
Antara Sakit dan Nikmat
Pagi masih tenang di rumah Bu Ros. Angin sepoi-sepoi masuk lewat jendela yang setengah terbuka. Di ruang tengah, Pram duduk bersila di atas karpet, bersiap memijat Heny yang duduk memiring di hadapannya.
Doni, suami Heny, duduk tak jauh dari situ. Kedua tangannya masih digantung perban, hanya bisa memperhatikan.
“Maaf ya, Hen… ini mungkin agak ngilu,” ucap Pram pelan sambil menuang minyak pijat ke telapak tangannya.
Heny hanya mengangguk, wajahnya tampak gugup. Ia mengenakan daster tipis warna lembut, lututnya sedikit terangkat, celana pendek dalamnya terlihat sedikit saat ia menggeser posisi.
Pram memulai dari pergelangan kaki, naik perlahan ke arah dengkul yang bengkak.
“Ugh… a-aduh, Mas…” Heny spontan mengaduh saat tekanan sampai ke bagian sendi.
“Tenang… tarik napas, saya tekan pelan dulu,” kata Pram lembut.
Wajah Heny memerah. Ia menggigit bibir bawahnya. Nafasnya terengah, seperti menahan sesuatu. Matanya sesekali melirik ke arah Doni—malu, tapi tak mampu menghentikan pijatan Pram yang perlahan menjalar ke atas.
Ketika Pram menyentuh bagian atas lutut, jari-jarinya sedikit masuk ke paha dalam.
“Mas… itu jangan terlalu… a-ah…” Heny mencoba menahan, tangannya refleks menyentuh lengan Pram, tapi tak benar-benar mendorongnya.
“Maaf, Mbak. Ini titik kuncinya di sini. Harus saya tekan biar ototnya nggak kaku terus,” jelas Pram sambil tetap menjaga nada suaranya netral.
POV: Doni
Doni melihat semuanya dari tempat duduknya. Istrinya sendiri yang meminta dipijat, tapi kini justru tampak seperti orang menahan kenikmatan. Suaranya bukan sekadar sakit. Desahan pelan, tubuh menggeliat, dan bibir menggigit… itu bukan Heny yang biasa dia kenal.
‘Dia malu… tapi geli. Dia tahan-tahan, tapi suaranya malah makin ngilu...’
Doni menelan ludah. Celananya makin sempit. Ia melihat paha Heny terbuka sedikit saat posisi kakinya berubah. Dan Pram… tetap seperti biasa, tangannya profesional, tak menggoda sama sekali. Tapi justru itu yang membuat Doni makin terangsang.
‘Gila… kalau cowok segitu santainya mijat paha istriku, dan Heny malah nggak nolak…’
Ide liar muncul di kepala Doni. Ia membayangkan Heny mulai kehilangan kontrol. Atau... dia sendiri yang bantu meyakinkan Heny agar “tidak perlu malu.” Bahkan... bagaimana kalau Pram diajak lebih dari sekadar mijat?
Doni berdeham, pura-pura santai. Tapi dalam hatinya, hasrat sudah membara. Antara cemburu dan nafsu, batasnya makin kabur.1860Please respect copyright.PENANAymIqmTI7m7
Doni tetap duduk di sudut ruang, matanya tak lepas dari tubuh istrinya yang kini mulai terlihat semakin gelisah. Paha Heny sedikit gemetar, matanya tertutup rapat. Pram masih memijat dengan ritme pelan dan stabil, fokus pada titik-titik tekanan.
Doni mengambil ponselnya diam-diam, mengetik pesan cepat sambil menahan napas.
> "Sayang… santai aja. Nafas yang panjang. Biar nggak makin sakit."
Heny yang ponselnya ada di samping bantal sempat melirik ke layar dan membaca pesan itu. Matanya melirik sebentar ke arah Doni, wajahnya memerah. Lalu ia mengangguk pelan, mencoba mengikuti saran suaminya.
Tapi begitu jari Pram menekan bagian sisi paha dekat lipatan pangkal celana dalam, tubuh Heny kembali melenting ringan.
“A-aahh...!” suaranya lepas.
