Kos Velo Oyenj
Kost Velo Oyenj
“Gimana kostnya, Bim? Bagus, kan?” tanya Bagas padaku sambil menepuk-pundakku beberapa kali.
“Bagus, sih. Tapi beneran ini kos campur, Gas?” Aku balik bertanya sambil melihat sekelilingku.
“Iya, lah. Banyak cewek cantik di sini. Gue jamin lo bakal betah ngekos di sini, Bim!” jawab Bagas dengan senyum kecil di wajahnya yang penuh arti.
Bagas yang merupakan sahabatku sejak lama itu memang sudah beberapa kali mengajakku untuk pindah ke kosannya. Tetapi ajakannya itu selalu kutolak karena kosku sebelumnya sangat lah nyaman dan aku enggan untuk meninggalkannya. Namun pada akhirnya aku memutuskan untuk pindah karena diiming-imingi oleh Bagas kalau penghuni kos tempat tinggalnya banyak wanita cantik.
Aku memang termasuk pria yang pemalu dan kurang pergaulan bersama wanita. Kebanyakan temanku itu hanya pria dan bisa dihitung jari saja teman wanitaku. Sehingga aku menjadi tertarik dengan ajakan Bagas kala dia memberitahuku kalau di kosnya banyak wanita cantiknya.
“Yaudah, lo beres-beres dulu, deh. Gue mau pergi dulu, si Billa udah nunggu,” ucap Bagas tertawa.
“Okay, Bro.”
Bagas berjalan menjauh dan sebelum dia keluar dari pandanganku, temanku itu berbalik arah dan berteriak kepadaku, ”Ohhh ... ya, Bim. Kalau ada apa-apa, kabarin gue saja.”
“Siap, Bos!” teriakku sambil mengangkat jempol tanganku tepat di depan dadaku.
Bagas memang terkenal dengan sifatnya yang playboy. Namun dia termasuk sahabat yang baik dan sangat care terhadap temannya. Sejak aku menjadi mahasiswa rantauan di Kota Gudeg dan mengenal Bagas, dia selalu merangkulku dan mengajakku jalan ke mana-mana karena memang temanku itu berasal dari kota tempatku sedang menimba ilmu.
Aku terkadang iri dengan sahabatku itu karena sangat mudah mendapatkan wanita. Sudah banyak sekali aku mendengar cerita-cerita mesum darinya dan aku hanya bisa menggigit jariku saja.
Aku sampai saat ini belum pernah sama sekali mendapatkan pacar atau melakukan kontak fisik secara intim bersama wanita. Padahal aku sudah 2 tahun berada di Kota Gudeg. Sedangkan Bagas? Ahhh ... aku tidak ingin menjelaskannya. Bisa panjang kalau aku menceritakan tentang petualangan sex sahabatku itu.
*******
Kos Velo Oyenj
Beberapa bulan berlalu semenjak aku pindah tinggal di kos Velo Oyenj. Selama itu pula aku merasa tempat tinggal kosku sekarang biasa saja sama seperti pada kos umumnya. Aku mulai dikenalkan dengan beberapa penghuni kos Velo Oyenj oleh Bagas. Salah satunya adalah Rani, gadis berusia 20 tahun yang sudah lama tinggal di kos tersebut.
Rani merupakan seorang gadis cantik yang kampusnya berbeda denganku. Gadis dengan rambut sepanjang sebahunya itu mempunyai bentuk tubuh sempurna menurutku. Tinggi badannya tidak terlalu tinggi dan tidak lah terlalu pendek. Rani mempunyai bentuk payudara yang besar dan sangat montok. Bongkahan pantatnya juga bulat sempurna seperti bentuk apel.
Aku terkadang seperti tidak dapat mengedipkan mataku setiap kali melihat Rani dalam jangkauan pandanganku.
Pagi itu Rani akan berangkat ke kampusnya seperti biasa. Memang sering kali aku berpapasan dengan gadis cantik itu dan hanya aku sapa salam seperti biasa.
Kebetulan hari itu air di kostku sedang tersendat. Sehingga semua penghuni kos di kos Velo Oyenj harus menggunakan kamar mandi bersama.
Tapi di hari itu ada hal yang aneh. Entah aku yang sudah gila atau aku masih dalam mimpiku. Saat itu Rani keluar dari kamarnya yang berada di seberang kamarku dengan tidak memakai sehelai benang pun di tubuhnya. Dia hanya menenteng perlengkapan mandinya.
DAG! DIG! DUG!
Jantungku berdetak dengan kencangnya saat melihat tubuh indah Rani. Ditambah lagi selama ini aku sudah membayangkan bentuk tubuh gadis cantik itu di otakku saja. Hal itu membuatku benar-benar lupa diri karena terdiam mematung dan menatap tubuh indah Rani.
Entah Rani sadar atau tidak dengan keadaannya sekarang. Saat itu dia melihatku tertegun di depan pintu kamarku, Rani hanya melambaikan tangannya sambil tersenyum manis ke arahku seperti tidak terjadi apa-apa.
Ohhh ... Tuhan, senyuman Rani itu, senyuman Rani itu benar-benar seperti sebuah senyuman bidadari di mataku. Dengan tubuh polos tanpa memakai apa pun di tubuhnya di tambah senyuman di wajahnya itu, Rani benar-benar membuatku seperti melihat seorang bidadari.
“Hai, Kak Bimo,” sapa Rani.
“I-iy-a Rani,” jawabku dengan tampang bodoh.
