Hari itu adalah hari senin, saya harus pergi ke sawah saya kebetulan saat ini adalah masa panen. Saya harus mengawasi pekerjaan para petani di sana. Dan merencanakan pembelian pupuk selanjutnya. Singkatnya saya harus pergi pagi-pagi sekitar pukul 8 pagi. Saat itu, istriku Yola, sedang bersiap-siap untuk membersihkan rumah dengan mengenakan daster berwarna putih bercorak kembang ia mulai membersihkan halaman rumah. Dan akupun berpamitan kepada istriku dan mengatakan bahwa aku mungkin pulang agak malam karena sekarang masa Panen di sawah saya. Sekiranya sudah seharian di sawah. Aku baru bisa pulang kerumah sekitar pukul 3 sore. Ternyata lebih cepat dari pada biasanya. Biasanya bisa sampai malam. Badanku sudah kumel dan kotor karena membantu para petani untuk memilah panen terbaik.
Dari jalan agak jauh dari rumah saya dapat melihat halaman depan rumah saya. Saya mendapati seseorang yang tidak saya kenal duduk di depan teras rumah saya sambil menghisap batang rokok sambil meminum kopi. Sayapun memperlambat jalan saya dan berharap-harap cemas siapa orang tersebut dan apa yang dilakukannya di sana. Saya berjalan tertatih-tatih kelelahan sambil membawa beberapa contoh panen untuk ditunjukkan kepada pemborong saya. Semakin dekat saya dengan rumah tetap saja saya tidak mengenal orang tersebut. Mungkin saja tamu atau pemborong baru yang saya tidak kenal. Sesampainya saya pada pagar rumah saya, saya membuka pagar tersebut. Orang yang sedang merokok tadi jalan mendekat, sambil mengkerutkan dahinya dan menaruh rokoknya di meja. Bersamaan dengan itu, saya melihat Pak Amir keluar dari dalam rumah. “Deg!” begitu suara jantungku serasa berhenti dan salah tingkah. Pak Amir adalah orang yang beberapa hari lalu memperkosa Yola di rumah Pak Nizam
Bapak yang merokok tadi bertanya kepada saya, “ada yang bisa saya bantu pak?” Saya pun terdiam cukup lama dan memandang ke arah kedua pria ini. Memutar otak saya dan keringatpun mengalir dengan deras. Jantung juga berdegup tidak karuan. Akhirnya karena badan saya kumel dan kotor saya memutuskan untuk bertingkah menjadi orang lain. “Anu, saya mau menaruh hasil panen ini. Biasanya disuruh mengantar ini ke dapur oleh Ibu Yola. Ibu Yolanya ada?” Pak Amir dengan luwes menjawab, “Bapak siapa yah? Ibu Yola sedang sibuk di dalam.” Lalu, samar-samar aku mendengar suara-suara seperti desahan tetapi juga seperti tangisan. Saya terdiam lagi, dan menjawab, “Saya suruhannya Pak Naryo suami Ibu Yola, untuk mengantarkan hasil panen ke dapur.”
Pak Amir menjawab lagi, “Begitu ya pak, Ibu Yolanya sedang tidak bisa diganggu sih pak. Tapi mungkin bapak bisa lewat belakang saja dan menaruhnya di dapur.” Saya pun berkata, “Baiklah, kalau begitu saya permisi menaruh ini ke dapur.” Ketika saya melangkah ke arah samping rumah saya mendengar suara desahan lebih jelas lagi. Sambil terus di kawal oleh kedua orang ini. Seketika itu saya berusaha melirik-lirik ke arah dalam rumah berharap menemukan istriku Yola. Ada sedikit kecemasan dalam hatiku tetapi entah apa itu. Sesampainya di dapur aku berhasil melirik ke dalam, aku melihat sepintas ke arah ruang tengah depan kamarku. Yola sedang telanjang bulat dengan kedua tangan terikat menjadi satu dan mata tertutup oleh kain sedang berlutut mengulum salah seorang pria berperingai galak dan kekar. Aku pun langsung meletakkan hasil panen tersebut dan ingin berusaha lari mencari pertolongan. Tetapi baru, meletakkan panen itu, kedua pria di belakang saya mencegah langkahku.
