“Yeah… yang di bagian sana, Tn. Cake.”
Badanku rasanya pegal. Aku terpaksa minta tolong Tn. Cake, orang yang pernah kubilang sedikit genit, untuk memijat pinggang dan tanganku. Well, aku merasa ia sedikit bertanggung jawab. Ini karena kemarin aku tak sempat berendam dulu, sementara tanganku seakan mati rasa memegangi bungkus.. Tidak begitu berat, namun lebarnya ini yang cukup menyiksa.
“Huft…” katanya sambil menyeka keringat. “Feline, biasakan sebelum tidur minum vitamin.”
“Saya juga punya pertanyaan yang sama.”
Aku sedikit merintih kesakitan saat ia menarik – narik jariku. Tapi bunyi dentuman tulang inilah yang membuat kelegaan maksimal.
“Kalau dipikir – pikir aku juga lupa.”
“Yeah, lupa membeli. Anda ingat? Hari itu seharusnya kita belanja sesuatu.”
Wajah Tn. Cake tiba – tiba menjadi panik.
“Blimey!” sahutnya dengan lemas. “Baiklah, kita lakukan itu nanti.”
Kukira Tn. Cake sengaja menomorduakan aktivitas itu, ternyata aku sedikit menyesal tidak mengingatkannya.
“Jadi bagaimana nanti kelanjutannya?” tanyaku.
Ia pun beranjak dari tempatku berbaring. Kupikir itu masih agak lama, tapi ya sudah. Badanku sedikit lumayan.
“Adakah kabar dari, signora?”
Aku mengambil ponselku dari atas drawer sederhana. Aku mengcek isinya.
“Belum.”
Tepat setelah kukatakan itu, ponselku membunyikan notifikasi.
Aku menghela nafas.
“Beep, beep, perubahan informasi. Diperbarui setelah sepersekian detik.” Kataku menirukan suara seperti robot.
Tn. Cake memukul ringan kepalaku.
“Apa isinya?”
Aku menjelaskan padanya bahwa Nyonya Lombardi mendapat pesan baru dari suaminya itu. Tn. Cake menyuruhnya untuk datang secepatnya ke tempat kami, tulisku membalas pesan Nyonya Lombardi.
“Katanya ia akan datang dalam tiga puluh menit.”
“Bagus.”
Aku mengikuti Tn. Cake yang menuju ke kantor kecilnya. Ia membuka surat itu lagi. Ekspresinya tampak membeku, raut mukanya serius.
“Aku berpikir jika kita tidak mungkin untuk mengacak nomornya lalu dikombinasikan menjadi nomor telepon, maka bisakah kita menerjemahkannya menjadi huruf?”
“Seperti bagaimana?”
Aku menjelaskan dan memberi contoh pada Tn. Cake. Namun itu cukup mengecewakan karena aku tidak mengira kalau harus dipisah. Sementara hal yang membingungkan adalah bisa jadi dibaca satu atau dua digit. Lagipula dari awalnya saja tidak membentuk kata yang teratur.
“Anggap saja itu membentuk huruf, tetap tidak menjelaskan mengapa Monsieur Lombardi menuliskan kata ‘Akhir’ dan ‘Lokal’ dengan huruf kapital. Masalahnya apa – apaan dengan surat ini?”
Tn. Cake memijat – mijat dahinya.
“Bisakah kita menduga ini untuk mengusili istrinya?”
“Itu tindakan yang keterlaluan dan tidak berdasar, Feline.”
Tn. Cake benar. Maksudku untuk apa ia melakukan hal itu? Tunggu dulu, lagipula untuk apa Tn. Lombardi menulis surat itu?, pikirku.
Beberapa waktu berlalu dengan cepat dan tidak terasa, ponselku berbunyi. Pesan yang kubaca, kusampaikan pada Tn. Cake bahwa Nyonya Lombardi telah sampai, tapi ia bingung kenapa tertutup rapat.
Kami pun segera menyusul. Ditarik rolling door oleh Tn. Cake, lalu aku memutar kunci pada pintu masuk. Setelah itu kami menuju ruangan Tn. Cake di lantai dua. Wanita itu rasanya semakin lama agak kurang sabaran. Lebih tepatnya, ia seperti diburu oleh waktu.
“Perhatikan dan tirukan petunjuknya! Lalu temui aku di tempat tinggalnya,” Nyonya Lombardi membaca pesan itu. “Jadi apa maksudnya ini?”
