
“Ahhh… enak sayang! tongkat kamu enak banget”. teriak ibu.275Please respect copyright.PENANA2AL1Ij79ti
“berhenti! sudah maya, aku bilang berhenti!”. teriak ayah dengan suaranya yang terdengar gemetar.
Sebuah mimpi buruk mengingat tentang kejadian itu, sebuah adegan yang masih tergambar jelas di kepalaku. Tentang ayah yang menangis meronta dengan tubuhnya yang terikat di sebuah kursi. Tak terbayang bagaimana hancurnya ayahku ketika melihat ibuku yang selama ini dia sayangi. Ibuku dengan tubuh mungilnya menggoyangkan badannya di atas pangkuan seorang pria berkulit gelap, dengan badan kekar yang tengah berbaring memegang pinggul ibuku. Setelahnya ibuku entah kemana, dia pergi menghilang tanpa kembali. Sosok yang dulu masih menyempatkan untuk menjadi seorang guru ketika dia pulang dari pekerjaannya, sosok wanita yang dulu masih sempat mengurus suami dan anaknya ketika telah lelah bekerja.
“ayah… ini makanannya, ayah harus makan!”. ucapku.
Ayahku tak bergeming, dia ditetapkan mengidap stroke setelah kejadian itu. Pria yang dulu rela mengorbankan waktunya hanya untuk mengobati pasien, mendedikasikan hidupnya untuk mengobati kini bahkan untuk berbicara pun sulit. Membuat aku yang masih belia merasa begitu terbebani, bahkan ketika ayahku menghembuskan nafas untuk terakhir kalinya tidak dapat mengembalikan emosiku. Segala rasa dalam tubuhku terasa hilang kala itu, ingin rasanya menggantung semua mimpi dan tubuh ini dengan seutas tali. Atau menabrakan diri ke sebuah bis antar kota yang berkendara seperti kesetanan.
Mei 2017, Perkenalan.
Oiya, perkenalkan. Namaku rachman, aku adalah seorang putra tunggal di dalam sebuah keluarga yang sering dijadikan contoh keluarga bahagia oleh teman-temanku. Karena aku bersekolah di sebuah smp negeri, banyak kesenjangan sosial yang terjadi. Yang aku lihat aku tergolong keluarga menengah, karena ketika aku bermain ke rumah temanku, aku melihat ada yang kaya banget, ada juga yang sampai bukan hanya seragamnya yang menguning, tapi bahkan untuk membeli buku pelajaranpun agak sulit.
“jadi lu sih enak man, bokap lu dokter! nyokaplu jadi manager bank!”. ucap temanku doni.
“hooh lahh, mau ps tinggal minta! mau hp tinggal beli!”. ucap putra.
Aku hanya diam tak merespon apa yang mereka katakan, karena aku merasa suasana di keluargaku kini semakin tidak karuan. Karena perbuatan ayah dan ibuku. Terkadang mereka membuat suana memanas ketika mereka adu mulut, atau suasana dingin ketika mereka tidak bertegur sapa, bahkan suasana pengap ketika keduanya tidak pulang meninggalkan aku sendiri.
Seperti pagi tadi, aku melihat perubahan dari ibuku. Sebut saja dia maya, ibuku adalah seorang wanita berumur 35 tahun. Dia bekerja sebagai sebuah manager di sebuah bank swasta, dia bertubuh mungil dengan wajah cantik khas manado. Kulitnya yang kuning langsat, dengan boba yang padat. Hari itu tidak biasanya aku lihat ibu pulang dengan sebuah mobil yang tidak aku kenali. Ketika dia memasuki rumah dia menyelonong masuk, bahkan seperti tidak melihatku. Aku melihat lehernya penuh dengan ruam coklat.
“ma… baru pulang? mama dari mana ma?”. tanyaku.
Ibuku hanya melirikan matanya, setelah itu dia tetap melangkahkan kakinya memasuki rumah. Saat aku telah selesai merapikan piring, aku bersiap untuk pergi ke sekolah. Saat mengenakan sepatu, kulihat ibuku turun tergesa dengan sebuah koper besar yang biasa dia bawa jika akan pergi untuk perjalanan bisnis.
