Arifah duduk di tepi tempat tidurnya, menatap kosong ke arah jendela. Hatinya terasa berat. Hari-hari belakangan ini benar-benar menguras emosinya. Delon, Bayu, dan Andre—tiga cowok yang seharusnya tak pernah berpikir untuk mendekatinya, malah terus merayu dan menekannya meskipun ia sudah tegas menolak mereka. Mungkin pengaruh pesta sex itu sangat berarti bagi mereka. Arifah sejujurnya menikmati itu tapi untuk melanjutkan tanpa zin dari Anisa, Dewi dan Intan bagi Arifah tidak akan pernah mau melakukannya lagi.
2549Please respect copyright.PENANA3l7Sfqfx6Y
Sudah beberapa kali Arifah mencoba menghindari mereka. Setiap Delon mampir ke rumah kontrakan untuk menjemput Anisa, Arifah bersembunyi di kamarnya bila kebetulan ada di rumah. Ketika Bayu datang untuk apel ke Dewi, Arifah mencari alasan untuk keluar. Begitu juga saat Andre berkunjung untuk bertemu Intan Arifah mencoba unutk menghindari. Tapi lama-lama, Arifah tahu kalau ini bukan solusi. Dia tidak mungkin terus-terusan lari dan sembunyi.
2549Please respect copyright.PENANAlDTRrF8OCD
Arifah menarik napas panjang. Pikirannya sudah bulat.
2549Please respect copyright.PENANAUAAKOXp7m5
"Aku nggak bisa terus tinggal di sini. Kalau aku tetap di sini, mereka nggak akan berhenti. Aku harus pergi. Tapi gimana caranya bilang ke Kak Anisa dan yang lain tanpa mereka curiga?" pikir Arifah dalam hatinya.
2549Please respect copyright.PENANALuwtD0ZdwE
Arifah benar-benar beruntung. Dia keterima bekerja di sebuah pabrik sepatu di Tangerang. Maka itu bisa jadi alasan bagi dia untuk mencari kos-kosan sendiri berpisah dengan Anisa dan kawan-kawannya.
2549Please respect copyright.PENANA9U2NsT91lO
Malam itu, setelah makan malam, Arifah memutuskan untuk bicara. Ia menunggu momen yang tepat ketika hanya ada Anisa, Dewi, dan Intan di ruang tamu. Ketiga cewek itu sedang ngobrol santai sambil nonton televisi. Arifah berdeham pelan, menarik perhatian mereka.
2549Please respect copyright.PENANAfOp70V6a2a
"Kak Anisa, kak Dewi, kak Intan... aku mau ngomong sesuatu."
2549Please respect copyright.PENANAs7dCoQPxLd
Anisa langsung menoleh, tersenyum hangat.
"Eh, kenapa, Arifah? Kelihatan serius banget mukanya."
2549Please respect copyright.PENANAIUis75bxOU
Arifah berusaha keras menahan kegugupannya.
"Aku... mau izin, mungkin aku harus pindah dari sini."
2549Please respect copyright.PENANAY0A0UhviEr
Mendengar itu, ketiganya langsung kaget. Dewi yang pertama kali angkat bicara.
"Hah? Pindah? Kenapa, Arifah? Ada apa?"
2549Please respect copyright.PENANAxviCmUIiap
Intan mengernyit, jelas bingung.
"Kita nggak ada masalah kan? Apa kamu nggak betah tinggal sama kita?"
2549Please respect copyright.PENANAXOD1hqB6jT
Arifah tersenyum kecil, mencoba menenangkan mereka.
"Nggak kok, kalian baik-baik aja. Aku cuma... aku merasa perlu tempat sendiri. Aku udah lama mikir soal ini. Lagian, aku juga mau lebih mandiri. Kebetulan aku diterima kerja di pabrik sepatu kak."
2549Please respect copyright.PENANAJbEVV3XfJf
Anisa menatap adiknya dalam-dalam, tampak khawatir.
"Arifah, kamu beneran udah diterima kerja? Wah syukur banget kalau gitu. Tapi apa kamu sudah siap untuk tinggal sendiri di kos-kosan?"
2549Please respect copyright.PENANA6Gv0RLzOMw
"Iya, Kak. Aku beneran diterima kerja kak. Nggak ada apa-apa kok aku ngekos. Lagian dari sini ke pabrik sepatu itu jauh banget kak. Bisa berat di ongkos kak."
