Chapter 1 - Lukman Saifullah5719Please respect copyright.PENANAUws9gMhf1q
Sudah 2 tahun ini saya menduda. Saya bercerai setelah menikah hampir 5 tahun. Kata istri saya, dia sudah tidak menemukan kecocokan lagi dengan saya.. untungnya, kami belum sempat memiliki anak. Dan saya masih memutuskan untuk sendiri saja dulu. Padahal, mantan Istri saya itu sekarang malah sudah tinggal serumah dengan pacar barunya.
Nah.. karena sekarang saya hidup sendirian, maka bukan hal yang aneh bila saya belanja kebutuhan harian sendiri. Seperti Jumat sore ini.. saya sedang belanja di sebuah supermarket, ketika pandangan saya tertumbuk pada sesosok perempuan yang sepertinya saya kenal. Dia sedang menggandeng anak perempuan kecil. Setelah saya ingat siapa dia, saya mendekati dan menegurnya.
“Hanifah.. apa kabar?” sapa saya. Perempuan ini pun memalingkan wajahnya ke arah saya. Dan seketika itu juga dia tersenyum lebar.
“Hai Bang Lukmaaan….” balasnya menyapa saya. “..apa kabar? Sendiri aja? Eh iya… emang udah sendiri ya? Hehehe… Maaf ya Bang…”
“Hehehe.. nggak apa-apa? Kamu berdua aja sama Shafa?”
“Iya Bang..”
“Ya ampuunn.. udah besar banget kamu nak..”
5719Please respect copyright.PENANAd2NOhIUp8Z
O iya… sebelum lanjut, saya cerita sedikit tentang Hanifah ini. Dia adalah istri teman akrab saya di kantor yang bernama Gunawan. Dulu, saya dan Mas Gun sering berangkat dan pulang kantor bareng, karena memang rumah kami searah. Selama 2 bulan setelah saya bercerai, Mas Gun dan Hanifah lah yang sering menghibur saya. Saya selalu diajak jalan oleh mereka untuk.. yaa… paling tidak, untuk sedikit melupakan kesedihan dan kesusahan saya.
Namun apa mau dikata, setahun lalu, Mas Gun terserang stroke. Dan entah gimana ceritanya, mereka seperti hilang ditelan bumi. Maksudnya, karena biaya pengobatan yang mahal, ditambah Mas Gun yang terpaksa harus resign demi proses kesembuhannya, mereka menjual mobil dan rumah mereka untuk tambahan biaya pengobatan. Dan kabar terakhir yang saya dengar, mereka mengontrak sebuah rumah di pinggiran kota, dan sejak setahun lalu itulah saya terakhir bertemu dengan keluarga yang baik ini. Intinya, selama ini mereka seolah gak mau berhubungan dengan teman-teman lamanya.. entah kenapa.
Setelah membayar belanjaan saya, juga belanjaan Hanifah, saya mengajak istri dan anak teman saya ini untuk makan dan ngobrol-ngobrol.. yaaah.. sekedar catching up the stories selama mereka ‘ngilang’. Hampir 2 jam si Hanifah bercerita panjang lebar tentang keadaan keluarganya. Ternyata, Mas Gun sekarang sudah lumpuh dan hanya bisa terbaring di tempat tidur. Rupanya hal inilah yang membuat mereka sungkan untuk bertemu dengan orang. Namun mereka sekarang sudah punya rumah sendiri, ada sedikit warisan dari orang tuanya Mas Gun untuk mereka dapat membeli rumah baru. Ibunya Hanifah kadang menginap disitu.
“Tapi ya gitu deh Bang..” kata Hanifah memberi penjelasan. “..rumahnya kecil banget, dan komplek perumahannya juga sepi.. mungkin karena agak jauh dari jalan besar kali yaa.. jadi orang males ke daerah rumahku. Tapi Alhamdulilah lah, udah gak ngontrak lagi…”
“Iya Fah.. bersyukur aja dengan keadaan dan kondisi kalian sekarang.” Ujar saya. “Ngomong-ngomong, sejak kapan kamu pake jilbab? Udah gak ngerokok kaya dulu lagi dong ya… hehehehe…”
“Hahahha… Bang Lukman bisa aja. Ngerokok sih masih Bang. Tapi ya cuma berani di rumah doang sekarang. Soal pake jilbab, baru 4 bulanan ini lah pake..”
“Kenapa? Hijrah?”
“Hahahaha….” tawa Hanifah renyah sekali. “..nggaakkk laahh… emang pengen pake aja. Gak hijrah juga kok. Yaaa.. berusaha menyeimbangkan kondisi aja Bang.. Tapi masih kelihatan cantik kan? Hehehehe….” Aku tersenyum mendengar candaan Hanifah, walau dalam hati saya jujur mengakui kalau Istri teman saya ini memang masih kelihatan cantik.
Kami lanjut ngobrol-ngobrol sampai sekitar jam 4an. Lalu Ifah minta ijin untuk pulang. Setelah ada diskusi kecil, akhirnya disepakati kalau saya akan mengantarkan Hanifah dan Shafa. Sekalian Saya ingin menjenguk Mas Gun dan melihat kondisinya.
