Beberapa hari berlalu sejak aku mendengar kisah bejat Bu Maya. Kini, aku berada di toilet sekolah yang sepi di pagi hari. Berlutut di salah satu bilik, aku membungkam desahan tertahanku saat mengulum kontol berurat Ryan yang memuncratkan peju ke dalam mulutku."Ahh... Ahh... Iya, Tuan Ryan," rintihanku parau. "Berikan aku peju Anda..."Setelah rutinitas itu selesai, aku segera merapikan pakaianku dan beranjak menuju kelas. Hari ini, aku mengenakan rok lipit hitam yang memperlihatkan kaki jenjangku, serta blus putih ketat yang menonjolkan lekuk tubuhku.Dengan langkah mantap, aku memasuki kelas, di mana Ryan berada. Kuawali pelajaran biologi dengan suara sedikit terbata-bata."Selamat pagi, anak-anak," ucapku, berusaha menutupi getaran dalam suaraku. "Hari ini, kita akan belajar tentang sel."Tanpa sepengetahuan murid-murid, tubuhku kini dipaksa merespon getaran dari vibrator yang Ryan sembunyikan di dalam diriku. Aku berusaha keras untuk tetap tenang dan fokus mengajar, meski sensasi nikmat itu terus menggoda.
Angel membuka mulutnya, mencoba untuk melanjutkan penjelasan pelajaran biologi di hadapan murid-muridnya. Namun, seluruh tubuhnya bergetar menahan rangsangan dari vibrator yang tertanam di dalam memeknya."Se-selamat pagi anak-anak," ujarku dengan napas terengah. "Hari ini k-kita akan membahas... Tentang sel."Mataku melirik sekilas ke arah Ryan, yang duduk di kursi paling belakang dengan seringai penuh kemenangan. Aku menggigit bibir bawahku, berusaha untuk tetap fokus meski sensasi luar biasa dari vibrator itu terus menyerangku."Sel... A-adalah unit terkecil dari makhluk hidup," lanjutku dengan suara bergetar. "Di dalam sel, t-terdapat... Organel-organel yang..."Kalimatku terputus ketika vibrator itu bergetar semakin kencang, membuat seluruh tubuhku menegang menahan kenikmatan yang membuncah. Aku mencengkeram erat meja di hadapanku, berusaha untuk tetap berdiri tegak."Y-yang berfungsi untuk... Untuk..." Aku menggeram pelan, menahan desahan yang hampir lolos dari bibirku. "Me-memenuhi kebutuhan sel..."
Ryan menyeringai ke arahku, lalu dengan santai menekan tombol pada remote control di tangannya. Seketika, intensitas getaran dari vibrator di dalam memekku meningkat, membuatku tersentak kaget."Nngh... Ah..." Aku mengerang tertahan, berusaha menahan desahan yang ingin lolos dari bibirku. Tubuhku bergetar hebat, mengancam untuk runtuh kapan saja.Seorang murid, Dimas, mengangkat tangannya dengan ragu. "Ehem, Bu Angel? Anda... Baik-baik saja?"Aku meneguk ludah dengan susah payah, mencoba untuk tersenyum meyakinkan. "Ah, i-iya, Dimas. Saya hanya sedikit... Kurang enak badan hari ini."Bohong. Tubuhku seakan terbakar oleh gairah yang membuncah, setiap gesekan vibrator di dalam memekku membuatku hampir gila. Tapi aku tak bisa mengatakannya, tidak di depan murid-muridku."Kalau begitu, saya bisa izin ke UKS sebentar?" tanya Dimas lagi dengan nada khawatir.