2549Please respect copyright.PENANAyO13c6dsba
Namun, di dalam hatinya, Arifah tahu itu bukan alasan sebenarnya. Alasan utamanya adalah Delon, Bayu, dan Andre—lelaki-lelaki yang sudah membuatnya muak. Setiap kali ia melihat mereka di rumah atau saat berkunjung, dia selalu merasa gelisah. Jika ia tetap di sini, perasaan tak nyaman itu akan terus menghantuinya.
2549Please respect copyright.PENANAflO1cF7ePG
Anisa menghela napas, tampak berat menerima keputusan Arifah, tapi ia mencoba memahami.
2549Please respect copyright.PENANAP0T6akRPAK
"Kalau itu lebih baik bagi kamu, Arifah, aku nggak bisa ngelarang. Tapi aku harap kamu bisa hadapi semua ini. Syukurlah kamu udah dapat kerja, meski itu hanya di pabrik tapi yang penting kamu udah mulai bisa dapat penghasilan sendiri."
2549Please respect copyright.PENANAPInSxNurv9
Dewi ikut menambahkan dan memberi semangat.
"Iya, Arifah. Semoga kamu bisa jalani ini. Kami mensuport kamu Arifah. Kamu tahu kan, kita di sini udah kayak keluarga. Kalau ada apa-apa, kita harus saling dukung. “
2549Please respect copyright.PENANAz3dZoRGY3F
Intan yang dari tadi diam, akhirnya tersenyum lembut.
"Kalau kamu udah mutusin nerima pekerjaan ini kamu jalani dengan senang hati Arifah. Dan ingat, kami semua selalu ada buat kamu."
2549Please respect copyright.PENANA6YLbaV0YYK
Arifah tersenyum, walau hatinya masih dipenuhi kekhawatiran.
"Makasih, semuanya. Aku janji, aku bakal sering main ke sini. Kalian tetap keluarga aku."
2549Please respect copyright.PENANAehthUHhGQD
Setelah percakapan itu, Arifah merasa sedikit lega, meskipun belum sepenuhnya. Ia tahu, keputusan untuk pindah adalah salah satu solusi tapi bukan berarti dia akan bisa bebas begitu saja dari masalah. Tapi setidaknya, dengan jarak, ia bisa menjaga dirinya dari terus-terusan diganggu oleh Delon, Bayu, dan Andre. Arifah bertekad untuk memulai hidup baru, tanpa harus terjebak dalam situasi yang hanya akan merusak hubungan dengan orang-orang yang ia sayangi.
2549Please respect copyright.PENANAcDMf9Xg3Li
Malam itu, sebelum tidur, Arifah duduk di tepi tempat tidurnya, menatap foto dirinya bersama Anisa, Dewi, dan Intan yang tergantung di dinding. Ia menarik napas panjang, berharap keputusan ini akan membuat semuanya lebih baik.
2549Please respect copyright.PENANAAE1rOlRVGV
"Semoga ini langkah yang benar." Ucap Anisa dalam hati.
2549Please respect copyright.PENANAOtUPrtoHSt
Ia tahu perjalanan ke depan mungkin tidak mudah, tetapi Arifah merasa sedikit lebih kuat dengan keputusan ini.
2549Please respect copyright.PENANAhDrQio7Kp6
Saat hendak tidur Arifah menerima sebuah pesan WhatsApp. Ternyata dari Delon, dengan malas-malasan dia baca juga pesan itu.
2549Please respect copyright.PENANABxLoGXrgtf
"Arifah aku dengar kamu udah dapat kerjaan dan mau pidah kos?Kebetulan banget aku bisa bantu-bantu kamu untuk pindahan!” itu bunyi pesan dari Delon kekasih dari Anisa kakak Arifah.
2549Please respect copyright.PENANA8cptT6jOmn
2549Please respect copyright.PENANATkQyvozCnW
Arifah akhirnya pindah ke sebuah kos kecil di pinggiran Jakarta, jauh dari rumah kontrakan yang dulu ia tempati bersama Anisa, Dewi, dan Intan. Tempat itu sederhana, hanya sebuah kamar sempit dengan kasur, lemari tua, dan jendela yang menghadap gang kecil. Namun di tempat ini, Arifah merasa sedikit lega. Di sinilah ia berharap bisa melupakan Delon, Bayu, dan Andre yang terus saja mengganggu kehidupannya.