5719Please respect copyright.PENANArNbx8F3Wa8
Memang, butuh extra effort kalau mau ke rumahnya Mas Gun. Agak lumayan jauh.. tapi sekali lagi, ini adalah bentuk apresiasi saya terhadap keluarga yang telah membantu saya di saat susah dulu.
Pertemuan saya dengan Mas Gun cukup mengharukan. Saya berusaha menahan air mata saya. Sementara Mas Gun yang sekarang hanya bisa terbaring pasrah, sudah tak mampu lagi mengangkat tubuhnya yang kurus. Dia hanya bisa menangis tersedu sedan dengan suara yang tak jelas, seperti orang bergumam.
Terus terang saya gak tega. Akhirnya setelah 2 jam saya berada dirumah Mas Gun, saya memutuskan untuk pulang. Saya pamitan sama Mas Gun, Bu Juleha (Ibunya Hanifah) dan Shafa di teras depan. Dan tak lama setelah itu sayapun pulang.
5719Please respect copyright.PENANAH6UurJ4vUg
Sesampainya di rumah, saya segera mandi dan memasak makan malam. Setelah makan, saya duduk santai di halaman belakang rumah saya, di gazebo samping kolam renang kecil saya. Sambil merokok, saya sedikit flashback ke belakang, ke masa dimana Mas Gunawan masih sehat. Dia adalah mentor terbaik saya di kantor. Saya bisa ada di posisi saya sekarang, tak lepas dari keseriusan mas Gunawan membimbing karir saya.
Mulai dari Junior accountant, sampai pada posisi Asisten GM, dimana Mas Gunawan adalah General Managernya. Posisi itu dia pegang cuma 2 tahun, itulah awalnya dia terserang stroke. Akhirnya, kantor mempercayakan saya menggantikan posisinya. Dan sejak itulah Mas Gunawan bagai hilang ditelan bumi.. tak ada kabar beritanya.
Aahhh… cepat sekali waktu berjalan, pikir saya.. setelah berfikir sebentar, saya memutuskan untuk membantu keluarga Mas Gunawan. Syukur-syukur bisa membantu pengobatannya juga.
Lalu saya menelfon Hanifah. Tanpa bermaksud apa-apa. Saya straight to the point mengajaknya ketemuan besok pagi. Tanpa mau berlama-lama berfikir, Hanifah menyetujui ajakan saya. Besok kami akan ketemuan di Citos sekitar pukul 11 pagi.. sekalian makan siang aja kayaknya.
5719Please respect copyright.PENANApJN1qD6F2N
Sabtu siang..
Hanifah datang sendiri, Shafa nggak ikut. Kami ketemuan di depan Matahari Dept. Store, Pertemuan kami cukup fun menurut saya, mengingat kemarin Hanifah seperti orang yang kehilangan harapan hidup. Setelah makan siang, kami jalan-jalan muter-muter Citos. Saya sempat membelikan banyak mainan untuk Shafa. Bahkan, walaupun ditolak-tolak, saya sempat berbelanja keperluan rumah untuk Hanifah. Mulai dari Sembako, sampai keperluan cuci dan lain-lain lah pokoknya. Hanifah kelihatan sangat terharu sekali.
Saya bener-bener nggak sempet menceritakan maksud dan tujuan saya mengajaknya ketemuan, karena saya seperti melihat ada sesuatu yang ingin dia sampaikan, namun tak kunjung keluar apa ceritanya. Akhirnya sekitar jam 4 sore, kami sepakat untuk pulang.. dan saya kembali mengantarkan Hanifah sampai dirumahnya.
5719Please respect copyright.PENANAG5OFXmImKp
Kami sampai dirumahnya sekitar jam ½ 6 sore. Bu Juleha amat sangat berterima kasih dengan semua belanjaan yang kami bawa. Dan setelah shalat Isya, saya pun berpamitan pulang. Hanifah berinisiatif mengantarkan saya sampai ke tempat saya memarkirkan mobil. Di sebidang tanah yang ditumbuhi rumput dan pepohonan yang agak tinggi, di samping rumah kosong di sebelah rumah Hanifah.
Saya sedikit menangkap kesan, kalau Hanifah ingin bercerita sesuatu. Akhirnya setelah menyalakan mobil dan AC, saya mengajak Hanifah masuk ke dalam mobil. Dan benar saja.. setelah dia duduk di dalam mobil, dia langsung memeluk saya sambil menangis.
“Fah.. kenapa? Kamu kenapa?” tanya saya. Hanifah masih sesenggukan ketika dia mulai kembali bisa menguasai dirinya dan berbicara, sambil melepas jilbabnya.
“Bang, aku mau tanya, boleh? Dan aku harap, Bang Lukman jawabnya jujur.”
Saya hanya bisa mengangguk-angguk. “Tanya apa Fah?”
Hanifah menarik nafas panjang. “Jujur Bang.. aku sudah nggak kuat dengan keadaan ini. Aku udah nggak sanggup..”
“Maksud kamu?”
Hanifah menarik nafas panjang. “Beberapa waktu ini, aku berfikir untuk ninggalin Mas Gunawan.. yaa, intinya aku pengen cerai sama dia.. aku mau tanya, kalau memproses gugatan gimana caranya Bang?”