Pria yang merokok tadi berkata, “Apa yang kamu lihat? Karena kamu sudah terlanjur melihat, kami tidak bisa mengizinkan kamu pergi.” Pak Amir berusaha berprilaku baik kepadaku, “Begini pak, kami tidak bisa membiarkan bapak pergi begitu saja setelah melihat Ibu Yola seperti itu. Tetapi jika bapak mau bekerja sama dengan kami. Kami tidak akan melukai bapak.” Saya terdiam dan melotot hingga keringat dingin mendengar perkataan tersebut, “Be…bekerja sama bagaimana yah pak?” Pak Amir, menjawab lagi, “Pertama-tama suami Ibu Yola biasanya pulang jam brp yah?” Sayapun berbohong dan berkata, “Biasanya sekitar jam 6 sore pak.” Pak Amir tersenyum sambil melirik bapak di sebelahnya, dan berkata lagi, “Baik, sekarang bapak duduk dulu kita berbincang-bincang sedikit.” Sambil mempersilahkan aku duduk di bangku halaman belakang mereka berdiri di depan saya seperti ingin mengajari sesuatu. Akupun menuruti mereka untuk duduk.
Pak Amir berkata lagi, “Bapak sudah berapa lama bekerja dengan suami Ibu Yola?” Akupun berbohong lagi dan berkata, “Sudah 5 tahun Pak”. Pak Amir tersenyum dan berkata, “Apakah selama 5 tahun ini bapak pernah membayangkan Ibu Yola?” Saya berpura-pura bodoh dan berkata, “Mm… maksud bapak?” Bapak yang merokok itu menimpali, “Ingin untuk berhubungan intim dengan Ibu Yola.” Saya pun berpura-pura kaget dan berkata, “Wah! Tidak pak Tidak berani saya selancang itu.” Pak Amir, dengan sikap luwes nya berkata lagi, “Apakah bapak jika ada kesempatan, ingin mencicipi rasanya istri dari majikan bapak?” DEG! Begitu suara jantung saya. Namun, batang sayapun mulai terasa ada reaksi. Degup jantung semakin cepat dan aku tidak mampu berkata-kata. Aku pun hanya terdiam.
Pak Amir mengajakku, “Ayo pak coba ikut saya sebentar saya tunjukkan sesuatu.” Aku hanya melotot ke arah kedua pria ini. Dan akhirnya memutuskan untuk mengikuti mereka masuk ke dalam rumahku sendiri. Sesampainya di ruang tengah, aku melihat posisi Yola istriku masih seperti tadi. Bapak yang senjatanya sedang dilayani oleh mulut istri saya, melihat kami masuk ke ruangan tengah dan berkata. “Hey, siapa dia?” Bapak yang merkok tadi berkata kepada dia, “Tenang saja, lanjutkan saja pak.” Saat itu saya menangkap, apakah yang sedang dilayani oleh istri saya ini adalah boss dari mereka? Kamipun terdiam cukup lama menyaksikan istriku melayani pria berperingai galak ini. Dengan kedua tangan terikat dengan kain, tangan istriku menggengam senjata pria ini dan mulut istriku tetap bekerja maju mundur untuk melayaninya.
