Sarah menutup pintu UKS.
“Oh lu udah bangun, syukurlah.” Serunya meletakkan tisu basah dan tisu kering di nakas.
“Lu harus bersihin muka lu.” Lanjutnya memberi Monica cermin.
Monica menutup matanya dengan lengan. Ia kembali menangis ketika mengingat dirinya dipermalukan oleh semua orang.
Kenapa mereka semua begitu kejam pada dirinya?.
Sarah tidak tahu harus melakukan apa. Ia kikuk terdiam menunggu Monica membaik dengan sendirinya.
Sementara itu seisi sekolah masih menikmati foto wajah Monica yang seperti badut Sinchan. Mereka berbondong-bondong membuat stiker dan meme dengan foto tersebut.
“Gila! Siapa yang berani lakuin ini? Nyalinya gede banget.” Seru Teo tertawa ketika melihat stiker wajah Monica.
“Pffft~ tapi ini lucu banget.”
“Liat apaan sih, lu?” Tanya Reza jadi penasaran.
“Ah, engga bukan apa-apa. Biasalah grup.” Katanya berbohong.
Perlahan Reza mengintip layar ponsel Teo yang kecahayaannya seterang matahari.
Ia langsung mengatupkan bibirnya.
Mendadak bulu kuduk Teo langsung merinding, ia menoleh pada Reza dan Teo bisa melihat kalau ada sinar merah di mata Reza.
“Sial! Mati gue!” Gumamnya hendak berlari namun Reza menarik kerah belakang seragamnya.
“Siniin HP lu!.” Pintanya masih baik-baik.
“Ah~ ampun. Gue gak nge save stiker nya kok, Za. Sumpah!” Teo berusaha menyembunyikan ponselnya tapi Reza langsung meraih ponsel Teo.
Matanya semakin menyipit, raut wajahnya semakin datar, dan auranya semakin menyeramkan. Di mata Teo saat ini ada kobaran api hitam yang muncul dari tubuh Reza.
Reza tengah membaca isi percakapan grup kelasnya.
‘Sial. Gue gak berhenti ketawa.’
‘Bagi lagi dong stikernya. Lucu banget.’
‘Bagian spidolnya pasti bakalan susah banget di hapus.’
‘Sorry Monica tapi ini lucu parah, hahaha.’
‘Kalo gue jadi Monica. Ogah gue terus sekolah disini.’
‘Katanya yang make up in mukanya Monica si Karin.’
‘Ah gila~ capek banget gue ketawa terus.’
Jarinya mulai mengetik dikolom chat.
‘HAPUS SEMUA STIKER SAMA FOTONYA MONICA. SEBELUM GUE BANTING SEMUA HP LU!’ Ketiknya lalu menekan tombol send.
Reza mengembalikan ponsel Teo. Ia menatapnya dengan tajam.
“Lu juga hapus stikernya kalo gak mau mati.” Gertak Reza membuat tubuh Teo merinding.
Ia langsung menghapus stiker-stiker wajahnya Monica.
‘Hah. Apaan sih Teo?’
‘Terserah gue lah mau nge save atau engga.’
‘Guys buruan hapus, itu yang ngetik barusan Reza. ( Emoticon Menangis). Mampus kalian semua kalo Reza sampe liat hp kalian.’ Ketik Teo sembari berlari mengejar temannya itu.
Reza langsung pergi ke kelasnya Monica. Ia mencoba mencari keberadaan Monica. Namun nihil, wanita itu tidak ada di kelasnya. Seluruh pemandangan Reza adalah tawa. Mereka sedang sibuk menertawakan ponsel dan juga membicarakan Monica.
Karin yang melihat ke hadiran Reza mencoba untuk bersikap santai.
Tanpa basa-basi dan sopan santun. Reza langsung menendang meja belajar Karin. Membuat gadis itu tersentak kaget.
“Minta maaf sama Monica sekarang!” Ujarnya membuat Karin terkekeh malas.
“Kenapa gue harus minta maaf sama dia? Emang nya salah apa yang udah gue lakuin ke dia?” Karin berlagak tak melakukan apapun.
Tidak melihat Karin sebagai perempuan. Reza menarik kerah seragam gadis itu lalu memojokkan nya ke tembok. Karin kaget setengah mati, ia tidak menyangka bahwa lelaki yang disukainya berani melakukan kekerasan padanya.
Reza ingin menampar Karin namun Teo mencegahnya.
