Setelah persetubuhan pertama kini di malam ini keduanya kembali bersama, saat cahaya rembulan samar-samar menerobos jendela kamar, Jefry berdiri terpaku melihat Shafira yang selama ini selalu berhijab, kini berdiri di depannya tanpa sehelai benang pun. Tubuh indah Shafira selalu membuatnya terpesona.
Shafira, yang selalu tampak begitu anggun dan tertutup, kini memperlihatkan sisi dirinya yang paling pribadi. Kulitnya bersinar lembut dalam cahaya, dan seperti malam sebelumnnya Jefry hampir tidak percaya bahwa wanita di depannya adalah Shafira yang selama ini dia kenal. Ada keindahan yang lebih dalam dari sekadar fisik—ada kepercayaan yang Shafira berikan padanya, sesuatu yang jauh lebih berharga.
Sementara itu, Shafira pun merasakan hal yang sama. Dia tidak pernah membayangkan akan melihat Jefry dalam keadaan seperti ini. Tubuhnya yang atletis, dengan otot-otot yang terbentuk oleh kerja keras, membuat Shafira terkagum-kagum. Jefry, yang selalu tampak tenang dan penuh kendali, kini di hadapannya dalam keadaan polos, sama rentannya dengan dirinya.
Malam ini mereka menikmati dengan tidak terburu-buru seperti saat pertama bercinta. Mereka saling menatap, tanpa kata-kata, hanya membiarkan perasaan mereka berbicara. Di tengah keheningan itu, Jefry mendekat, menyentuh pipi Shafira dengan lembut, sementara Shafira membalas sentuhannya dengan rasa penuh kasih. Malam itu menjadi saksi bagaimana dua hati yang selama ini dipenuhi ketidakpastian akhirnya menemukan kedamaian dalam pelukan satu sama lain.
Dalam keheningan malam, tubuh telanjang Shafira mulai bergetar, merasakan gelombang kepuasan yang semakin mendalam. Saat Jefry terus melesakan kontolnya dengan penuh kekuatan, Shafira merasakan tubuhnya merespons secara naluriah. Sensasi yang membanjiri dirinya begitu kuat, hingga akhirnya Shafira mencapai puncak kepuasan yang lebih hebat dari yang pertama kali dia alami.
Shafira menyentuh kontol Jefry. Jemari tangannya yang halus, menimbulkan rasa nikmat yang amat sangat bagi lelaki itu. Setelah giliran Jefry menelusuri inci demi inci tubuh Shafira, dia meremas lembut payudara gadis itu, dan menjepit puting susunya dengan jari, lalu memelintir sambil sesekali ditariknya putting itu dengan gemas.
668Please respect copyright.PENANAaWDV81Nv0D
“Ouwhhhhhhhhhhhh!” Shafira merintih perlahan.
Jefri menikmati paras gadis itu yang semakin cantik saat merintih nikmat. Matanya tertutup sementara bibirnya terbuka sedikit, sungguh seksi dan merangsang. Jefry segera mencium bibir Shafira dan memasukan lidahnya kedalam mulut gadis itu. Lidah mereka saling membelit dengan ganas. Shafira melepas ciumannya, kemudian perlahan menciumi tubuh Jefry. Dari dagu, leher terus ke dadanya, kemudian mengulum dan menggigit perlahan puting kecil di dada lelaki gagah itu.
668Please respect copyright.PENANABRYFCCp64P
Jefry hanya mampu mendongak, menikmati sensasi yang tidak terkira. Dengan lidahnya yang hangat, Shafira menelusuri tubuh Jefry perlahan turun ke arah perut, menciumi pusar, lalu terus turun. Tidak sabar Jefry membayangkan kenikmatan apa yang akan dia terima selanjutnya. Perlahan, Shafira mencium kepala kontol Jefry yang masih tertutup kulup. Kemudian kontol itu dimasukkannya ke mulutnya, sampai menyentuh tenggorokannya. Bukan main nikmatnya kontol Jefry diperlakukan seperti itu oleh seorang gadis muslimah yang cantik jelita.