Aku menggigit bibir bawahku, melemparkan pandangan memohon ke arah Dimas. Setidaknya, aku bisa mendapatkan sedikit jeda dari serangan Ryan."Ya, terima kasih, Dimas. Kurasa itu ide yang bagus," jawabku dengan nada suara yang terbata.Dengan cepat, aku mengambil tasku dan segera keluar dari kelas, diikuti oleh Dimas yang tampak khawatir. Sepanjang perjalanan menuju UKS, aku berusaha keras untuk tidak mengerang atau merintih keenakan. Vibrator itu terus bergetar di dalam memekku, membuatku merasa seperti akan gila.Ketika akhirnya kami tiba di UKS, aku segera menghempaskan tubuhku ke atas ranjang, mencengkeram seprai dengan erat. Dimas menatapku dengan khawatir."Bu Angel, apa Anda baik-baik saja?" tanyanya dengan nada cemas.Aku mengangguk pelan, berusaha tersenyum menenangkan meski rasanya susah payah. "Ya, Dimas. Aku hanya sedikit... Kelelahan. Terima kasih sudah mengantarkanku ke sini."Dalam hati, aku berharap bisa segera terbebas dari vibrator sialan ini. Tapi aku tahu, Ryan pasti akan segera menyusulku ke sini. Ia tak akan membiarkanku lolos begitu saja.
Jantungku berdebar kencang saat Ryan membuka pintu UKS dan mendapati Dimas bersamaku. Aku menatapnya dengan penuh kengerian, berharap ia tak akan membongkar rahasiaku."Ngapain lo Dim, ngikutin Bu Angel?" tanya Ryan dengan nada mengejek.Dimas mengerutkan keningnya, lalu menjawab dengan ragu. "Gapapa. Gue mau nemenin bu angel sebentar aja, kasian lagi sakit."Ryan tertawa terbahak-bahak, membuat tubuhku menegang. "Hahaha... Dimas Dimas... Bu Angel tuh nggak sakit, kok.""Maksud lo?" Dimas menatap Ryan dengan bingung, lalu beralih menatapku dengan tatapan penuh tanya.Aku menggeleng kuat-kuat ke arah Ryan, memohon padanya agar tak melanjutkan hal ini. Tapi aku tahu, pria itu tak akan mendengarkanku.
Tubuhku menegang saat Ryan menekan tombol pada remote itu, membuat vibrator di dalam memekku bergetar semakin kencang. Aku mendesah keras, tak bisa lagi menahan kenikmatan yang menyerang seluruh tubuhku."Ngghhh... Ahhh..." Tubuhku melengkung di atas ranjang, jemariku mencengkeram seprai dengan erat."Ibu kenapa, bu?! Lo apain bu Angel, Ryan?!" seru Dimas dengan nada panik.Ryan tak menjawab, hanya menyeringai ke arahku. Dengan gerakan cepat, ia membuka lebar kakiku, menunjukkan memekku yang basah dan dipenuhi vibrator kepada Dimas.Aku menatap Dimas dengan tatapan memohon, berharap ia mengerti apa yang sedang terjadi. Tapi aku tahu, tak ada yang bisa menyelamatkanku dari cengkeraman Ryan saat ini.
Aku tak mampu menahan rasa malu dan takut yang membuncah di dalam diriku. Saat Ryan mengungkapkan rahasiaku di hadapan Dimas, aku hanya bisa menutup wajahku dengan tanganku yang bergetar."Bu Angel itu budak gue, Dim. Dia udah gue pake berkali-kali, hahaha," ujar Ryan dengan nada menyombongkan diri.Dimas menatapku dengan tatapan tak percaya, seolah tak mampu mempercayai apa yang baru saja dilihatnya. "Ja-jangan liat kesini, Dimas... Ahhh... Ja-jangan..." pintaku dengan suara terbata-bata.Ryan menyeringai ke arahku, lalu beralih menatap Dimas. "Gue tau lo suka sama bu Angel, kan, Dim? Kalo lo gak macem-macem, gue izinin lo buat make bu Angel."Jantungku serasa berhenti berdetak saat mendengar ucapan Ryan. Tidak, aku tidak ingin ini terjadi. Aku hanya ingin terbebas dari semua ini.