Teo dapat melihat betapa takutnya Karin terhadap Reza. Dan benar saja saat Reza melepas cengkeramannya, Karin terjatuh ke lantai tubuhnya bergetar hebat.
Karin tidak pernah se-takut ini terhadap manusia.
Reza meraih salah satu ponsel siswa di dekatnya. Ia melihat ponsel itu dalam keadaan tidak terkunci dan sedang berada di aplikasi galeri.
Reza memegang ponsel itu dengan penuh amarah.
“Ini perbuatan lu kan?” Lelaki itu memperlihatkan foto wajah Monica yang dipenuhi dengan spidol.
Karin tidak mengatakan apapun karena syok.
Reza sudah kehilangan kesabaran. Ia langsung melempar ponsel yang ada digenggamannya.
“HAPUS! SEBELUM GUE BANTING HP LU SEMUA, ANJ*NG!.” Teriaknya meraih ponsel Karin dan langsung membantingnya ke lantai. Sudah dua ponsel menjadi korban ke marahan Reza.
Beberapa siswa yang menyaksikan langsung menghapus stiker dan foto Monica. Mereka tidak mau kalau ponselnya ikut-ikutan menjadi korban.
“Denger Karin! Gue bisa bikin lu lebih terpuruk dari Monica kalo lu masih ga berhenti buat gangguin dia!. Gue bakal bikin lu sampe jadi serpihan kaya gini.” Ancamnya keluar dari dari kelas.
Karin menangis, ia menangis sejadi-jadinya. Bukan karena merasa bersalah tapi karena takut dan marah terhadap Reza.
Sementara itu di dua tempat yang berbeda.
Kedua lelaki tengah memegang ponselnya masing-masing.
Di toilet siswa.
“Pfftt~ Anjing... lucu banget mukanya. Hahaha.” Yohan tak kuasa menahan tawa ketika salah satu temannya mengirim foto viral milik Monica.
Di tempat beribadah.
Dimas baru selesai merenung. Ia mengecek ponsel dan terkejut dengan jumlah notif grup yang mencapai 999+.
“Ada apa sih rame banget.” Gumamnya membuka ruang chat. Ada banyak sekali stiker dan tulisan capslock disepanjang percakapan.
Ia mengklik foto yang dikirim oleh Kansa.
“Monica? Hah, kok bisa mukanya kaya gini?”
Ia terus membaca seisi percakapan. Bibirnya mengatup ketika seseorang mengatakan bahwa itu adalah perbuatan Karin.
Semakin dalam menyelam di dalam chat grup. Semakin jatuh juga mood Dimas. Terlebih ketika ia tahu bahwa Reza melabrak Karin dan melempar ponsel para siswa yang masih menyimpan foto dan stiker viral Monica.
“Sok jagoan!” Pekiknya mematikan ponsel.
Butuh perjuangan untuk Monica bisa menghapus coretan spidol di alis dan juga bibirnya. Sekitar satu setengah jam. Wajahnya baru bisa benar-benar bersih.
“Untung aja spidolnya bukan permanen.” Kata Sarah memasukkan tisu-tisu bekas dipakai ke dalam keresek.
“Lu harus traktir gue ayam goreng.” Imbuhnya sembari menyunggingkan gigi.
“Makasih banyak udah bantu hapusin spidol di muka aku. Aku bakal traktir ayam goreng.” Ujar Monica membantu Sarah memasukkan tisu.
Hari ini Monica izin untuk pulang dengan alasan tidak enak badan. Padahal itu hanya alasan agar ia bisa melarikan diri dari sekolah.
Gadis itu pergi berkunjung ke lapas, ia memeluk ayahnya cukup lama. Di ruang private yang sepertinya hanya bisa dipakai oleh tahanan VIP. Monica berbincang ringan dengan Denan. Melepas rindu yang sudah tertimbun. Monica tidak banyak bicara, ia tidak mampu menceritakan hari-harinya yang sulit. Bahkan hanya mengingatnya saja sudah membuat Monica nyaris menangis.
Namun sepertinya sang ayah tidak kesulitan dengan lingkungan penjara. Monica merasa kalau ayahnya itu mendapatkan pelayanan yang baik selama di sel.
Apakah semua tahanan di perlakukan spesial? Seperti makan-makanan enak, ruangan yang ber AC dan fasilitas mewah lainnya. Apakah semuanya akan baik-baik saja? Apakah kehidupan Denan di penjara layak untuk menebus semua dosanya?.