668Please respect copyright.PENANAoDpQCtJ0Pt
“ Uuuhhhh... hhhhh... Aaahhhhhhh... hhhhh... “ desah Jefry merintih nikmat.
668Please respect copyright.PENANAQoaQjEO82Z
Perasaan nikmat dan mendesak kuat membuat Jefry ingin keluar, namun dia bisa menahannya. Meski dia hampir mencapai titik kenikmatan tertinggi, dan Jefry tidak ingin hal itu terjadi secepat ini. Dia segera mencabut kontolnya dari mulut Shafira.
668Please respect copyright.PENANAXJWSsqRfXA
“ Sssss… ahhhhh… nikmat sekali mulut kamu Shafira. “, kata Jefry sambil kembali mencium bibirnya.
Lidah mereka kembali berkait dan bertaut dengan ganas, membuat nafas mereka semakin memburu,
668Please respect copyright.PENANAkIXUOTQCP3
Sambil tetap berciuman, Jefry membimbing Shafira menuju tempat tidur. Merebahkan tubuhnya, lalu ditindihnya. Jefry melepaskan ciumannya dari bibir Shafira. Lalu dia mencium kening gadis itu, kedua matanya, pipinya, dagunya, dan kedua telinganya bergantian. Nafas Shafria semakin memburu, sementara jari-jari kedua tangannya meremas rambut Jefry.
668Please respect copyright.PENANAa9yi65OlYu
Dengan lidah, Jefry memulai penelusuran terhadap tubuh Shafira melalui leher. Perlahan turun, menuju belahan dadanya, kemudian naik ke puncak bukit indah miliknya. Jefry mengitari puting susunya, sebelum mengulum dan mengisap dengan mulutnya. Sementara itu, tangan kanan Jefry yang bebas meremas dan mempermainkan puting susu sebelanya.
‘Ouwhhhhhhhhhh…ouwhhhhhh..ouwhhhhhhh.”
Shafira meracau tidak jelas, sementara kuku jarinya mulai menghunjam kulit kepala Jefry.,
668Please respect copyright.PENANAwRA78jbuQx
“ Adddduuuuhhhh Jef... Aahhhhh... ouhhh…. “
668Please respect copyright.PENANACjKYcnbPvC
Puas bermain di buah dadanya, Jefry melanjutkan penelusuran semakin ke bawah, menuju memeknya. Lelaki itu memposisikan tubuhnya di antara kedua kaki gadis itu yang terbuka. Memeknya terlihat basah dan lembab. Bulu-bulu halus yang tidak terlalu lebat, tertata rapi dan hitam, kontras sekali dengan warna kulitnya yang putih mulus. Dengan jari tengah, Jefry mengusap dan memainkan klitorisnya.
668Please respect copyright.PENANAmyc21Qma4J
Pinggang Shafira terangkat, membuat tubuhnya melengkung. Perlahan, Jefry menciumi memeknya yang wangi, dia menjulurkan lidahnya, lalu memainkan klitorisnya. Jefry sempat melihat kepala Shafira yang terlempar ke kiri dan ke kanan menahan nikmat. Jari jemarinya semakin ganas meremas kepala Jefry.
668Please respect copyright.PENANAyrBdEewjYe
“ Aauwwwww... Aaahhhhhh... yhaaaaa... yhaaa... yhaaa... aaaccchhh... hhhh... aduhhhh... terrrussss... terus !! ach... ach... ach... Aaaaaaaaahhh... “
668Please respect copyright.PENANANc2ER8B62o
Kedua paha Shafira menjepit kuat kepala Jefry, kemudian tergeletak lemas. Lelaki itu tahu Shafira telah mencapai puncak kenikmatannya.
668Please respect copyright.PENANAtbQbNyZAvb
668Please respect copyright.PENANApKOOyErAFx
Tidak berlama-lama, dengan perlahan dan sangat hati-hati, Jefry memasukkan jari tengah tangan kanannya ke dalam rongga memek Shafira. Lalu dia menyentuh seluruh dinding rongga memek yang halus dan hangat itu dengan ujung jarinya. Kadang ditekan sedikit keras, membuat nafsu birahi Shafira makin naik. Dengan posisi telapak tangan mengarah ke atas, Jefry menekuk jarinya menyentuh dinding rongga bagian atas. Lelaki itu melanjutkan penekanan di beberapa bagian dalam memek Shafria, sambil memperhatikan reaksi tubuh gadis itu.