Pram langsung berhenti sejenak. “Maaf, terlalu keras ya, Mbak?”
Heny menggeleng cepat, bibirnya terbuka, napasnya berat. “Bukan… i-ini… ototnya... emang tegang...”
Doni mengetik lagi.
> "Kamu kuat, Hen… suaranya nggak papa. Aku ngerti kamu sakit, bukan yang lain."
Tapi nyatanya, suara Heny makin sulit dikontrol. Setiap kali Pram menekan titik-titik di paha dan sekitar sendi pangkal, tubuhnya gemetar. Suaranya terdengar seperti campuran antara nyeri… dan kenikmatan yang tak bisa dijelaskan.
"Aduh… Mas… uuh… s-sakit… tapi enak…"
Pram tetap diam, hanya mengangguk kecil dan lanjut memijat dengan hati-hati. Tapi Doni di sudut ruangan menelan ludah keras. Batangnya menegang keras di balik celana tidur, dan ia menahan diri agar tak terlihat terlalu jelas.
Pikirannya penuh dengan imajinasi liar, apalagi saat Heny mulai menutup wajah dengan tangan, suaranya makin mendesah:
“Hhhnn… aaah… Mas…”
> "Sayang… kamu cantik banget. Aku liatin, dan aku bangga kamu kuat. Biarkan Pram bantu kamu…"
Mata Heny berkaca-kaca. Wajahnya merah padam. Tangannya menggenggam bantal dengan erat, punggungnya agak terangkat saat Pram mengusap sisi paha dengan gerakan memanjang.
Ia mencoba menahan suara, tapi malah terdengar makin mendesah:
“Mmhh… iya… pelan, Mas… uuuh…”
Doni nyaris tak tahan lagi. Ia hanya bisa duduk, tangan terikat perban, batangnya berdiri tegak, dan pikirannya melayang ke mana-mana. Dan Heny… istrinya sendiri… tetap berbaring pasrah, setengah terpejam, sambil menggigit bibir, sesekali menoleh ke arah Doni, seakan minta maaf… atau justru minta dimengerti.
Tak sabar dirinya ingin sesi pijat berhenti dan langsung menerkam istrinya
Namun apalah daya ..
POV: Heny
1860Please respect copyright.PENANAi5KDhOf62d
Heny nyaris tak bisa bernapas dengan normal. Setiap sentuhan tangan Pram membuat tubuhnya bergetar. Bukan cuma karena sakit… tapi ada sesuatu yang lain. Daster tipisnya sudah tersingkap cukup tinggi, paha dalamnya basah oleh minyak pijat. Kulitnya terasa panas.
1860Please respect copyright.PENANA7kJ1GcoIcI
'Ini salah… aku nggak boleh merasa begini… tapi tangannya… hangat banget…'
1860Please respect copyright.PENANAHKdzAQ54zT
Ia melirik ke arah Doni, suaminya, yang masih duduk menonton dari ujung ruangan. Wajah Doni datar, tapi matanya tak lepas dari tubuhnya.
1860Please respect copyright.PENANAwwIGz27vEW
'Dia lihat semua ini… dan dia… membiarkannya?'
1860Please respect copyright.PENANAX4YTBUlg4I
Pikiran Heny kacau. Satu sisi tubuhnya ingin menolak, ingin menepis tangan Pram yang terus menyusup di sela paha. Tapi sisi lainnya… justru menanti sentuhan berikutnya.
1860Please respect copyright.PENANAn6be21sbCY
Lalu… saat Pram menekan titik saraf dekat pangkal pahanya, rasa geli dan sakit bercampur, membuat tubuhnya refleks bergerak. Tangannya spontan meraih ke arah depan tubuh Pram, dan—
1860Please respect copyright.PENANA1hEfxg8AM4
Plak.
1860Please respect copyright.PENANAVfofO33JQx
Telapak tangannya menempel di selangkangan Pram.
1860Please respect copyright.PENANAbqAmtNZ2Tp
Mata Heny langsung membelalak.
1860Please respect copyright.PENANAWVx92TFccR
Bukan karena sentuhannya… tapi karena kerasnya tonjolan di balik celana Pram.