Setelah cukup lama kami melihat aksi ini, Pak Amir membuka pembicaraan kepadaku, “Bagaimana pak? Apakah bapak tertarik ingin bergabung?” Aku hanya melirik Pak Amir sejenak dan diam saja tanpa berkata apapun. Bapak yang merokok tadi, maju dengan seenaknya meremas dada istriku dan memilinnya. Istriku terlihat hanya melenguh tertahan karena tersumbat oleh senjata Bossnya itu. “Hmbbhpphm…”, begitu sekiranya lenguhan istriku. Dengan santainya bapak yang sedang memegang dada istriku melihat kearahku dan berkata, “Tidak usah kahwatir dia tidak akan tahu siapa kamu. Kerna menggunakan penutup mata. Dan juga kami tidak akan bilang kok sama suami dari Ibu Yola tentang ini. Kamu tenang saja.” Mereka semua tertawa terbahak-bahak. Mereka benar-benar tidak menyadari bahwa akulah suaminya. Sedangkan aku masih terdiam saja tidak mampu berkata-kata apapun. Tidak lama kemudian Bapak yang sedang memilin dada istriku, membuka semua pakaiannya dan terlihat senjatanya mengacung keras, cukup besar juga.
Boss yang sedang dilayani oleh istriku sepertinya mengerti dan melepaskan senjatanya dari kuluman istriku. Lalu, ia memposisikan dirinya tidur di atas tikar di ruang tengah itu. Dan, Pak Amir menuntun istriku untuk bangkit secara perlahan berjalan ke arah Bossnya yang sedang berposisi tidur dengan senjata mengacung keras. Aku sudah mengerti istriku akan di bawa ke mana. Aku hanya dapat menyaksikan dan tak mampu berbuat apapun. Perlahan istriku melangkahi Boss itu, dan tanpa disuruh lagi istriku sudah mengerti, ia langsung berjongkok. Sepertinya istriku sendiri juga sudah dimakan birahi yang cukup besar. Kedua tangannya yang terikat itu mencari-cari senjata Pak Boss, dan berusaha menuntunnya ke liang vaginanya sendiri. “Jleb… ssshhh…” begitu sekiranya suara lenguhan yang terdengar ketika senjata tersebut memasuki liang vagina istriku sendiri.
Tanpa disuruh keduakalinya, istriku menggoyangkan pinggulnya sendiri menikmati senjata si Boss itu didalam rahimnya. Dengan kedua tangan bertumpu pada dada bidang sang Boss, Istriku terlihat benar-benar menikmatinya terus menggoyangkan pinggulnya. Bapak yang merokok tadi, berjalan ke samping istriku dan langsung mengulum dada sebelah kiri istriku, sedangkan tangan kanannya meremas dada kanan istriku. Istriku mulai melenguh kencang, “Ooooouuuggghhhh… ssshhh….” Pak Amir lalu tersenyum sambil melihat ke arah bossnya, ia berjalan ke arahku dan berkata, “ayo Pak, ikutan” Aku terdiam dan hanya menggeleng-gelengkan kepala. “Udah jangan malu-malu sini kapan lagi kamu bisa mencicipi Ibu Yola?” Aku tetap tidak beranjak. Lalu, Pak Amir menarikku ke sebelah kanan istriku. “Buka!” begitu katanya singkat agar aku membuka celanaku. Akhirnya aku menyerah karena memang senjataku juga tidak muat lagi di dalam celana dalamku. Aku mengeluarkan senjataku dan menyodorkannya ke arah wajah istriku. Namun, istriku benar-benar tidak menyadari bahwa ada senjataku di sebelah kanannya, karena matanya sedang tertutup oleh kain hitam.
Pak Amir mengarahkan wajah istriku ke arah kanan, dan menemukan senjataku. Tanpa disuruh lagi, istriku membuka mulutnya sambil terus melenguh, “ssshhhh…. huuufffhhh… hmbpphhmm…” Ia mulai mengulum senjataku secara perlahan. Tetapi lambat laun kuluman istriku dan sedotannya semakin kuat dan cepat, aku benar-benar tidak tahan melihat istriku seperti ini, sekiranya 3-5 menit setelah istriku mengulumku. Aku menumpahkan cairan putih ku ke dalam mulut istriku. Perlu dicatat pada bagian ini, ini adalah pertama kali dan sampai kini Juni 2013, istriku menelan spermaku. Karena setelah ini istriku tidak pernah menelan spermaku lagi. Biasanya istriku berkata jijik untuk menelan spermaku, sedangkan istriku selalu menelan sperma pria-pria lain yang menidurinya. Tetapi kali ini untuk pertama kalinya aku merasakan sensasi seperti pria-pria itu. Jujur saja ketika aku menuliskan kisah ini ingin rasanya menyuruh istriku menelan spermaku lagi.
