#6
Berdua dengan Ipar
4139Please respect copyright.PENANA4PSDv5aRng
Hari Minggu, aku libur bekerja. Mumpung libur, aku yang berniat memasak untuk sarapan pagi ini. Namun bahan-bahan makanan banyak yang kurang. Tia bilang, tukang sayur yang lewat depan rumah, tidak jualan. Stok bahan di kulkas juga habis.
Aku pun berniat untuk keluar membeli kebutuhan yang habis. Aku pamit ke istriku. Namun dia menyuruh kakaknya untuk ikut. Soalnya, jika aku yang berangkat sendiri, ada aja, kebutuhan yang tidak terbeli.
Ana makin hari, makin kuat tubuhnya. Ia sudah mulai bisa berdiri dan berjalan, namun harus dituntun, tapi tak bisa lama. Kemudian harus kembali ke kursi rodanya atau ke atas kasur lagi.
“Mas Aldi, mbak biar ikut. Mbak yang tahu, apa saja yang perlu dibeli. Sekalian langsung untuk keperluan seminggu ini. Biar gak ada yang lupa lagi. Aku gak apa-apa ditinggal,” ucap istriku.
“Biar aku sendiri aja, catat apa yang perlu dibeli,” kataku.
“Udah, biar mbak ikut. Kenapa sih nolak,” ucap Ana.
“Serius, gak apa-apa kamu sendirian? tanyaku memastikan.
Akhirnya kami naik mobil, pergi berbelanja kebutuhan dapur dan lainnya. Di mobil kami juga tentu kami mengobrol. Dari soal istriku dan lain-lainnya.
Sejak saat itu, aku dan Tia sering keluar berdua. Tentu dengan alasan yang jelas pada istriku. Utamanya untuk pergi belanja. Semakin hari, bukan hanya Tia yang perhatian ke aku. Aku juga membalas perhatiannya. Awalnya sebagai balasan atas kebaikannya yang bersedia membantu merawat istriku.
Aku kerap memberinya uang, atas persetujuan istriku juga. Karena mungkin Tia juga butuh membeli kebutuhannya. Selama tinggal di kami, dia tidak bekerja lagi. Ketika aku membelikan sesuatu untuk istriku, Tia juga kubelikan juga. Istriku juga setuju soal itu.
Tia mengaku senang saat keluar berdua denganku, ia mengaku jenuh jika di rumah terus. Bahkan ia mengajak untuk bersantai di kafe sebentar, sepulang dari belanja kebutuhan. Aku pun menuruti kemauannya.
“Jadi kayak pacaran kita mbak kalau berdua gini di sini,” kataku, bercanda.
“Bukannya kayak suami-istri ya. Haha,” balasnya tertawa.
“Lebih tua dong istriku sekarang. Haha,” aku tertawa lagi.
“Ha? emangnya aku udah keliatan tua? Lihat, ngaca dulu, kita terlihat seumuran,” ia menolak dikatakan lebih tua dariku, sambil menunjuk ke kaca yang ada di tembok.
Emang bener sih, kita masih terlihat seumuran, karena usiaku baru 31 tahun. Selisih 2 tahun saja dari Mbak Tia.
Saking seringnya bersama dia, lama-lama aku mulai nyaman dengan Tia. Obrolan kami selalu nyambung. Kurasa dia juga sama.
Kami tak bisa berlama-lama, harus segera bergegas pergi. Ana menunggu di rumah.
Di dalam mobil, dalam perjalanan mobil, kami melanjutkan obrolan.
“Iya benar mbak, lama-lama mbak seperti istriku. Apa-apa di rumah mbak yang nyiapin. Sekarang ke mana-mana, berdua sama mbak,” kataku.
“Tadi gak mau dibilang gitu, katanya aku tua. Halahhhh,” ucapnya.
“Iya, aku ini istrimu yang gak berani kamu sentuh,” kata Tia, memulai obrolan yang nakal.
“Gak berani lah mbak, kamu ini kakak istriku,” jawabku datar.
“Aku aja berani nyentuh kamu,” tantangnya.
“Masa?” kataku, sambil fokus mengemudikan mobil.
Benar saja, tangan Tia tiba-tiba di atas tangan kiriku yang berada di setir. Lalu menggenggam tanganku dan menariknya ke bawah. Aku kini hanya menyetir dengan tangan kananku.
“Berani kan, kamu berani gak?” tantangnya lagi.
Detak jantungku berdetak lebih kencang saat ia memegang tanganku. Aku sedikit tak fokus menyetir mobil. Akhirnya kupelankan laju mobil ini. Awalnya aku takut dan ragu, mungkinkah dia coba mengetes kesetiaanku pada istriku?
Tapi sudahlah, nafsuku langsung muncul saat Tia memegang tanganku. Aku tak peduli dia mengetesku atau tidak. Kubalas meremas tangannya. Kami pun berpegangan tangan cukup lama. Tangannya sangat terasa halus. Namun tak ada-kata lagi setelah itu.
Aku fokus mengemudikan mobil. Kemudian Tia, akhirnya melepas tanganku.
“Fokus ke jalan dulu,” ucapnya sambil tersenyum ke arahku.
“Aku berani juga kan nyentuh, jangan suka meledekku mbak,” ucapku sambil tertawa kecil.