668Please respect copyright.PENANA6DQxHSD71C
“ Auwww… aduh, Jefryyy.. rasanya ingin pipis lagi... “ Erang Sjhafira tiba-tiba,
668Please respect copyright.PENANAaJVCvSHp1f
“ Sayang, Relaks saja dan nikmati... “
668Please respect copyright.PENANAdZnS2Vr1rs
Jefry menekan-nekan jarinya berulang-ulang pada titik tersebut hingga menyerupai getaran. Kepala Shafira kembali terlempar kekiri dan kekanan. Matanya terbelalak ke atas, hinggga hampir tidak terlihat bagian hitamnya. Tangannya telentang pasrah, masih lelah dan lemas.
668Please respect copyright.PENANArgV4EDDw9q
“ Aaaacchhh... Aaahhhhhhh... Aaahhhhhh... “ erangannya semakin keras.
668Please respect copyright.PENANAZRj8mXf0y1
Perlahan memposisikan kepalanya di depan memek Shafira, dijulurkan lidahnya, untuk memainkan klitorisnya. Shafira teriak tidak tertahankan,
668Please respect copyright.PENANAHqSmXjL8Hp
“ Aaahhhhh... Ouhhhh... Sssss... ahhhh… Ampuuuunnnnn... Aaahhhhhhhh... “
668Please respect copyright.PENANAZI8JE6IcW6
Tangannya kembali buas meremas kepala Jefry, sementara kedua pahanya kembali menjepit kepala lelaki itu dengan kuat. Punggungnya terangkat tinggi membuat tubuhnya melengkung. Jefry melanjutkan penekanan pada titik bagian atas rongga memeknya, sambil lidahnya terus mengelus, memelintir dan mempermainkan klitorisnya.
668Please respect copyright.PENANAzxGYFZo3tp
“ Ouhhh… Sssss… ahhhhhh... “
668Please respect copyright.PENANA4Cp4gvN1WS
Tubuhnya mengejang lalu terlempar keras ke belakang, ke atas kasur tempat tidur. Rongga memeknya terasa mendenyut-denyut, menjepit erat jari tengah Jefry yang masih berada di dalam. Tidak lama tubuh Shafria mulai melemas. Telentang pasrah telanjang di atas tempat tidur. Dari memeknya merembes cairan kenikmatan.
668Please respect copyright.PENANAYutKszpYS6
Shafira kemudian menarik, mengelus dan mengulum batang kontol Jefry dengan rakus. Dengan lidahnya, dijilatinya bagian bawah batang Jefry, menimbulkan kenikmatan yang amat sangat bagi lelaki itu.
668Please respect copyright.PENANAX5Lo1LuMtS
Jefry mencabut kontolnya lalu menyodorkannya ke bibir memek Shafira. Dia menusukkan batang kontolnya yang besar, keras dan padat itu ke dalam liang memek Shafria yang lembut dan hangat. Kuku jemari Shafira menancap keras di punggung Jefry.
668Please respect copyright.PENANAl1mHw7hvsQ
“ Ouhhhh.... aahhhhh... ouhhhh…. “ Shafira merintih nikmat.