Melanjutkan cerita, aku pun melenguh panjang, dan mundur dari kuluman istriku. Sejataku menciut kecil, para pria tersebut terbahak-bahak melihat aku seperti itu. Seperti mencemooh aku seakan-akan aku ini paling lemah dan tak berdaya di antara mereka. Lalu, Pak Amir mengambil posisiku ia memelorotkan celananya dan mengarahkan senjatanya ke arah mulut istriku yang sedang mendesah-desah kenikmatan. Sekarang lengkaplah terlihat istriku yang tadinya diperkosa oleh ketiga pria tidak dikenal ini. Cukup lama mereka berada dalam posisi ini. Lalu, bapak yang di sebelah kiri istriku memberi kode kepada Pak Amir untuk melepaskan ikatan tangan istriku yang sedang dilanda nafsu ini. Dengan seketika ikatan tangan istriku pun terlepas. Akupun berlari kebelakang dapur dan bersembunyi. Agar takut-takut kalau istriku melepaskan ikatan matanya. Dan benar saja, istriku langsung melepaskan ikatan matanya dan melihat ke arah 3 pria ini. Tanpa berkata apapun, istriku langsung melanjutkan kulumannya terhadap Pak Amir. Sedangkan tangan kirinya berusaha menggapai senjata bapak yang di sebelah kirinya.
Sekarang terlihatlah dengan jelas, seorang istri sedang melayani dan menyambut dengan “sangat murah hati” untuk memberikan tubuhnya kepada ketiga tamu tidak dikenalnya kecuali Pak Amir tentunya. Senjataku pun perlahan sudah mulai membesar kembali. Waktu sudah menujukkan pukul 4 sore, keringat dari mereka sudah mulai bercucuran. Istriku terlihat kenikmatan dan kewalahan “melayani” para tamunya tersebut. Sepertinya irama permainan sudah semakin cepat, si boss sudah mulai merasakan sesuatu terlihat dari raut wajahnya. Tanpa berlama-lama si boss berteriak, “oouuugghhh… nikmattt sekali memekmu mbakkkkk…” Sepertinya si Boss keluar di dalam vagina istriku. Istriku menghentikan goyangan pinggulnya, si boss pun mengangkat pinggul istriku dan bangkit berdiri. Sedangkan istriku dituntun oleh bapak yang merokok itu ke arah kamarku sendiri. Istriku dengan bergandengan tangan seperti orang sedang kasmaran berjalan mengikuti bapak itu ke arah kamar pengantin kami. Akupun memutar ke halaman depan untuk mengintip kamar tidurku dari jendela.
Sesampainya di sana istriku tanpa di suruh lagi memposisikan dirinya untuk tidur di ranjang dan membentangkan kedua kakinya dan mungkin dapat terlihat cairan sperma Pak Boss masih di sana dan di pahanya. Aku tidak dapat melihatnya dengan jelas dari sini. Bapak yang merkokok tadi itu, dengan terbelalak melihat kelakuan istriku berkata, “wah, mbak Yola udah ga tahan yah, saya juga ga tahan mbak” Tidak berlama-lama lagi langsung menyambar istriku dan memasukkan senjatanya dengan kasar ke liang vagina istriku serta menciumi bibir istriku. Terlihat mereka seperti sepasang kekasih yang sedang kasmaran melumat meraup menyedot nafsu satu sama lain. Terlihat lidah bapak si perokok ini di hisap dan di sedot oleh istriku tanpa rasa jijik sedikitpun. Di ruang tengah terlihat Pak Boss sedang berpakaian dan bersih-bersih. Sedangkan Pak Amir, memanggil-manggil aku untuk ke ruang tengah. Aku pun memutar dan masuk kembali ke dalam.