1860Please respect copyright.PENANAm5Mq1PA2pF
'S-sumpah… itu… segede itu?'
1860Please respect copyright.PENANAVVymMO611Y
Ia sempat terpaku. Jari-jarinya bahkan tanpa sadar meremas sedikit, seperti mengecek kebenaran "benda" yang disentuhnya. Baru satu detik… dua detik… sebelum akhirnya ia tersadar dan menarik tangannya cepat.
1860Please respect copyright.PENANAbF9oMAg5dJ
“Ma-maaf… aku nggak sengaja…” suaranya lirih, matanya tak berani menatap.
1860Please respect copyright.PENANAbE9ebxNeHx
Wajahnya merah padam, jantungnya berdegup kencang.
1860Please respect copyright.PENANAAF3ayEESAe
Tapi Pram hanya tersenyum tipis, lalu melanjutkan memijat… seolah tak terjadi apa-apa.
POV: Pram
1860Please respect copyright.PENANAb3w7Z1o9Ac
Pram menangkap semuanya—reaksi Heny, tatapan matanya, cara tangannya sempat menyentuh lalu meremas barangnya. Tapi ia tetap tenang. Ia bukan tukang pijat biasa. Ia paham anatomi tubuh… dan cara kerja syaraf.
1860Please respect copyright.PENANAlJS1Wsqitd
‘Heny ini… aslinya liar. Cuma belum sadar. Polos, iya. Tapi tubuhnya gampang terangsang. Terlalu mudah malah.’
1860Please respect copyright.PENANAWYrkN9RzcB
Tadi, ia sengaja menekan titik saraf yang dikenal bisa memicu stimulasi di area bawah perut—bagian yang disebut titik G minor di refleksi. Dari cara paha Heny bergetar, ia tahu efeknya kena.
1860Please respect copyright.PENANACDoefcTxvi
‘Dan dia meremas barangku bukan karena panik. Tapi penasaran. Terpesona.’
1860Please respect copyright.PENANAgYHqLLNO5Q
Pram menekan satu titik lagi di sisi pinggul, perlahan memutar dengan ibu jari.
1860Please respect copyright.PENANAKpgqSadGkF
Tubuh Heny menegang lagi. Paha dalamnya terbuka sedikit tanpa sadar. Desahan kecil lolos dari bibirnya.
1860Please respect copyright.PENANAuVHPj672Pa
“Hmmmh… a-aduh…”
1860Please respect copyright.PENANAbW9ZGYNCbq
'Itu bukan desahan kesakitan. Itu tubuh yang mulai menyerah.'
1860Please respect copyright.PENANAGOOey8Gy4w
Pram tetap diam. Ia seperti biasa—tenang, fokus, seolah tak tahu istrinya orang sedang di ambang orgasme ringan. Tapi dalam pikirannya, ia sudah membayangkan bagaimana tubuh Heny akan merespons jika ia menekan titik berikutnya… dan berikutnya…
POV: Doni
1860Please respect copyright.PENANAtkGuGHZWh6
Matanya tak lepas dari istrinya. Ia tahu ada sesuatu yang berbeda.
1860Please respect copyright.PENANABzo83dJnKP
Gerakan tangan Heny terlalu berirama. Terlalu tenang untuk dibilang kebetulan. Tapi juga terlalu halus untuk bisa dipastikan sepenuhnya dari sudut tempatnya duduk.
1860Please respect copyright.PENANAkAuKywvacb
Ia menunduk, membuka WA.
1860Please respect copyright.PENANAA18mhClhiz
> "Sayang..."
1860Please respect copyright.PENANAh7Jtmf1X4c
1860Please respect copyright.PENANANnoUVOLG63
1860Please respect copyright.PENANAZk13semMwy
Tak dibalas.
1860Please respect copyright.PENANATFUtymtaHo
Ia ketik cepat lagi.
1860Please respect copyright.PENANAEssSZZ9pBn
> "Tanganmu lagi ngapain tuh? Pegangin mas Pram ya?"