668Please respect copyright.PENANANVAZ6lA8dq
Terlihat alis matanya mengkerut sementara kedua matanya tertutup rapat. Rasa nikmta sekaligus nyeri akibat memeknya dimasuki oleh batang yang begitu besar, panjang dan sekeras batu. Perlahan tapi pasti, inci demi inci batang itu menguak masuk. Jefry merasa sudah menyentuh dasarnya pada saat batangnya belum masuk seluruhnya. Shafira semakin merintih,
668Please respect copyright.PENANAZBmSQWf1lB
“ Aouw… Ssss… ahhhhh... “
668Please respect copyright.PENANAZOUHJWoXs9
Perlahan dan hati-hati Jefry menekan terus sampai masuk seluruhnya. Mendiamkan beberapa saat hingga Shafira terbiasa, sebelum memompakan kontolnya dalam liang memek itu. Kedua tangan Jefry menopang tubuhnya agar tidak menindih Shafria terlalu keras, sementara pinggul Jefry dengan giat bergerak maju mundur berulang-ulang. Shafira merintih semakin keras,
668Please respect copyright.PENANAx4aVRYgxNt
“ Accchhhh... yeaaah...ahhhhh... Auwwww... ouhhh... “
668Please respect copyright.PENANAqkQpWp0bRx
Tubuhnya bergoyang ke atas ke bawah, terdorong oleh tusukkan penis dan goyangan pinggul Jefry. Rambutnya berantakan tergerai di atas bantal, sementara matanya tertutup rapat. Mukanya sudah terlihat santai, tanda ia sudah dapat menikmatinya. Sesekali Jefry mencium bibirnya yang terbuka sedikit. Hal itu memperlihatkan giginya yang putih dan tersusun rapi, sungguh menggairahkan.
668Please respect copyright.PENANAKglGP9khY3
Butir-butir keringat mulai bercucuran di tubuh Shafira, juga di tubuh Jefry. Di belahan dada diantara kedua buah dada Shafria yang bergoyang, terlihat titik-titik keringat bermunculan. Sungguh pemandangan yang seksi dan menggairahkan, Entah berapa lama dalam posisi itu, tiba-tiba Jefry ingin mencoba posisi yang lain. Lelaki itu menarik kedua kaki Shafria dan diletakkan di pundaknya. Shafira menjerit protes,
668Please respect copyright.PENANATu3ZsOcZ80
“ Addduhhh Jef, sssaakkiiittt... “
668Please respect copyright.PENANAnv0z1F7y8s
Keluhan Shafira tidak terlalu dipedulikan oleh Jefry, dia memompa terus keluar masuk, berputar, maju mundur, mulanya perlahan lalu semakin cepat. Shafira merintih menahan nikmat,
668Please respect copyright.PENANApjKKTQ0OrM
“ Aaaachhhh... Yaaa... ouhh ... tttteeerruuusssss... terusss... Ach... Ach... Ach... Ach... AAaahhhhhhhh... “
668Please respect copyright.PENANAmNLM8d4zu2
Jefry merasakan denyutan berulang-ulang dari memek Shafira. Gadis itu sudah sampai ke puncak kenikmatan. Jefry berkonsentrasi merasakan sensasi kenikmatan yang ditimbulkan oleh gesekan batang kontolnya dengan dinding memek Shafira, dia memompa semakin cepat, semakin cepat, semakin cepat, dan dengan disertai erangan panjang,
668Please respect copyright.PENANA37kIOMz5is
“ Aaaaacccchhhhhh... “
668Please respect copyright.PENANAII0fh45u6p
Jefry menusukkan kontolnya sedalam-dalamnya, kemudian dia mencabut kontolnya dan meyemprotkan cairan kenikmatan sebanyak-banyaknya ke wajah cantik Shafira. Jefry ambruk menimpa tubuh gadis itu yang langsung memeluknya dengan erat. Sambil mencium pipi Shafira, Jefry berkata,
“ Terima Kasih sayang, kamu nikmat sekali ... “
Shafira membuka matanya, mencium bibir Jefry lama, dan balas berkata,
“ Sama-sama Jefry... enak sekali ... nikmat tapi capek. “
Malam itu mereka tidur berpelukan sampai pagi. Di momen itu, seolah tidak ada lagi yang berarti selain mereka berdua, terhubung dalam sebuah momen intim yang tidak akan pernah mereka lupakan.
***
668Please respect copyright.PENANAIKvUXgEjto
Shafira duduk terpaku di sofa ruang tamu, tak mampu mengalihkan pandangannya dari ayah dan ibu yang sedang menatapnya penuh harap. Tangan mereka yang biasanya penuh kasih, kini terasa seperti belenggu yang menjeratnya dalam kebingungan yang mencekam.