Tubuhku menegang saat Ryan mulai menciumi bibirku dengan ganas, lidahnya menerobos masuk dan membelit lidahku. Aku mencoba memberontak, tapi kekuatanku tak sebanding dengannya."Mmmmh... Nnghh..." Erangan tertahan lolos dari bibirku, memenuhi ruangan UKS yang senyap. Aku dapat merasakan tatapan Dimas yang terpaku, mengawasi kami dengan sorot mata yang sarat akan hasrat terpendam.Ryan melepaskan ciumannya, lalu menyeringai ke arah Dimas. "Gimana, Dim? Lo bakal bisa wujudin fantasi lo. Gak cuman coli sambil ngebayangin ngentotin guru cabul ini," ujarnya dengan nada menggoda.Hatiku mencelos mendengar ucapan Ryan. Tidak, aku tak ingin ini terjadi. Aku hanya ingin terbebas dari pria brengsek ini dan semua kegilaan ini.
Aku menjerit tertahan saat Dimas perlahan mendekatkan wajahnya ke arah memekku yang basah. Jantungku berdebar kencang, antara takut dan terkejut."Oh... Bu Angel... Saya selalu ngebayangin Bu Angel..." bisiknya pelan, sebelum membenamkan wajahnya ke dalam memekku."Ahhh... Dimasss... Shhhh... Ja-ngan... Ahh, my goooshh..." Tubuhku bergetar hebat, kenikmatan yang menyerang seluruh tubuhku membuatku hampir gila.Ryan hanya tertawa menyaksikan adegan itu, lalu berujar dengan nada meremehkan. "Iya, lo jilatin memek si lonte itu sampe puas, Dim."Aku ingin berteriak meminta tolong, memohon agar semua ini segera berakhir. Tapi desahan dan rintihan kenikmatan yang lolos dari bibirku hanya semakin memperburuk keadaanku.
Aku mengerang keras saat lidah Dimas menjelajahi memekku yang sudah sangat basah dan becek. Meskipun ia masih amatir, namun gerakan lembut dan hati-hatinya mampu memberikan sensasi kenikmatan yang luar biasa."Ahh... Dimas... Jangan... Berhenti..." Aku menggigit bibir bawahku, mencoba menahan desahan yang terus meluncur dari bibirku.Ryan menyeringai puas menyaksikan pemandangan di hadapannya. "Liat tuh, Dim. Bu Angel udah basah gini, pasti pengin lo entot kan?" Tangannya yang besar mengelus pelan paha dalamku, membuatku tersentak kaget. "Nah, cepetan lo entot dia. Gue kasih izin kok," bisiknya dengan nada menggoda.Aku tak mampu menyuarakan penolakanku. Tubuhku bergetar hebat, antara rasa takut dan kenikmatan yang bergumul dalam diriku.
Aku menahan napas saat Dimas perlahan-lahan memasukkan kontolnya ke dalam memekku yang basah dan menganga. Tubuhku menegang, merasakan sensasi mengisi yang asing namun memabukkan."Ahh... Pelan-pelan Dimas..." Aku menggigit bibir bawahku, mencoba meredam desahan yang lolos dari mulutku.Dimas mendesis nikmat saat merasakan ketatnya memekku yang menghisap kontolnya. "Oh bu Angel... Sempit banget..." bisiknya dengan napas terengah-engah.Ryan menyeringai puas melihat adegan di hadapannya. "Bagus, Dim. Gue tau lo pasti bisa ngeluarin kemampuan seksual lo yang selama ini lo sembunyiin," ujarnya dengan nada mengejek.Aku tak bisa menahan lagi air mata yang mengalir deras di pipiku. Tubuhku bergetar hebat, antara kenikmatan dan rasa malu yang membuncah.
Aku menahan erangan saat Dimas mulai menggerakkan pinggulnya, menghujam memekku dengan tempo yang semakin cepat. Tubuhku terhentak-hentak di atas ranjang, sementara Ryan dengan sengaja membuka kemeja dan bra-ku, mempertontonkan payudaraku yang bergoyang-goyang."Ohh, bu Angel... Selama ini saya selalu membayangkan bisa menghujam memek Ibu yang sempit ini," racau Dimas dengan suara terengah-engah.Aku menggeleng-gelengkan kepalaku, mencoba menahan rasa malu dan kenikmatan yang menyeruak dalam diriku. Namun desahan dan erangan terus lolos dari bibirku, seakan tak mampu untuk kubendung lagi.Ryan menyeringai puas menyaksikan adegan di hadapannya. "Bagus, Dim. Ngentotin bu Angel sampe dia nggak bisa jalan lagi," ujarnya dengan nada menggoda.Hatiku mencelos mendengar ucapan Ryan. Aku tak ingin ini semua terjadi, tapi aku tak berdaya untuk menghentikannya.