Wanita itu menunjukkan pesan itu, namun Tn. Cake tampak tak menemui jalan keluar.
“Saya akan kabari nanti. Ah mengenai kemarin, saya masih belum menyimpulkan.”
Wanita itu beranjak dengan nada tinggi.
“Apa?! Bukannya anda berjanji sebelum hari ketiga?”
Aku menjelaskan pada wanita itu dengan lembut.
“Kalian kekurangan informasi? Memang hanya itu yang saya dapatkan!” Nyonya Lombardi seakan tidak mengalah.
Aku juga mengotot.
“Masalahnya adalah kami kekurangan informasi seperti apa motif suami anda. Lalu apakah ada permasalahan yang dekat atau tidak. Dan yang terpenting dan paling aneh, suami anda harus mengirimkan surat dengan angka aneh? Kenapa tidak berterus terang saja? Well, misalnya anda bisa melakukan gugatan cerai?” Nadaku yang tak kalah tinggi.
Sesaat itu telah terlontarkan, aku sedikit menyesal. Bahkan Tn. Cake memelototiku tanpa kedip.
“Sangat baik, sangat baik,” tambah wanita itu dengan raut muka mengalah. “Saya akan kabari kantor untuk mengundurkan jadwalnya menjadi lusa. Saya harap besok adalah jawabannya.”
Wanita itu turun tangga, lalu pergi.
Aku yang dalam posisi mematung, ditambah mata Tn. Cake yang memelototiku terus. Ini bisa jadi hari terakhirku bekerja di sini.
Ia mendekatiku, kedua tangannya ditaruhkan dengan cepat dan agak kasar pada pundakku.
“Tadi apa yang kau ucapkan, Feline?”
Aku sedikit membuang muka.
“Er-yeah, i-itu makanya aku mohon-“
“Cake memang tolol! Mengapa aku tidak berpikir lugas!” Tn. Cake spontan mengolok dirinya sendiri.
Raut muka Tn. Cake tersenyum lebar. Tanpa menunda lagi ia fokus pada surat itu. Ia menuliskan sesuatu. Namun aku masih tidak mengerti apa yang baru saja ia dapatkan. Ia menuliskan sesuatu pada kertas. Aku inginnya menyakan hal itu, namun Tn. Cake sudah seperti terjebak dalam dunianya sendiri.
Kini aku menutup pintu dan membiarkannya fokus. Langkahku menuruni tangga, tak lupa aku juga membawa buku kecil dan sebuah bolpoin. Bila Tn. Cake sudah seperti itu, aku yakin beliau sudah mengetahui jawabannya.
Pertama, mengapa Nyonya Lombardi seperti orang tergesa – gesa. Dari awal apakah ia menunggu suaminya? Lalu untuk apa ia mondar – mandir di sana?
Kedua, surat itu. Yang sama sekali aku tidak mengerti adalah isinya. Kenapa harus angka? Apakah seseorang mengaitkan sesuatu dengan sebuah pekerjaan karena hal ini? Lalu seperti Tn. Cake dan aku herankan, untuk apa kalkulator 10 ribu pounds?
Ketiga, observasi. Aku sama sekali tidak mengerti di bagian ini. Maksudku, satu hal yang aneh adalah pintunya tidak dikunci. Rumah yang cukup kotor, namun untungnya belum ada sarang laba – laba pada lampu jaring.
Semua hal itu, meskipun kutulis tetap saja beputar – putar. Aku mulai mengingat - ingat dua peraturan yang Tn. Cake katakan. Tetap saja tak membantu.
Hingga waktu sudah sore, Tn. Cake tiba – tiba mengajakku bersamanya menuju tempat kemarin. Tn. Chad bahkan datang di tempat, lalu satu orang pria yang tidak kukenal. Yang tidak kusangka – sangka adalah Nona Pussett, yang entah kapan ia terlibat. Kali ini Nona Pusset terpisah tanpa Nona Pusscat. Semua kejadian itu berlangsung cepat tanpa menjawab keganjilan yang kupertanyakan.
Aku kaget saat polisi menodongkan pistol padanya. Sementara satu pria yang bila kuperhatikan dengan hati - hati, seperti yang berjas hitam kemarin meniup cerutu dengan tangannya yang sedikit agak bergetar. Masalahnya adalah, mengapa klien kami yang ditangkap?
ns 15.158.61.6da2