Monica turun dari taksi dengan wajah yang kusut. Ia sedang memikirkan hari esok. Ia tidak mau datang ke sekolah. Tidak mau menyalakan ponsel. Tidak mau bertemu siapapun. Kejadian hari ini membuat Monica menyerah. Ia tidak ingin menjadi mangsanya Karin lagi.
Lagi-lagi Monica menangis ketika mengingat gelak tawa dari teman-temannya. Tangisnya semakin menjadi ketika mengingat percakapan mereka selama di grup chat. Tidak ada yang membelanya, mereka semua benar-benar menjadikan Monica sebagai bahan lelucon.
“Ibu~ Monica capek. Monica pengen ketemu ibu.” Gumamnya mengelap ingus dan air mata.
Ia mengepalkan tangannya saat bayang-bayang Karin muncul dihadapannya.
“Sial! Bahkan aku takut berhadapan sama bayang-bayangnya.” Gumamnya lagi.
Ia mengurung diri di Apartemen. Sudah jam 9 pagi dan Monica masih meringkuk di sofa. Ia mengerjapkan matanya, bengong dalam bebeberapa menit lalu kembali menutup mata.
Hentakan para pasukan baris berbaris selalu menjadi pusat perhatian. Mereka tengah berlatih untuk acara demo ekstrakurikuler.
Dimas menonton para pasukan paskibra yang sedang sibuk membuat formasi.
“Udah dua hari Monica gak masuk.” Gumam Sarah tiba-tiba muncul disebelah Dimas.
Lelaki itu tidak menjawab apapun.
“Gimana kalo kita jenguk, dia?” Sarah memberi usul.
“Udah lah biarin aja. Monica pasti lagi butuh waktu sendiri.” Seru Rehan tidak peduli.
“Gue cuma khawatir kalo ada apa-apa sama Monica.”
Dimas melirik Sarah sebentar lalu pandangannya teralihkan oleh keributan yang dibuat Reza.
“Ish! Reza masih hunting orang-orang yang punya fotonya Monica, ya?”
“Kekuatan cinta emang gila.”
Dimas tak menyauti perkataan teman-temannya. Ia masuk ke dalam kelas.
“Kenapa sih dia?” Tanya Sarah.
Rehan mengangkat kedua bahunya. “Jiwanya ketinggalan kali di tempat ibadah.”
“Aneh banget.” Ucap Sarah. Ia ngangkat ponselnya dan menempelkannya ke telinga. Mencoba untuk menghubungi lagi Monica.
“Za udah dong! Gak semua orang yang cengengesan liat hp itu lagi ngetawain Monica!.” Teo bersikeras menghalangi Reza untuk menghajar orang-orang.
“Ber*ngsek kalian semua! Sini hp lu! Kasih ke gue, biar gue cek lu lagi ngetawain apa.” Reza benar-benar mengamuk.
“Ah~ apa-apaan sih.”
“Gue kira dia ga gila kaya gini.”
“Sial. Semuanya karena Monica.”
Para siswa mulai merasa tidak nyaman dengan sikap Reza yang seperti itu.
Dia benar-benar menuduh semua orang yang tertawa melihat handphone.
Dan bahkan Rehan menjadi korban.
Ia sedang melihat reels instagram yang lucu. Namun karena tawanya yang mencurigakan Reza langsung menghampiri Rehan.
“Lu lagi ngetawain apa, bangs*t?” tanyanya membuat Rehan terkejut.
“Ah!” Teo memegang tengkuk lehernya karena sudah lelah.
Kenapa lelaki itu menjadi sangat emosi ketika mendengar gelak tawa.
“Sorry guys! Reza lagi sensi akhir-akhir ini. Sorry ya.” Teo mencoba memboyong Reza untuk keluar kafetaria.
“Ah lepasin gue! Sini bangs*t. Gue harus liat lu lagi ngetawain apaan!” Reza berontak.
Semuanya langsung terdiam saat Karin memasuki kantin. Gadis itu melotot kaget melihat Reza.
"Apa lo anj*ng?" Reza langsung sewot.
Perkataan Reza itu membuat semua orang tercengang.
Bahkan saat Karin terus menatapi Reza. Lelaki itu hendak meraih dasi Karin namun lagi-lagi Teo mencegah.
Tanpa belas kasihan, Teo memukul kepala Reza sampai lelaki itu terkapar dilantai, pingsan.
