!!! Ooooocchhhh!!!” Aku menjerit keras, melepaskan gejolak birahi yang sedari tadi dipermainkan oleh si preman kampung.
Tubuhku menggelepar sambil memeluk tubuh Narto begitu erat seolah enggan untuk melepaskan. Pada saat bersamaan Narto pun mulai merasakan desakan ejakulasi, eraangan parau itu kini terdengar dari mulutnya. Bak banteng terluka dalam perlombaan matador, Narto menyemprotkan seluruh spermanya di dalam vaginaku.
“Arrgghhtttt!!! Aaaarrgghhtt!!!”
Narto melepaskan badai orgasmenya seiring tersemprotnya cairan kental hangat di dalam liang senggamaku. Pejantan itu pada akhirnya roboh juga di sampingku. Nafas kami masih memburu deru setelah melepas birahi tiada henti. Aku tersenyum puas, kurebahkan kepalaku pada dada bidang Narto sambil mengelus lembut permukaannya.
“Kamu hebat banget….” Pujiku tulus. Narto tersenyum mendengarnya seraya mengelus mesra rambutku.
“Aku sayang kamu Diandra…” Aku terhenyak tak percaya.
“Ta-Tapi aku sudah bersuami…”
“Aku tidak peduli, selama aku masih hidup, aku akan terus mencintaimu.”
Aku hanya terdiam, bibirku kelu dan kaku, tak ada kata yang terucap selain hanya helaan nafas terengah. Entah itu kelegaan atau semacam beban dosa baru pada Mas Fajar. Ikrar cinta Narto sama sekali tak kutolak, aku menerimanya dengan sangat sadar. Aku tak lagi mempedulikan statusku yang masih menjadi istri sah Mas Fajar. Pada akhirnya kami berdua terlelap tidur, berbagi ranjang dan selimut. Suara rintik hujan masih terdengar di luar rumah sambil diselingi gemuruh guntur. Malam ini adalah penanda terjalnya dosa hina dari persetubuhan terlarang kami.
61Please respect copyright.PENANA3AMIEKTcHo
BERSAMBUNG
Cerita ini sudah tersedia dalam format PDF FULL VERSION, untuk membaca versi lengkapnya silahkan klik link di bio profil61Please respect copyright.PENANAgZC0mldExg
61Please respect copyright.PENANA4QfdKApzUw