
Sebuah fiksi yang dirancang oleh penulis itu sendiri. Alur yang dituangkan didalam cerita murni ide penulis. Jika ada kesamaan dalam nama, tempat hanyalah kebetulan. Dilarang keras untuk membawa perasaan terhadap kejadian yang tidak masuk akal. PERINGATAN! Setiap adegan kekerasan, pelecehan dan seksualitas tidak untuk ditiru!. Selamat membaca.170Please respect copyright.PENANAPn2GRTNRiU
Hari baru jatuh lagi, Monica menatap cuaca pagi yang berembun setelahnya menatap jalanan perumahan yang sepi. Ia juga memperhatikan spanduk-spanduk yang menempel dipagar rumah.
Tidak lama sebuah mobil berhenti di depannya membuat Monica beranjak masuk. Mobil itu membawanya ke sekolah yang cukup besar, ada banyak sekali fasilitas yang disediakan sekolah untuk para siswa berbakat dan berjiwa ambisius.
Seperti lapang Baseball, Sepak Bola, Golf, Tenis, Berkuda, Basket dan masih banyak lagi fasilitas lapangan yang disediakan pihak sekolah Bangsa.
Diluar fasilitas ekstrakurikuler, sekolah juga sudah menyediakan kelas private sehingga para siswa tidak perlu melakukan les private diluar sekolah.
Jajaran anak aktris, para dewan, pejabat dan juga pengusaha berkumpul di sekolah ini. Seperti Kim anak dari seorang aktris ternama yaitu Kimberly berada di SMA campuran Bangsa. Ia dikenal sebagai atlet anggar terbaik.
Lalu Putri, siswi yang memiliki bakat menyanyi. Ia bahkan pernah ikut ajang kompetisi menyanyi disalah satu stasiun televisi walaupun ia tidak bisa lanjut ke babak berikutnya Putri tetap terkenal bahkan menerima banyak sekali tawaran iklan.
Dimas seorang atlet Baseball yang memiliki banyak penggemar bahkan ia memiliki fans club.
Karin dari tim Cheerleader dan Reza sepak bola sementara Monica adalah atlet renang.
Disisi berkualitasnya SMA Bangsa, mereka menyimpan sisi gelap yang berdampak sangat buruk untuk reputasi.
"Duh bau sabu-sabu." Ujar para siswa ketika Monica melewati koridor.
Monica hanya bersikeras untuk tidak menundukkan kepalanya. Ini sudah satu minggu dirinya diledek dan dikatai. Bahkan para siswa perempuan sama saja, terkadang mereka bertingkah menutup hidung saat berpapasan dengan Monica.
Ia berjalan ke bangkunya yang berada diujung dekat tembok. Monica merasa duduk sendirian karena teman sebangkunya menganggap Monica tidak ada sementara sahabatnya sudah pindah sekolah.
"Monica kumpulin semua buku PR terus simpan di meja ibu." Ucap Miss Kamel.
Sama seperti kemarin, Miss menyuruh Monica untuk mengumpulkan buku tugas.
Remaja berambut panjang tersebut mengambil satu-persatu buku ke setiap bangku. Sampai pada ketika ia hendak mengambil buku milik Dimas lagi-lagi lelaki itu usil melempar bukunya ke bangku belakang. Monica tidak protes apapun, ia melangkah ke bangku tersebut namun sialnya Dimas merentangkan kakinya membuat Monica tersandung. Buku-buku itu berserakan bahkan beberapa siswa sengaja menendang buku-buku tersebut. Melihat Monica bekerja lebih keras adalah keinginan terbesar sebagai pembuli.
Tangannya meraih semua buku yang ada di jangkauannya dan tiba-tiba saja Monica memekik kesakitan. Tangannya baru saja diinjak oleh Kansa menggunakan sepatu futsal.
Terdapat luka nyeri di jari-jari Monica.
"Sorry, sorry gua gak sengaja banget." Ujarnya Kansa temannya Dimas.
Monica tersenyum sembari sedikit menghembuskan napas.
"Iya, gak apa-apa kok." Gumamnya berdiri dan keluar dari kelas untuk segera mengumpulkan buku.
Di koridor Monica memegangi tangannya yang berdarah. Perlahan ia menarik napasnya dan mulai mengembangkan lagi senyuman.
Dimas yang sedang berada diambang pintu memperhatikan Monica. Ia marah pada gadis tersebut karena kasus nark*ba ayah Monica menyeret papanya170Please respect copyright.PENANAy52IxQCA61
Dimas.