Semua orang tertuju pada Teo.
“Hehe. Sorry ya teman-teman udah bikin keributan. Soalnya gue juga udah muak sama dia.”
Teo mencoba menyeret tubuh Reza yang berat.
“Tak apa. Jangan hiraukan gue. Nikmatin aja makan siang kalian.” Serunya tersenyum kesal.
Setelah kedua anak itu keluar dari kafetarian, seluruh siswa langsung melanjutkan aktivitasnya masing-masing.
Dan beberapa siswa mulai bergunjing mengenai Karin. Kali ini Karin sudah kelewatan walaupun sebenarnya Dimas juga sudah kelewat batas. Namun rasanya, semua orang jadi tidak nyaman karena ulah Karin membuat Reza mengamuk membuat beberapa siswa dirugikan.
“Makin hari Reza makin parah.” Gumam Kansa memasukan udang ke mulutnya.
“Dia bisa bunuh semua orang kalo Monica bunuh diri.” Rehan menggeleng-gelengkan kepalanya.
Dimas tidak ikut mengatakan apapun. Ia benar-benar menjadi pendiam akhir-akhir ini.
Di koridor.
“Hey bro! Mau pergi karokean dulu gak balik school?” Ajak Kansa merangkul Dimas.
“Gue gak bisa. Gue harus bantu nyokap gue buat pindahan.” Jawabnya masih membaca buku yang isinya rumus-rumus.
“Dim, lu bisa cerita ke gue kalo lagi ada masalah.”
Dimas mengedipkan kedua matanya, sekali.
“Gak ada apa-apa. Gue lagi hemat energi buat ujian kenaikan nanti.”
Kansa menghembuskan napasnya. “Gue tahu kok. Lu pasti lagi mikirin Karin, kan?”
Dimas langsung menutup bukunya.
“Gue mau ke perpus.” Dimas melenggang pergi meninggalkan Kansa di koridor.
“Anak itu! dia gak bakal bisa menyembunyikan apapun dari gue.”23Please respect copyright.PENANA275qoyOVc4
ooOoo23Please respect copyright.PENANAxlnhdVooH0
23Please respect copyright.PENANADANKBmsnBe
Di belakang sekolah. Reza memekik kesakitan ketika perutnya ditendang dan dihajar oleh beberapa orang. Ia menutupi wajahnya menggunakan kedua tangan.
“Udah cukup!” Ujar Yohan dengan suara bariton yang berat.
Ia memegang sebatang rokok yang menyala. Yohan berjongkok di hadapan Reza yang meringkuk.
“Lu punya banyak waktu buat main-main, ya?” Katanya menghisap rokok tersebut.
“Fuhh~ Ngurusin Monica jadi prioritas buat lu sekarang?” Tanyanya lebih serius.
Reza memegang perut kirinya, ia mencoba untuk membenarkan posisi tubuhnya.
Yohan melihat darah segar keluar dari hidung Reza.
“Gue kasih lu waktu satu minggu buat nyari black phone. Kalo sampe belum ketemu, gue bakal habisin semua antek-antek lu. Termasuk orang-orang terdekat lainnya.” Yohan kembali berdiri.
“Ah~ satu hal lagi. Keluarin Sean sama Saka. Mereka udah cacat, cuma bakal jadi beban kalo masih lu pertahanin.” Setelah mengatakan itu, ia melemparkan sapu tangan dan pergi meninggalkan Reza.
Para bawahan Yohan masih ingin memberi pelajaran untuk Reza namun Yohan melarang mereka semua.
Reza terdiam diposisi untuk beberapa menit. Tubuhnya sudah kehilangan tenaga karena berkelahi akhir-akhir ini.
Setelah di rasa membaik, baru lah Reza berdiri.
“Gue harus cek keadaannya Monica.” Gumamnya berjalan perlahan.
Pada saat itu juga ponselnya berdering.
Jo menelpon.
Remaja itu memberitahu Reza bahwa barusan ada beberapa anggota polisi yang memperbaiki motor. Mereka tampak menyinggung beberapa hal sensitive.
“Oke. Sekalian kumpulin anak-anak, ada yang mau gue bicarain.” Setelah memberi perintah, Reza kembali melanjutkan tujuannya.
Sarah menekan tombol merah, menghentikan panggilan untuk menghubungi Monica yang sampai sore ini belum ada kabar.
Ia mendelik kan matanya ketika bertemu dengan Karin.
