Empat menit berlalu, dan itu terjadi dua kali. Aku tidak mengerti kenapa orang – orang bisa menikmati hal semacam ini. Apa asiknya naik kereta yang lintasannya dibuat semacam ombak, hah?
Isi perutku mulai berdemo satu sama lain. Rasanya seperti kau merasakan lapar, tapi di saat yang bersamaan ingin sekali mengeluarkan isi dari perut. Karena perasaan yang berbenturan itu sebagai akibat buruknya isi kepalaku pening. Semua terjadi begitu saja, di saat yang bersamaan, setelah kami turun dari wahana itu, wooden coaster. Barangkali ini yang disebut dengan mual?
“Tadi itu asik sekali ya, Tn. Cake?” Feline cengar – cengir mendongak ke arahku. Entah dia tersenyum karena puas atau bisa juga karena menertawakanku yang tampak lemah ini.
“A-apa itu yang tampak di wajahku, Blllrrb-“ Tarikan asam dalam perutku mulai memaksa sesuatu keluar dari mulut. Untnngnya mulut ini tertutup.
“Ya, ya, Tn. Cake. Mari kita duduk dulu.” Feline membantuku berjalan. Dari pos keluar wahana roller coaster itu, kami mengarah ke kanan. Kami berjalan kembali menuju titik tengah taman bermain. Aku duduk menyandar di kursi kayu sambil bersandar dan menenangkan diri.
“Tunggu di sini, mari akan saya carikan sesuatu, Tn. Cake,”
Aku memandang langit – langit. Kiranya tadi sangat cerah menyilaukan, namun kini agak berawan.
“Teh, Feline. Tolong yang dingin, terima kasih,”
“Ay, ay, kapten.” Feline pun pergi.
Ia mengarah ke sebuah kios yang atapnya miring berbahan elastis dan polyester seperti atap kios makanan pada umumnya. Atap elastis polyester itu punya warna belang – belang pink, putih, dan kuning. Di bawah atap itu adalah bangunan yang memanjang dan ternyata mengandung bermacam – macam kios. Di peta namanya Toko Permen sih, tapi sebenarnya itu tidak hanya menjual permen. Karena Toko Permen itu hanya tepat di seberangku, aku bisa melihat tulisan Teas, Slush, Candy floss, Donut, Coffee.
Aku memejamkan mata agar isi kepalaku tidak terlalu berputar, sisanya menyerahkan pada Feline. Kupikir aku akan menaklukan semua wahana. Eh ternyata, baru satu wahana, tubuhku sudah sempoyongan. Aku memang menyedihkan. Jujur saja, ini adalah pertama kalinya aku pergi ke taman bermain. Lagipula, ide itu timbul dengan acak berdasarkan referensi orang – orang lokal di Cambridge. Yah, apa boleh buat? Namanya juga impresi pertama?
“Sweetheart… kau tak apa? Apa sebaiknya kita pulang?” Aku mendengar suara pria, setelah merasakan getaran dari kursi kayu yang kududuki. Tampaknya orang insan duduk di sebelahku. Dan dar kata – kata yang kudengar, seharusnya mereka ini saling berpasangan. Well, dari awal kursi itu memang lebar. Tampaknya bila diisi lima orang, maka mereka akan berdempetan. Tapi, sepasang kekasih itu duduk di ujung. Meski begitu, aku mendengar percakapan mereka dengan jelas.
#Uhuk! Uhuk!
“I-itu tak masalah, Hon. Biarkan aku duduk sejenak dan semuanya akan kembali semula,” suara wanita yang sempat serak setelah batuk.
Aku bisa merasakan kalau si pria ini bingung dan khawatir. Karena itu ia menahan kalimatnya. Tapi… apakah mereka ini telah melewati semua rintangan-eh maksudku, semua wahana di tempat ini? Tidak mengherankan sih.
“Mau kubelikan-er…sesuatu? Mum-mumpung dekat toko makanan?”
“Erm… teh non gula, Hon, terima kasih,” sahutnya yang mungkin malas berpikir.
