Jarak dari perpustakaan ke Cemart tidaklah jauh, hanya membutuhkan waktu lima belas menit menggunakan motor Erin telah tiba di sana dan berjumpa dengan teman-temannya.
"Yo, Rin. Lo lama banget, kita udah nunggu sampe si Aldi ubanan tuh," ucap Ocha dengan kekehan gelinya sambil menunjuk Aldi yang tengah menghabiskan makanannya.
Erin hanya diam, dia tidak bisa tertawa karena jokes yang dilakukan oleh Ocha. Baginya candaan tadi hanyalah sebuah ucapan tidak berarti. Makanya Erin tidak ikut tertawa bersama Ocha.
"Jangan serius amat, Rin. Kita mau nonton film, bukan nonton perang dunia," tutur Edo—teman sekelas Erin.
"Yoi, yaudah kita cepet nonton. Tiket lo udah dipesenin sama si Ocha tuh, dia ngeyel banget pengen ajak lo nonton film ini," ucap Aldi membenarkan ucapan Edo—temannya.
Erin menatap Ocha yang terkekeh geli, ada sedikit rasa terharu karena Ocha benar-benar menginginkan Erin untuk ikut menonton bersama mereka.
"Iya dong! Biar harga tiketnya gue mahalin dikit ke Erin. Ya nggak, Rin?" tanya Ocha yang langsung mendapat bogeman dari Erin sendiri.
Gadis itu merenggut, menyesal telah berprihatin pada Ocha sebelumnya. Padahal Ocha hanya memikirkan keuntungan saja untuk dirinya sendiri.
"Udah, kagak usah berteman. Kita masuk ke dalem nonton, yuk!" Aldi menyeret Erin dan Ocha untuk mengikutinya ke dalam. Di belakang Edo mengikuti mereka masuk.
Film dimulai, semua orang tampak fokus menatap layar di depan. Erin dengan teman-temannya sampai harus menunduk agar tidak menganggu penonton lain karena telat datang.
Erin terdiam menatap film di depannya, pikirannya melayang kemana-mana. Kejadian dimarahi oleh Candra tidak membuatnya tenang untuk melakukan hal apapun, tepat ketika film menunjukan seorang gadis yang ber-time travel ke zaman dahulu membuat Erin terdiam.
"Apakah ada sihir semacam itu? Apakah aku bisa menemukannya? Ah andai saja aku bisa melihat masa lalu, pasti aku akan tahu bagaimana kejadian pasti sejarah Bandung Lautan Api itu." Batin Erin merenggut kesal.
Karena film yang begitu membosankan bagi Erin, dia memutuskan untuk pergi ke kamar mandi. Berniat untuk mencuci wajahnya agar tidak mengantuk, sudah sayang dia membeli tiket film dengan uang jajannya.
Sekarang, bukannya menikmati akan sayang jika Erin hanya tertidur sampai film selesai dan tidak menontonnya dengan benar.
Ketika sampai di kamar mandi, Erin menatap pantulan dirinya di cermin. Pikirannya melayang kepada adegan di film tadi, ketika seorang gadis bisa berpindah waktu ke zaman lalu.
"Ah, aku ingin ke zaman di mana sejarah Bandung Lautan Api terjadi. Apakah ada mesin waktu yang bisa membawaku ke sana?" Erin terdiam kemudian dia tersenyum smirk.
Erin mencuci tangannya, dia merutuk dirinya sendiri yang bodoh. Berpikir jika ada mesin waktu yang bisa membawanya ke dalam masa lalu.
"Erin, kamu bodoh sekali. Di dunia ini tidak mungkin ada hal seperti itu," ucapnya bermonolog sambil mencuci kedua tangannya.
Erin memutuskan untuk keluar dari kamar mandi. Akan tetapi sebuah cahaya tiba-tiba melesat mendekatinya, membuat Erin terpaksa menutup kedua matanya saking silaunya cahaya itu.
Ketika dirasa cahaya itu sudah lenyap dari hadapannya, Erin membuka matanya. Kedua matanya membulat sempurna menatap lurus ke depan.
"Di dimana aku?" Erin menatap sekitar, dia berada di sebuah lorong panjang yang berwarna abu putih. Tatapannya ke arah belakang dan menemukan tembok kosong, tidak ada pintu menuju ke kamar mandi seperti sebelumnya.
Suara dua orang yang tengah mengobrol membuat tubuhnya membeku sempurna. Suara itu perlahan mendekati Erin, membuat gadis itu terpaksa membalikan tubuhnya ke belakang.
Erin segera menutup kedua matanya, dia terkejut bukan main ketika melihat dua pria asing tengah berbincang dengan bahasa Belanda melewatinya begitu saja.
Perlahan Erin membuka kedua matanya, dia menatap kedua pria asing tadi yang sudah berjalan menjauh darinya.
"Apa apaan ini!?" pekik Erin terkejut. Dia merasa tidak percaya jika kedua pria tadi tidak melihatnya, tidak mungkin bisa seperti itu. Dan kini benaknya ditumbuhi dengan berbagai pertanyaan. Yang paling penting, Erin tidak tahu menahu keberadaan dirinya di mana dan sedang apa.
"Cepat temui tuan Gubernur sekarang!" perintah seorang pria membuat kedua pria lainnya menunduk dan bergegas pergi menuju suatu ruangan.
Erin terdiam terpaku menatap lurus ke depan, kedua alisnya hampir menyatu. Pasalnya dia tidak tahu apa yang terjadi di sekitarnya sekarang.
Pakaian yang mereka kenakan Erin tidak mengetahuinya, tetapi yang jelas Erin sedang tidak berada di dunia lain. Bahasa yang mereka ucapkan adalah bahasa Indonesia, tetapi masih tercampur dengan bahasa Melayu.
