“Tn. Marsh, bagaimana anda bisa tahu kalau ada racun di resleting dalam kecil tas selempang putih milik Nona Voyles? Saya yakin sekali bahwa sedari awal saya belum membahas itu,”
Inspektur Sharp yang tajam kedua matanya, ekspresinya cukup mengintimidasi, yang suaranya sangat dalam itu, kini menutup kertas data forensik tadi seolah menutup kesimpulan pembicaraan saat ini.
M. Marsh hanya diam saja. Mulutnya sempat bergerak namun yang paling signifikan adalah ia hanya tergagap tanpa bicara. Meneleng ke arah kami dengan bingungnya.
Aku tak bisa apa – apa. Bila orang itu mengerti informasi tentang letak racun dengan spesifik, maka aku harus mengatakan bahwa dia telah menginjak zona merah dan resmi menjadi tersangka.
Jam terus berdenting yang mengisi keheningan di ruangan interogasi itu. Seolah pembicaraan itu telah klimaks, baik M. Marsh dan Inspektur Sharp sama – sama menunggu keputusan. Walaupun, aku belum merasa klimaks sendiri.
Apakah ia menyerah? Atau barangkali masih punya alibi lain?
Kendatipun demikian, aku masih merasa persoalan kasus ini tidak sesimpel itu. Misalnya pada botol obat batuk ini.
Setelah kulihat – lihat, tempelan kemasan brand obat batuk hitam jenis sirup itu tidak tampak baru. Bahkan tersobek sebagian di bagian tulisan obat batuk kering. Ada beberapa bekas tetesan obat batuk secara tidak sengaja yang mengerak pada tempelan kemasan brand obat batuk hitam jenis sirup tersebut.
Sebaliknya untuk Glucagon itu terlihat apik dan baru pada tempelan kemasannya. Botol kaca kecilnya itu bahkan tidak terlihat menguning.
Kedua benda itu punya sifat bertolak belakang. Yang satunya bekas, sedangkan satunya lagi baru. Kalau itu ditukar, bagaimana bisa ditukar dengan botol yang terlihat bekas? Bukannya itu sangat mudah diketahui? Sedangkan tutupnya saja bahkan terlihat agak lusuh.
Dan lalu… aku tidak tahu soal Glucagon. Tapi aku menyadari bahwa bentuknya mirip sesuatu seperti isian dari insulin.
Racun Hemlock pada dasarnya punya perasa pahit yang aku jarang sekali menemui dalam sebuah kasus. Tidak seperti sianida, strychnine, atau arsenic yang tanpa rasa, bau, dan tanpa warna yang populer karena praktis, atau Ethylene Glycol yang punya rasa manis dan terkenal karena fleksibel membuat Hemlock cukup susah digunakan dalam sebuah kondisi. Ini karena benda yang masuk ke mulut pasti melewati perantara lidah. Bila mengecap pahit yang asing, maka lambung kita otomatis menerima reseptor dan menginstruksikan untuk muntah. Itu bahkan bisa berlaku berlipatganda bagi orang yang tak suka pahit.
Lalu bagaimana bisa pelaku menggunakan racun yang sulit itu dan dalam kondisi saat kami berada di gondola atau saat mengantri?
Terlebih lagi bagaimana itu bisa ditemukan di tubuh Mlle. Howell yang katanya tidak suka pahit?
Dalam hitungan detik, kami mendengar suara langkah kaki mendekat sebelum pintu itu dibuka dengan sigap.
“Sir, saya membawakan berita penting untuk kasus ini!”
Itu adalah constable yang membawa Mlle. Voyles lima menit yang lalu. Yang kini, Mlle. Voyles kembali ke ruang interogasi lagi. Tapi, aku tidak mendapati kesan bahwa itu adalah hal bagus. Tidak mungkin tersangka dibawa kembali tanpa alasan. Yang alasan itu aku sulit menemukan bila itu adalah alasan yang bagus.
“Apa masalahnya, Constable Hodge?”