Pak Amir dengan lagak seperti boss, menepuk-nepuk pundakku dan berkata, “Kamu mau gak seperti pak joni di dalam?” Ternyata nama pria prokok itu Pak Joni. Aku bertanya, “Mm… maksud bapak?” “Apa kamu ingin mencoba rasanya vagina istri majikanmu, hahaha”, sang boss dan Pak Amir tertawa berbarengan. “Ah, tidak usah pak, saya sudah cukup.”, begitu aku menjawabnya. “Sudah, kamu tidak usah malu, rahasia aman kita jaga. Apa kamu mau saya menutup mata Ibu Yola lagi?”, tanya Pak Amir. “Saya menjawab lagi, ah tidak usah pak tidak apa. Saya sudah cukup begini saja.” Pak Amirpun berkata, “Baiklah kalau begitu saya saja yang menikmatinya lagi setelah Pak Joni.” Setelah berkata seperti itu, Pak Amir dan Bossnya mengajakku untuk duduk di halaman depan rumah. Si Boss bertanya kepadaku, “Hey kamu, apa kamu tahu di mana saya bisa mengambil minum? Saya haus.” Lalu saya menjawab, “oh sebentar pak saya ambilkan.”
Sambil berjalan melalui kamarku, aku melihat sekejab mata, istriku sedang ditindih oleh Pak Joni. “Ahhh… uhhh…. iihhhh… aaaahhhhhhh…. ssshhh…. sssshhhhhh…”, sekiranya demikian suara nafsu birahi istriku yang sedang memuncak. Akupun berjalan mengambil minum dan sekembalinya aku melalui kamarku lagi. Akupun berjalan perlahan dan tertahan ingin mengintip. Terlihat posisi mereka berubah, istirku Yola, sedang menunggangi senjata perkasa Pak Joni. Untungnya posisi mereka membelakangi arah pintu kamarku, sehingga istriku tidak melihat aku di belakangnya. Seketika itu aku melihat istriku menggoyangkan pinggulnya serta pantatnya ke sana kemari. Dengan tangan kiri bertumpu pada dada Pak Joni. Sedangkan tangan kanannya sedang meremasi dada kanannya sendiri, memilinnya sambil memejamkan mata menengadah ke arah langit-langit.
“Oughhh… ssshhh… ahhhh…. yeeaaaahhhhh… yahhh….”, desahan istriku semakin membara. Pak Joni terdengar samar-samar berkata, “mbak… suami kamu beruntung mendapatkan istri seperti mbak… uhh… oghh… andaikan saja kamu istriku…” Sambil terlihat tangan kanan Pak Joni meremas dada kiri istriku. Istriku berkata terbata-bata ditengah-tengah nafsunya yang sedang memuncak, “ahh…a….kuuu… istri…. istrii…. muu… ssshhh…. mass…. aku istrimu mass….” DEG!!! Jantungku serasa berhenti sesaat. Darahku berdesir kencang. Nafasku terasa sesak. Di satu sisi, senjataku bereaksi tiba-tiba saja ia berontak dari celana dalamku di bawah sana. Pak Joni pun tertawa meringis, “heheee…. heee…. akan ku puaskan kamu istriku sayangg…..” Istriku berkata lagi, “yaaahhhhhhh… puass…. puasssinn…. mass… puasin… akuuuuuuuuu………. oooohhhhhhh!!!” Akupun dengan berat, melangkah ke depan rumah untuk mengantarkan minuman kepada tamu-tamu yang mungkin nanti akan mengilir istriku lagi.
