“Neil!”
Ketika ia berbalik, sebuah senyuman indah dari gadis berambut pirang itu langsung menyambutnya. Sangat berkilau. Tidak butuh waktu lama hanya untuk membuatnya berlari ke arah gadis kesukaannya. Tidak butuh berbagai kata hanya untuk menggambarkan perasaannya saat ini. Ia hanya ingin memeluk gadis kesukaannya. Ia hanya ingin membenamkan wajahnya pada rambut pirang indah yang sangat halus itu.
Kehangatan langsung menjalar ke seluruh tubuh, ketika ia menempatkan gadis itu ke pelukannya. Ah, sangat menyenangkan sekali bisa mendekap peri tercintanya ini. Aroma parfum yang khas dan sangat ia rindukan, dalam sekejap menenangkan hatinya yang melankolis ini. Ia mulai memejamkan matanya, menikmati setiap detik yang terlewati bersama gadis yang paling ia cintai. Sentuhan lembut di kepalanya benar-benar menenangkan. Tangan halus itu membelai rambut hitam pendeknya dengan perlahan.
“Julie?”
“Hm?”
“Aku mencintaimu.”
* * *
Tahap persiapan sel stem yang telah diambil dari pendonor khusus sudah sejak lama selesai. Begitu pula inti sel yang mengandung informasi genetik telah diambil kemudian dipisahkan dari sel. Sama halnya dengan inti sel telur yang telah diambil dari pendonor khusus. Tahap implantasi sel stem ke sel telur menjadi langkah selanjutnya yang harus dilakukan dengan sempurna tanpa kesalahan. Hari kedua, sel telur yang telah dipicu untuk terjadi pembelahan dan pertumbuhan, telah membelah menjadi sel embrio. Sel embrio yang terus membelah, atau disebut blastosis, mulai memisahkan diri di hari ke lima dan siap diimplantasikan ke dalam rahim. Embrio tumbuh dalam rahim menjadi bayi dengan kode genetik persis sama dengan sel stem donor. Hal ini adalah apa yang pihak perusahaan publikasikan kepada khalayak ramai mengenai proses kloning yang mereka lakukan.
Tentu saja detil proses sesungguhnya tidak akan pernah diberitahukan. Misalnya tahap isolasi fragmen DNA yang spesifik dapat dilakukan dengan metode PCR (polymerase chainreaction) yaitu teknik amplikasi fragmen DNA yang spesifik secara in vitro. Kemudian proses penyisipan atau penyambungan molekul fragmen DNA dengan molekul DNA vektor atau disebut ligasi. Juga transformasi yang merupakan proses pemindahan molekul DNA donor dari lingkungan luar sel. Tidak lupa penyeleksian untuk mendapatkan kloning yang diinginkan dengan cara X-gal atau pemotongan dengan enzim restriksi.
Juga tidak ada yang tahu, bahwa anak-anak hasil kloning yang telah diawasi oleh pihak perusahaan, akan diambil kembali saat mereka berusia 20 tahun. Ingatan mereka dihapus secara permanen. Berbagai pengkodean yang dibuat dalam bentuk rangsangan mulai dimasukkan ke sel saraf otak mereka. Hingga akhirnya terbentuklah manusia sempurna tanpa cacat, patuh, dapat dikontrol sesuai keinginan ‘pelanggan’.
Inilah dunia pada masa depan. Kemajuan teknologi? Peradaban yang maju? Kesuksesan dalam hidup? Ya! Tentu saja, kurangnya populasi pria tidak pernah diperhitungkan oleh manusia terdahulu, bukan? Teknologi dan segala hal yang diharapkan manusia memang sangat nyata, tapi semua itu kini digunakan demi mempertahankan keberlangsungan populasi manusia di muka bumi ini.
“Ah, salju!”
Pria muda ini begitu terpana dengan butiran kristal putih yang berjatuhan di luar sana. Salju. Ia mempelajarinya di buku ketika berada di kelas persiapan dua minggu yang lalu. Ini adalah salju pertama yang turun. Hawa dingin tidak bisa masuk ke ruangan ini. Putih. Warna kristal es di luar sana, sama dengan apa yang ada di ruangan ini. Dinding putih, lantai putih, tempat tidur dan kasur putih, lemari putih, bahkan piyama putih bersih yang ia kenakan selama dua minggu terakhir. Hal pertama yang ia lihat ketika pertama kali membuka mata dua minggu yang lalu, adalah langit-langit putih ruangan ini.