2549Please respect copyright.PENANAa4XnfjlV3S
Setiap hari, Arifah berangkat lebih pagi dari biasanya untuk menuju pabrik sepatu di Tangerang. Sebagai buruh pabrik, tugasnya adalah memeriksa sepatu yang sudah selesai dibuat sebelum dikemas. Hari-hari di pabrik melelahkan, tangannya sering kali terasa pegal, dan kaki pun sakit karena harus berdiri sepanjang hari. Namun, rasa lelah itu masih lebih baik daripada harus terus menerus menerima rayuan dari cowok-cowok yang sudah berkomitmen dengan sahabat-sahabatnya.
2549Please respect copyright.PENANAPwkUJuN9v3
Pada suatu sore, saat Arifah baru pulang dari pabrik, ponselnya berdering. Ia melihat layar dan mendesah. Nama Delon muncul di sana. Sudah lama dia berharap Delon menyerah, tapi sepertinya harapan itu sia-sia.
2549Please respect copyright.PENANAXM2dybNQQs
"Arifah, kamu di mana sekarang? Aku kangen banget sama kamu," suara Delon terdengar lembut, mencoba merayu.
2549Please respect copyright.PENANAoZC9SXOynT
"Delon, aku sudah bilang jangan hubungi aku lagi," jawab Arifah tegas, meski dalam hati masih ada perasaan bersalah.
2549Please respect copyright.PENANAJ27oYNMl9O
"Tapi aku nggak bisa berhenti mikirin kamu. Arifah, aku serius. Kamu nggak bisa bohong, aku tahu kamu juga punya perasaan yang sama."
2549Please respect copyright.PENANAgG2aLY3L6h
Arifah menggigit bibir, menahan marah. "Delon, kamu pacar Kak Anisa! Kamu tahu nggak seberapa sakit kalau Kak Anisa tahu soal ini?"
2549Please respect copyright.PENANAiqg0LMHQUR
"Aku nggak peduli sama hubungan itu. Aku cuma peduli sama kamu. Aku tahu, kita bisa lebih dari ini. Apalagi aku telah melihat semua milik kamu, aku pengen merasakan akmu seutuhnya."
2549Please respect copyright.PENANAg3WBcwHOrh
Arifah tak sanggup lagi mendengarnya. Ia mengakhiri telepon itu, berharap Delon akhirnya paham. Tapi malam itu, Delon bukan satu-satunya masalah.
2549Please respect copyright.PENANAYKmNDeRHXU
Ponselnya bergetar lagi, kali ini pesan dari Bayu.
2549Please respect copyright.PENANA5Aa4YKGFUc
"Arifah, kamu nggak bisa terus-terusan menghindar. Aku tahu kamu juga suka sama aku. Dewi nggak perlu tahu. Kita bisa jalanin ini tanpa ada yang terluka."
2549Please respect copyright.PENANArEG7XkdVQL
Mata Arifah terpejam, mencoba menahan emosi. Bagaimana bisa Bayu, pacar Dewi, berani mengatakan hal seperti ini?
2549Please respect copyright.PENANAi90ZHXLhFE
"Bayu, kamu pacar sahabat aku! Aku nggak akan pernah ngelakuin ini. Hargai Dewi, hargai perasaannya!"
2549Please respect copyright.PENANAQ7KdHaQPP0
"Tapi aku sayang kamu, Arifah. Apa salahnya kita coba? Dewi nggak perlu tahu kalau kamu nggak cerita. Ingat aku yang pertama menyentuh tubuh telanjang kamu meski gak sampai lebih dari itu."
2549Please respect copyright.PENANAY2r2HmeWVV
Pikiran Arifah berkecamuk. Dia ingin berteriak, tapi tahu itu hanya akan membuat keadaan semakin buruk. Dia memilih tak menjawab pesan Bayu. Ia hanya berharap mereka akhirnya menyerah.
2549Please respect copyright.PENANAP6jPuUbvjW
Namun esok harinya, di tengah-tengah jam istirahat di pabrik, ponsel Arifah kembali berbunyi. Kali ini, Andre yang mengirim pesan suara.
2549Please respect copyright.PENANAqLsylBpdaq
"Arifah, aku di Balaraja. Aku tahu kamu udah kerja di daerah balaraja sini juga kan? Ayo ketemuan. Kita ngobrol langsung, nggak perlu takut. Intan nggak bakal tahu."