Dan tanpa memikirkan apapun, Dimas menendang bola ke tubuh Monica. Jelas Monica terkejut setengah mati. Bahkan ia langsung tersungkur ke lantai, memandangi Dimas yang sedang menatapnya dengan tajam. Dimas mendekat sembari meraih bola "Gak usah muncul dihadapan gue." Serunya bersikap akan memukul Monica namun itu hanya gertakan saja agar Monica semakin takut padanya. Monica lagi-lagi menghembuskan napasnya dengan pelan, ia mengepalkan tangannya.
Kekesalan Dimas semakin sempurna ketika melihat bola yang dioper oleh Kansa berada di kaki sang rival.
"Oper bolanya!." Pinta Dimas.
"Ambil aja sendiri." Jawabnya melempar bola tersebut dari lantai dua ke area lapangan.
"Bangs*t!." Dimas hendak menghampirinya namun dicegah oleh Kansa.
"Udah gak perlu berantem. Biar gue ambil bolanya, lu tunggu aja disini." Kansa berlari ditemani oleh teman lainnya.
Semakin sore cuaca semakin mendung. Monica mendaratkan bokongnya di kursi halte, raut wajahnya tampak lelah. Pipinya sedikit kram karena terlalu banyak tersenyum ketika menanggapi segala situasi. Monica merentangkan tangannya untuk merasakan percikan air hujan yang mulai turun.
Ia meraih Airpods dan menggunakannya di kuping kanan. Saat hendak menyalakan musik, seseorang duduk disebelahnya. Lelaki itu tersenyum dan memandangi Monica dengan lembut. Monica mengenali remaja lelaki itu, dia adalah Reza. Atlet sepak bola yang pernah mencetak 10 gol dari jarak jauh.
"Nunggu bus?" Tanya Monica melepas Airpods.170Please respect copyright.PENANAJ1Mggtolyy
Remaja itu tidak menjawab. Ia mengeluarkan plester dari saku seragamnya. Tanpa mengatakan apapun dia memberikan plester tersebut dan mengambil Airpods kanan milik Monica. Setelah itu ia pergi berlari menerjang hujan yang lebat.
Esoknya ketua kelas mengabarkan kalau para guru sedang mengadakan rapat sehingga para siswa disuruh pergi keruangan ekstrakurikuler masing-masing untuk berkegiatan. Monica yang dikeluarkan dari ekstrakurikuler renang hanya bisa berdiam diri dikelas bersama dengan para siswa bandel.
Monica membuka kotak makannya untuk disantap karena kebetulan sebentar lagi jam istirahat. Ia mulai menyantap makanan buatan bibinya sembari menonton serial drama.
"Dim, Dimas..." Dimas menoleh sembari men-dribble bola basket. Lelaki yang memanggil Dimas memberi isyarat.
Dimas mengangguk lalu melempar bola hingga melambung ke arah sasaran.
Tiba-tiba saja makanan milik Monica berserakan diatas meja. Sendoknya terjatuh ke lantai dan minumannya tumpah membasahi ponsel Monica. Bola yang dilempar oleh Dimas berhenti diujung tembok. Kemarin ia melempar bola sepak bola dan sekarang bola basket.
Semua siswa yang ada di kelas menertawakan perbuatan Dimas, tidak ada yang peduli kepada Monica.
Dimas tersenyum jahat, ia mengambil bola dan sendok lalu meletakkan sendok tersebut dimeja. "Maaf ya sengaja. Soalnya gua gak rela anak koruptor dan pengedar kayak lu makan enak." Ujarnya membuat Monica terus terguncang.
Monica tertegun tidak bisa mengatakan apapun. Ia mulai membereskan nasi yang berserakan. Jantungnya berdetak kencang, kaget dan juga sakit hati. Monica menggigit bibir bawahnya agar tidak menangis. Ia meraih ponselnya dan mengelapnya menggunakan seragam. Beruntung ponselnya masih bisa menyala.
"Tempat makan lu itu bukan disini tapi dipenjara." Tambah Dimas.
Monica menggenggam ponselnya sampai bergetar, ia menahan diri lagi untuk tidak marah karena sadar kalau mungkin dirinya memang tidak berhak makan enak. Dimas menyadari Monica sedang menahan amarah.
Dimas memiringkan kepalanya untuk melihat wajah Monica yang menunduk.