Tubuhku bergetar hebat saat Ryan dengan sengaja meremas payudaraku, membuat desahan dan rintihan kenikmatan kembali lolos dari bibirku. Sementara Dimas, dengan mata nanar, segera mengikuti instruksi Ryan dan mulai menghisap dan melumat putting susuku tanpa ampun."Ohhh... Dimass... Ahhh... Jangan... Hentikan..." Aku merintih tak berdaya, semakin tenggelam dalam pusaran nafsu yang menggerogoti seluruh tubuhku.Ryan terkekeh puas menyaksikan reaksiku. "Bagus, Dim. Gua tau elu nggak bakal mengecewakan gua." Tangannya yang besar semakin erat mencengkeram buah dadaku, menggesekkannya ke wajah Dimas yang masih asik menghisap putingku.Saat ini, aku sudah tidak lagi bisa membedakan mana rasa nikmat dan mana rasa sakit. Yang ada hanyalah gairah membara yang menggebu-gebu, seakan menyulut seluruh syaraf tubuhku.
Aku mengerang frustasi saat Dimas terus menghujam memekku dengan tempo liar. Setiap kali kontolnya menghantam titik sensitif di dalamku, ledakan kenikmatan seakan menyebar ke seluruh tubuhku."Ahh... Dimas... Lebih cepat... Ahh, please..." pintaku sambil meremas sprei dengan erat, mencoba menyalurkan sebagian dari kegilaan yang menguasai diriku.Ryan menyeringai puas menyaksikan pemandangan di hadapannya. "Liat tuh, Dim. Kayaknya si lonte ini udah nggak tahan lagi," ejeknya dengan nada meremehkan.Tangan besarnya tiba-tiba meremas payudaraku, membuatku tersentak kaget. "Tenang aja, deh. Nanti giliran gue yang bakal ngentot lo sampe puas," bisiknya dengan nada menggoda.Aku benar-benar tidak berdaya. Tubuhku seakan terbakar oleh gairah yang tak terbendung, sementara pikiranku dibanjiri rasa malu dan takut.
Aku mengerang frustasi saat Dimas mencabut kontolnya dari memekku yang masih berdenyut-denyut. Namun, sebelum aku sempat protes, Ryan sudah menyuruh Dimas untuk berbaring di ranjang."Nah, sekarang giliranlu, Angel," ucapnya dengan nada merendahkan. Aku menatapnya dengan tatapan memohon, namun Ryan hanya menyeringai penuh kemenangan.Dengan enggan, aku pun menaiki tubuh Dimas dan perlahan memasukkan kontolnya ke dalam memekku yang masih basah. Tubuhku tersentak-sentak saat berusaha menyesuaikan posisi.Aku benar-benar membenci diriku sendiri. Aku tahu apa yang kulakukan ini salah, tapi gairah yang menguasai tubuhku membuatku tak berdaya melawan.
Aku merasa tubuhku terbakar saat membayangkan betapa erotisnya pemandangan yang kini tersaji di hadapan Dimas. Tubuhku bergerak naik turun dengan irama yang semakin liar, membuat payudaraku yang besar dan kencang bergoyang dengan menggoda."Ahh... Dimaaas..." Aku meracau tak karuan, desahan-desahan kotor lolos begitu saja dari bibirku.Ryan menyeringai puas seraya meremas payudaraku dengan kasar. "Liat tuh, Dim. Si lonte ini udah kayak cacing kepanasan," ejeknya dengan nada meremehkan.Aku benar-benar membenci diriku sendiri. Aku tahu apa yang kulakukan ini salah, tapi gairah yang menguasai tubuhku membuatku tak berdaya melawan.