Terus terang saya kaget.. sekaget-kagetnya. Maksud saya.. dengan keadaan seperti ini, Hanifah malah pingin menceraikan suaminya. “M.. Maksud kamu gimana?”
Hanifah tersenyum kecut. “Bang.. aku sudah gak kuat dengan keadaan rumah tanggaku. Aku sudah capek ngurusin Mas Gunawan. Aku bosan dengan keadaanku yang seperti ini. Aku mau lepas dari dia.. mau bebas! Jujur ya Bang, aku dulu sampe keluar kantor hanya demi ngurusin Mas Gun.. dan sudah hampir 8 bulanan ini, kami gak ada pemasukan yang pasti. Dan ini sudah berjalan selama hampir 2 tahun…”
Iyaa.. saya memahami kondisi Hanifah. Cuma yang gak saya habis pikir adalah, sebegitu teganya Hanifah mau menceraikan Gunawan yang sedang sakit.. stroke pula. Banyak yang ingin saya tanyakan pada Hanifah, tapi refleks yang saya lakukan adalah membuka kaca mobil dan menawari Hanifah sebatang rokok. Kebetulan, dulu selera rokok kami sama.. Marlboro merah. Hanifah tersenyum seraya mengambil sebatang rokok, dan saya membantu menyulutkan rokok tersebut.
“Makasih Bang..” Ucap Hanifah sambil menghembuskan asap rokok. “Aku pengen banget teriak dan ngeluarin unek-unek di hatiku ini Bang. Aku gak tau mau cerita sama siapa lagi.. Bahkan aku sudah nggak pernah kontak dengan teman-teman lamaku. Yaaa… secara tidak langsung, aku seperti meng-isolir dirilah, Bang...” Hanifah menunduk lesu ketika berbicara hal itu, namun tiba-tiba, dengan senyum yang agak dipaksakan, dia bicara lagi.. “..tapi diluar dugaan, kita malah ketemu.. maaf ya Bang aku harus cerita hal kayak gini..” kata Hanifah sambil terlihat sekali, betapa dia menikmati tiap hisapan dan hembusan rokoknya.
Tiba-tiba terbersit pikiran liar di kepala saya. Melihat betapa rapuhnya perempuan disamping saya ini, namun pada saat yang bersamaan, jiwanya memberontak tanpa terkendali. Dan tertera di wajahnya yang manis, bahwa bila saja saya tahu kata yang tepat, saya pasti bisa memanfaatkan situasinya.. Ah gila… hati saya seolah tersadar akan lamunan singkat namun berbahaya itu.
“Bang Lukman..” tegur Hanifah yang menghentikan lamunan saya.
“Eh.. ya Fah.. kenapa?”
“Bang Lukman yang kenapa? Kenapa bengong..?”
Ingin saya menjawab apa yang ada di hati dan pikiran saya. Namun tiba-tiba hujan turun dengan derasnya, sehingga dengan terburu-buru, kami berdua membuang puntung rokok keluar dan segera menutup jendela mobil. Ada beberapa menit kami hanya terdiam dengan canggung, AC mobil semakin terasa dingin.
5719Please respect copyright.PENANALt4bIDPUQF
Alih-alih ingin berbicara sesuatu, saya malah dengan nekat dan tiba-tiba, menggenggam tangan Hanifah dan mengecup pipinya, sedikit mengenai ujung bibirnya. Tentu saja dia kaget. Saya menunggu tamparan tangannya yang mendarat keras di pipi saya, atau bahkan bentakan protes dari ketidak sukaannya atas tindakan saya tadi. Namun 2 hal itu tak kunjung tiba.
Hanifah hanya diam dan melihat dalam ke arah mata saya.. dan baru saja saya akan mengucapkan kata maaf, Hanifah dengan lembutnya, menyorongkan kepalanya dan menempelkan bibirnya ke bibir saya.
Bibir Hanifah terasa lembut dan basah. Saya kulum sedikit ujung bibir yang berdaging kenyal itu. Hembusan hangat nafas Hanifah memancing saya untuk mengulum lebih mesra lagi bibirnya. Namun entah apa yang ada di pikiran Hanifah, dia malah membelitkan lidahnya ke lidah saya, dan menarikannya dengan liar didalam mulut saya. Hampir sepuluh menit kami menikmati bibir kami masing-masing sebelum akhirnya Hanifah melepaskan belitan lidahnya dan menatap saya dalam.
“Bang Lukman…” panggilnya.
“Hanifah..” sahut saya tak kalah singkat.
“Bang..” jawabnya, dengan suara bergetar, namun terdengar lembut dan berkesan manja. Sementara hujan di luar sana malah makin deras dan semakin kencang. Saya matikan foglamp mobil.
Suasana di sekitar mobil kami memang sepi dan gelap sekali. Di sekitaran rumah Hanifah, hanya baru ada 4 rumah yang terisi. Itupun berjarak lumayan agak jauh-jauh. Posisi parkir mobil saya malah jadi tidak terlihat dari mana-mana.