Tekanan pada kursi yang kududuki berkurang tekanannya. Kemudian suara langkah kaki si pria bisa kudengar menjauh darinya. Sepertinya keadaan kami mirip, aku dan wanita asing di sebelahku. Aku masih membiarkan kedua pandanganku gelap daripada harus mengalami pusing dan mual – mual. Namun aku juga penasaran. Well, tentu tidak seperti Feline yang selalu penasaran hingga ke taraf menyebalkan. Aku berbeda. Bila ada dua orang yang mengalami nasib yang sama tidakkah terpikirkan untuk bertanya?
“Pssst….”
“….”
Tampaknya wanita di sebelahku tak mengerti. Tapi aku yakin, aku memberinya kode yang seharusnya jelas di dengar. Ataukah, cara memanggilku itu agak mencurigakan untuk dia dengar?
“Mademoiselle?”
“A-anda bicara dengan saya-er, sir?”
“Tidak ada lagi orang selain kita di tempat duduk ini, benar?”
Dia diam sesaat.
“Well, sir, s-saya… tidak tertarik dengan percakapan ini. Kekasih saya akan kembali beberapa saat, terima kasih,”
Wah, dia ini salah mengartikan. Dikiranya aku ini pria yang mencari cinta dengan cara nelangsa. Tapi aku acungkan jempol pada tindakan waspadanya.
“Non, non. Saya tidak tertarik dengan wanita, mademoiselle,”
“Errrmm… o-oke…?”
Well, yang itu murni kesalahanku. Itu hanya menyebabkan kesalahpahaman yang lebih jauh, kurasa.
“Kesampingkan hal itu, mademoiselle. Saya hanya ingin bertanya, apakah anda baik – baik saja?”
“Erm…”
Dia enggan menjawab. Anggap saja ini kesalahan pembuka. Yah tak apa, aku tinggal tidak mengulanginya lagi.
“Akhir – akhir ini saya sangat lelah dengan pekerjaan, sir. Saya jarang punya kesempatan dengan Nick untuk bersama. Padahal, awalnya saat saya menganggur, kami kapanpun selalu bertemu,” jelasnya dengan agak muram dengan suaranya yang serak saat. Tampaknya ia sudah batuk – batuk dari awal.
Agak mudah ditebak. Mungkin mademoiselle yang satu ini terkena dampak dari penyesuaian waktu dengan kekasihnya. Ini hal yang lumrah sebenarnya. Malah aku lebih tertarik dengan hal lain. Yang membuat ia sakit apakah karena penyesuaian ataukah pekerjaannya yang sangat melelahkan? Sehingga ketika masuk ke taman bermain tubuhnya sama sekali tidak fit. Sejujurnya pergi ke tempat ini dengan kondisi tidak fit bukanlah hal yang bagus.
“Pastinya anda susah sekali menemukan jadwal untuk dihabiskan di saat – saat seperti ini. Apalagi, dengan kondisi tubuh anda yang tidak fit begini, mademoiselle?”
“Yeah, musim panas ini, sir. Saya-erm… bisa dibilang cukup tidak bersahabat dengan musim panas. Terlebih lagi, ini menjadi penyebab salah satu pekerjaan kami bertumpuk. Libur enam minggu musim panas di kalender pendidikan adalah musuh terberat seperti membludaknya pengiriman. Remaja – remaja milenial seolah tidak berhenti merepotkan kami dengan barang belanjaan kebutuhan mereka. Karena mereka berlibur lebih banyak menghabiskan waktu untuk hal – hal lain. Jatah target harian bisa meningkat tiga kali lipat ditambah dengan lemburan… hah…. Bekerja sulit, tidak bekerja pun juga sulit,”
Oh? Dia ini seorang admin di perusahaan pengiriman? Well, itu cukup menegangkan. Mereka harus bekerja ekstra untuk membuat, mengarsipkan dan mengolah data dengan tepat. Yang kudengar dari beberapa pelanggan di tokoku, pekerjaan mereka agak kurang terdistribusi dengan baik. Misalnya, mereka melakukan pekerjaan yang berbeda dalam satuk waktu daripada satu per satu yang terpenting selesau terlebih dahulu. Bila sudah begitu, akibatnya pengaturan waktu yang kurang bagus. Dalam kondisi normal itu mungkin tidak menjadi masalah besar. Tapi bagaimana bila overload? Siapapun akan menemui kondisi tersebut penuh dengan kefrustasian.
