Sudah tiga hari berlalu sejak acara festival budaya diadakan dan kudengar dari Ketua Osis, Sakuraba-san sudah boleh bersekolah hari ini. Rupanya Ketua Osis pada hari itu menjenguk Sakuraba-san.
Waktu pulang dari rumah sakit saat itu, aku harus menjelaskan semuanya pada Ibu. Ibu hanya bisa memasang raut wajah bingung setelah mendengar penjelasanku, sesaat kemudian Ibu mulai memahaminya dan tersenyum aneh ke arahku.
Aku hanya bisa menghela napas saat melihat Ibu tersenyum ke arahku. Sepertinya yang terlihat, Ibu mungkin salah paham dengan situasi yang menimpaku saat ini.
Hah, biarlah.
Yah, bisa dibilamg. Sejak hari itu, kehidupan SMAku kini mulai sedikit berubah. Dari aku mulai bekerja dengan Sakuraba-san, Ketua Osis dan Ayah Sakuraba-san yang ramah padaku, dan lain-lain. Tapi tetap saja itu tidak akan cukup untuk membuat para normie mengakui keberadaanku. Lagipula aku juga tidak mengharapkannya.
Sambil memikirkan hal itu. Aku merasa bahwa bebanku yang telah kupikul ini, hilang sejenak ketika angin sepoi-sepoi berhembus dari luar jendela, melewati tubuhku dengan begitu sejuk. Para siswa yang lain pun terlihat sedang sibuk mengurusi urusan mereka sendiri-sendiri dan yang berkelompok.
Lagipula homeroom masih belum dimulai, jadi aku harus memanfaatkan waktu ini sebaik-baiknya untuk bermalas-malasan.
Ketenanganku pecah ketika ada seseorang yang di sebelahku yang mengucapkan kata, “Ohayou.” Dengan nada dinginnya.
Lantas semua hal-hal indah yang kupikirkan tentang waifuku, kini telah hilang tanpa bekas sedikitpun.
Aku memutar kepala yang kusadarkan di telapak tangan kananku ini ke arah kanan. Terlihat seorang wanita dengan buku saku berwarna kuning yang aku tidak tahu apa judulnya dan wanita itu tidak lain adalah Sakuraba-san si Nona lemari es.
Ketika Sakuraba-san menatap ke arahku dengan tatapan dinginnya itu, ia menyibak poninya dengan tangan kanannya selama beberapa detik dan setelah itu ia lanjut kembali membaca bukunya.
Dengan ragu-ragu aku menjawab. “H-Hmmm, Ohayou.”
Setelah itu, keadaan di sekitar kami berdua menjadi hening dan canggung. Entah hanya aku saja kah yang merasa tidak nyaman akibat situasi seperti ini, atau dia juga merasakannya?
Hah, lebih baik aku mengisi tenagaku kembali dengan merebahkan kepala sambil menerima angin yang begitu sejuk ini. Daripada mengurusi Nona lemari es ini.
Tidak lama kemudian Koyomi-sensei masuk ke kelas untuk memulai homeroom dengan raut wajah cerianya itu.
Sambil menepuk kedua tangannya, “Semuanya duduk ya, akan Ibu mulai pelajarannya.”
▲
Tiga puluh menit sudah berlalu, dan Koyomi-sensei pun mengakhiri homeroomnya.
Sambil merapikan buku yang berada di meja guru, “Baiklah, sekarang kalian boleh istirahat.”
Semua serempak mengucapkan, “Iya.” Dengan nyaring. Hanya aku dan Sakuraba-san yang tidak memedulikan hal itu.
Koyomi-sensei keluar dari kelas dan semua murid yang berada di kelas langsung melakukan aktivitas mereka kembali seperti biasa. Terlihat ada beberapa kumpulan laki-laki yang nampaknya mereka sedang membahas sesuatu yang mungkin saja mereka sedang membahas tentang majalah dewasa.
Pikiran laki-laki normie memang dangkal, memang apa bagusnya dari wanita 3d. Jika kubandingkan, wanita 2d lebih bagus dari wanita 3d.
Aku memutar kepalaku ke arah jendela. Kulihat cuaca di luar sedikit mendung dan berangin. Jadi ini kesempatan bagus untuk makan siang di atap dengan tenang.
Itupun kalau gak hujan.