2549Please respect copyright.PENANAAO1Gn5O6PW
Suara Andre terdengar santai, seolah dia tidak sedang melakukan sesuatu yang salah. Namun bagi Arifah, pesan itu lebih dari sekadar ajakan. Itu ancaman terselubung.
2549Please respect copyright.PENANAGZl5ueqCo7
"Andre, aku nggak bisa. Kamu pacar Intan, kita nggak boleh kayak gini," balas Arifah, berharap itu cukup untuk membuatnya mundur.
2549Please respect copyright.PENANA6s6jDNtIfZ
Tapi Andre malah semakin menekan. "Arifah, aku serius. Aku di Tangerang sekarang. Kalau kamu nggak ketemu aku, aku bakal cari kamu sampai ketemu."
2549Please respect copyright.PENANAEku6yuq851
Jantung Arifah berdegup lebih cepat. Andre terdengar lebih serius dari sebelumnya, dan itu membuatnya semakin cemas. Tidak mungkin dia bisa terus lari dari semua ini. Mereka tak akan berhenti sampai dia benar-benar menghadapinya.
2549Please respect copyright.PENANAHlUz8tT4RT
Malam itu, Arifah duduk di depan kamar kosnya, memandang ke arah jalanan kecil di depan. Pikirannya dipenuhi pertanyaan. Bagaimana caranya menghentikan semua ini? Dia tahu tidak bisa terus bersembunyi, tapi berhadapan dengan mereka juga terasa berbahaya. Dia terjebak di antara menjaga perasaan sahabat-sahabatnya dan menahan godaan serta tekanan dari cowok-cowok yang seharusnya tidak pernah mendekatinya.
2549Please respect copyright.PENANAt2fVUbAmJ3
"Arifah, akhirnya aku bisa menemukan kamu."
2549Please respect copyright.PENANAyBWt3P1oYJ
Suara Delon tiba-tiba terdengar dari belakangnya. Arifah menoleh, terkejut. Delon berdiri di sana, wajahnya dipenuhi senyuman yang membuat Arifah merasa semakin tidak nyaman.
2549Please respect copyright.PENANAeyXD0Om9IX
"Delon? Ngapain kamu di sini?" Arifah bangkit, menatapnya dengan penuh kebingungan.
2549Please respect copyright.PENANAPCgdrGXN53
"Aku cuma mau lihat kamu, ngobrol bentar. Nggak apa-apa kan?"
2549Please respect copyright.PENANAlcgF7wePR1
Arifah menggeleng, langkahnya mundur perlahan. "Nggak, Delon. Kamu harus pulang. Kita nggak bisa ngobrol kayak gini. Kamu pacar Kakak aku."
2549Please respect copyright.PENANA2iZaTMP6ss
Delon mendekat, matanya memancarkan tekad yang membuat Arifah semakin takut. "Arifah, beri aku kesempatan buat bicara. Kita bisa selesaikan ini. Nggak ada yang harus tahu."
2549Please respect copyright.PENANATsZGMNLQeN
"Delon, tolong. Pergi sekarang juga."
2549Please respect copyright.PENANAhrRyldGvQJ
Namun Delon tak mundur. Arifah tahu, ini bukan sekadar godaan ringan lagi. Mereka semua—Delon, Bayu, dan Andre—tak akan berhenti sampai dia benar-benar mengambil keputusan yang tegas.
2549Please respect copyright.PENANAo28uk7DHZO
Di depan pintu kamarnya, Arifah berdiri memandangi Delon dengan tatapan yang penuh kegelisahan. Ia tidak menyangka Delon akan menemukan kos-kosan tempat dia tinggal dan dia benar-benar datang, apalagi tanpa peringatan.
2549Please respect copyright.PENANAClxOWrAFDM
“Delon, tolong. Kamu harus pergi sekarang,” desak Arifah, suaranya gemetar antara marah dan takut. Ia merasa semakin terpojok, apalagi dengan kehadiran Delon yang tampak semakin mendekat.
2549Please respect copyright.PENANAgdxKugve5F
“Aku nggak bisa, Arifah,” jawab Delon dengan suara rendah tapi tegas. “Aku cuma mau ngobrol. Kita selesaikan ini baik-baik, nggak ada yang tahu soal kita. Aku janji.”
2549Please respect copyright.PENANAJMtanQWcjt
“Delon, nggak ada ‘kita’! Kamu pacar Kak Anisa! Kamu nggak seharusnya di sini,” ucap Arifah, suaranya makin keras, berharap bisa membuat Delon sadar akan batas yang telah ia langgar. Namun, Delon tampaknya tak peduli. Dia melangkah maju, tatapannya semakin intens.