Musim panas di inggris punya libur selama 6 minggu di kalender pendidikan pada umumnya. Karena zaman sekarang dibekali kemudahan dalam hal apapun, maka smartphone di genggaman para remaja bisa jadi bom untuk dompet atau simpanan bank mereka. Sekali pencet mereka bisa pesan barang sampai ke rumah. Efek buruknya tidak hanya berdampak bagi keuangan mereka, tapi juga menimbunnya data yang harus diproses oleh perusahaan jasa pengiriman.
Tentu petinggi mereka merasa kegirangan, dengan mengorbankan kebebasan pegawainya. Madamoiselle yang satu ini adalah salah satu contoh yang paling sempurna. Di samping itu, selama musim panas, bisnis tetap beroperasi seperti sedia kala.
“Cukup ngeri memang untuk seorang admin pengiriman yang mengatur jalannya pengiriman dan komplain sana – sini. Yah, saya bisa membayangkan hal itu. Apakah anda sebaiknya tak mengambil cuti khusus untuk-erm… mungkin periksa kesehatan?”
“Ehm… sebelumnya-itu agak kurang tepat. Saya memang bekerja di perusahaan jasa pengiriman, tapi saya tak pernah menikmati kopi panas dan biskuit coklat setiap pagi hari,”
“O-oh ya? Para admin selalu mendapat jatah begitu?”
“Oh, itu sangat jelas!” Apakah aku memencet sebuah bel? Wanita itu sedikit menaikkan nadanya namun sepertinya tidak terlalu marah. “Ya, di kantor saya-mereka memang bekerja keras, sama seperti kami. Well, soal komplain dan lain – lain selalu mereka menyalahkan kami tanpa aturan. Saya tahu mereka punya banyak tekanan, tapi di sisi lain kami juga tidak menganggur. Selalu ada gap antara admin dan kurir. Mereka mengomel soal telat terkirim dan barang pecah, maksudku, bagaimana kami tahu, ‘kan? Lagipula, pengiriman itu tidak hanya kurir saja. Pengangkut pertama melalui truck, kapal dan pesawat harus bisa disalahkan,”
“Oh, anda bukan seorang admin, mademoiselle?” Aku masih memejamkan mataku karena takut penyakit pusing dan mual – mual ini belum pulih.
“Ermm..-hah….” Aku merasakan sedikit goncangan pada kursi yang kami duduki. Ada sedikit suara dentuman tulang, tampaknya wanita itu melakukan peregangan. “Saya-ehm… bagaimana mengatakannya…. Saya tidak terlalu pintar. Saya ini hanya lulusan sekolah lanjutan (SMA). Saya ini tumbuh dari bibi, yang kini meninggal. Karena kerabat tidak ada yang mau merawat saya, mencari penghidupan sendiri bukan hal yang aneh. Untung waktu itu saya mau lulus sekolah lanjutan. Beberapa pekerjaan serabutan dan bergaji kecil telah saya lakoni. Dan kini… ada perusahaan pengiriman yang cukup besar-dan-yeah… karena saya tak suka menolak pekerjaan-jadi… karena lowongan yang tersedia adalah-kurir…, ya begitulah,”
“Anda kurir? Yang memilah, membongkar, menginput, dan mengatur barang yang akan dikirim setiap pagi, mademoiselle?” Aku terkejut, menoleh ke kanan sumber suara wanita itu dengan masih mata tertutup. Maksudku, siapa yang menyangka kalau wanita menjadi kurir?
“Woah! Anda tahu banyak, sir?”
“Yeah, saya punya kenalan yang bekerja di perusahaan pengiriman. Bukannya qualifikasinya hanya untuk pria?” tanyaku masih penasaran. Setidaknya aku tahu betul karena waktu itu, Tn. Henderson, pria berotot dengan wajah menyeramkan itu bercanda soal android.