Sontak Karin langsung masuk ke dalam mobil dengan menutup pintu cukup kencang.
Beberapa anak sekolah sudah terang-terangan tidak menyukai Karin. Sebagian orangnya adalah siswa yang sudah menjadi korban pembantingan handphone oleh Reza. Mereka langsung menyalahkan Karin. Dan separuhnya lagi adalah para siswa yang sedari awal memang sudah tidak suka dengan tingkah Karin.
Karin menggertakan gigi giginya menahan amarah. Ia juga mengepalkan tangannya sekuat mungkin melukai telapak tangannya yang tertusuk oleh kuku-kuku panjangnya.
Karin gusar karena ia menyadari perbuatannya sudah membuat dirinya tidak ditakuti lagi. Karin tahu bahwa sepertinya satu sekolah mulai mengabaikannya, mulai membuat Karin merasa terpojok.
Di sampingnya Dimas hanya memandangi Karin. Ia meraih remot dan menyalakan musik metal yang justru membuat Karin kesal. Ia meraih remot tersebut lalu mematikan musik.
Dimas menatap Karin cukup lama lalu mengulurkan tangannya.
“Siniin remotnya, lu itu harus sadar kalo lu cuma numpang di mobil ini.” Ujar Dimas datar namun membuat jantung Karin tersentak, tertusuk oleh kenyataan.
Karin tidak mengatakan apapun ia terdiam bengong.
Sehingga Dimas mengambil remot itu secara paksa lalu mulai menyalakan lagi musik.
Karin terdiam selama perjalanan ia tidak bertingkah seperti mean girls biasanya.
Rintik hujan mulai berjatuhan, Dimas dengan santai memandangi jendela mobil yang mulai ditutupi aliran air.
Ia merasa marah juga karena perbuatan Karin sudah sangat berlebihan, yang dipermasalahkan adalah adanya dokumentasi atas perbuatannya. Dimas benar-benar tidak mau jika nanti orang tuanya yang dipanggil ke sekolah karena masalah pembullyan. Bagaimana pun juga kesenangannya untuk mengganggu Monica tidak boleh ketahuan oleh sang ayah.
Hembusan angin membuat air hujan mengenai pakaiannya, Monica menepi ke supermarket. Menyimpan payung lalu berkeliling mencari makanan yang hangat-hangat.
Dia membuat mie instant dengan tambahan toping sosis dan juga satu buah telur rebus. Tidak lupa memakai keju, gadis itu sangat suka dengan keju.
Menyantap mie dengan perlahan sembari memperhatikan lalu lalang kendaraan dan juga orang-orang yang memilih berjalan menggunakan payung.
Beberapa orang mulai ikut berteduh di dalam supermarket. Sepasang kekasih bersenda gurau membuat Monica iri. Sesekali ia mencuri dengar percakapan kedua insan tersebut. Mereka membicarakan hal ringan yang tidak begitu penting namun Monica tahu walaupun pembicaraannya tidak penting, jika di bicarakan dengan orang terkasih itu akan sangat menyenangkan.
Sampai tidak disadari olehnya jika seseorang duduk disebelah Monica. Lelaki itu memperhatikan Monica lewat pantulan kaca, ini pertama kalinya ia melihat Monica tersenyum.
Ia meminum kopinya dengan perlahan, menghangatkan kedua tangannya ke cup kopi.
Monica masih tidak sadar dengan seseorang yang dikenal olehnya di sebelah, itu karena ia tidak terlalu peduli. Wanita itu lebih focus memakan mie instant dan menguping si sepasang ke kekasih.
Sampai hujan cukup mengecil, lelaki disampingnya memilih pergi terlebih dahulu.
Monica menghabiskan gigitan terakhir sosisnya setelah itu keluar dari supermarket dan melanjutkan perjalanannya menuju Apartemen.
Selama beberapa hari tidak masuk sekolah, Monica merasa bahwa perasaannya cukup damai. Ia juga mematikan ponselnya dan berencana membeli ponsel baru yang digunakan hanya untuk menghubungi keluarga saja.
Ia keluar dari lift namun ada seseorang yang menghalangi jalannya.
“Permisi.” Ujarnya meminta lelaki itu untuk minggir.
Ritme jantungnya langsung naik seketika.
Dimas, ia berapa di lantai Apartemennya Monica.
Bersambung….
Akhir Revisi 24 September 2024
23Please respect copyright.PENANA6Xjj8spzaD