“ma… kok dah berangkat lagi? aku ikut ya ma sampe sekolah”. ucapku.
Bahkan sampai aku mengikutinya hingga depan halaman rumah, ibuku tidak menjawabku sama sekali. Bahkan kepalanyapun tidak menengok ke arahku, langkahnya pun seakan terburu. Ku lihat seorang pria asing dengan kulitnya yang gelap tersenyum ke arah ibuku, dia membantu memasukan koper ke dalam bagasi. Namun, setelah ibu dan pria itu masuk, aku terheran karena mobil itu langsung pergi.
“ma… maaa”. teriakku berusaha mengejar mobil.
Juni 2017, Pertunjukan yang mama siapkan.
Pagi itu terasa asing, setelah kejadian aku melihat mama dengan pria asing, aku jarang melihat mama pulang. Hanya sesekali dia pulang, dan itupun tidak lama. Namun hari itu ibuku pulang, dan itu membuatku merasa hangat. Mengingat hari-hari yang akan dihiasi oleh senyum ibu dan ayahku. Memang, tepat tanggal 15 Juni adalah hari anniversary pernikahan mereka.
“yah… nanti pulangnya jangan terlalu malam ya!”. ucap ibuku kepada ayah.
“iya… nanti ayah usahain untuk pulang cepet kok mah”. balas ayahku.
Saat itu ibuku begitu mudah untuk tersenyum, tidak seperti biasanya. Karena hari-hari sebelumnya ibuku tidak pernah berekepresi, bahkan wajahnya begitu dingin dengan bibirnya yang dia tekuk.
Hari pun berlanjut, ketika malam aku keluar kamar. Aku melihat begitu banyak makanan yang telah ibuku siapkan, bahkan makanan favoritku dan ayahku tidak luput dia sajikan. Bahkan malam ini ibuku terlihat begitu molek, dia mengenakan lingerie hitam dengan rambutnya yang dia ikat.
“man… tunggu dulu ayah kamu datang ya, biar bareng makannya!”. ucapnya dengan senyum.
“iya ma”. balasku.
Tidak lama mobil ayahku pun memasuki pelataran, dia pun masuk dan melihat aku dan ibuku yang sudah di meja makan.
“yah… sini! langsung makan aja ya! nanti abis makan baru mandi!”. ucap ibuku.
Ayahku pun hanya menurut dan mengangguk sambil mendekati kami.
“wihhh… tumben ma masak banyak! apalagi ini! ayam taliwang mama the best no debat!”. ucap ayahku.
Ibuku hanya tersenyum, dia mengambilkan aku dan ayahku sepiring nasi. Namun anehnya dia tidak ikut makan.
“nih untuk suamiku yang telah menyembuhkan banyak pasien!”. ucap ibuku menggoda.
Aku dan ayahku hanya fokus kepada makanan kami, memang benar, semua masakan ibuku begitu enak. Bahkan, aku yang tidak terbiasa untuk menambah porsiku pun meminta untuk tambahan porsi. Namun lama kelamaan mataku terasa begitu berat, ku lihat ayahku pun tidak jauh berbeda. Bahkan, aku tidak sanggup untuk membuka lagi mataku.
“Ahhh… enak sayang! tongkat kamu enak banget”. teriak ibu.
“terusin sayang… ahhh… iya aku kelu… ar”. jerit ibuku.
Aku terbangun, aku mencoba untuk menggerakkan tubuhku. Namun dengan mata yang masih berat, aku tidak sadar bahwa tubuhku terikat di sebuah kursi di samping tempat tidur.
“ahhh… terus roy! yang kuat genjotnya!… iya… ahhh… tongkat kamu enak banget sayang!”. teriakan ibu semakin jelas ku dengar.
Kini mataku terbuka, aku melihat ibu sedang menungging. Di belakangnya sosok pria yang pernah ku lihat sebelumnya sedang memompa tubuh mungil ibuku. Boba besarnya memantul setiap kali senjata pria itu menghentak tubuhnya, tubuhnya penuh dengan keringat. Tak berselang lama ku dengar ayahku berteriak.
“berhenti! sudah maya, aku bilang berhenti!”. teriak ayah dengan suaranya yang terdengar gemetar.
Ibuku menengokkan kepalanya ke arahku, dia menatapnya dengan senyum khasnya.