“Fah..” ini adalah pertanyaan pamungkas dari saya. “Sudah berapa lama kamu nggak..” omongan saya berhenti dan menggantung di udara. Karena tiba-tiba, Hanifah malah bergerak liar. Dan sambil sedikit mengangkangkan kedua kakinya, dia berusaha duduk di pangkuan saya. Dia langsung memeluk dan kembali memagutkan bibirnya ke bibir saya. Bukannya menolak pergerakan istri teman saya itu, saya malah sengaja menurunkan sandaran mobil hingga mendapatkan posisi yang pas, enak dan nyaman buat kami berdua.
Saya semakin nekat. Sambil terus menikmati bibirnya, kedua tangan saya dengan bebasnya meremas kedua bongkahan pantat dan payudara montok milik istri teman saya ini. Hanifah benar-benar memasrahkan tubuhnya untuk saya jamah dengan sebebas-bebasnya. Dan sayapun berlaku demikian, saya hanya diam saja, ketika tangan Hanifah berusaha dengan keras melepas gesper, kancing dan relsleting celana saya.
Setelah saya berhasil menurunkan celana saya sampai sebatas dengkul, Hanifah menggenggam dengan gemas zakar saya yang masih tersembunyi dibalik celana dalam. Wajah kami hanya berjarak beberapa mili saja, cuma dahi kami yang bersentuhan. Kami saling menatap dengan penuh nafsu. Lalu Hanifah mengecup bibir saya, seraya berkata, “Bang, aku tahu kamu tadi mau nanya apa.. Apapun yang Abang pengen lakukan ke aku, lakukan aja Bang.. Aku pasrah..” katanya, sambil melepaskan celana dalam saya.
Rupanya, Hanifah tidak memakai apa-apa lagi dibalik baju tudungnya.. maksud saya, dia nggak pakai legging atau apalah.. dia hanya pakai celana dalam saja. Dan ketika saya menurunkan celana dalamnya, belahan terhormat milik Hanifah ini ternyata sudah basah.
Saya meraba dan mengelusnya dengan pelan dan lembut.. tak terasa ada sehelai bulu dan rambut sama sekali.. Dan cairan pelumasnya beraroma segar dan wangi.. pun toh ketika saya menjilat jari-jari saya yang berlumuran cairan kelaminnya, Hanifah malah meliukkan tubuhnya dengan erotis, sambil juga menjilati jemari saya yang masih tersisa cairannya sendiri..
Lenguhan dan erangan lembut Hanifah terdengar sangat manja, saat batang zakar saya mencoba memasuki liang sempit nan basah miliknya itu. Namun suaranya tak terdengar dan kalah oleh suara hujan yang turun semakin deras.
Bahkan erangan kenikmatannya terdengar seperti alunan musik nan erotis, ketika akhirnya batang zakar saya masuk ke dalam belahan selangkangannya. Dan Hanifah mulai menarik turunkan pinggulnya dengan mantap.
Goyangan dan putaran pantat istri teman saya ini semakin lama, semakin menggila.. sementara saya mencoba mengimbanginya dengan tusukan-tusukan lembut, pendek namun simultan. Sumpah demi Awloh.. liangnya terasa sempit sekali. Sangat berbeda dengan liang milik istri saya dulu. 10 menit kemudian, Hanifah memeluk saya dengan erat sekali, bokongnya ditekan, hingga zakar saya masuk lebih dalam dan bibirnya mengunci bibir saya dengan amat erat, dia hanya melepaskannya sesaat hanya untuk berbisik di telinga saya. ‘Bang.. Ifah dapeth.. shh.. enak B.. bbang.. Subhanaallaaah.. Bang Lukmaaaan… sshhh.. aaaahh’
Mengetahui hal ini, saya malah menggenjot dengan ganas liang kenikmatan Hanifah. Saya mau mengejar kenikmatan saya juga. Dan benar saja.. tak lama kemudian, dari dalam zakar saya, terasa ada sesuatu yang ingin keluar dengan derasnya. Ingin saya bertanya pada Hanifah, dimana saya harus mengeluarkannya, namun belum sempat saya bertanya, Hanifah tiba-tiba berbisik di telinga saya, ‘Nanti keluarnya di dalem aja bang.. shh.. aku aman kok… sshh.. aachh.. daripada mo.. mobilmu.. berantakan… aacchhhh…”
Itu adalah perintah.. kata-kata Hanifah adalah permintaannya, bukan keinginan saya. Dan dengan kesadaran demikian, Saya yang sudah gak tahan, segera meremas bongkahan pantat Hanifah dan mendesakkannya ke selangkangan saya, hingga batang zakar saya masuk jauh lebih dalam lagi. Lalu saya melepaskan cairan orgasme saya ke dalam liang kenikmatan Hanifah. Lengket, panas dan banyak. Sampai harus 4 kali mengejan hingga zakar saya berhenti memuntahkan sperma ke dalam rahim Hanifah. Setelah selesai, kami terdiam sambil berpelukan. Alat kelamin saya masih ada didalam kelaminnya.. Mulut kami berciuman dengan liar. Lalu Hanifah berbisik pelan di telinga saya, ‘Bang, enak banget.. udah lama Ifah gak di pake..”
Saya tersenyum mendengar kata-kata itu.. aahh.. apakah segini gampangnya Ifah mau saya ‘pake’ terus? Jangan-jangan saya hanya pelampiasannya saja..