Rani berjalan ke arah kamar mandi dengan menyelonong begitu saja. Pantatnya yang semok berlenggak-lenggok ke sana ke mari membuatku benar-benar terangsang. Aku sampai memegang daerah kemaluanku untuk menutupi batang kontolku yang sudah menegang sambil menengok ke kanan dan ke kiri kalau-kalau ada yang melihat keadaan memalukanku itu.
Aku yang selama ini sama sekali belum pernah melihat tubuh telanjang seorang wanita, benar-benar tidak tahu harus bersikap seperti apa dengan situasi seperti itu. Mataku tidak bisa lepas dari tubuh telanjang Rani yang sampai akhirnya tubuh gadis cantik itu keluar dari jangkauan pandanganku dan dia terlihat masuk ke dalam kamar mandi.
Entah setan mana yang membisikkanku, aku berjalan pelan mengikuti ke mana Rani pergi. Di situ otak kotorku sudah memerintahkanku untuk mengintip Rani yang akan membersihkan tubuhnya.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, aku yang mengira kalau Rani menutup pintu kamar mandinya ternyata sama sekali tidak dia tutup. Mataku dapat dengan jelas melihat bagaimana Rani sedang membersihkan tubuhnya.
Rani seperti tidak memedulikan keadaannya meskipun ada orang yang melihat tubuh telanjangnya itu. Dia tetap melakukan aktivitas mandi seperti biasanya hingga membuatku terbengong-bengong dengan sikapnya itu.
Pemandangan indah itu berlangsung beberapa saat sampai aku dikagetkan dengan Rani yang tiba-tiba berbalik arah dan melihat diriku sedang mengintipnya mandi.
Bukannya Rani berteriak seperti wanita pada umumnya yang ada seseorang mengintipnya. Tetapi gadis berambut panjang itu malah terlihat biasa saja. Dia menggodaku dengan malah membersihkan badannya tepat di depan mataku.
Wow … payudara Rani itu benar-benar terlihat sangat lah indah. Bentuknya itu yang sangat membuatku kagum karena bulat sempurna.
Aku tidak tahu harus panik, malu, atau lari dari tempat itu. Kaki seperti terpaku dan tidak bisa digerakkan. Pandanganku tak lepas dari bagian payudara dan selangkangan Rani yang masih terdapat sabun-sabun di sana.
Rani tersenyum begitu nakal ke arahku sambil sesekali dia menggoyangkan tubuhnya ke sana ke mari. Gadis cantik itu juga melakukan tindakan-tindakan seperti menggodaku agar masuk ke dalam kamar mandi dan mandi bersamanya.
Aku tercekat dengan nafsu birahiku sendiri karena sangat terangsang melihat badan montok Rani. Batang kontolku sudah berteriak-teriak memintaku untuk mengeluarkannya dari sarangnya. Sampai akhirnya aku tidak tahu dari mana keberanian pada diriku itu. Aku yang selama ini belum pernah sekali pun menyentuh tubuh seorang wanita akhirnya berjalan masuk ke tempat Rani berada.
“Bim, lo kok tegang begitu, sih,” ucap Rani dengan suara manjanya.
“G-g-a-ak, kok. G-ue-e biasa aja,” jawabku dengan terbata-bata.
“Gak usah tegang gitu, dong,” timpal Rani sambil mendempetkan bagian payudaranya di lenganku. “Kalau yang tegang ini gpp, Sayang,” sambungnya dengan berbisik di telingaku dan membelai daerah selangkanganku.
“Awww....” Aku berteriak kaget karena perasaan geli itu menyetrum tubuhku.
“Hehehe ... lo lucu banget, sih.”
Aku tidak tahu harus bersikap bagaimana dengan situasi seperti itu. Aku benar-benar bingung dan seperti pria bodoh.
Aku hanya terdiam dan sama sekali tidak berani menatap Rani yang masih saja menggodaku dengan mendempetkan bagian bongkahan kembar di dadanya itu di semua bagian tubuhku. Wangi harum dari tubuh gadis berusia 20 tahun itu begitu membuatku gila dan sampai-sampai membuat batang kontolku benar-benar ingin memberontak serta mengamuk.
“R-a-an, kok lo gak tutup pintunya, sih?” tanyaku dengan pertanyaan bodohku itu pada Rani.
“Hahaha....” Rani tertawa keras.
Hal itu membuatku langsung panik dan kututup begitu saja mulut gadis cantik itu dengan kedua tanganku karena takut kalau ada orang yang mendengarnya. “Ran, jangan keras-keras. Nanti ada yang denger.”
Rani menatapku dengan pandangan yang tidak bisa aku jelaskan. Matanya itu seperti dalam birahi tinggi namun juga seperti sedang menjahiliku.
“Bim, lo santai aja, gpp juga kalau ada yang denger,” ucap Rani dengan melepaskan tanganku di mulutnya sambil tersenyum penuh godaan tersimpul di wajahnya.
Aku tidak tahu kenapa juga aku langsung melakukan hal seperti itu. Dari mana asal keberanianku sampai menyentuh bagian tubuh seorang wanita.
“Ehhh ... Bim, lo belum pernah mandi bareng cewek, ya?” tanya Rani sambil menopang dagunya di pundakku.
Bersambung….
Bagi kalian yang menyukai cerita karya tulisanku, bisa mendukungku agar tetap semangat dalam menulis dan berkarya dengan cara memberikan love pada ceritaku serta mem-follow akun penanaku. :)
Apabila kalian sudah tidak sabar untuk membaca kelanjutan ceritanya, kalian bisa membacanya langsung di Karyakarsa milik aku.
5893Please respect copyright.PENANAkJdWNUjNT0