“ahhh… a..aku…”. plak, pantat ibuku ditampar sebelum ucapannya selesai.
“ahhh… bangsat! enak banget tongkat kamu sayang!”. racau ibuku.
Ibuku kini hanya berfokus dengan pria asing itu, dia menghentak-hentakkan pantat besarnya kebelakan, seakan tidak ingin senjata yang sedang mengaduk kuenya terlepas.
“bangsat… johan… kamu tau? ini enak banget sialan!”. ucap ibuku kepada ayah.
Kini ibuku diatas pangkuan pria asing itu, mengangkangi senjata besar pria itu. Menggoyangkan dan menaik turunkan tubuh mungilnya, kulihat ternyata ada sebuah tattoo di perut bagian bawah ibuku. Tattoo bertulisan slave kecil namun jelas dikulit mulusnya. Aku melihat hahwa ayahku kini hanya menunduk, sudah tidak memperhatikan pergumulan ibuku dengan pria itu. Kepalaku pun pusing, aku merasa bahwa adegan itu tidak bisa aku proses dengan baik.
Pagi harinya aku terbangun, aku melihat kini aku berada di sebuah ruangan yang begitu asing. Ternyata ini adalah ranjang rumah sakit, aku melihat om bagas tengah berjaga menungguku bangun.
“kamu sudah sadar!”. ucap om bagas.
Aku hanya bisa mengangguk, terasa lemas sekali tubuhku. Bahkan, aku merasa bahwa suaraku tidak ingin keluar.
“kamu istirahat saja, om bakal kembali lagi nanti”. ucapnya sambil meninggalkanku.
Aku mencoba menutup mataku, namun adegan ibuku dengan pria asing itu begitu jelas terekam di dalam kepalaku. Kepalaku seakan ingin meledakan semua isinya, begitu sakit. Ingin sekali menggerakkan tubuhku untuk bangkit dan menekan bel perawat, tapi sayang. Aku pingsan di ranjang rumah sakit itu.
Ketika aku bangun, suasana ruanganku sepi. Bahkan ranjang di sebelahku tidak ada aktivitas, mungkin ini sudah malam pikirku. Karena memang di ruangan ini tidak terdapat jam dinding.
Esok paginya suster mengecek keadaanku, memberikan obat dan mengganti cairan infus. Siangnya om bagas mengunjungiku, dia menceritakan bahwa ayahku telah terkena stroke.
“man, om sebenernya bukan asisten ayah kamu. Tapi om adalah pengacara yang ditugaskan untuk menjaga harta pak Wijaya, dan sebenernya ayah kamu bukanlah ayah kandungmu. Dia adalah adik dari pak Wijaya, dia merawat kamu karena memang belum memiliki anak. Tapi ternyata Maya malah melakukan apapun yang dia suka, dia memanglah tidak suka kepadamu”. jelas om bagas.
“tapi om, bagaimanapun ayah dan ibu telah merawat aku sedadi kecil!”. jawabku.
Om bagas hanya tersenyum.
“memang, jika pak Hendra merawat kamu adalah hal yang wajar. Tetapi Maya merawat kamu hanya sekedar berusaha mengambil alih harta dari pak Wijaya”. tegas om bagas.
“Pak wijaya adalah suami dari kakak pak hendra, yaitu ibu Sekar arum. Ayah dan ibu kandung kamu adalah pak Wijaya Adi Kusuma dan bu Sekar Arum Hidayat, mereka berdua adalah dokter yang hebat. Bahkan pada saat terakhir hayatnya, mereka sedang di tugaskan di daerah timur tengah sebagai relawan dari negri”. kelas om bagas.
“sekarang kamu istirahat, fokus untuk masa pemulihan kamu”. lanjutnya.
Agustus, 2017. Pemulihan yang dihancurkan oleh takdir Tuhan.
Pagi itu adalah hari di mana rachman telah diperbolehkan oleh dokter untuk pulang. Karena memang rachman tidak memiliki luka fisik, dia terluka secara mental akibat perbuatan ibu angkatnya. Terlebih, ayah angkatnya terkena komplikasi. Bukan hanya stroke, tapi gagal jantung, dan juga ada sel paru-paru yang mengganggu pernafasannya. Dia ditahan oleh om bagas untuk mengunjungi pemakaman ayah Hendra, karena kondisinya saat itu tidak memungkinkan. Bahkan om bagas meminta dokter untuk menjaga rachman agar dia tidak meninggalkan rumah sakit bagaimana pun caranya.