Ia tersenyum. Kali ini ia tidak mengenakan pakaian serba putih itu. Ia mengenakan sweater pull over berwarna hitam yang hangat. Mantel hitam dan syal hitam tebal. Bahkan celana panjang yang ia kenakan juga berwarna hitam. Ia mengangkat kedua tangannya. Begitu pucat, semakin terang karena pakaian serba hitam yang ia kenakan.
“Neil? Kau sudah siap?”
Ia membalikkan badan dengan cepat, ketika benda yang ia ketahui bernama pintu terbuka, menampilkan sosok pria tampan paruh baya yang masih terlihat awet muda, tersenyum ramah lalu memakai kembali topi fedora hitam di kepalanya.
Ya. Neil. Ia mendapatkan nama itu dua minggu yang lalu. Ia sangat senang ketika mengetahui bahwa ia adalah satu-satunya pria yang memiliki nama sejak pertama kali membuka mata. Seluruh pria buatan di gedung ini masih belum memiliki nama. Mereka akan mendapatkannya ketika ada keluarga yang mau mengadopsi dan membawa mereka menjadi anggota keluarga itu.
Lalu sosok pria tampan di hadapannya ini, memperkenalkan diri sebagai Ayahnya. Francois Chavez. Nama keluarga pria ini juga disematkan pada Neil, hingga akhirnya ia memiliki nama Neil Chavez. Neil harus memanggil pria ini ‘Dad’. Mereka akan berpamitan dengan dr. Martin Paine yang telah menjadi penanggung jawab Neil selama di gedung ini. Ia adalah pria paruh baya yang seusia dengan Mr. Chavez sekaligus sahabatnya.
“Selamat menghadapi dunia, Neil.”
Neil ikut tersenyum, ketika pria paruh baya dengan rambut yang sudah memutih ini mengelus kepalanya. Neil mengikuti Mr. Chavez dari belakang setelah pria itu mengucapkan salam perpisahan dengan dr. Paine dan memeluknya penuh persahabatan.
“Kau siap bertemu ibumu, Neil?” Mr. Chavez tersenyum.
Mom. Ia langsung tahu siapa yang dimaksud oleh Mr. Chavez. Sosok yang akan berperan sebagai orangtua dan memberikan kasih sayang padanya. Sosok wanita yang merupakan pasangan hidup Dad. Neil sudah tidak sabar untuk melihat seperti apa sosok yang akan ia panggil ‘Mom’.
Mereka menuju halaman parkir gedung ini. Sebuah mobil hitam klasik sudah menunggu di sana. Seorang wanita juga berdiri di samping mobil itu. Hal pertama yang Neil lihat adalah rambut coklat panjang yang tergerai sempurna. Lalu kemudian wajah yang sangat cantik di usia 45 tahun milik wanita itu. Senyuman ramahnya membuat hati Neil merasa hangat. Ia sangat nyaman ketika melihat sosok wanita yang akan ia panggil ‘Mom’. Pakaian mahalnya yang elegan juga menarik perhatian Neil. Sangat serasi dengan penampilan Mr. Chavez.
“Neil!”
Mrs. Chavez sudah memeluknya dengan erat. Ketika wanita ini melonggarkan pelukan, ia langsung memegang kedua pipi Neil, memandang haru pada anaknya ini.
“Mom?”
Ucapan Neil berhasil membuat wanita ini meneteskan air mata. Sudah lama ia tidak dipanggil dengan sebutan itu. Ia sangat merindukannya, terutama ketika panggilan ini keluar dari mulut anak kesayangannya.
“Sebaiknya kita segera masuk ke mobil. Neil juga harus melihat rumahnya, kan?” Mr. Chavez tersenyum pada istri dan anaknya ini.
Neil mengangguk senang dan mengikuti pasangan ini masuk ke dalam mobil. Senyuman penuh kebahagiaan masih terukir di wajah Mr. dan Mrs. Chavez. Sesekali mereka melirik Neil yang tersenyum senang di kursi belakang. Ia sangat takjub melihat berbagai gedung tinggi yang mereka lewati sepanjang perjalanan. Belum lagi salju yang turun kali ini benar-benar membuat Neil kegirangan. Ia terus menempelkan telapak tangan ke kaca mobil. Merasakan sengatan halus dari hawa dingin di luar sana.
“Kita sudah sampai, Neil.”
Neil langsung keluar dari mobil. Ia memandang takjub pada bangunan bergaya klasik yang megah di depannya. Ini adalah kediaman keluarga Chavez yang terkenal itu. Neil juga mempelajarinya di kelas persiapan, segala hal mengenai keluarga paling berpengaruh di dunia ini. Chavez Corp. adalah milik orang yang sekarang ia sebut sebagai ‘Dad’. Perusahaan yang menghasilkan kloning para pria berkualitas demi keberlangsungan populasi manusia di dunia ini. Neil sangat bersyukur karena ia telah diadopsi oleh keluarga superior ini.
