"Quila..."
Quila terkejut, ia berfikir mungkin saja orang di depannya adalah dia
"Tu-" ucap Quila terpotong
"Nama mu Quila, kan?" Ucap Reyasa sambil menunjuk papan nama di baju nya.
'sudah kuduga, tidak mungkin' batinnya
Quila mengangguk, lalu merapikan wajahnya.
"Oh iya, bagaimana bisa kau tau nama ku Reyasa?"
Quila yg menunduk langsung mendongak dan membulatkan matanya kaget.
"Nama mu Reyasa?"
"Iya"
'kenapa bisa bahkan namanya juga sama'
Hal itu membuat Quila makin teringat masa lalu nya dulu bersama orang yg di cintanya.
"Masuklah" ucap Quila setelah membuka kembali tokonya.
"Terima kasih, 5 menit saja aku tidak akan lama"
Selama Reyasa mencari barang yg diinginkannya dalam toko, Quila menunggu di meja kasir. Sementara Reyasa, sesekali ia melirik Quila diam-diam.
Samar-samar ada ingatan asing di dalam kepalanya saat melihat Quila tadi, ia merasa familiar dengan gadis itu
'dimana aku pernah melihatnya? Di terlihat tidak asing' batin Reyasa
Setelah mengambil beberapa barang, Reyasa langsung menuju kasir.
"Nona Quila... Boleh saya bertanya?" Tanya Reyasa sambil men-scan belanjaan Reyasa
"Silahkan" jawab Quila tanpa melihat ke arah Reyasa dan terus fokus pada pekerjaannya
"Apa... Kita pernah bertemu sebelumnya?" Tanya Reyasa sedikit ragu
Sejenak Quila terhenti karena pertanyaannya, lalu kembali menyadarkan dirinya dan menanggapi nya dengan santai
"Tidak"
"Oh... Baiklah"
Setelahnya suasana canggung melanda keduanya, bukan, mungkin cuma Reyasa yg merasa canggung karena pertanyaannya sendiri
'apa yg ku lakukan barusan, bodoh!' rutuk Reyasa pada dirinya sendiri
Setelah menyelesaikan belanjaannya, Reyasa keluar dari toko Quila. Tapi, masih tidak puas dengan jawaban Quila tadi.
"Aku yakin pernah melihatnya di suatu tempat, tapi di mana? Apa ingatanku yg salah? Bagaimana bisa ingatan seorang dokter lemah begini?!" Gumamnya.
***
Quila menatap jendela, di kamarnya jendela itu langsung menghadap jalanan dengan pemandangan kota.
Kelab-kelib lampu di kota terlihat seperti bintang di kejauhan
"Sejak kapan dunia berubah seperti ini? Semuanya sangat berbeda dengan alam langit, bintang-bintang di sana bahkan lebih terang" gumam Quila
Quila memakai heatset di kedua telinganya untuk meredam kebisingan yg selalu terjadi di rumahnya, mengacuhkan gemanya dan menatap lurus ke jendela.
Dalam kehidupan kali ini ia harus menjalani kehidupan yg cukup keras, bersama dengan orang tua angkat yg sering bertengkar dan peminum keras, serta di limpahi hutang yg tidak terhitung.
Seperti hari ini, barang-barang terbongkar dimana-mana. Ayahnya berteriak kepada ibunya karena tidak di beri uang, sedangkan sang ibu juga tidak mau kalah, dia ikut meneriaki suaminya yg tidak berguna itu
"Aku heran kenapa kedua manusia itu belum juga mati?" Gumam Quila sambil melihat ke arah pintu kamarnya yg beberapa kali ikut terguncang akibat pertengkaran mereka.
Sky terus menggonggong sambil terus berputar-putar di tempatnya.
"Sky? Ada apa?" Ucap Quila mendekati Sky yg terlihat ketakutan
Tak beberapa lama kemudian jendelanya seperti terdengar ada yg mengetuknya, awalnya ia hanya mengabaikannya, tapi ketukan itu terus terdengar.
Quila sebenarnya sudah tau itu pasti bukan manusia, karena kamarnya berada di tingkat dua.
"Quila" akhirnya orang itu menampakkan wujudnya
"Vulcan"
Vulcan sang dewa api, yg tak lain adalah mantan tunangannya sewaktu di alam langit. Sekarang dia berada di hadapan Quila dengan pakaian mencolok nya.