5719Please respect copyright.PENANAKWGuvKZ49f
Tak lama kemudian, Hanifah kembali duduk di bangkunya sendiri. Ada yang lucu ketika batang zakar saya tercabut dari selangkangannya yang menancap mantap dan erat. Ada bunyi ‘plop’ pelan yang terdengar, beriringan dengan menetesnya sperma saya dari dalam kemaluannya Hanifah. Kami berdua tersenyum dan tertawa tertahan.
“Gila..” sahut Hanifah dengan kagum, “..banyak banget sperma kamu bang…”
“Apaku?” tanya saya menggodanya.
“Spe.. sper.. erm.. hehe.. pee… ju! Banyak banget peju kamu.. hihihihi..!”
Kemudian kami terdiam sejenak sambil merokok dan merasakan kenikmatan birahi kami. Kedua alat kelamin kami masih terpampang dengan jelas, dan kami saling menikmati pemandangan erotis ini.
5719Please respect copyright.PENANAMGpFD7Y9ex
Lalu, tak lama setelah itu, Hanifah langsung bernisitif membersihkan lelehan sperma yang jatuh di paha saya, sedikit di baju tudungnya dan juga di bangku mobil dengan celana dalamnya. Tapi dia malah menggunakan jilbabnya ketika membersihkan lubang senggamanya sendiri.. hehehe.. Namun ketika saya ingin membersihkan sisa cairan kenikmatan kami yang menempel di zakar saya yang masih mengacung keras ini, Hanifah melarang saya, katanya.. “Bang.. ini aku aja yang bersihin yaa..” dan dia langsung memasukkan zakar saya ke dalam mulutnya, dan dengan nikmat, dia mengulum dan menjilati batang zakar saya sampai bersih.. saya sampai kehabisan kata-kata melihat tindakannya itu. Saya hanya mengelus-elus punggung dan rambut panjangnya..
5719Please respect copyright.PENANALdFwJoGm02
Setelah bersih-bersih dan rapih-rapih sedikit, kami mengenakan pakaian kami kembali. Ifah mengajak saya kembali ke rumahnya. Tentu saja dengan keadaan setengah basah, karena payung yang kami pakai, tidak sanggup menahan hujan yang masih turun dengan deras. Ketika sampai di teras rumahnya, Ifah yang sudah gak pakai celana dalam dan beha, langsung masuk ke dalam rumah. Btw, Beha sama kancutnya tertinggal di mobil saya.
“Bang..” Bisik Ifah. “Abang tunggu disini sebentar ya, aku mau ngomong sesuatu sama Ibu. Sekalian mau nyuci memek.. peju kamu kentel banget, sampe lengket selangkangan aku…. hihihi..”
Saya lalu menunggu Ifah di teras depan. Ifah masuk kedalam dan terlihat sedikit berbincang dengan ibunya. Sambil merokok, saya berfikir, betapa kurang ajarnya saya terhadap Mas Gun. Dulu, ketika saya sedang dilema menghadapi perceraian, Mas Gun dan Hanifahlah yang membantu dan menolong saya melewati hari-hari jahanam itu. Namun malam ini, di saat Mas Gun sedang berbaring tak berdaya, saya malah menyetubuhi istrinya.. Gila! Jahat sekali saya.. Namun pikiran itu segera tergantikan dengan pembelaan saya di dalam hati. Ifah lah yang menginginkan semua hal tadi terjadi.
Dan jujur demi Awloh, saya tidak mengingkari.. alat kelamin Hanifah, jauh lebih enak dari kelamin istri saya dulu..
10 menit kemudian, Ifah keluar. Dia memakai terusan pendek berwarna putih yang tipis menerawang.. Terlihat dia tidak memakai beha untuk menutupi kedua payudaranya yang besar dan kencang itu, sehingga kedua puting susunya tercetak jelas sekali. Dan dia juga terlihat hanya memakai celana dalam mini berwarna merah.
“Bang Lukman…” katanya sambil menghempaskan pantat montoknya dan duduk disisi saya. “Shafa kan udah mau bobo, temenmu malah udah tidur. Nah.. aku kan suka susah tidur, kamu nginep disini aja ya.. temenin ngobrol.. pulangnya besok pagi..” lanjutnya.
“Lho.. kamu gimana?” sanggah saya. “Ada ibumu.. gak enaklah kalau aku nginep disini.” ujar saya lagi sambil menyulut rokok kedua. Hanifah minta satu.
Lalu sambil menyulut rokoknya, dia berkata. “Ibuku mbolehin kamu kok nginep disini... Dia mau ke rumah adiknya aja.. deket sini.. paling setengah jam sampai.”
Saya tersenyum. “Kamu bilang apa emangnya sampai Ibumu nurut sama kamu?” tanya saya sambil menoel hidung bangir perempuan yang baru saja saya nikmati tubuhnya ini.
Hanifah tersenyum genit sekali. “Aku bilang, masih ada hal penting yang harus kita kerjain bareng. Kerjaannya yaa… kamu taulahh.. hehee…. kan kamu yang ngerjain aku..” jawabnya sambil menyenderkan tubuh montoknya ke tubuh saya. Saya langsung rangkul pinggang istri teman saya yang padat berisi ini.
