THE CHEMISTRY
Sebuah laboratorium ruang bawah tanah telah digrebek. Pasukan dengan Kevlar tebal dan helm yang dikatakan cukup untuk resistensi peluru. Mulut mereka juga telah dibekali masker untuk siaga terhadap asap racun.
Mereka berbaris dan lari cepat seperti sebuah semut yang hendak menginvasi sarang semut lainnya. Tempat itu seperti lorong dengan cairan – cairan bening yang bocor sedikit dari langit – langit atau keluar entah sumber dari mana menggenangi lantai. Lampu lorong remang – remang.
“Go go go!”
Komplotan tim GIGN, beranggotakan sekitar 12 orang di depan dan 12 orang di belakang. Lorong itu hanya lurus saja, hingga terdapat sebuah pintu baja yang tertutup rapat.
Satu orang mencoba memutar knob pintu yang seperti stir kapal, namun tidak bergeming. Tentu tim mereka tidak mudah kehabisan akal. Akal mereka disokong dengan peralatan yang memadai. Tidak hanya Mp5, Heckler & Koch buatan jerman yang masing – masing mereka memegang itu. Tapi tiap satu orang, membawa peletak berbentuk balok.
Satu orang segera menempelkan itu di luar pintu baja tersebut. Seketika itu tertempel, para GIGN di belakangnya segera mundur.
“Fire in the hole!”
#Booom!
Seketika pintu baja itu mental dan engselnya patah. Seperti sebuah air yang mengalir, para GIGN masuk dengan cepat namun berhati – hati.
Kini ruangan yang mereka masuki lebih luas sepuluh kali lipat sama seperti kondisi pencahayaan terang. Banyak sekali peralatan kimia dengan komputer sebagai penunjang database. Tempat ini kini tidak ada langit – langit yang bocor atau air yang menggenang bebas di lantai, dari lorong remang – remang sebelumnya. Mereka berada di sebuah laboratorium yang sangat futuristik
Bagaimanapun, sebelum menjejak ke sebuah yang luas, GIGN itu tidak punya pilihan lain selain menjejak pada salah satu genangan air sekaki. Awalnya mereka ragu, tapi ketika satu orang melangkah dan tidak terjadi apa – apa, mereka tetap maju.
Bagaimanapun setelah beberapa langkah, ada satu wanita yang memakai jas lab. Tampaknya dia adalah seorang professor. Dia menghadap pada sebuah monitor besar tanpa khawatir sedikitpun oleh moncong MP5 yang dilengkapi red dot sight siap membidik dari kepala hingga jantungnya.
“Freeze! Berhenti Denise Verany!” Sentakan keras dilontarkan barangkali dapat didengar oleh wanita itu dengan penuh penyerahan diri. Setidaknya itu lebih baik daripada satu peluru yang langsung menyongsong.
Wanita itu berambut pirang dikuncir, cantik dan menor. Dia lebih tampak seperti seorang model daripada buronan polisi. Hanya saja, karena ia sama sekali tak terlihat takut, itu berarti bukan sekali ini saja dia mengalami hal ini.
Dia memang tak bersenjata, tapi para GIGN tidak mau melepas bidikan mereka. Lebih tepatnya 24 orang GIGN yang mengeroyok satu wanita itu. Satu – satunya pertahanan terbaik wanita itu adalah kepercayaan dirinya, yang membuat para GIGN tidak langsung melumpuhkannya.
“Captain Bain. Anda tidak akan pernah mendapat kebenaran dari semua konspirasi pemerintahan. Dan dengan matinya saya di sini, anda atau siapapun itu, tetap tidak akan mendapat sampel yang diharapkan. Anda dan personil anda lainnya semua salah besar!” ucapnya terang – terangan dengan tenang.
“Apakah aku harus percaya kata - kata bandar narkoba dan mata – mata rusia sepertimu, hah?”
“Pertama, aku ini bukan bandar narkoba, kapten. Tapi mungkin setidaknya kau mengatakan itu untuk melindungi tuduhan seseorang,”
“Berarti informasi yang kedua itu benar?”
Wanita itu diam saja dan tidak memberikan jawaban langsung. Nyatanya, wanita itu tambah berani mendekat. Dengan secepat kilat, dari sakunya kirinya ia menancapkan sebuah suntik tepat di lehernya.
“Sampai jumpa di neraka, sayang,”
Seketika dalam beberapa detik, wanita itu lumpuh sendiri. Ambruk dan tak tersadarkan diri.
“Kalian semua, cari semua informasi yang ada!”
Para GIGN itu langsung bergerak mendekati sang wanita, si professor yang bernama Denise Verany. Sebenarnya ada tangga ke atas menyamping terdapat sebuah pintu lain, tapi prioritas ada di depan mata.
Hanya saja, tiba – tiba 23 orang itu terjatuh dan menjerit kesakitan. Mereka satu per satu bergelimpangan seperti orang terbakar. Hanya saja, api itu bahkan tak terlihat.
“Kalian kenapa!?” tanya Kapten Bain dengan bingung. Ia bahkan melaporkan pada transmisi radio dengan lantang dan kebingungan. “Tim pengintai jangan masuk! Di sini bahaya! Panggil helikopter untuk kabur!”
Seketika 23 GIGN itu terjatuh dan tak tersadarkan diri. Kini ada 24 orang yang ambruk, hanya saja yang 23 dalam kondisi kosong dan baju kevlarnya terbakar entah karena apa.
Kapten Bain meraih tangga samping yang tidak terlalu tinggi. Ia berjalan ke tengah lalu melompat ke bawah. Tepat di bawahnya sang professor, Denise Verany tergeletak.
Kapten Bain segera menggendong jasadnya. Ternyata di belakang monitor besar itu terdapat pintu tersembunyi. Kapten Bain berjalan ke arah itu, sambil membawa jasad sang professor.
“Bagaimana dengan Sophia, sayang? Dia aman, kan?”
Jasad itu ternyata hidup dan balik menjawab.
“Anak kita aman di belakang. Satu lagi Sharia.” Wanita itu menggosok perutnya. “Dia aman, kupastikan lahir sehat.”
“Bagus! Aku telah memanggil helikopter sebagai pengalihan,” tambah Kapten Bain. “Bagaimana kamu melakukan itu?”
“Metanol…. Kau pasti tahu kenapa di bagian lorong banyak air, kan? Tapi kau tidak mendekatiku langsung. Karena ada api yang mengitariku tadi,”
“Ah, wanita cerdas!”112Please respect copyright.PENANAaO3tApN6vs