Detik itu terasa melambat, udara seakan enggan masuk ke paru-parunya. Suara jam dinding yang berdetak semakin keras di telinganya, menciptakan irama tak beraturan dengan denyut jantungnya yang berdegup kencang.
Lamaran ini... bagaimana mungkin datang begitu tiba-tiba?
Shafira menelan ludah, berusaha menyingkirkan kegelisahan yang menyesak di tenggorokannya. Nama Ustadz Hilmy yang disebutkan tadi menggema di pikirannya, seperti sebuah mantra yang sulit diabaikan. Dia tahu siapa ustadz itu—sosok yang tak hanya terkenal karena dakwahnya di televisi, tetapi juga dihormati banyak orang karena integritasnya yang tak ternodai. Ustadz yang bahkan ibu-ibu pengajian idolakan, dan ayahnya sering memuji dengan bangga. Setiap kali nama itu disebut, senyum puas selalu terpancar dari wajah orang tuanya.
Namun, berita ini... Ini terlalu mendadak. Shafira seakan terseret dalam pusaran emosi yang tak terduga. Hatinya bertanya-tanya, "Kenapa aku? Kenapa sekarang?"
"Ayah... Ibu..." suaranya lirih, hampir tenggelam di antara detak jam dan desiran angin dari jendela yang terbuka. "Ini semua... terlalu cepat."
Kedua orang tuanya saling bertukar pandang, dan senyum mereka melebar, seolah tidak menangkap kegamangan yang membekap putri mereka. "Shafira, Nak, ini berkah besar," kata sang ayah dengan suara berat tapi penuh keyakinan. "Kesempatan seperti ini tidak datang dua kali. Ustadz Hilmy adalah orang baik, alim, dan berpengaruh. Dia bisa memberikanmu kehidupan yang penuh berkah."
Shafira ingin berbicara, ingin mengatakan bahwa hatinya belum siap, bahwa dia bahkan belum sempat mengenal siapa sebenarnya Ustadz Hilmy di balik segala popularitasnya. Tetapi lidahnya kelu, suaranya tercekik oleh kenyataan yang menghantamnya bertubi-tubi.
Pandangan ibunya yang penuh kasih namun mendesak membuatnya semakin terpojok. "Nak, ibu hanya ingin yang terbaik untukmu. Ustadz Hilmy itu... dia pilihan yang sempurna."
Dada Shafira semakin sesak. Sempurna... kata itu seperti belenggu yang makin mengerat, menahan setiap desah nafasnya. Tapi apakah hidup yang sempurna itu berarti menjalani takdir yang belum sempat ia pilih?
Di tengah kebisuan yang menyesakkan, hanya ada satu hal yang ia yakini—ini adalah persimpangan besar dalam hidupnya. Satu langkah salah, dan mungkin, semua akan berubah selamanya.
Shafira tersenyum kaku, sejujurnya dia tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya, terutama setelah melihat betapa bersemangatnya mereka. Tapi, dalam hatinya, ada penolakan kuat. Perasaan aneh yang menekan dadanya, seperti keraguan yang tak bisa ia ungkapkan. Dia telah jatuh cinta kepada Jefry dan telah menyerahkan tubuhnya. Bagaimana dia bisa menerima begitu saja perjodohan ini.
“Ummi, Abi... aku belum selesai kuliah,” kata Shafira akhirnya, mencoba mencari alasan. “Aku ingin fokus dulu sama studi. Aku nggak yakin siap untuk menikah secepat ini.”
Ustadz Farid tersenyum, seolah telah menduga tanggapan itu. “Ustadz Hilmy mengerti, Nak. Dia bilang, kamu bisa tetap melanjutkan kuliah setelah menikah. Dia akan mendukung pendidikanmu.”
Shafira semakin terpojok. Semua yang dikatakan ayahnya terasa masuk akal, namun hatinya berbisik lain. Dia memikirkan hubungannya dengan Jefry dan juga tentang kebebasannya. Dia juga merasa sudah tidak suci lagi untuk dipinang seorang alim seperti Ustadz Hilmy.