Langkahnya terlihat seperti tanpa energi, mungkin bisa dibilang bahwa kakinya hanya terseret oleh perintah otak. Mungkin jika angin saat itu kencang, tubuhnya akan ambruk hanya dengan terpaannya. Matanya yang penuh semangat bila hendak bertemu sang ayah kini tampak kosong, entah apa yang dia pikirkan. Bahkan kantung matanya terlihat sangat gelap dan besar, bukan karena begadang karena menulis lagu seperti ybs(mantan presiden konoha), atau seperti mulyono yang begadang demi mengesahkan undang-undang, tapi mungkin keadaan mentalnya telah menyerang fisiknya.
“Ayah… maafkan anakmu yang baru sekarang melihat keadaanmu”. Rachman mengelus batu nisan bertuliskan nama ayah Hendra.
“Apakah kamu kecewa karena anakmu baru saja mengunjungimu? ayah tahu? bahkan setelah ayah pergi aku dipaksa untuk tidak terlalu sedih dengan keadaanku sekarang! bahkan aku baru tahu bahwa ayah bukanlah ayah kandungku… tapi… darah menurutku hanya jaringan dari tubuh manusia, bahkan tarzan yang dibesarkan para primata di hutan pun akan menganggap primata sebagai induknya”. Rachman bangkit dari arah pemakaman ayah Hendra.
Om bagas menghampirinya, dia menjelaskan semua tentang warisan dari ayah Hendra. Itu adalah sebuah surat yang ditulis jauh sebelum semua kejadian yang menimpa ayah Hendra, mungkin ayahnya telah memiliki sebuah firasat tentang hari di mana dia akan pergi.
“Rachman, maafkan ayah yang selama ini tidak jujur padamu. Mungkin ini adalah hari terakhir kamu melihat wajah ayah, atau bahkan kamu tidak ingin mengantar ayah untuk pergi. Ayah hanya berharap kamu tidak membenci ayah, ayah bukanlah ayah kandung kamu. Aku hanyalah adik dari kak Sekar, dia adalah ibu kamu yang paling aku hormati. Dia adalah wanita paling kuat yang aku kenal, bahkan dia adalah dokter yang paling hebat di seluruh dunia. Bahkan suaminya bang Wijaya pun adalah pria yang paling hebat, tak terhitung jasanya ketika membantu korban-korban perang. Namun, sebuah misi yang mengharuskan ayah dan ibumu untuk melakukan tugas di tempat yang menjadi zona rudal balistik. Bahkan ketika aku mendengar gugurnya kak Sekar dan bang Wijaya aku begitu terpukul, ada kalanya aku menelantarkan kamu karena kesedihanku. Karena menurutku mereka berdua adalah mentor yang menjadikan aku seperti sekarang. Namun yang paling aku sesali adalah ketika aku meninggalkanmu di tangan Maya istriku, dia bahkan tidak pernah mengurusmu. Yang aku tahu kamu malah diurus oleh bik surti, orang suruhan pak Bagas. Mungkin ketika aku pergi pak bagas akan mengenalkan dirinya kepadamu, yang jelas kamu harus menerima semuanya. Karena itu adalah apa yang ayah dan ibumu tinggalkan, dan hanya sedikit yang bisa aku titipkan padamu juga. Aku hanya ingin meminta maaf, atas namaku Hendra Putra Hidayat. dan juga aku meminta maaf atas keegoisanku sebagai ayah angkatmu dan om kandungmu, janganlah membenci Maya. Bukan salahnya berperilaku seperti itu padamu, memang akulah yang gagal mendidik istriku sendiri. Jaga dirimu baik-baik, aku tahu bahwa ini adalah hal yang berat bagimu untuk menerima semuanya. Bahkan mungkin belum saatnya kamu untuk mengelola rumah sakit peninggalan bang wijaya dan kak sekar, tetapi, kamu bisa tenang, karena semua pengurus rumah sakit adalah anak didik dan saudara angkat yang menghormati dan mengagumi ayah dan ibumu, mereka akan mengurus segala keperluanmu. Karena om bagas yang datang kepadamu juga memiliki hal yang sama, sama-sama pernah diselamatkan oleh ayah ibumu.