1860Please respect copyright.PENANAaAmPD2JgXA
1860Please respect copyright.PENANA6bF8xMZax8
1860Please respect copyright.PENANAdS6DPG9fK0
Beberapa detik hening.
1860Please respect copyright.PENANARfPu8r0SX2
> "Terusin aja, nggak apa-apa kok. Aku nggak marah."
1860Please respect copyright.PENANAhXhmjLPaDm
1860Please respect copyright.PENANAvP7YiuZDPR
1860Please respect copyright.PENANAsvwPUrTrld
> "Serius. Aku suka lihat kamu kayak gitu."
1860Please respect copyright.PENANAGmGp5JjEl4
1860Please respect copyright.PENANAwt3bdFImgb
1860Please respect copyright.PENANAGOcP0RAEEO
Masih belum ada balasan. Tapi Doni merasa yakin. Instingnya terlalu kuat untuk salah.
1860Please respect copyright.PENANA0ggvTaXqFP
> "Sayang, aku tahu kamu pasti kaget... tapi aku pengen kamu nikmatin aja. Biar kamu lega juga."
1860Please respect copyright.PENANAszymXSGgZt
1860Please respect copyright.PENANAKFW6ZsyCyk
1860Please respect copyright.PENANAWFzkpJBLAA
Ia menatap kembali ke arah mereka. Pram masih tampak serius, duduk dengan tenang. Tapi Doni perhatikan… pria itu mengatur duduknya sedikit. Geser dikit, condongkan pinggulnya, dan seolah memberikan ruang bagi tangan Heny.
1860Please respect copyright.PENANAtDqNdY0zLT
Doni merasa jantungnya berdetak makin cepat.
1860Please respect copyright.PENANA9X1Esrx1Ye
Ponselnya bergetar.
1860Please respect copyright.PENANAEr8vzCTANy
> "Mas Doni, kamu ini makin aneh ya."
1860Please respect copyright.PENANAus9PT18Pri
1860Please respect copyright.PENANACtLdlqdgwl
1860Please respect copyright.PENANA67Noe99ipZ
> "Aku malu tau… Kamu suruh aku aneh-aneh depan orang. Ini tuh gak bener."
1860Please respect copyright.PENANAuBXlW0Gvkb
1860Please respect copyright.PENANAoxebN0Mbbn
1860Please respect copyright.PENANAsswrWOjuZy
> "Udah diem. Aku gak pegang apa-apa, tanganku pegel aja diginiin lama-lama."
1860Please respect copyright.PENANAOljM6jsG4e
1860Please respect copyright.PENANAq5nFrriEQS
1860Please respect copyright.PENANAsBMols85EF
Doni menggigit bibir, matanya menyipit.
1860Please respect copyright.PENANAf4Mj8TPjTv
> "Kalo cuma pegel kenapa geraknya naik turun pelan gitu? Jangan bohongin aku."
1860Please respect copyright.PENANA6diceG2Mbi
1860Please respect copyright.PENANAVTMEnYfAxb
1860Please respect copyright.PENANAdewhVhlUGX
> "Coba bayangin kamu beneran ngocok dia. Kan bisa kita pura-purain. Aku suka banget bayangin itu."
1860Please respect copyright.PENANAjOcyaFHb0j
1860Please respect copyright.PENANABxZXKVSMsU
1860Please respect copyright.PENANAK2b0CSyET8
Beberapa saat tak ada balasan.
1860Please respect copyright.PENANAfLmTq2l8MU
> "Udah ah! Jangan maksa! Aku malu! Mas Pram orang luar loh!"
1860Please respect copyright.PENANAcnBI0KuxCC
1860Please respect copyright.PENANAF4WkjK5M1m
1860Please respect copyright.PENANA6fTsAUUhQu
Doni menarik napas panjang. Ia mulai mengetik sesuatu, tapi tiba-tiba matanya menangkap gerakan kecil: tangan Heny yang sebelumnya diam di pangkuannya kini bergerak, naik-turun… pelan.
" itu tangannya ngocok Kontol atau lagi di pijat sih ??? " tanya hatinya
1860Please respect copyright.PENANAUDBVGPUtiI
ns18.222.30.59da2