Singkatnya itu terjadi malam – malam. Tidak terlalu larut, tapi toko Moncake tinggal dua puluh menit lagi mengakhiri waktu bisnisnya untuk hari itu. Dia salah seorang yang menggemari kue chiffon saya. Tn. Henderson selalu datang malam karena pekerjaannya.
Tn. Henderson dengan wajah garangnya selalu mengatakan padaku bahwa dirinya android yang bisa bekerja jam berapapun tanpa istirahat. Katanya, ‘Hanya dengan uang lembur saja aku bisa di cas penuh dan bekerja lembur lagi di hari berikutnya tanpa masalah. Aku hebat, ‘kan? Namanya juga Android, hueh!’ sambil memamerkan ototnya. Well, karena itulah aku tahu sindirian – sindiran pegawai kurir.
“Waktu itu kualifikasinya ada kok. Saya lihat sendiri. Entahlah, mungkin mereka lagi butuh? Tapi-ngomong – ngomong, perlakuannya masih sama. Yah ada beberapa bapak – bapak yang memberi saya kemudahan. Biasanya turun angkutan di jam tertentu ketika saya masih lelah, bapak – bapak itu yang melakukannya. Justru saya disuruh beristirahat. Saya kebanyakan bergantung pada mereka daripada manajer atau HRD. Karena itu, saya selalu menyumbang kopi dan gula sebagai balas budi dan bentuk perhatian kecil. Oh, aku ingat! Gaji pertamaku-untuk dispenser. Yah, mau bagaimana lagi? Beginilah kehidupan, sir. Saya bisa cuti begini juga karena mereka perhatian pada saya. Bila tidak, jelas tidak mungkin….”
Mendengar itu aku sejujurnya merasa sedih. Apalagi, wanita asing itu mengatakan dengan nada agak serak sesaat saat mulai mengatakan sesuatu. Aku juga tidak menyangka ia pekerja otot, tapi dipaketkan dalam bentuk wanita. Lalu bagaimana dengan lengannya? Apakah berotot seperti Tn. Henderson?
Well, ngomong – ngomong, aku juga tidak bisa banyak membantu. Apalagi wanita tangguh sepertinya yang cuti untuk berlibur ke taman bermain yang notabene justru membuat tubuh pegal dan tidak teristirahatkan dengan baik. Hanya demi meluangkan waktu untuk kekasihnya. Hanya demi untuk menyenangkan kekasihnya.
Barangkali, demi mempertahankan hubungan mereka?
Setelah aku mengira – ngira cukup dalam, telingaku mendengar langkah kaki yang mendekat dengan sedikit interval. Suara itu semakin dekat. Sepertinya Feline lari kecil ke arahku.
“Tn. Cake, kau daritadi mengobrol dengan wanita itu?” tanya Feline. Tangan kananku merasakan botol yang diserahkan Feline yang aku segera meraihnya.
Setelah membuka tutup botol itu, aku menyadari bahwa Feline tidak membelikan apa yang kuinginkan. Lebih tepatnya ketika lidahku bersalamam demgam isi botol tersebut.
“Apa ini? Teh apel?” protesku, sambil menggerak – gerakkan lidahku mengecap air yang manis dan asamnya sangat – sangat tidak alami.
“Hei, Tn. Cake, bukannya wanita itu… yang anda ajak bicara… adalah wanita yang sebelumnya?”
Mata bulat ini mengabaikanku lagi. Ia tampaknya sudah lebih cerdik menghindari percakapan yang merugikannya. Feline hanyalah mencari – cari alasan.
Mendengar Feline tampak mencari – cari alasan, aku mulai membukakan mataku. Syukurnya peningku telah binasa. Lalu aku menoleh ke kanan untuk sekedar memberi obrolan perpisahan dan terima kasih mau menemaniku mengobrol tadi.
Ternyata Feline benar, tidak bermaksud menghindari percakapan, dan mencari alasan. Wanita itu… adalah wanita yang sama ketika aku dan Feline mengantri di karcis, atau menunggu roller coaster.
Sekarang, apakah ini disebut dengan kebetulan? Atau memang barangkali-sesuatu akan terjadi dengannya? Tapi atas dasar apa aku berpikiran seperti itu?
ns 15.158.61.8da2