Agustus, 2018. Awal mula.
Karena sebuah peristiwa, dia mengorbankan segalanya. Entah itu memang yang dia inginkan, atau memang semuanya datang karena apa yang telh dia lakukan. Tentang sebuah pengabaian, yang berakhir dengan sebuah pembalasan.
Seorang anak lelaki bangun di pagi hari di sebuah kamar megah di sebuah rumah mewah. Dia adalah Rachman, terbangun di pagi hari untuk menyiapkan hari ujian nasional. Namun banyak perubahan dari sikap dan ekspresinya. Wajahnya yang dulu mudah tersenyum kini dihiasi dengan wajah datar yang dingin, bahkan ketika dia mendapat sapaan dari pengurus rumah dia hanya datar tanpa ekspresi. Bahkan ida, seorang wanita paruh baya berwajah jawa yang telah dia gagahi semalaman tampak tertunduk lesu. Menatap kearahnya berharap bahwa sang majikan memberikan respon yang baik. Namun sayang, rachman telah membuang semua emosinya. Bahkan setiap dia dalam dunia kecilnya sendiri, dia akan berubah menjadi manusia negatif. Yang dipenuhi segala bentuk energi yang membuatnya lelah sendiri. Pernah dia dihampiri rasa bersalah karena sikapnya yang berubah, namun rasa trauma dalam hidupnya seakan tidak ingin kalah.
Hari berganti, rachman dinyatakan sebagai murid dengan nilai tertinggi, bahkan nilai ujian akhirnya telah melampaui siswa/siswi di seluruh negri. Namun, ketika pihak sekolah ingin membuatnya sebagai contoh siswa teladan dia menghilang.
Di atas ranjang di sebuah kamar hotel mewah, rachman kini tengah menggagahi seorang guru muda berjilbab. Guru itu adalah guru muda bernama yati, bu yati memiliki tubuh ramping mungil dengan boba supernya. Memang, entah mengapa rachman jadi sering menghancurkan rumah tangga orang lain. Apalagi guru-guru yang telah memiliki pasangan, entah itu guru yang telah bertunangan, maupun telah menikah. Mungkin trauma masa mudanya malah menjadikannya seperti lelaki brengsek yang telah menggagahi ibu angkatnya dulu. Bahkan ada sedikit rasa ingin membalas dengan memperkosa maya, ibu angkatnya. Namun yang dia dengar kabar dari anak buahnya, maya telah mati. Dia di temukan di sebuah gedung kosong di tengah kota, dengan tubuh mungil khas maya. Dia tergantung, dengan perut bertanda “slave”, bahkan ketika rachman melihat foto laporan dari anak buahnya. Dia melihat wajah ibunya yang tampak seperti pelacur, dengan tindik di boba kecil melonnya, perut besar karena mengandung sebuah bayi yang bahkan tidak sempat untuk melihat dunia, kedua lobang yang terisi sebuah cangkul yang menancap sempurna.
Ketika tepat 1 tahun ayah hendra meninggal, rachman membawa bukti-bukti maya saat ditemukan ke makam ayah angkatnya.
“Ayah… lihatlah bagaimana lacur ini mati!… hahaha… bahkan aku belum sempat membalasnya karena menghancurkan hidupku!”. ucap rachman di depan batu nisan ayah Hendra.
Dia pamit sambil memegang tali kendali dari para budaknya, 2 orang wanita dengan leher mengenakan kalung anjing. Dengan kepala mereka yang masing-masing mengenakan hijab, lubang kue belakang dengan butt plug berbentuk ekor anjing, merangkak di tanah pemakaman mengikuti rachman pergi.
Tamat.
Terimakasih telah membaca karya pertamaku, maaf jika banyak kata yang acak-acakan. Ini tulisan pertamaku. Mungkin jika kalian suka karyaku bisa di like atau comment. Pamit, salam bising!
Nyamuktrondol~
275Please respect copyright.PENANAo60akxRJNC