Aku saat itu juga mengambil handphone, dan merekam Firda yang lagi aku pounding memeknya dari belakang. “Iyaa? Enak dientot sama aku, sayang? Hah? Aahhh… Aahhh… Memek kamu sempit dan nikmat juga. Cowo kamu tau gak, kalo kamu dientot sama aku?”
Firda sama sekali gak tau, kalo aku dari belakang lagi ngerekam dia pakai handphoneku. “E-Enaak, sumpah ini enak bangeet, Ziaan. Aaahhh! Aaahhh! Nanti kalo udah sampai hotel, kita cari waktu buat ngentot lagi yaa. Aaahhh! Aaahhh! Cowo aku gak tau, jangan sampai tau.”
Aku benar-benar menikmati pemandangan yang sangat indah. Sambil mencengkram kedua pinggang Firda yang langsing dan slim. Mirip sama Anissa, gak ada lekukan kulit karena kegemukan. Bener-bener dia itu slim banget, meskipun toketnya brutal tapi pinggangnya slim.
Aku rekam hanya sekitar satu menit, karena akhirnya Firda menyerah memeknya aku hentak terus menerus. Dia takut gak bisa tahan dan orgasme lagi. Sebagai gantinya, sekarang aku rough memeknya Firda. Aku sodok memeknya dengan kecepatan tinggi yang brutal.
Kulit pantatnya sampai bergerak naik turun, mengikuti setiap hentakan kontol yang diterima oleh memeknya Firda. “Aaahhh! Aaahhh! Gak kuaat, Ziaan! Aku bener-bener gak kuat kalo dientot sekenceng ini! Ma—Mau keluaar lagii! Ziaan tolong pelanin sedikit! Aaahhh!”
Tapi aku sama sekali gak mengindahkan perkataan Firda. Terus saja aku genjot memek merah merekahnya dengan kecepatan tinggi. Bedanya sama pounding, kalo pounding itu pelan dan fokus ke hentakannya aja. Kalo rough itu gak terlalu kuat hentakan, tapi genjotnya cepet.
Bedanya di situ, kalo pounding lebih ke kekuatan hentakan dan goyangan pinggang. Kalo rough lebih ke seberapa cepet kita bisa goyangin pinggang kita. Cairan memeknya Firda sampai berjatuhan ke rerumputan. Udah bunyi suara memek becek, yang terdengar jelas dan renyah.
“Enaaak! Enaak banget inii! Aku udah gak tahan lagii! Aaahhh! Aaahhh! Aku udah gak kuaat! Aku mau keluaar! Ziaan, aku mau keluaar! Aaaahhh! Aaahhh! Aaaahhh!” Badannya Firda berasa gemeter hebat lagi kaya tadi, sewaktu dia masuk ke orgasme yang pertamanya.
Sontak langsung aku cabut kontolku dari memeknya. Seketika mengalir deras cairan dari memeknya Firda, untuk yang kedua kalinya. Firda kembali kelojotan bukan main, badannya sampai keliatan kaya orang lagi kejang-kejang. Suara jeritannya juga keras dan berisik banget.
Persis kaya semalem, waktu aku denger dia dientot sama Yayan di kamar hotel. Suara desahannya juga keras dan kenceng. Beda sama Anissa, yang masih bisa nahan desahan meski hanya sedikit dan sebentar. Firda sama sekali gak bisa nahan moaningnya, takut kedengeran.
Firda langsung kembali jongkok, dan dia menyelesaikan orgasme keduanya sambil jongkok di samping pohon. “Haaahhh… Haaahhh… Aaahhh… Gilaa, kontol kamu padahal udah gak genjot memek aku. Tapi memek aku masih berasa geli. Aduuhh… Ini gila banget sumpah.”
Gak cuma memeknya Firda yang basah kuyup, kontolku pun juga basah kuyup karena cairan memek Firda. Aku biarkan Firda menikmati orgasmenya, sebelum lanjut ngentotin dia lagi. “Aku gak nyangka, padahal kamu udah sering dientot. Tapi sampai kelojotan parah gitu.”