Karena suasananya udah cair banget, maka saya berani untuk bertanya pada Hanifah. “Mmh.. Tadi kamu enak gak Fah?” bisik saya ditelinganya sambil kembali membakar rokok. Hanifah mengangguk sambil tersenyum.
Lalu dia meraba dan meremas-remas selangkangan saya dengan gemas, dan balas berbisik di telinga saya, “Makanya kamu aku suruh nginep.. biar Bundanya Shafa bisa dibikin enak lagi sama temen bapaknya.. hehehehe….” Lalu kami saling berpagutan bibir.
5719Please respect copyright.PENANAqLY0zrsdqQ
Sekitar 15 menit kemudian, keponakannya Hanifah datang, dan ibunya Hanifah pun keluar rumah. Sudah rapih. Sebelum dia naik mobil, dia berpesan kepada saya. “Ibu nggak tahu Mas Lukman akan berbuat apa untuk membantu persoalannya Ifah dan Gunawan. Ibu cuma pingin bilang, bantu jaga perasaannya Hanifah ya Mas.. jangan sampai dia kecewa lagi. Saya tahu kalau Gunawan adalah teman dekat Mas Lukman, tapi.. apapun keputusan yang nanti Ifah ambil, bantu Ifah supaya bisa berfikir jernih. Temani Ifah malam ini.. kasihan dia.. Kasihan Shafa juga.”
5719Please respect copyright.PENANAOlxueUEhQ8
Pingin sebenarnya saya tertawa dalam hati. Karena jujur saja, saya nggak tahu apa yang di omongin Ifah ke ibunya ini. Tapi karena ini adalah skenarionya, maka saya manut aja. Lalu saya menjawab kegelisahan ibunya Hanifah dengan nada yang, menurut saya, sangat menenangkan sekali. “Iya Bu. Saya tahu apa yang akan saya lakukan. Yang jelas, saya akan bantu buka pikiran Ifah, hingga apapun keputusan yang Ifah ambil, akan membawa kabaikan buat semua pihak.”
Bu Juleha tersenyum. “Terima kasih ya Mas Lukman. Saya pergi dulu..” Lalu dia berpaling dan berbicara pada Hanifah, “Teteh.. ganti baju, masa pakai baju tipis gitu.. sama.. mmhh.. Pake beha dulu atuuuh... kamu gak malu sama Mas Lukman teteknya nerawang gitu? Kalo Mas Lukman gemes terus diremes-remes tau rasa kamu…” Saya tersenyum mendengarnya
Ifah malah tertawa lebar. Dan dengan nekatnya, dia malah menggandeng lengan saya dan menyandarkan tubuhnya ke tubuh saya sambil berkata, “Gak apapa lah buu.. kasian Bang Lukman udah lama gak nenen… hahahahah….”
“Iiiiihh… Teteehh…. Geuleuh… ati-ati ah kalo ngomong, ada setan lewat denger malah kebablasan, berabe ah Teehh...”
“Bablasin ajalaahh... hahahahah...”
Kami semua tertawa mendengar perkataan Ifah..
5719Please respect copyright.PENANAvKJ7xb9ro3
Tak lama setelah itu, Ibunya Hanifah naik ke mobil dan berangkat ke rumah adiknya. Setelah mobil yang membawa Bu Juleha hilang dari pandangan, Hanifah menggandeng tangan saya untuk masuk kedalam rumah, dan mengunci pintu depan. Kami menuju ke ruang keluarga. Lalu dia duduk di karpet tebal di depan tv sambil berkata, “Bang, kamu mandi dulu gih? Badanmu basah gitu.. sekalian cuci dulu itumu..” katanya lagi sambil menunjuk selangkangan saya.
Saya tersenyum. “Saya gak bawa baju ganti Fah.. mendadak gini perginya..”
Hanifah lalu meminta saya menunggunya sebentar. Tak lama kemudian dia balik ke ruang TV sambil membawa celana pendek dan T-Shirt. Yaa.. saya tahu itu punya Gunawan. “Pake ini aja Bang.. tapi gak usah pake celana dalam ya.. hehehe..” Yaa.. malas juga kalau saya harus pake celana dalamnya Gunawan. Saya lalu beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan badan saya.
Setelah selesai, saya menemui Hanifah yang ternyata sudah ganti baju lagi. Sekarang dia memakai lingerie tipis tembus pandang berwarna hitam, masih gak pakai beha, namun CDnya diganti dengan g-string hitam. Dia tengah berdiri di depan pintu kamarnya sambil senyam-senyum melihat saya. “Kenapa kamu cengengesan gitu?” tanya saya.
“Hehehehe… Istrinya temenmu udah siap nih Bang kalo mau digenjot lagi hahhaa…” katanya sambil menggeolkan pinggulnya. Saya tersenyum, lalu memeluk dan mengulum bibirnya dengan penuh nafsu.
Persentuhan dua kulit kami yang panas, menambah gejolak nafsu birahi yang menggila. Lalu Ifah minta izin sebentar untuk melepas lingerienya. Dan terpampang di hadapan saya untuk pertama kali, kemulusan tubuh istri teman saya ini. Betapa menggiurkan sekali tubuhnya. Celana dalam mini yang dia kenakan, bahkan tak sanggup menutupi keindahan pangkal pahanya yang putih dan mulus.