“Pegang tanganku gitu aja, udah biasa. Gak mungkin berani lebih lagi,” tanyaku.
“Maksudnya mbak?” tanyaku, memperjelas.
“Udah fokus aja ke jalan. Haha,” katanya.
“Ah, mbak ini, giliran diajak ngobrol serius, jawabnya gitu,” ucapku.
Makin hari, kurasakan kami saling nyaman dan ada rasa. Aku berani bilang gitu, karena Tia lama-lama makin perhatian ke aku dan berani mengajak ngobrol hal-hal yang lebih mesum saat tidak ada Ana
Awalnya itu kupikir candaan dia, namun lama-lama kupikir, apakah benar dia mau, karena memang dia sudah cukup lama menjanda. Sudah lama juga mungkin tidak disentuh pria. Apakah ini adalah benar-benar kode dari dia agar aku melakukan yang lebih padanya? ***
4139Please respect copyright.PENANA06e2gbOqXW
#7
Ciuman Pertama
4139Please respect copyright.PENANAWggJVyw9Nv
Malam ini aku dan Tia menyiapkan makan malam. Kami berdua di dapur, Ana berada di kamarnya. Kami sedang memasak makanan kesukaan Ana. Sederhana kesukaannya: telur mata sapi, udang goreng, dan sayur sop.
Seperti biasa, ketika aku dan Tia lagi berdua, selalu seru. Pasti banyak obrolan-obrolan aneh yang muncul. Namun kami tak berani kencang-kencang ketika ngobrol, takut Ana dengar.
Tia sedang menggoreng udang, aku di belakangnya, membantu menyiapkan potongan-potongan sayur untuk dimasak. Dari belakang, aku bergairah melihat Tia malam ini. Ia pakai celana pendek, CD-nyeplak. Sementara atasnya pakai tanktop. Uh, rasanya pingin memeluknya dari belakang.
“Mbak ini sudah siap sayurnya,” kataku sambil berjalan ke arahnya untuk menyerahkan potongan sayur itu.
“Mana?” katanya sambil dia membalikkan badan. Ah, dia tak tak tahu kalau aku sudah di belakangnya pas. Sehingga ketika berbalik, kami langsung berhadap-hadapan begitu dekat. Wajahku dan wajahnya kini sangat dekat. Hanya sejengkal saja. Sementara dadanya sudah hampir menempel di dadaku. Kami tak sengaja berada di posisi ini.
Kami pun saling menatap mata. Tatapan kami tiba-tiba sama-sama dalam. Jantungku deg-degan di posisi ini. Cantiknya kakak iparku jika dilihat sedekat ini. Bibirnya tipis dilapisi lipstik warna merah yang tipis. Begitu menggoda, rasanya bibirku ingin menempel ke bibirnya.
Tia kemudian pelan-pelan memajukan wajahnya. Apa ini? apakah dia mengajakku berciuman? Aku seperti termagnet, wajahku seakan terdorong ke arahnya. Apakah setan telah bersama kami?
Dan… akhirnya bibir kami menempel. Oh, akhirnya ini terjadi? Bibir kami masih-sama diam, aku masih takut menggerakkannya. Namun Tia akhirnya memulainya, bibirnya bergerak. Lagi-lagi bibirku seakan secara otomatis mengikutinya.
Kami berciuman… Bibir kami saling beradu. Rasanya nikmat sekali. Bibirnya hangat. Tubuhku seakan melayang menikmati ciuman yang tak terduga ini.
Kulihat Tia memejamkan matanya. Ia sepertinya menikmati ciuman ini.
Dalam ciuman ini, tangannya masih memegang spatula, lalu menaruh ke meja. Kini tangannya memeluk tubuhku. Oh, lebih gila lagi ini. Dia begitu inisiatif sekali. Tubuhku langsung menempel dengan tubuhnya. Payudaranya tergencet di dadaku. Suara detak jantung kami terdengar.
Mendapat pelukan darinya, tanganku juga tak bisa diam. Kutaruh sayur yang kubawa. Tanganku kemudian bergerak, memeluknya. Tangan kiriku berada di punggungnya, sementara tangan kananku, entah kenapa memilih di atas bokongnya.
Kami berada di posisi ini sekitar 5 menit. Ciuman terus berlangsung, lalu tangan kananku seakan otomatis bergerak, meremas pantantnya. Oh, ini luar biasa. Kenyal dan padat sekali pantat kakak iparku.
Dalam momen yang bikin nafsuku menggebu ini, penisku tanpa dikomando, pelan-pelan mulai berdiri. Penisku tepat menempel di perut Tia. Kuyakin dia merasakan penisku yang sudah tegang ini.
Kami terus berciuman dan tanganku terus memegang pantat Tia. Kami seakan lupa atau sengaja tak peduli status kami sebagai ipar. Aku tak bisa membayangkan bagaimana jika istriku tahu kami seperti ini......... Baca versi lengkapnya di:
https://novelkita.online/ipar-adalah-nkmat-full-season/4139Please respect copyright.PENANAEEbSKwiUqc
https://karyakarsa.com/Bacaya/ipar-adalah-nikmat4139Please respect copyright.PENANARHw5jnnZvv