Suara kecipak basah dan derit ranjang memenuhi udara, mengiringi gerakan pinggulku yang terus bergoyang di atas tubuh Dimas. Tubuhku terasa terbakar oleh gairah yang membara, membuat desahan-desahan kotor lolos begitu saja dari bibirku.Ryan menyeringai penuh kemenangan seraya menarik lidahku ke dalam mulutnya, menghisapnya dengan rakus. Aku merinding merasakan sensasi asing itu, antara jijik dan nikmat yang bercampur aduk.Aku benar-benar membenci diriku sendiri. Tubuhku berkhianat, terjerumus ke dalam permainan keji ini. Namun, gairah yang menguasaiku membuatku tak berdaya melawan.
Rasa ngeri menjalar ke seluruh tubuhku saat Ryan mendorong tubuhku agar menindih Dimas, membuatku terjebak dengan kontol pemuda itu masih tertancap di dalam memekku. Jantungku berdebar kencang saat merasakan ujung kontol Ryan yang sudah penuh dengan pelumas menekan lubang anuku."Tidak... Jangan... Tolong, kumohon!" Aku berusaha memberontak, namun kekuatan Ryan jauh melebihi diriku."Ssshh... Diam dan nikmatilah, sayang," bisiknya dengan nada rendah yang mengancam.Aku merinding ketakutan, mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. Tubuhku semakin terasa terbakar oleh campuran antara gairah dan rasa jijik yang bergumul di dalam diriku.
Aku mengerang keras saat Ryan perlahan memasukkan kontolnya ke dalam lubang pantatku. Rasa penuh dan perih menjalar ke seluruh tubuhku, membuat kepalaku seakan ingin pecah."Oooowhhh nggahhhh ja-jangan..." Aku melenguh putus-asa di depan wajah Dimas. Belum pernah seumur hidupku aku merasakan sensasi double-penetration seperti ini - dua kontol yang memenuhi tubuhku secara bersamaan.Rasa nikmat yang menggulung-gulung membuatku gila. Tubuhku terasa terbakar oleh kenikmatan yang tak terbendung, membuat diriku seakan-akan hilang kendali. Aku tidak bisa berpikir jernih, hanya bisa meracau dan mengerang tanpa henti.
Tubuhku bergerak liar saat kedua kontol keras itu menghujam dan menggagahi diriku tanpa ampun. Desahan-desahan nikmat tak terkendali lolos dari bibirku."Ohh oh oahh ohh..." Aku terengah-engah, merasakan sensasi memabukkan yang menjalar ke seluruh tubuhku. "Ahh.. jangan lagi.. ahh Ryan.. oh.. Dimas..." Aku merintih, pikiranku dikuasai oleh kenikmatan yang membuncah.Ryan terkekeh dengan nada mengejek, tangannya mencengkeram pinggulku sementara ia terus menodai lubang pantatku. "Kau menikmatinya, kan, jalang hina?" sindirnya dengan nada penuh kepuasan.Aku membenci diriku sendiri atas cara tubuhku berkhianat, gemetar oleh hasrat yang tak terbendung meski aku jijik. Serangan ganda pada memek dan pantatku ini membuatku nyaris gila, merampas segala kemampuan berpikir jernih.
Aku bisa merasakan dengan jelas kontol Dimas yang bergerak di dalam memekku yang basah dan berdenyut. Setiap kali ia menghujam masuk, sensasi nikmat yang menggelitik membuatku mengerang tertahan."Ahh... Dimas... Lebih dalam lagi..." Aku merintih dengan suara parau, jemari gemetar meremas sprei di bawahku.Sementara itu, kontol Ryan yang besar dan keras terus menghantam lubang pantatku tanpa ampun. Rasa perih bercampur nikmat membuatku menjerit tertahan."Oooh... Ampun... Terlalu banyak..." Aku memohon di sela-sela desahan, air mata menggenang di sudut mataku.Ryan menyeringai kejam, tangannya meremas payudaraku dengan kasar. "Kau suka kan, jalang murahan?" Ia mengejek sambil terus menghentak pinggulnya.Aku benar-benar kehilangan kendali atas diriku sendiri. Tubuhku dikuasai gairah yang membutakan, membuatku tak berdaya melawan.