Di sudut benaknya, wajah Jefry terlintas, mengingat percakapan mereka beberapa hari lalu di taman belakang. Di samping Jefry, hidup terasa begitu sederhana dan jujur. Tidak ada tekanan status atau pengaruh besar, hanya ketenangan yang perlahan mulai membuatnya nyaman. Namun, lamaran dari Ustadz Hilmy ini mengubah segalanya. Dan di hadapan orang tuanya, menolak rasanya tak mungkin.
“Aku... aku nggak tahu,” ucap Shafira pelan, pandangannya tertunduk. “Ini terlalu cepat.”
Senaiya menatap putrinya dengan penuh kasih. “Kami hanya ingin yang terbaik untukmu, sayang. Kami percaya, Ustadz Hilmy akan menjadi suami yang baik. Kamu akan mendapatkan kehidupan yang penuh berkah dan keberkahan.”
Shafira tersenyum tipis, tetapi hatinya masih penuh keraguan. Di satu sisi, dia tahu bahwa lamaran ini adalah kehormatan besar, sebuah kesempatan emas yang mungkin tak akan datang dua kali. Tapi di sisi lain, ada sesuatu yang belum bisa dia lepaskan—sebuah kerinduan akan kebebasan, tentang cinta yang lebih sederhana, lebih nyata.
Namun, Shafira merasa berbeda. Bukan karena dia meragukan kebaikan ustadz tersebut, tetapi hatinya sudah terikat pada Jefry. Meskipun dia tahu Jefry tidak sebanding dalam hal status dan agama, Shafira tidak bisa mengabaikan perasaannya. Lamaran itu justru membuatnya semakin tertekan.
Malam itu, angin berembus lembut di luar jendela, tetapi di dalam rumah, suasananya sangat tegang. Shafira duduk di ruang tamu, berhadapan dengan ayah dan ibunya. Diskusi yang berlangsung sepanjang malam telah mencapai puncaknya, dan Shafira merasa kepalanya hampir meledak karena tekanan.
"Apa lagi yang perlu kamu pikirkan, Nak?" suara Ustadz Farid terdengar penuh dengan kekecewaan, namun tetap lembut. "Ini bukan hanya soal kamu, ini soal keluarga kita. Nama baik, kehormatan, dan masa depanmu."
Senaiya duduk di samping suaminya, diam-diam menatap Shafira dengan tatapan sayu. Raut wajahnya mencerminkan ketegangan yang sama—ketakutan akan keputusan yang Shafira akan ambil. "Shafira, sayang, kami hanya ingin yang terbaik," katanya pelan, penuh harap.
Shafira merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Ia menatap ke arah ayah dan ibunya, dua sosok yang sangat ia cintai dan hormati, namun perasaan di dadanya memberontak dengan keras. Dia tahu, dia tidak bisa lagi mengabaikan suara hatinya.
"Aku nggak bisa, Abi, Ummi..." Suara Shafira nyaris bergetar, tapi dia mencoba tetap tegas. "Aku... aku menolak lamaran ini."
Kata-kata itu seperti bom yang meledak di tengah ruangan. Ustadz Farid terdiam, menatap putrinya dengan mata yang penuh kebingungan dan kekecewaan. "Apa maksudmu? Ini keputusan besar. Kau tidak bisa menolaknya begitu saja."
"Aku tidak siap," Shafira menjawab dengan nada yang lebih kuat. "Aku nggak bisa menikah dengan Ustadz Hilmy, meskipun kalian menganggap dia yang terbaik. Ini hidupku."
Senaiya menarik napas dalam, air matanya mulai membayang. "Shafira... kami tidak pernah memaksamu. Tapi, tolong pikirkan lagi. Ini keputusan yang besar."
Shafira menggigit bibirnya, menahan rasa bersalah yang menyeruak. Dia tahu, ini akan menghancurkan harapan orang tuanya. Namun, di balik semua itu, ada tekad yang semakin kuat dalam hatinya. Dia tidak bisa terus menjalani hidup dengan jalan yang bukan pilihannya sendiri.
"Aku sudah memikirkan ini, Ummi," kata Shafira dengan lirih namun mantap. "Dan aku sudah mengambil keputusan."
Bersambung
ns 15.158.61.11da2