“Kenapa Bang? Kok ngeliatin Ifah sampe gitu banget?” tanyanya sambil tersenyum manis. “Badan Ifah beda banget ya sama mantanmu?”
“Iya Fah.. beda banget..” jawab saya. Namun sebelum ada pertanyaan lebih lanjut, saya segera meneruskan jawaban saya dengan sejujur-jujurnya. “..bagusan kamu. Sumpah demi Awloh.” dan saya rasa, jawaban saya cukup menyenangkan hati Hanifah. Dia tersenyum puas. Dan sebagai responnya atas jawaban saya, dia melepas kain peradaban terakhir yang melingkar di selangkangannya, sebelum melepaskan t-shirt dan celana pendek saya.
Kami saling memandang dengan penuh rasa kagum. Dan ketika saya memfoto dirinya dengan Hape saya, Ifah gak keberatan. Dia malah meliuk-liukkan tubuh semoknya itu untuk berpose erotis.. sangat seronok sekali. Aahh.. Betapa indah selangkangannya yang sempit dan tanpa bulu itu, ditambah besarnya kedua buah dadanya, sangat menggoda sekali. Bahkan kami sempat ber-selfie berdua dengan keadaan polos dan telanjang.. Tanpa peduli kalau di dalam kamar, didepan kami memacu birahi, ada suaminya yang sedang terbaring tidur.
“Tadi di mobil aku kaget Bang..” katanya sambil berlutut di hadapan saya.
“Kenapa?” tanya saya.
“Hmm.. pas abis kamu keluar, dedekmu kan masih di dalem meki aku yaa.. aku kaget, kok masih terasa keras aja? Masih berasa gendut juga..” katanya sambil tersenyum, seraya menggenggam dan mengurut batangan saya dengan gemasnya.
“Emang Gunawan nggak gitu?” tanya saya sambil mengelus rambutnya.
“Hihihi… boro-boro. Nih yaa.. Ngacengnya dia yang paling pol, gak sebanding sama punya kamu yang masih lemes.. padahal, ini.. titit kamu yang belom ngaceng aja udah gede dan panjang Bang..” kata Ifah dengan nada bangga yang kentara sekali. Diluar dari rasa iba saya dengan keadaan Gunawan, dengan anehnya, Saya bersukur. Kenapa? Karena kalau dia nggak kena stroke, saya gak akan pernah tahu kalau istrinya mempunyai tubuh yang indah, payudara yang besar dan mengkal.. juga belahan sempit yang nikmat. Apapun perasaan saya untuk Mas Gun, mau gak mau, Saya menyadari kalau kualitas saya jauh lebih unggul dari teman saya itu.. hahaha.. Liarnya Hanifah dalam bercinta tadi, pasti bukan karena memang dia begitu. Tapi sepertinya, disebabkan karena sudah lama dia tidak di setubuhi, apalagi liang sempitnya baru saja dirojok oleh batang zakar yang ukurannya jauh melebihi milik suaminya. Saya sadar, kalau Hanifah adalah istri teman saya, tapi malam ini.. dia adalah hak saya.. tubuhnya adalah milik saya. Saya akan tetap hormat pada Mas Gunawan sebagai senior dan mentor saya, walau hal itu tidak akan melunturkan niatan saya untuk terus menggagahi dan menikmati tubuh telanjang istrinya.
“Boleh Ifah isep lagi gak Bang?” Sahut Ifah tiba-tiba menghentikan lamunan saya. Dan tanpa menunggu jawaban saya, Ifah segera mengulum dengan nikmat batang zakar saya, yang sudah hampir 2 1/2 tahun ini hanya dipuaskan oleh memek perempuan bayaran, dan terkadang tangan saya.. subhanaallaahh… nikmat sekali.
Ada sekitar 5 menitan si Ifah mengulum dan menikmati batangan saya, ketika ada suara nggerendeng memanggilnya dari dalam kamar. Hmm.. si Gunawan.
“Aduuhh.. ganggu banget!” kata Hanifah datar dengan nada kesal.. “Sebentar ya Bang, aku ke kamar dulu..” lanjutnya sambil mengenakan lingerie, tapi celana dalam mungil yang tidak mampu menutupi belahan memeknya itu, tidak dia pakai.
“Iya..” jawab saya. “..jangan lama-lama yaa.. kasian nih si dedek..” kata saya menggodanya sambil mengocok dan memutar pelan zakar saya. Ifah tertawa ngakak sambil mengangguk-angguk.
Lalu sebelum beranjak ke kamarnya, dia menghampiri saya, lalu mengecup palkon saya… ‘Sabar ya dek..’ katanya. ‘Sebentar lagi kamu boleh macuk ke memeknya bunda ya naakkk…’ Lalu dia menuju kamarnya.
5719Please respect copyright.PENANA6GTBWKzNND
Baru saja saya hendak membakar rokok, terdengar suara bentakan dari dalam kamar. “UDAH.. JANGAN PANGGIL-PANGGIL LAGI! GUE CAPEK.. MAU ISTIRAHAT. MASA UDAH MALEM GINI GUE MASIH HARUS NGURUSIN LO TERUS. UDAH! MASIH ADA YANG PENGEN GUE KERJAIN! TIDUR SANA!!” Tak lama kemudian, dia keluar kamar sambil membanting pintu. Saya menatap Hanifah dengan penuh rasa iba.