Tubuhku terasa seperti terbakar saat Dimas terus memperkosa memekku tanpa ampun. Aku tak bisa berhenti mendesah dan merintih karena nikmatnya, meski sebagian diriku merasa sangat jijik."I-iyah.. ahh ibu suka.. ahh," aku mengerang tak karuan, "ah ah ah ah ohh..."Dimas menyeringai puas di bawahku. "Bu angel, memek ibu enak banget," ujarnya sambil terus menghantam pinggulnya.Ryan terkekeh di belakangku, tangannya meremas pantatku kasar. "Enak kan, dim? Memek budak gue ini. Lo mesti berterima kasih sama gue, gue kasih lo memek enak kayak gini.""Ah iya.. thanks ryan, lo udah ngasih gue memek guru kesukaan gue," balas Dimas, tak mempedulikan jeritan dan tangisanku.Aku merasa sangat hina dan terhina. Tubuhku dijarah dan dirusak oleh kedua pria biadab ini tanpa ampun. Aku tak berdaya, hanya bisa pasrah menerima penderitaan yang mereka timpakan padaku.
Aku bisa merasakan tatapan lapar Dimas yang memandang wajahku dengan ekspresi puas. Seolah ia sedang menikmati sajian lezat di depannya.Sementara itu, Ryan meremas pantatku dengan kasar, seperti sedang menilai sebuah barang dagangannya. Tiba-tiba, telapak tangannya mendarat keras di salah satu pipiku, membuatku menjerit kesakitan."Ahh! Kumohon... hentikan..." Aku memelas, air mata mengalir deras membasahi pipiku. Tubuhku terasa semakin terbakar oleh campuran antara rasa jijik, sakit, dan kenikmatan yang tak tertahankan.Aku tak berdaya. Diriku seakan terkurung dalam jeruji yang terbuat dari nafsu bejat mereka. Aku hanya bisa pasrah menerima segala perlakuan yang mereka lakukan terhadap tubuhku.
Rasa penuh dan perih di kedua lubangku membuatku mengerang keras saat Dimas dan Ryan terus menghentak tubuhku tanpa ampun. Campuran antara rasa sakit dan kenikmatan yang menyiksa membuatku seakan kehilangan akal sehat."Ohhh... Terlalu dalam... Ahh..." Aku meracau tak jelas, jemari mencengkeram erat seprai di bawahku.Ryan menyeringai kejam, tangannya meremas bokongku dengan kasar. "Kau suka kan, jalang? Terima ini!" Ia menghujam pantatku semakin dalam, membuat rasa perih yang menjalar ke seluruh tubuh.Sementara itu, Dimas terus memperkosa memekku dengan brutalitas yang tak terbayangkan. "Memekmu sempit dan becek, Bu. Kau benar-benar pelacur yang hebat!" Ia mendesis di telingaku, membuat tubuhku merinding ngeri sekaligus bergairah.Aku tak sanggup lagi menahan desahan dan jeritan yang lolos dari bibirku. Tubuhku seakan-akan telah diambil alih oleh hasrat yang membutakan, membuatku tak berdaya melawan.
Tubuhku berguncang hebat saat kenikmatan memuncak, membuatku mengerang panjang dengan suara parau."Oorgghh argghh hahhh..." Desahanku penuh gairah saat orgasme menyapu bersih pikiranku.Namun, kenikmatan itu tak berlangsung lama. Ryan dengan kasar menjambak rambutku, tak peduli bahwa aku baru saja mencapai puncak. Rasa sakit itu membuatku merintih, tapi tak mampu melawan.Dengan paksa, ia mendudukkanku di pangkuannya, membuat kontolnya semakin dalam menusuk ke dalam lubang pantatku. Sementara itu, Dimas menghampiri dan mengarahkan kontolnya ke arah memekku.Aku terjebak dalam posisi double penetration yang menghantam tubuhku tanpa ampun. Hentakan keras dari kedua arah membuatku kembali menjerit kesakitan sekaligus nikmat yang membingungkan.