Akupun berusaha menenangkan diriku mencoba berbaur dengan Pak Boss dan Pak Amir di halaman rumahku sendiri ini. Kami berbicara panjang lebar dan aku baru memahami apa yang sebenarnya terjadi sewaktu aku pergi ke sawah tadi. Sekiranya setelah kejadian waktu itu di rumah Pak Nizam, Pak Amir menceritakan kepada teman-teman sekampungnya bahwa ia berhasil meniduri wanita yang sexy dan menawan dari desa sebelah. Menurut kesaksiannya, wanita itu adalah istri yang kekurangan kepuasan dari suaminya. Aku mendengar itu terasa ingin marah tetapi harus aku tahan. Dia berceritera lagi, bahwa suatu saat nanti dia akan mencicipi istriku lagi. Tiba lah saat itu adalah hari ini, di mana dia telah menceritakan kepada teman-teman sekawannya di kampung sana. Sedangkan yang ia bawa hari ini Pak Joni dan si Pak Boss yang dikenal dengan nama Pak Rojali. Bapak Rojali adalah seorang kepala keamanan di desa sebelah, sudah memiliki istri dan anak. Sedangkan Pak Joni adalah seorang pengangguran yang dipekerjakan oleh Pak Rojali sebagai pesuruhnya.
Karena Pak Amin bercerita tentang istriku di desa sebelah, Pak Rojali tertarik sekali ingin melihat istriku. Tetapi karena tidak memungkinkan begitu saja istriku dapat dicicipi olehnya. Maka mereka memutuskan untuk memperkosanya. Setelah mereka bertanya-tanya di mana rumah istriku tinggal kepada orang sekitar. Akhirnya mereka datang ke rumahku dan melihat istriku sedang sendirian di dalam rumah yang terbuka lebar. Memang biasanya kami tidak pernah mengunci pintu apapun baik pagar maupun rumah kami buka lebar-lebar di desa ini. Tidak seperti kebiasaan di kota, selalu mengunci pagar dan pintu rumah. Mereka melihat istriku sedang memakai daster di atas lutut tanpa bra sedang membersihkan rumah seorang diri. Saat itu juga, Pak Rojali mengendap-ngendap ke arah belakang rumah dan dengan sigap menutup mata istriku sedangkan Pak Joni memegangi tangan istriku dan mengikatnya. Istriku menangis dan ketakutan, sepertinya karena tidak memungkinkan untuk menyuruh istriku melepaskan pakaian sendiri karena tangan terikat, maka mereka merobek daster putih istriku.
Sampai saat ini aku baru tahu kalau daster istriku itu sudah robek, yang kulihat tadi daster istriku ada di pojok lantai bersama celana dalamnya. Setelah istriku telanjang bulat dan terikat, istriku nangis tak berdaya tubuhnya di gerayangi oleh mereka, diciumi, dicilati, dicubiti. Istriku hanya menangis dan bercampur dengan kenikmatan. Setelah puas untuk “mengerjai” istriku dan terlihat istriku sudah tidak menangis lagi. Mereka mulai dengan Pak Rojali menyodorkan senjatanya kepada mulut istriku. Di saat ini lah aku datang. Dan “penderitaan” istriku masih berlanjut hingga kini. Apakah cocok aku katakan “penderitaan”? Sepertinya, suara erangan kenikmatan di kamar pengantinku antara istriku dan Pak Joni tidak mencerminkan ciri-ciri dari “Penderitaan”. Bersamaan dengan pikiranku yang sedang berkecamuk terdengar suara teriakan istriku nyaring sekali, “OOOOHHHHH…… SSSSHHHHHHHHH…… AAAAHHHHHHH……..!!!!” Sepertinya istriku mencapai puncaknya yang pertama hari ini.