“Ma—Masalahnya, Yayan gak pernah bikin aku sampai kaya gini. A-Aku pikir kontolnya Yayan udah yang paling nikmat. Tapi ternyata ada kontol yang lebih besar dan nikmat dari punya Yayan,” jawabnya sambil berusaha mengatur nafas. Baru 5 menit aku entot dia tadi.
“Berarti kamu gak pernah puas sama cowo kamu dong? Tapi kamu kalo ngentot sama Yayan, sering orgasme juga kan? Aku semalem denger suara desahan kamu. Suara desahan kamu ngentot sama Yayan,” tanyaku sekaligus membuka kedoknya yang semalem ngentot.
Firda langsung kaget, saat tau kalo aku denger suara moaningnya semalem. Seketika dia salah tingkah, dan langsung kembali berdiri dengan wajah yang memerah. “Aahh? I-Iyaa kah? Kamu mendengar suara desahan aku? Ma—Maafin aku, aku gak tau suaraku sekeras itu.”
Karena Firda udah kembali berdiri, aku berjalan mendekatinya. Aku dorong tubuhnya Firda, sampai punggungnya menyentuh batang pohon besar di dekat kami. “Iyaa, aku denger kamu jerit dan desah. Desahan kamu itu bikin aku gak bisa tidur, karena kontolku ngaceng.”
“Pa—Pantesan, kamu langsung pengen ngentotin aku. Ternyata kamu sange sama aku, karena denger suara desahan aku. A-Aku memang jarang orgasme, setiap ngentot sama Yayan. Tapi meski gak orgasme, aku tetep menikmatinya,” jawab Firda sambil menggigit jarinya.
“Kalo gitu, aku bakal bikin kamu orgasme berkali-kali. Kamu tinggal minta, mau dibikin ngocor berapa kali? Hah?” Aku pun mengangkat kaki sebelah kiri Firda, sampai memeknya terbuka lebar di hadapanku. Mukanya yang pasrah keliatan lucu dan imut banget serius.
Aku memutuskan untuk ngentotin Firda sambil gendong dia. Meskipun tubuh Firda gak kecil banget, gak sekecil tubuh Bu Khalisa dan Amira. Dia tingginya sekitar 157 cm, dengan berat badan sekitar 48 kg. Kenapa aku bisa tau? Dia sendiri yang cerita ke Anissa waktu di mobil.
Dia ngerasa bangga, bisa nurunin berat badannya dari 51 kg ke 48 kg. Dan ngebuat badannya jadi slim serta ringan, kalo tinggi badan cuma kira-kira aja sih. Aku yang tingginya 175 cm, Firda tingginya hanya seleher aku saja. Dan 48 kg itu enteng buat aku gendong badannya.
Anissa aja yang beratnya 55 kg bisa aku gendong. Aku angkat kedua kakinya Firda, dengan menopang ke kedua pantatnya yang besar dan indah. Hingga posisi memek Firda sejajar dengan kontolku, punggungnya tetap aku desak ke batang pohon untuk mengurangi beratnya.
“Ka—Kamu kuat ngentot sambil gendong aku? Ka—Kamu perkasa banget, Ziaan. Aku pengen dibikin orgasme sampai 5 kali. Kalo perlu sampai dehidrasi, air sungai yang di dekat kita bisa diminum kan?” tanya Firda yang mempersiapkan diri, menerima kontolku kedua kalinya.
“Siaap, kamu udah orgasme dua kali kan? Berarti tinggal 3 kali lagi. Pokoknya memek kamu pasti aku bikin ngocor 5 kali. Harusnya sih bisa diminum, tapi persedian air kita masih banyak. Dan juga perjalanan kita gak terlalu panjang,” jawabku memasukkan kontol ke memeknya.4254Please respect copyright.PENANAbHie6svF5t
4254Please respect copyright.PENANAoyrnvaUcgR