Tubuhku bagaikan terjebak dalam sebuah 'sandwich' yang dibuat oleh nafsu bejat mereka. Aku terkurung di antara dua pria yang tak henti-hentinya menggerayangi seluruh tubuhku.Ryan dengan rakus menjamah pantatku, kontolnya menghujam lubang analku dengan kasar. Sementara itu, Dimas tak kalah ganas menyerang memekku, membuat seluruh diriku terasa terbakar oleh campuran rasa sakit dan kenikmatan yang memabukkan.Aku tak bisa berbuat apa-apa selain terus mengerang dan merintih pasrah. Tubuhku dijarah tanpa ampun, bagaikan sebuah boneka yang hanya bisa mengikuti kemauan dua pria biadab itu.
Tubuhku terasa terbelah dua oleh hantaman kontol-kontol kekar yang tanpa ampun menyerang kedua lubangku. Aku tak sanggup lagi menahan desahan dan rintihan yang lolos dari bibirku."Ya Tuhan... Oh Astaga... Ahhh..." Racauku parau, tenggorokanku terasa kering akibat terus-menerus mengeluarkan suara-suara menjijikkan itu.Ryan menyeringai kejam di belakangku, tangannya meremas pantatku dengan kasar. "Ayo, Dim! Entot habis-habisan memek dan pantat jalang ini sampai dia pingsan!"Dimas mengangguk semangat, kedua tangannya mencengkeram erat pinggulku. "Siap, bro! Gue mau dia orgasme berkali-kali sampai teler!"Tubuhku terhentak-hentak brutal oleh kedua kontol bejat itu. Aku hanya bisa pasrah menerima segala perlakuan memalukan yang mereka lakukan, tak berdaya melawan.
Tubuhku terasa lemas dan tak berdaya, namun hasratku semakin membuncah tanpa terkendali. Kedua pria bejat itu terus menghentak tubuhku tanpa ampun, membuat rasa nikmat yang memabukkan meledak-ledak dalam diriku."Ahh... Ah... Aku tak tahan lagi..." Aku merintih parau, berusaha mengimbangi gerakan pinggul Dimas dan Ryan yang semakin brutal.Dimas menyeringai lebar, tatapan laparnya terpancang pada wajahku yang pasti telah memerah padam. "Lihat dirimu sekarang, Bu Guru. Kau benar-benar jalang yang tak tahu malu!"Sementara itu, Ryan mencengkeram erat bokongku, seakan ingin memisahkannya menjadi dua. "Kau suka kan diperlakukan seperti ini? Dasar pelacur!" Ia mengeluarkan kontolnya sebentar hanya untuk membantingnya kembali ke dalam lubang pantatku.Aku hanya bisa menjerit tertahan, tak sanggup lagi menahan gelombang kenikmatan yang menghantam tubuhku bertubi-tubi. Kedua pria bejat itu terus menyiksa tubuhku tanpa ampun, membuat kesadaranku perlahan-lahan luruh.
Rasa sakit dan kenikmatan bercampur menjadi satu, membuatku terombang-ambing dalam jurang kenikmatan yang tak terbendung. Dorongan-dorongan kuat dari Dimas dan Ryan seakan memporak-porandakan seluruh akal sehatku."Ahh... Ja-jangan berhenti..." Aku memohon di sela-sela desahan, tatapanku sayu penuh nafsu. Entah apa yang sedang kupikirkan, logikaku seakan lenyap tergantikan oleh hasrat yang membutakan.Ryan menyeringai lebar, tamparan di pipiku semakin keras. "Dasar pelacur! Kau menyukainya, kan?" Ia mempercepat hentakan pinggulnya, membuat tubuhku terhentak-hentak tak berdaya.Dimas pun tak mau kalah, ia menjambak rambutku dengan kasar. "Benar-benar jalang yang tak tahu diri! Kau pantas mendapatkan ini!" Kontolnya menghujam memekku tanpa ampun.Tubuhku terasa terbakar oleh kenikmatan yang memuncak. Desahan dan rintihan lolos tanpa henti dari bibirku yang membengkak. Aku benar-benar tak berdaya dihadapan kedua pria bejat itu.