Tak lama setelah itu, aku melihat Pak Joni keluar dengan senjata nya yang berlumuran cairan cinta istriku, sambil berpakaian dan berkata kepada Pak Amir. Siapa lagi tuh yang masih mau cicipi istrinya yang empunya rumah sebelum pulang suaminya. Pak Amir bangkit berdiri tanpa berlama-lama iya langsung masuk ke kamar pengantinku dan menutup pintunya. Sehingga aku tidak tahu apa yang terjadi di dalam sana suaranya pun samar-samar saja terdengar. Saya melirik jam dinding di ruang tengah dan sudah menunjukkan pukul 5 sore, dan tidak anda tanda-tanda Pak Amin keluar dari kamarku sejak tadi. Akhirnya sekitar 5 menit kemudian, Pak Amir keluar dari kamarku dengan hanya mengenakan celana berjalan ke arah kami duduk. Tanpa banyak berkata-kata Pak Rojali bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke arah kamar tidurku sambil tertawa-tawa. Terdengar samar-samar suara istriku berkata, “Mas… izinkan saya istirahat sebentar…” Pak Rojali berkata dengan geram, “enak saja, sebentar lagi suamimu pulang, apa kamu ingin saya perkosa depan suami kamu?”
Istriku terdiam seribu bahasa tidak mampu berkata apa-apa. Pintu kamarku pun ditutupnya. Terdengar suara-suara geram Pak Rojali seperti, “hisap ini…”, “nungging sana…”, “berbaring situ…”, “goyang yang cepat…”, “Telan semua…” Sekiranya itu lah kata-kata yang di luncurkan oleh Pak Rojali dalam mengauli istriku di ranjang pengnatinku sendiri. Akhirnya setelah 30 menit lamanya, Pak Rojalipun keluar dari kamar sambil tersenyum puas, dan berkata kepada kedua anak buahnya untuk pulang. Tetapi aku tidak melihat adanya suara istriku ataupun tanda-tanda istriku ingin keluar dari kamar tidurnya. Akhirnya setelah puas meng-“gilir” istriku di rumahku sendiri di depan mataku sendiri, mereka pun beranjak meninggalkan rumahku ini. Aku masih berharap-harap cemas apa yang terjadi dengan istriku, mengapa tidak ada suara sedikitpun.
Aku melirik ke arah kamar tidurku, dan ternyata yang kutemukan adalah, istriku entah pingsan entah tertidur, dengan kedua tangannya terikat di sisi kanan dan kiri ranjang dengan tubuh penuh keringan bercampur dengan sperma. Dan juga tedapat bercak-bercak merah serta gigitan di dada kiri dan kanannya serta pantat dan pahanya. Terlihat cairan sperma mengalir di vaginanya menumpahi ranjang tidur kami. Perut dan dadanya mengkilap oleh sperma dan keringat. Juga sebagian sperma mengenari rambut panjang istriku. Mulut istriku pun disumpali oleh celana dalamnya sendiri pantas saja ia tidak bersuara sejak tadi, serta matanya ditutup oleh kain hitam. Aku bingung apa yang harus aku lakukan, jika aku membukanya ikatannya maka, terbongkarlah sudah semuanya. Tetapi aku memutuskan untuk diam dan berpikir sejenak. Aku mencoba ke belakang rumah untuk mencari handuk dan sejenisnya, tetapi tiba-tiba sekembalinya aku dari belakang. Aku melihat dari kejauhan ada seorang pria memasuki rumah kami dan ternyata itu adalah Pak Bayu.
Akupun bingung harus berbuat apa, aku memutuskan untuk bersembunyi. Pak Bayu memanggil-manggil istriku tetapi tidak ada jawaban, akhirnya ia masuk ke dalam rumah dan mendapati istriku terikat di ranjang telanjang bulat dengan penuh sperma. Pak Bayu berteriak, “ya ampun ada apa ini?” Dilepaskannya semua ikatan istriku serta kain penutup matanya, dan istriku dengan lemas tak berdaya berbicara kepada Pak Bayu, “Tolong… ” istri kemudian menangis. Akupun merasa iba melihat hal ini, tetapi apa daya jika aku menyelamatkannya maka terbongkar sudah semuanya. Pak Bayu kemudian menggendong istriku ke arah kamar mandi belakang. Dengan penuh pengertian Pak Bayu memandikan istriku. Istriku yang nampaknya sudah tidak mampu berdiri lagi, bersandar di bahu dan tubuh Pak Bayu. Pasrah tak berdaya hanya diam saja dimandikan oleh Pak Bayu.