2549Please respect copyright.PENANAPojuKbh6ZO
“Arifah, dengar aku dulu—”
2549Please respect copyright.PENANA91owbAZGrd
Tiba-tiba, sebuah suara berat dari arah belakang menghentikan langkah Delon. “Hei, bro. Lo nggak dengar apa yang cewek ini bilang?”
2549Please respect copyright.PENANA0yHDT74L3g
Delon menoleh, dan di sana berdiri seorang pria berperawakan tinggi dan tegap, wajahnya berkerut tajam. Rambut hitamnya yang sedikit ikal berkibar tertiup angin malam, memperlihatkan sorot matanya yang serius. Pria itu, Thomas, salah satu penghuni kos asal Maluku yang selalu tenang dan jarang terlibat masalah, kini memandangi Delon dengan tatapan tajam.
2549Please respect copyright.PENANAWqhFuNFCk8
“Siapa lo?” Delon bertanya dengan nada tidak senang, mengangkat dagunya sedikit, seakan menantang.
2549Please respect copyright.PENANAcecymyUNoK
Thomas melangkah maju dengan percaya diri, tubuhnya yang besar terasa mendominasi ruang kecil itu. “Gue penghuni sini. Dan sependengaran gue, cewek ini udah bilang lo harus pergi,” jawabnya dengan tegas, tanpa sedikit pun ragu.
2549Please respect copyright.PENANAmXI3fxpvzy
Delon menyipitkan mata, merasa terganggu. “Ini bukan urusan lo, bro. Gue cuma mau ngobrol sama dia, kita lagi selesaikan sesuatu.”
2549Please respect copyright.PENANAUmrwozSePB
Thomas tak mundur sedikit pun. “Kalau dia udah bilang lo pergi, itu jadi urusan gue sekarang. Ini tempat kos ada aturannya, bro. Lo nggak bisa seenaknya ganggu penghuni cewek di sini. Apalagi kalau dia udah jelas-jelas minta lo pergi.”
2549Please respect copyright.PENANAGusFbt7RBe
Arifah berdiri mematung di belakang Thomas, napasnya tertahan. Ada rasa lega yang muncul tiba-tiba ketika Thomas mengambil alih situasi, tapi ia masih khawatir Delon akan berbuat lebih jauh.
2549Please respect copyright.PENANANiBBl3Zdav
Delon menggertakkan giginya, matanya menatap tajam ke arah Thomas. “Lo nggak tahu apa-apa soal aku ma cewek ini. Gue nggak ganggu dia, gue cuma—”
2549Please respect copyright.PENANAHaM6TsTDFH
“Siapa pun lo, lo tetap nggak punya hak buat maksa dia kayak gini.” Thomas memotong dengan nada dingin. Ia melangkah maju, sekarang jarak mereka tinggal beberapa inci. “Gue nggak mau ada masalah di sini. Jadi, gue kasih lo kesempatan buat pergi baik-baik.”
2549Please respect copyright.PENANA4Vp8UdCQgn
Delon menahan napas, seolah sedang mempertimbangkan langkah selanjutnya. Tapi jelas, Thomas tidak akan membiarkannya menang dalam situasi ini. Badan Thomas yang lebih besar dan sorot matanya yang tak kenal takut membuat Delon mulai ragu.
2549Please respect copyright.PENANAKbgUq6CCPt
“Dan denger baik-baik, bro,” lanjut Thomas, nadanya semakin rendah namun penuh ancaman. “Lo coba-coba lagi datang ke sini, atau ganggu Arifah, gue yang bakal bikin lo nyesel. Jadi, lebih baik sekarang lo cabut.”
2549Please respect copyright.PENANAnRWbtXeD9U
Delon menatap Thomas, lalu mengalihkan pandangannya ke Arifah. Wajahnya penuh amarah yang tertahan, tapi ia tahu dia tidak bisa memenangkan pertarungan ini. Setelah beberapa detik yang penuh ketegangan, akhirnya dia melangkah mundur.
2549Please respect copyright.PENANA4Nbfbmg4TL
“Gue bakal pergi, tapi ini belum selesai,” ujar Delon, suaranya datar namun jelas penuh emosi. “Lo bakal nyari gue, Arifah.”
Bersambung2549Please respect copyright.PENANAEJu4QxFwDO