"Tunggu!? Apakah aku ...?" Erin menutup mulutnya tidak percaya, untuk sementara dia menyadari jika dirinya tengah ber-time travel ke zaman dahulu. Namun, Erin tidak dapat memastikan dirinya berada pada tahun berapa.
"Ap apakah ini mimpi? Ataukah hanya bayanganku saja?" Erin masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Dia berusaha sekuat tenaga menyangkal jika ini hanyalah khayalannya saja.
Hingga sebuah suara tembakan membuatnya terkejut sampai terduduk lemas di lantai. Dia begitu terkejut dengan suara tembakan dari luar yang berhasil membuatnya lemas seolah dirinya yang ditembak.
Jantungnya berdetak dengan cepat, bahkan deru nafasnya tidak beraturan. Erin melihat orang-orang yang berjalan ke arahnya berjalan dengan santai. Seolah tidak masalah dengan suara tembakan tadi yang memekik telinga.
"Apakah sekarang tengah adanya perang? Ada apa dengan suara tembakan ini yang dekat?" Erin lantas berdiri, dia mengintip ke arah jendela dan melihat para pasukan tentara yang tengah melatih diri.
Tubuh mereka tampak kurus dan tinggi, tetapi walaupun tubuhnya kurus tidak membuat diri mereka menyedihkan. Otot-otot yang tercetak jelas di perut, tangan dan betisnya dapat terlihat jelas jika mereka sering berlatih.
"Aku ada di tahun berapa?" tanya Erin sambil melangkahkan kakinya berjalan dengan bebas mengelilingi bangunan ini. Dia tidak merasa khawatir sedikit pun karena tidak ada siapa pun yang bisa melihat dirinya.
Erin baru menyadarinya ketika orang-orang melewatinya begitu saja tanpa terkejut atau bertanya-tanya dirinya siapa dan bagaimana bisa ada di sini. Karena itu Erin memutuskan untuk berjalan-jalan sambil mencari tahu dirinya berada di tahun berapa.
Gadis itu merasa senang sekali, walaupun jika semua ini hanya mimpi. Erin akan sangat berterima kasih bisa melihat keadaan di zaman dahulu, ketika masa peperangan yang terjadi di Indonesia tempo dulu.
Ketika tengah asyik berjalan menikmati bangunan tua yang menjadi tempat bersejarah di masanya, Erin tidak sengaja mendengar percakapan di dalam suatu ruangan.
Dengan penasaran Erin masuk ke dalam, dia tidak harus membuka pintu seperti manusia pada umumnya. Masuk ke zaman ini membuat tubuhnya seperti seorang hantu, menembus ke berbagai sudut ruangan dan tidak bisa terlihat oleh siapa pun.
"Tuan, kami mendapatkan kabar jika pasukan sekutu akan datang ke Bandung pada tanggal 12 nanti, mereka ingin membebaskan tentara sekutu dari tahanan Jepang," tutur seorang pria pada pria lainnya yang tengah duduk terdiam mendengar penuturan pria di depannya.
Erin terdiam, dia membulatkan kedua matanya. Lagi dan lagi dia dibuat terkejut oleh keadaan sekitarnya. Berkali-kali Erin mencoba untuk mengelak jika dirinya tengah bermimpi, tetapi kejadian di depan mata membuatnya tidak bisa berpikir dengan jernih.
"Baiklah, biarkan mereka datang ke Bandung. Namun, kita tetap harus berjaga-jaga, tidak tahu menahu apa yang mereka rencanakan saat datang kemari," balasnya membuat pria yang berbicara sebelumnya mengangguk mengerti.
Pria itu menunduk hormat kemudian meninggalkan tuannya di ruangan tadi sendirian. Dengan langkah ragu Erin mendekati pria yang tengah duduk di kursi menatap fokus ke berkas di tangannya.
Wajah ini begitu membuat Erin tidak bisa mengedipkan matanya dengan cepat. "Bagaimana bisa aku bertemu dengan bapak sejarah? Ap apakah ini ...."
Erin menatap sekitarnya, dia mencari-cari sebuah benda yang bisa memberitahukannya waktu. Erin melihat sebuah kalender terpajang di dinding, bergegas dia mendekati kalender tadi.
Dugaan Erin selama ini ternyata benar, Erin kembali ke masa di mana kejadian sejarah Bandung Lautan Api terjadi. Melihat tanggalnya sepertinya pasukan sekutu belum sampai ke Indonesia.
Sekarang tanggal 10 oktober 1945, di mana pasukan sekutu akan datang dua hari setelah hari ini. Erin menatap pria yang masih tenang duduk di kursinya.
"Pak!? Mengapa Bapak bisa tenang seperti ini!? Sejarah besar akan tertulis, perang akan kembali datang. Bagaimana bisa bapak setenang ini? Indonesia masih belum merdeka sepenuhnya, perang akan terjadi kembali!"
Erin mengernyit heran ketika mendapati pria di depannya masih dengan tenang menikmati aktivitasnya sendiri. Seolah tidak mendengar jika Erin sedari tadi berteriak di depannya.
Gadis itu menepuk jidatnya, Erin melupakan dirinya yang tengah menyamar menjadi seorang hantu. Sudah tentu A.H Nasution, selaku bapak gubernur di zaman ini tidak akan mendengarnya.
"Ah, aku harus bagaimana? Apakah aku harus menyaksikan dan membiarkannya saja?" tanya Erin bermonolo sendiri. Dia menatap kepada pria yang masih dengan tenang duduk di samping kanannya.
"Andai saja bapak bisa mendengar saya. Saya akan memberitahu alasan busuk para sekutu datang ke sini, peperangan akan terjadi lagi, Pak. Apa bapak sungguh tidak merasa khawatir?"