Seperti itulah vulcan, ia mau terlihat berwibawa tapi nyatanya malah terlihat mencolok dan aneh. Dulu saat di alam langit dia terkenal dengan kemewahan dan keangkuhan nya.
"Hai... Bagaimana kabarmu?" Tanya Vulcan berbasa-basi
Dan langsung di balas tendangan di kaki nya oleh Quila.
"Bagus, kau baru menanyakan itu sekarang?"
"Maaf, maaf... Aku baru bisa menemui mu sekarang"
"Jadi... Selama ini kemana saja kau?"
"Itu... Aku tidak bisa mengatakannya"
"Baiklah, tak akan ku tanya"
Mereka lalu terdiam sejenak, rasanya mereka tidak bertemu baru beberapa bulan yg lalu, tapi sekarang sudah beribu tahun berlalu.
Walau tidak lagi terikat pertunangan, hubungan mereka tetaplah sama, Vulcan yg setia menemani Quila kemana pun, dulu Vulcan itu sudah seperti dayangnya.
"Eh... Quila, setelah lama tidak bertemu apa kau tidak rindu padaku"
"Rindu ingin memukuli mu iya"
"Baiklah, aku tidak akan bercanda sekarang. Sebenarnya aku ke sini karena sebuah misi dari Helios, dan waktu ku tidak banyak"
"Helios? Di mana dia?"
Setelah kejadian itu, sudah beribu-ribu tahun Quila di bumi tapi dia belum juga bertemu dengan kakak nya itu.
"Itu juga rahasia. Aku tidak bisa mengatakannya, intinya misi ku sudah selesai, aku akan pergi sekarang"
"Huh? Secepat itu"
Vulcan yg sudah berdiri, langsung berbalik
"Kenapa? Apa setelah lama di bumi, kau bisa menerima pertunangan kita?" Ucap Vulcan bercanda
"Mau ku pukul?" Balas Quila menunjukkan tinjunya
"Baiklah, baiklah..."
"Vulcan, apa yg sebenarnya di kerjakan Helios?"
"Sudah ku bilang, itu tidak bisa ku katakan"
Quila menyerah dan membiarkan Vulcan pergi.
"Oh iya, ini... Pakai ini saat kau dalam masalah genting" sebelum pergi Vulcan memberikan giok api miliknya pada Quila. Itu adalah giok keramat yg turun temurun di berikan oleh leluhur sebelumnya. Giok berwarna merah terang dengan ukiran api menyala itu bisa menyelamatkan siapapun yg memegangnya saat di butuhkan.
"Kenapa dia memberikan benda sepenting ini padaku? Bagaimana kalau dia yg berada dalam bahaya?" Gumam Quila menatap batu itu.
***
"Tuan Reyasa menurutmu bunga apa yg paling harum?"
Di depan Reyasa sedang berdiri seorang wanita memunggunginya, berjalan pelan dan sesekali terlihat memainkan tangannya. Pakaiannya terlihat kuno tapi juga sangat indah, berwarna merah muda dan biru dengan hiasan rambut serupa di rambut panjangnya yg berwarna hazel.
Reyasa tidak tau dimana tempat ini, sangat asing tapi juga familiar untuknya.
"Entahlah" jawab Reyasa
Wanita itu berbalik ke arahnya dan tersenyum sangat manis.
"Coba kau sentuh bunga ini" ucap wanita itu
Reyasa menyentuh bunga itu, seperti apa yg di katakannya.
"Maka bunga ini akan menjadi bunga yg paling harum di alam langit"
Melihat tingkah wanita itu, Reyasa ikut tersenyum.
Akan tetapi tidak lama setelah itu, adegan manis dan menghangatkan hati itu berubah menjadi tegang.
Mereka berada dalam sebuah peperangan, pertempuran yg sangat sengit. Wanita itu terluka sangat parah, bajunya penuh dengan bercak darah.
Reyasa memeluk tubuh mungil perempuan itu, dan berusaha menutupi lukanya.
"Tuan Reyasa, sebelumnya kau adalah penyelamatku... Kali ini biarkan aku yg menjadi penyelamat mu. Selama ratusan tahun ini aku sangat bahagia bisa mengenalmu"
"Tuan Reyasa... Aku mencintaimu"
"Tidak... Quila!!!!" Teriak Reyasa terbangun dari tidurnya
'mimpi macam apa ini, kenapa bisa membuat dadaku terasa sangat sakit?'
—bersambung—
ns 15.158.61.20da2