"Kenapa? Mau marah ya?"
Gadis itu memandanginya dengan lebih serius dan perlahan senyum merekah Dimas menghilang berubah menjadi kesal karena Monica sudah berani menatapnya dengan tajam. Sontak Dimas langsung membenturkan kepala Monica ke meja.
"Berani-beraninya lu natap gue kayak gitu!." Dimas hampir saja menendang Monica kalau saja Kansa tidak menahannya.
Tak ada yang membantu Monica, gadis itu langsung terjatuh melemah. Tubuhnya bergetar hebat.
"Udah gila lu hah? Dia itu cewek, Dim!. Kalo sampe dia laporin lu ke pusat kekerasan sekolah gimana?" Sarah marah besar. Pasalnya ia adalah ketua kelas, reputasi kelasnya harus baik. Kalau sampai anjlok dan terkenal sebagai kelas terburuk maka seluruh siswa dikelas tersebut akan mendapatkan point pinalti yang digunakan untuk acara event sekolah. Mereka bisa saja tidak diperbolehkan datang ke acara tersebut dan para atlet bisa dilarang untuk mengikuti perlombaan.170Please respect copyright.PENANAmlGPbcXY0J
Dimas dicerca sebagian atlet yang ada dikelasnya. Mereka suka pertunjukkan Dimas mengganggu Monica namun jika keterlaluan maka mereka ngeri sendiri.
"Apaan sih. Gak perlu heboh kali, lagian si Monica gak akan berani laporin gue. Lepasin gue!." Ujar Dimas keluar dari kelas.
"Wah~ gue gak percaya Dimas senekat itu bikin Monica menderita."
"Kita kan tau kalo Dimas itu orang paling berani disekolah, gak akan ada yang berani lawan dia kecuali Reza."
"Eh~ ngomong-ngomong gimana hubungan lu sama Reza."
Seorang gadis berambut sebahu itu menghembuskan napasnya. "Gue gak ngerti kenapa Reza jual mahal banget sama gue." Karin meletakkan lipbalm-nya ke dalam pouch.
"Apa ada yang kurang dari gue?"
Teman-temannya menelisik Karin dari atas sampai bawah.
"Perfect. Gak ada yang kurang sama sekali dari lu."170Please respect copyright.PENANAzlMSsbPtPM
Karin melepas rol lan lalu merapihkan poninya.
Sejak awal masuk sekolah Karin sudah jatuh cinta pada Reza beberapa kali mereka digosipkan berpacaran karena Reza pernah menjadi pasangan Karin saat membawakan acara perpisahan kelas 3, dua tahun yang lalu.
Namun Reza tidak tertarik pada Karin baginya itu hanyalah sebuah job saja tidak lebih. Lagi pula tipe wanitanya Reza itu aneh.
Ketika sedang duduk ditaman, seseorang menghampirinya. Monica pura-pura tidak merasakan kehadiran lelaki itu.
"Gue tau ko lu gak dengerin lagu apapun." Bisiknya namun Monica masih berlagak tidak mendengar.
"Oh ngapain tuh polisi ke sekolah. Kayaknya dia nyariin lu."
Monica langsung menoleh ke belakang dan tertipu dengan ucapannya Reza.
"Nah kan lu bisa denger gue."
Wanita itu melepas AirPodsnya. "Kamu ngapain?"
"Loh. Emangnya gue gak boleh duduk disini? Taman ini kan bukan punya lu."
Monica terdiam. Ia memasang lagi AirPodsnya dan170Please respect copyright.PENANAeqoI0yrZmx
kembali menatap iPad.
"Lu suka banget ya dengerin musik, mau dengerin lagu yang gue bikin?"
"Kamu bisa bikin lagu?"
"Em~ dengerin aja. Gue butuh masukan juga dari lu... sebagai pendengar musik."
Monica menelisik sekitar. "Oke boleh, mana biar aku dengerin."
"Mp3nya ada dirumah. Gimana kalo balik sekolah lu mampir dulu ke rumah gue?"
Kali ini Monica menatap curiga. "Gak mau. Besok bawa aja Mp3nya, ya." Setelah mengatakan itu Monica langsung meninggalkan Reza. Ia merasa merinding karena Reza langsung mengajak dirinya untuk mampir ke rumah. Seperti lelaki mesum.
Di lantai 2 kelas 12 seseorang tengah menyilangkan kedua tangannya memperhatikan Reza yang sedang cengengesan menatap Monica.