Ketika aku hendak mengambil bekal yang ada di tas dengan memasukan tangan kananku. Tiba-tiba Sakuraba-san langsung berdiri dan memutar tubuhnya ke arahku dengan buku saku yang masih ia pegang.
Dengan wajah dinginnya. “Bisakah kau ikutku sebentar.”
Sekarang apalagi Nona lemari es? Bukankah aku sudah terlibat jauh dalam masalahmu semalam. Jadi tolong, jangan membuatku ikut campur dalam masalahmu lagi, sialan!
Aku mencoba menyembunyikan raut wajah kesalku sambil bertanya lagi pada Sakuraba-san, “Kemana?”
Nada dan tatapannya semakin menjadi dingin dan dalam, “Tidak penting kita akan ke mana. Aku hanya ingin mengatakan beberapa hal padamu.”
Tidak penting katamu? Jika kau ini adalah orang asing dan mengatakan hal itu. Pasti kau sudah dicurigai sebagai pembunuh amatir yang hanya membunuh 2 atau 3 orang.
Hah, sebaiknya aku harus mengikuti dia saja. Jika aku tidak mengikutinya, pasti dia akan memulia debat mulut denganku dan jika kalah, dia akan mengeluarkan jurus pamungkasnya yaitu tatapan ratu es.
Pasti dia mengajakku ke atap. Karena itu tempat satu-satunya yang kosong saat istirahat begini dan juga tempat paling nyaman saat ini. Aku mengangguk kecil tanda setuju. “Baiklah.”
Sakuraba-san mengendorkan raut wajah dinginnya itu dan ia memutar tubuh ke arah mejanya. Lalu mengambil kotak bekal yang dibungkus kain biru muda berpola bitnik-bintik putih.
Sudah kuduga, Sakuraba-san akan mengajakku ke atap. Terlihat ia sedang membawa bekalnya itu, dan tidak ada lagi tempat untuk menyantap makan siang selain di atap bagi Sakuraba-san.
Kalau aku masih mending karena aku mempunyai 3 tempat untuk makan siang. Pertama di atap, kedua di halaman belakang, ketiga di kelas kalau di atap dan halaman belakang sedang ada gangguan. Tapi tempat ketiga jarang kupakai karena terlalu berisik dan pandangan para normie membuat makananku menjadi tidak enak. Yah, makanya dari itu aku membuat kelas sebagai pilihan terakhirku jika keadaan memaksa.
Sakuraba-san langsung berjalan keluar dari kelas ketika ia sudah memegang bekalnya itu. Aku mengikutinya dari belakang dan menjaga jarak cukup jauh dengan Sakuraba-san.
Heh, mau tidak mau.
Saat aku berjalan di lorong kelas mengikuti Sakuraba-san. Semua murid yang berada di tepi lorong melihat ke arahku dan mereka pasti berpikir bahwa aku sedang mengintai Sakuraba-san.
Aku hanya bisa menghela napas dalam-dalam setelah memikirkan hal itu.
▲
Tidak lama setelah itu, kami berdua sudah sampai di atap dan Sakuraba-san meletakan kotak bekalnya di lantai. Aku yang berada di depan pintu lantas tidak mengunci pintu agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Yah, jika kau berpikir aku yang mesum. Kalian salah besar. Aku hanya ingin menjaga keperjakaanku untuk 2d nanti. Jika semua umat manusia sudah berubah menjadi 2d.
Sakuraba-san yang berada di depan membelakangiku. Langsung memutar tubuh ke arahku dan raut wajah dinginnya masih terpasang hingga sekarang.
Dengan raut wajah dinginnya, “Aku meminta satu hal padamu.”
Minta satu hal padaku. Memangnya apa yang kau inginkan dari seorang otaku pencinta 2d ini hah?!
Aku hanya bisa memasang raut wajah bingung dan menanyakan hal itu padanya, “Satu hal? Apa itu?”
Sakuraba-san mengatakannya dengan cukup lantang sehingga aku cukup terkejut mendengar nada dan perkataannya, “Aku ingin kau ikut mendaftar bersamaku menjadi anggota dari klub relawan.”
Aku menjawabnya dengan isi kepala yang penuh denga kebingungan karena pernyataanya itu, “Hah!”
Dengan begini, kehidupan SMA yang kudamba-dambakan. Kini akan hancur seiring berjalannya waktu.
Sialan!
ns 15.158.61.42da2