“Ya gitu deh Bang..” kata Ifah sambil duduk dan menyandarkan tubuhnya pada saya. “Tiiaapp malem begitu terus, aku capek.. aku juga butuh istirahat. Apalagi sekarang ada kamu..” bisiknya.. “..aku udah lama gak di pake.. aku hanya perempuan biasa Bang. Aku juga butuh di perhatikan… BANGSAT!” lanjutnya sambil terisak dan langsung memeluk saya erat.
Herannya, saya malah merasa kasihan sama Ifah. Saya benar-benar memaklumi keadaannya. Saya nggak benci sama Gunawan.. buat apa juga.. saya hanya pingin membahagiakan perempuan ini. Dan dengan pemikiran seperti itu, saya usap air matanya. Saya kecup bibirnya.
“Bang..” katanya.
“Ya?” jawab saya.
“Aku serius.. kalau Abang mau, bawa aku pergi dari sini. Aku udah gak tahan.. Sekarangpun aku siap.” Saya hanya terdiam, nggak tahu harus menjawab apa. Saya tatap dalam-dalam matanya. Saya kecup dengan lembut bibirnya. Hanifah membalasnya dengan kuluman penuh nafsu.
Saya lepas lingerie tipis yang menghalangi tubuh indahnya dengan tubuh saya.. dan tak lama kemudian, Ifah berdiri di hadapan saya. Segera saya peluk bokongnya, dan menariknya ke arah wajah saya. Saya ciumi belahan di selangkangannya dengan penuh gairah dan nafsu birahi. Mau gak mau, batang zakar saya mulai berdiri lagi dengan sombongnya.
Jilatan lidah saya di sela bagian dalam kemaluannya, malah membuat Ifah bergelinjang liar dan erotis tak terkendali. Apalagi ketika saya menyeruput cairan kenikmatannya yang mulai keluar. Sambil meremas kepala dan menjambak lembut rambut saya, dia berkata.. “Bang.. stop.. aku gak tahan.. bb.. bbaang.. sshhh…”
Saya berhenti menjilati kelaminnya itu, lalu mendongak menatap wajahnya sambil tersenyum. “Apa?” tanya Ifah.. “Kenapa Bang?”
Saya membimbing dia untuk kembali berlutut di hadapan saya. Lalu saya bertanya, “Enak gak mekimu aku jilat kayak tadi?” Ifah tersenyum dan mengangguk sebagai jawabannya. Lalu saya berbisik di telinganya, “Bundanya Shafa masih mau di ewe gak?” Ifah mengangguk manja. “Kamu beneran mau aku bawa pergi dari sini?” Kembali Hanifah mengangguk. “Ada syarat tapinya yaaa…” ujarku menggodanya.
“Apa Bang?” Suara Hanifah terdengar pasrah dan manja.
Lalu, sambil merabakan kontol ngaceng saya di wajah dan bibirnya, saya menjawab. “Sepong lagi Fah kontolku.. mulutmu enak banget..”
Ifah kembali tersenyum.. dan dia kembali memanjakan kontol saya dengan mulut dan tangannya. Dia mainkan lidahnya dengan hebat sekali.
Saya tersadar, kalau Ifah memang hebat dalam mem-blowjob, mungkin ini memang spesialisasinya.. hehehehe…. Tapi sudah setahun tidak ada pelampiasan. Sampai akhirnya, Awloh mempertemukan mulutnya dengan batang zakar saya.. dia menyadari itu, dan ingin benar-benar menikmatinya. Lama sekali dia mengulum batangan saya. Sampai mata saya benar-benar terpejam karena perbuatan mulutnya benar-benar nikmat.
Namun tiba-tiba dia menghentikan kulumannya. Dia berhenti nyepong, tapi kontol saya masih ada didalam mulutnya. Lumayan lama juga dia begitu. Sampai akhirnya saya membuka mata saya dan melihatnya.. “Kenapa Fah? Kok berhenti?”
Hanifah tidak menatap saya. Tangan kanannya masih menggenggam kontol saya, mulutnya masih mengulum palkon saya.. namun wajahnya menghadap ke arah kanan saya.. jari telunjuk tangan kirinya menunjuk ke arah kamar tidur Shafa.
Secara naluriah saya melihat ke arah itu. Saya terperanjat setengah mati.. ada Shafa yang sedang berdiri didepan pintu kamar sambil tertegun menatap kami, dan sebelum kami sempat berbuat apa-apa, dengan suara kanak-kanaknya, dia memanggil bundanya.
“Unda.. nda agi apa? Nda agi mamam apa?”
Dengan pergerakan yang amat cepat, Hanifah melepas kulumannya pada kontol saya, bangkit berdiri dan langsung memakai lingerie tipisnya lagi.. tanpa memakai celana dalamnya, dia panik. Dan pada saat yang bersamaan, saya segera menutup selangkangan saya dengan… bantal sofa! Celana pendek saya gak tau dimana….
5719Please respect copyright.PENANAENMmfwa3BC
Bersambung...
ns 15.158.61.48da2