Gelembung air terus muncul, Monica bernapas di dalam wastafel yang sudah diisi penuh dengan air. Anak-anak bawahan Karin menahan kepala Monica agar tidak naik. "Ini yang lu dapet kalo caper ke gebetannya Karin." Kata salah satu teman Karin.
Kepalanya didorong sampai menyentuh dasar wastafel setelah itu ditarik lalu dimasukkan kembali tanpa bisa menarik napas.
Karin berdiri sembari bersandar ke tembok melihat teman-temannya menyiksa Monica. Ia menyimpan rasa tidak suka dan juga benci setelah melihat Monica begitu gatal pada Reza. Padahal sejak awal Karin tidak ingin ikut-ikutan membuat Monica menderita namun keadaan membuatnya menjadi sangat jahat. Karin bersumpah akan menendang Monica keluar dari sekolah ini jika nanti ia melihat Monica dekat-dekat lagi pada Reza.
Itu berlangsung selama beberapa menit, sampai ketika Monica tidak memberi reaksi apapun. Mereka melepasnya. Monica terduduk dilantai yang lembab, napasnya memburu, jantungnya berdetak sangat kencang. Ia terbatuk-batuk sampai dadanya terasa nyeri. Wajah dan sebagian rambutnya basah bahkan sampai ke seragamnya. Karin meletakkan kakinya di dada milik Monica. "Denger ya cewek murahan, gue kasih lu kesempatan buat jauhin Reza. Kalo gak, gue jamin hidup lu gak akan pernah tenang!." Ujarnya menginjak dada Monica lebih dalam sampai gadis itu hampir berteriak. Setelah puas mereka keluar dari toilet.
Untuk pertama kalinya sejak perundungan Monica menangis. Ia menangis tanpa suara di dalam toilet, kedua tangannya menutup mulut agar tidak berteriak. Air matanya tidak terbendung lagi, kenapa hanya dirinya yang terkena teguran? Bagaimana dengan Reza? Bahkan rasanya Monica tidak pernah berbicara duluan pada Reza. Selalu lelaki itu yang memulai percakapan.
Sangat tidak adil untuknya. Jangan karena saat ini dirinya sedang lemah, semua yang dilakukan oleh Monica hanyalah kesalahan. Tidak ada yang peduli, semuanya hanya melihat dengan tatapan kasihan tanpa mau menegakkan keadilan untuk Monica.
Bahkan para guru pun tidak mau ikut campur dengan rundungan yang terjadi pada gadis itu. Mereka hanya menyemangati Monica untuk mau bertahan sampai kelulusan nanti.
Di ruang ganti Monica mengeringkan rambutnya menggunakan handuk. Ia melepas seragamnya dan menggantinya dengan pakaian olahraga. Monica berjalan di koridor sembari melihat ponsel, tidak ada yang menarik itu ia lakukan agar tidak bertatapan dengan para siswa. Saat ini satu sekolah dan sebagian orang tengah tertuju padanya karena kasus korupsi dan narkoba yang menimpa sang ayah. Seolah semua orang membenci Monica karena anak tersangka. Tapi Monica tidak pernah membenci ayahnya.
Saat hendak masuk ke dalam kelas Monica melihat Reza tengah melambaikan tangan padanya. Monica hanya tersenyum lalu buru-buru masuk, ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa pada Reza mulai saat ini.
Tetap dekat dengannya hanya akan menambah masalah untuk Monica namun menjauh dari Reza juga membuat atmosfer menjadi sangat canggung.170Please respect copyright.PENANA62BeNhpzCt
Begitupun dengan Reza, ia merasa ada yang aneh dengan sikap Monica. Padahal sepertinya gadis itu tadi baik-baik saja. Sepulang sekolah Reza menunggunya. Ia bersandar ke tembok dengan gitarnya disebelah. Saat itu Dimas bertatapan dengan Reza dan ia hanya menghiraukannya. Reza tidak mau mencari ribut dengan anak sok berkuasa seperti Dimas.
Reza mengernyitkan keningnya ketika Dimas merangkul pundak Manda. "Inget ya, jam 7 di kafe Beer's."
Monica mengangguk dan Reza langsung menarik paksa tangan Monica. "Monica ada urusan sama gue." Ujarnya.
Dimas terkejut ketika Reza menarik tangan Monica bukankah menurut Dimas seharusnya Reza menemui Karin?.