Constable Hodge memberi keterangan bahwa Mlle. Voyles mengaku bahwa Fomepizole itu dibawanya bawa karena sebagai jaga – jaga bila Ethylene Glycol itu tertelan maka ia punya penawarnya. Mlle. Voyles mengaku dengan ekspresi tertunduk dan pasrah bahwa dirinya bermaksud untuk menukar air soda lemon yang telah diisi Ethylene Glycol. Tentu usahanya perlu skenario seolah mengelabui korbannya yang itu nyaris menelan nyawa Mlle. Voyles sendiri. Karena itu Fomepizole adalah kartu as yang membuat hidupnya lebih lama. Semenjak Mlle. Voyles tahu tentang hal medis, susah rasanya menyangkal itu.
Inilah Strikes Two. Tinggal satu lagi, maka mereka akan keluar.
“Apa motif anda melakukan itu, Nona?” tanya Inspektur Sharp tidak sabar.
“Tuan Inspektur! Sudah saya bilang, bukan Eira yang melakukannya!” M. Marsh mengotot tanpa alasan jelas.
Alih – alih melisankan alasannya, kedua mata Mlle. Voyles yang tertutup pasrah itu mengindikasikan bahwa apapun motif dan barang bukti yang memberatkan dirinya pasti diusahakan untuk disembunyikan. Secara singkatnya, sudah tiada.
“Kami punya tim yang cepat atau lambat pasti menemukan itu,” Inspektur Marsh menghela nafas, tambahnya meneleng pada M. Marsh. “Nah, karena rekan anda sudah mengatakan itu ada baiknya tidak usah menahan lagi, benar?”
M. Marsh tampak tak kuat lagi menahan bakal pikirnya. Itu terlihat seperti air soda yang dikocok lalu menunggu dibuka. Saat dibuka isinya menyembul banyak. Barangkali lisan dalam pikirannya memaksa agar itu diwujudkan lewat bibirnya.
M. Marsh menghela nafas, seolah ia ingin memulai penjelasan. Namun di saat yang bersamaan, Mlle. Voyles menimpalinya.
“Ini hanya rencana sederhana. Ini tak cukup hanya dikatakan kesalahpahaman…”
Mlle. Voyles mengatakan bahwa suatu waktu hubnngan mereka mengarah ke hal yang serius. Puncaknya setelah pertemuan dari Happywood Hills Theme Park.
Gap waktu itu dipergunakan mereka untuk menaikkan hubungan dari akrab, hingga benar – benar menjadi sepasang kekasih. Waktu itu, hanya pada waktu itu, tidak ada sedikit pun masalah. Mlle. Voyles mengatakan bahwa semuanya akan lancar.
Adalah suatu waktu, setelah selesai dari Spectrum Park Hunstanton, mereka mampir ke kafe kecil. Mlle. Voyles menceritakan bahwa M. Marsh dihadapan tiga orang temannya, melamar Mlle. Howell.
Cincin itu bukannya yang terlalu mahal atau mencolok. Meski begitu nilainya bercampur dengan tekad yang disampaikan M. Marsh, jelas Mlle. Voyles.
Yang jelas, cincin itu lebih dari cukup memenuhi kualifikasi tanda untuk seseorang mengikat kehidupannya dengan orang lain. Cincin emas indah sederhana dengan permata kecil di tengahnya. Meski bukan berlian, setidaknya batu zircon natural adalah pilihan alternatif dari berlian dengan harga lebih terjangkau.
“Saya… saya benci…” ucap pelan Mlle. Voyles yang kini kedua tangannya menggengam dan mulai bergetar. Dan dari wajahnya, aku merasa dia memang benar – benar sedang mengutuk. “Saya benci Howell dan segala fakta tentangnya…. Dia senyam – senyum seolah bercanda, meski di antara kami tidak ada yang bercanda saat itu. Dia menolak sahabat saya terbaik, Billy, seolah itu adalah lelucon….”