Tubuhku bagaikan terbakar dari dalam, membuatku terus merintih penuh kenikmatan. Kedua kontol pria bejat itu menusuk tanpa ampun, seakan-akan ingin menembus sampai ke dasar rahimku."Ohhh... Tuhan! Memekku... memekku bisa pecah..." Aku menjerit histeris, jemari mencengkeram erat seprai di bawahku. Rasa nikmat yang menjalari seluruh tubuhku seakan-akan akan menggilakanku.Ryan menyeringai puas, tangannya meremas pantatku dengan kasar. "Dasar pelacur! Kau suka kan diperkosa seperti ini?"Dimas pun tak mau kalah, ia mengecup kasar bibirku yang membengkak. "Benar-benar Bu Guru yang nakal. Kau pantas mendapat hukuman ini!"Aku tak berdaya lagi melawan. Tubuhku seakan dimiliki sepenuhnya oleh kedua pria bejat itu. Aku hanya bisa pasrah menerima segala perlakuan memalukan yang mereka lakukan, bagai boneka yang digerakkan sesuka hati.
Aku merasakan kontol-kontol itu semakin membesar dan menegang di dalam diriku, tanda bahwa kedua pria bejat itu akan segera mencapai puncak kenikmatan. Memekku yang becek dan pantatku yang ketat seakan menarik dan menghisap kontol-kontol itu, seolah ingin menguras habis seluruh isi mereka."Oohhh... Ya Tuhan, iya... Keluarkan semuanya di dalam diriku!" Aku menjerit penuh ekstasi, tubuhku mengejang kuat saat orgasme panjang menyapu bersih segala kemampuan berpikirku.Detik berikutnya, cairan kental dan hangat menyembur deras memenuhi kedua lubangku. Memekku dibanjiri oleh likuid putih pekat, sementara pantatku disesaki oleh semburan kental yang tak kunjung henti. Aku merasakan tubuhku penuh dan membuncah, seakan akan meledak kapan saja.Aku hanya bisa mengerang dan mendesah tak karuan, tenggelam dalam kenikmatan yang memabukkan. Tubuhku lemas tak berdaya, pasrah menerima segala perlakuan bejat yang diberikan oleh kedua pria di hadapanku.
Aku terbaring lemah dengan nafas terengah, tubuhku bergetar hebat setelah melewati puncak kenikmatan yang tiada tara. Kedua murid bejatku itu mencabut kontol mereka dan mengarahkannya ke wajahku yang masih penuh peluh.Dengan sisa-sisa tenaga yang kumiliki, aku memaksakan diri untuk menjilati dan membersihkan kedua kontol itu dari sisa-sisa cairan cinta yang memenuhinya. Rasa getir dan aroma memabukkan dari peju itu membuat pikiranku yang sudah hancur semakin kehilangan kendali.Aku bahkan tak lagi peduli dengan harga diriku sebagai seorang guru. Kini aku hanyalah sebuah boneka seks, budak nafsu bejat dari kedua muridku yang sadis ini. Entah sampai kapan aku harus menjalani kehidupan memalukan ini."Enak kan, Dim? Budak gue emang yang terbaik," Ryan menyeringai puas, tangannya mengusap wajahku yang basah oleh cairan cinta."Iya nih, gak nyangka bu Angel bisa dipake kayak gini," Dimas menimpali dengan seringai serupa. "Mulai sekarang, lo bakal sering gue ajak buat mainin bu Angel, oke?"Aku hanya bisa menurut dan pasrah, tak kuasa lagi melawan. Tubuhku, pikiranku, dan jiwaku telah sepenuhnya menjadi milik mereka berdua.
ns 15.158.61.20da2