Sekiranya sudah bersih, istriku dikeringkan dengan handuk secara perlahan. Dan didudukkannya di ruang tengah, Pak Bayu bertanya, “pakaianmu di mana?” Istriku dengan sayu menjawab, “di dalam kamar mas, di laci.” Pak Bayupun mengambil pakaian istriku, sebuah daster tanpa pakaian dalam. Kata Pak Bayu, “pakai ini nanti kamu masuk angin.” Istriku diam saja mencoba memakai daster tesebut dengan lemas. Lalu, Pak Bayu berinisiatif mengambilkan air minum, di mana letak air minum itu dekat dengan tempat aku bersembunyi, tetapi karena cukup gelap di daerah dapurku Pak Bayu tidak dapat melihatku. Setelah istriku diberi air minum, istriku berkata dengan penuh rasa terima kasih kepada Pak Bayu. “Terima kasih banyak mas… kalau tidak ada mas…”, istriku menutup kedua matanya dengan kedua tangannya dan menangis lagi.
Namun, Pak Bayu berusaha untuk menenangkan istriku dengan memeluknya sambil berkata, “coba ceritakan apa yang terjadi?” Istriku mencerita kan semuanya dan kisahnya sama dengan yang sudah kuceritakan di atas tadi. Sambil terus menangis tersedu-sedu istriku berusaha menyelesaikan ceritanya. Pak Bayu berkata, “Bajingan itu Amir, uda di kasi hati malah minta jantung! Besok akan saya beri pelajaran mereka.” Seperti yang kalian ketahui bahwa di Part 7, desa sebelah tidaklah begitu akur dengan desa kami, terutama para penjaga nya. Mereka berseteru entah apa yang di perebutkan selama ini. Istriku akhirnya berhenti menangis dan menatap Pak Bayu dalam-dalam, dan mencium bibirnya dengan penuh perasaan. Cukup lama mereka berciuman, hingga nafas istriku terdengar tersengal-sengal, seperti wanita yang siap di mangsa lagi.
Ciuman itu berlangsung cukup lama, Pak Bayu mengambil inisiatif untuk meraba dada istriku yang hanya tertutup oleh daster tanpa pakaian dalam. Istriku mendesis perlahan dan menahan tangan Pak Bayu sambil berkata, “Jangan mas, yola lelah sekali hari ini. Lagipula sebentar lagi Mas Naryo pulang.” Pak Bayu pun menghentikan aksinya dan memberikan tatapan penuh arti kepada istriku, sambil berkata lemas mengatur nafas nafsunya, “hufhh… i.. iya… baiklah… mas pulang dulu yah.” Tiba-tiba saja, tangan istriku menangkap tangan Pak Bayu yang hendak pergi itu dan berkata lagi, “Mas… temani Yola sampai tertidur yah. Yola masih takut…” Pak Bayu pun tanpa banyak berkata, langsung mengangkat istriku ke dalam kamar kami. Akupun melangkah secara perlahan untuk keluar ke halaman samping agar dapat melihat kejadian di dalam kamarku melalui jendela kamar kami.
Secara perlahan aku mendekati jendela itu tidak ada suara-suara sama sekali, keadaan sekitar gelap dan sunyi. Sesampainya aku di jendela kamarku sendiri, aku melihat istriku sedang memejamkan mata kelelahan sambil dipeluk oleh Pak Bayu dari belakang. Sedikit rasa cemburu mulai tumbuh dalam diriku. Darahku berdesir ingin marah. Sekiranya ada 30 menit istriku nampak tertidur. Pak Bayu mulai mencoba untuk melepaskan pelukannya dan bersiap pergi meninggalkan istriku yang tengah tertidur lelap.
ns 15.158.61.20da2