Mlle. Voyles menambahkan, melalui itu ia penasaran apa yang membuat semua itu tidak lancar? Lagipula dirinya dengan M. Gill juga tidak merasakan adanya masalah. Mlle. Voyles juga mengatakan bahwa Mlle. Howell terlepas dari sikapnya yang periang itu, ia seharusnya menerima tawaran itu dengan usahanya yang nol. Mlle. Voyles terus melontarkan pujian di sisi M. Marsh sementara dengan menaruh nilai rendah pada Mlle. Howell.
Mendengar itu, kami termasuk M. Marsh diam dan melongo. Lebih tepatnya, yang lebih terkena dampaknya adalah M. Marsh. M. Marsh, pria berambut hitam licin ke belakang nan rapi, sesosok yang menenangkan dan juga tenang. Namun kini, kedua dahinya tampak dikernyitkan lalu bibirnya membentuk huruf U terbalik.
Jadi, Mlle. Voyles mengatakan bahwa setelah itu semua, ia melakukan penyelidikan pelan. Karena itu ia sampai mengorbankan hari libur atau bahkan mengambil cuti. Hingga kebernaran itu adalah bahwa sebenarnya akar permasalahannya adalah M. Gill. Pada saat itu, Mlle. Voyles dan M. Gill kebetulan tempat kerja mereka dekat. Tepatnya saat itu berada di Suffolk.
M. Gill yang pegawai lepas, freelancer, mendapat pekerjaan dari kenalan Mlle. Voyles di pekerjaan sebelumnya yang sebagai Medical Representative, untuk menjadi mekanik reparasi alat kesehatan. Kadang, M. Gill juga membantu dukungan untuk proses kalibrasi alat kesehatan atau alat kimia lainnya.
Kebetulan, Mlle. Voyles mengetahui hal itu. Merasakan api cemburu dalam dirinya, karena seringkali Mlle. Voyles mendapati M. Gill dengan beralasan mengantar Mlle. Howell ke rumah sakit. Yang itu tidak terjadi sekali, bahkan berkali – kali.
“Sebenarnya Nick selalu beralasan ke rumah sakit untuk mengantar saudaranya walau saya tak punya waktu. Tapi karena saya merasa aneh, mencoba menghubungkan dengan perkara ini, saya mencari kebenarannya. Dan itu ternyata memang benar!”
Sejak saat itu, Mlle. Voyles mengaku meminta pendapat M. Marsh dan merencanakan hal ini.
Bagaimana caranya agar mereka bisa melancarkan kejahatan ini. Adalah melalui pertemuan selanjutnya, membangun sebuah rencana, membiarkan mereka melanjutkan hubungan mereka.
Kini keadaannya telah berubah, akhir kata dari Mlle. Voyles.
Suasana menjadi hening. Setelah pengakuan itu, aku bisa mengerti gerakan sigap Inpektur Sharp, pria berdagu pantat yang punya tatapan tajam dan wajah mengintimidasi, hendak memberikan instruksi untuk menahan dua orang tersangka ini.
Aku juga maunya begitu, tapi karena ini adalah Strikes Three…. Yang itu berarti, mereka adalah pelaku atas insiden ini.
Namun… itu tidak terjadi setelah M. Marsh menyanggah dengan mengatakan itu.
“Saya mau saja mengaku bila saya yang melakukannya. Saya memang bodoh menuruti rencana egois ini! Tapi, percayalah! Ini seharusnya tidak begini!?”
Kedua bola mata M. Marsh yang condong ke bawah menggeser – geser ke kanan dan kiri berkali – kali. Ia melontarkan kalimat itu bukan ragu – ragu dan karena ia membela dirinya atau Mlle. Voyles. Tapi ia memang sesungguhnya ingin memberi keterangan yang sebenarnya.
Dan bagiku, mudah sekali untuk mengetahui orang itu berkata lurus atau tidak.
“Apa maksudnya, monsieur?”
“Saya tidak jadi melakukan rencana itu….”
ns 15.158.61.6da2