"Loh, apa-apaan nih! Jadi lu udah buat janji sama lelaki berengs*k ini?" Tanya Dimas pada Monica.
Para siswa yang hendak pulang tersendat dikoridor, mereka bersama-sama menyaksikan pertikaian antara Dimas dan Reza.
Sepertinya pertunjukan akan semakin menarik untuk dinikmati setiap harinya.
Karin menyilangkan kedua tangannya dibawah dada, ia menatap tajam pada Monica membuat gadis itu melepaskan cengkeraman Reza.
"Maaf. Aku udah janji duluan sama Dimas" Gumamnya tapi Reza kembali memegang tangan Monica.
"Gue tau lu bohong. Kalo sampe lu masih gangguin Monica gue gak akan segan-segan bikin lu cacat selamanya."
Ucapan Reza membuat Dimas terkejut. Lelaki itu langsung menarik kerah seragam Reza, ia menggertakkan giginya. "Berhenti ikut campur urusan gua!".
Reza tersenyum tengil, ia sedikit mendekatkan bibirnya ke telinga Dimas. "Gue bakal berhenti ikut campur urusan lu, Kalo lu juga berhenti gangguin orang-orang milik gue."
Dimas mengernyitkan dahinya.
Reza melepas cengkeraman Dimas. "Jangan sampe kejadian satu tahun yang lalu terulang lagi. Bagaimanapun juga lu itu atlet yang ngejual tampang. Lu bisa dikeluarin dari ekstrakurikuler kalo muka lu jadi jelek." Reza menyenggol pundak Dimas sembari menarik Monica untuk segera keluar dari kerumunan.
Karin yang melihat adegan itu menjadi sangat jengkel. Kenapa Reza membela Monica? Kenapa lelaki itu melindungi seorang pecundang? Dan apa yang membuat Reza begitu tertarik padanya?.
Tangannya diseret oleh Reza namun Monica menghentikan langkahnya.
"Lepasin aku. Aku gak ada urusan sama kamu."
"Gue baru aja nyelamatin lu dari iblis." Jawab Reza sedikit kesal.
"Aku gak perlu penyelamat kayak kamu! Kamu itu cuma bikin keadaan makin runyam. Dimas sama Karin bisa bikin kehidupan aku makin buruk karena kamu. Berhenti jadi sok penyelamat! Aku gak butuh belas kasihan kamu!." Jelasnya menghempaskan tangan Reza.
Monica hendak kembali ke atas namun Dimas sudah ada dilantai bawah, ia tengah tersenyum senang dengan penolakan Monica pada Reza.
Sesegera mungkin Monica menundukkan kepalanya. Sebuah sikap lemah yang seharusnya tidak pernah ia lakukan pada siapa pun. Untuk pertama kalinya Monica menundukkan kepalanya pada Dimas.
"See? Lu bahkan gak lebih dari sekedar debu. Pecundang aja gak sudi ditempeli sama anak pembawa sial kaya lu....."
Monica membelalakkan matanya ketika Reza menendang tubuh Dimas sampai lelaki itu terseret beberapa meter dan berakhir tersungkur di koridor.170Please respect copyright.PENANABtUgPHZ1i9
Reza menatap Monica. "Gue tau lu cuma lagi ngelindungi kehidupan lu tapi gak jadi pecundang kayak gini." Ujarnya melenggang pergi.
2 Minggu yang lalu sebelum sekolah digemparkan dengan kasus ayah Monica yang notabenenya adalah salah satu donatur terbesar disekolah. Reza dan Dimas terlibat perkelahian, mereka saling memukul satu sama lain. Bahkan Dimas membenturkan kepala Reza ke tembok sampai kepalanya berdenyut nyeri.
Reza adalah petarung brutal, ia berani menendang perut Dimas sampai tubuhnya melayang melewati beberapa anak tangga.
Punggungnya bertemu dengan tembok bahkan para siswa bisa mendengar kalau Dimas sempat memekik kesakitan sebelum akhirnya pingsan.
Keduanya babak belur namun wajah milik Dimas menjadi yang paling parah. Hidungnya bergeser dan ia harus masuk rumah sakit. Sementara Reza, jari kelingking dan jari manisnya patah. Mereka diskor secara bersamaan bahkan dilarang ikut turnamen.
Apa yang menjadi pemicu Reza dan Dimas berkelahi?
Bola milik anak-anak baseball diambil oleh kelompok ekstrakurikuler sepak bola. Sebuah bola kecil yang membuat kedua ekstrakurikuler itu mengalami perang cukup serius.
"Gimana disekolah? kamu gak cari ribut lagi kan?"170Please respect copyright.PENANArTbdBFOFuq
Dimas tidak menjawab. Ia menutup matanya berpura-pura tidur untuk menghindari obrolan dengan sang papa. Tangannya masuk kedalam jaket hoodie, ia masih merasakan nyeri diperutnya akibat tendangan Reza.
"Papa harus ke kantor dulu ada yang ketinggalan."
"Kalo gitu Dimas ikut." Ujarnya dengan mata yang masih tertutup.
"Kamu mau ikut juga atau mau dianterin pulang dulu?"
"Aku nunggu di mobil aja nanti, om." Jawab perempuan yang berada di bangku belakang.
Ini bukan pertama kalinya Dimas masuk kedalam Lapas. Ia memperhatikan para tahanan yang sedang bekerja dan matanya menemukan target yang menjadi titik fokus. Seorang pria berbadan tinggi besar tengah memilah-milah tanaman. Pria itu tampak santai dan senang mengerjakan tugas seolah tidak ada penyesalan dalam dirinya.
Esoknya Dimas sengaja merentangkan kaki saat Monica lewat, otomatis Monica terjatuh ke lantai.
"Iseng aja. Soalnya gue suka bikin lu sujud dihadapan gue." Kata Dimas melenggang pergi.
Monica bangkit dan melihat lututnya yang lecet. Rasanya ia tidak bisa menjalani hari dengan mulus. Selalu saja ada yang mengganggunya.
Usai olahraga Monica pergi ke cafetaria untuk makan. Ia menyantap makanannya sembari mendengarkan berita.
"Kasus korupsi dan narkoba DC menyeret artis berinisial K. Saat ini K sedang diamankan oleh pihak polisi, sejumlah narkotika ditemukan di kediamannya...."
Tiba-tiba saja ada yang melempar botol susu ke kepala Monica setelah itu rambutnya langsung ditarik secara paksa.
"Cewe gak tau malu! Karena lu mami gue ke bawa-bawa! Ngapain lu nyeret mami gue, hah? Lu mau hancurin keluarga gue? Lu udah hancurin kehidupan gue. Lu gak pantes hidup, anj*ng. MATI AJA. LU LEBIH PANTES MATI!" Kim memukuli Monica.
Monica hanya terdiam tidak bisa melakukan apapun karena memang benar ibunya Kim bisa terseret akibat kasus ayahnya yang sedang diselidiki.
Para siswa memandangi keributan, tidak ada yang mencoba untuk menjauhkan Kim dari Monica.
Dimas menonton dengan tenang dan Karin mengulum senyumannya. "Mampus. Reza harus tau kalo Monica gak pantes bersanding dengan lelaki sempurna kaya dirinya." Ujar Karin diam-diam merekam perkelahian itu dan menyebarkannya di internet.
"Hidupnya gak akan pernah tenang." Kata Rehan.
"Kalo gue jadi Monica lebih baik bunh dri aja. Lagian nyokapnya si Monica juga bundir kan." Sahut Kansa.
Dimas tidak mengeluarkan suara sama sekali, ia menikmati pertunjukkannya. Namun kesenangannya selalu terganggu ketika melihat kedatangan Reza yang bagaikan pahlawan.
Reza menarik tangan Kim sampai gadis itu terkejut.
"Lepasin tangan gue!"
"Banyak yang ngerekam, jangan memperkeruh keadaan." Gumam Reza.
Setelah menyadari banyak sekali siswa yang merekam dirinya. Kim menghempaskan tangan Reza lalu pergi keluar dari cafetaria sembari menangis. Hatinya terasa sakit ketika ibunya dibawa oleh para polisi terlebih saat itu dirinya tidak ada disisi sang ibu.
Di belakang sekolah Reza memberikan sebotol air minum untuk Monica.
Monica mengabaikan Reza, ia fokus memikirkan keadaan Kim. Kenapa kasus ayahnya menyeret orang-orang yang ada disekitar Monica? Apakah sang ayah sengaja membuat Monica terpuruk sendirian?. Semakin dipikirkan semakin membuat kepalanya sakit.
Apakah sudah saatnya bagi Monica menyusul sang ibu?
Bersambung...
Akhir Revisi 18 September 24
170Please respect copyright.PENANAMlrVKkVuVr
170Please respect copyright.PENANAQtMtnp79hT