“Kau tidak terkejut?” Mr. Chavez tersenyum jahil padanya.
“Tidak. Sangat masuk akal mengingat aku telah diambil oleh keluarga paling berpengaruh di dunia.” ucapan polos Neil membuat Mr. Chavez bangga akan kejeniusan anaknya ini.
Neil melangkah masuk ketika Mrs. Chavez memanggilnya. Sekali lagi Neil takjub melihat bagian dalam rumah yang sangat klasik di era yang sudah maju ini. Mr. dan Mrs. Chavez memasukkan barang-barang milik Neil yang ia bawa dari Chavez Corp.
“Kamarmu ada di lantai atas.” Mrs. Chavez tersenyum ramah sambil menunjuk ke bagian lantai dua rumah ini.
Neil berlari senang menuju kamarnya, bahkan ketika ia menaiki anak tangga. Ia menebak-nebak, yang mana kamar yang akan ia tempati? Ia membuka pintu pertama setelah menaiki tangga. Sebuah mini theater. Neil menutup pintu ruangan itu, lalu beralih ke pintu lain di sebelahnya. Sebuah perpustakaan dengan banyak buku di jaman yang sudah maju ini, ketika Holo menjadi pengganti buku-buku yang digunakan oleh semua orang. Neil kembali beralih ke pintu lainnya.
Akhirnya ia menemukan kamarnya. Sebuah ruangan luas yang sangat rapi. Ada tempat tidur besar di salah satu bagian ruangan, sebuah pintu lain yang merupakan penghubung ke ruangan berukuran sedang lainnya yang merupakan lemari untuk menyimpan segala macam perlengakapan busana untuknya. Juga ada pintu lain yang menghubungkannya dengan kamar mandi. Kaca besar yang memperlihatkan pemandangan indah di tepian kota. Juga ada seorang gadis di tengah ruangan.
“Hah?”
Neil mengedipkan matanya, tak percaya dengan apa yang ia lihat. Neil melihat seorang gadis berambut pirang yang melipat lengan di depan dada, berdiri anggun sambil menatapnya. Senyuman yang terukir di wajah cantik itu begitu menggoda. Belum sempat Neil mencerna apa yang terjadi saat ini, gadis berambut pirang ini sudah berjalan mendekatinya dengan senyuman yang belum juga pudar.
Hangat. Neil merasakan kedua lengan yang melingkar di atas pundaknya. Neil terdiam kaku. Rambut pirang yang halus dan lembut, aroma floral yang menenangkan dapat tercium dari gadis ini. Pelukan hangat ini melonggar, lalu kedua tangan halus itu memegang pipi Neil. Begitu indah. Neil sangat menyukai garis wajah gadis di depannya ini. Sangat sempurna. Hidung mancungnya, mata biru lautnya yang mempesona, pipi tirusnya yang indah, bibir tipisnya yang menggoda. Senyuman yang Neil dapatkan ini adalah yang paling membuat hati Neil menjadi kacau.
“Aku merindukanmu, Neil.”
Bisikan lembut itu seolah membuat telinga Neil meleleh. Ia sangat menyukainya. Hal selanjutnya yang dilakukan gadis ini adalah yang paling membuat Neil terkejut. Bibir tipis itu yang sedari tadi Neil kagumi, kini sudah menekan lembut bibirnya sendiri. Ms. Paula tidak pernah mengajarkan ini di kelas persiapan. Apa yang harus Neil lakukan? Apa yang sebenarnya terjadi saat ini?
Neil sangat menyukainya. Kelembutan dan kehangatan yang ia rasakan saat ini. Membuat jantungnya berdebar kencang. Pengalaman aneh yang membingungkan, tapi membuatnya senang. Bibir gadis itu tidak lagi menempel dengan bibir Neil. Sedikit kekecewaan bagi Neil. Masih senyuman yang sama dari gadis ini, membuat Neil kembali merasa tenang.
Tanpa aba-aba, Neil keluar dari kamar dengan kedua lengan gadis ini yang masih melingkar di lehernya. Neil tidak memperdulikan keterkejutan yang gadis itu rasakan. Ia dapat melihat Mrs. Chavez yang sedang mempersiapkan makanan di meja makan, dari tempatnya berdiri. Sambil memegang pagar pembatas, Neil menoleh ke arah orangtuanya itu.
“Mom, Dad. Ada gadis berambut pirang di kamarku!” ucap Neil nyaring.
“Oh, kau sudah melihatnya? Bagaimana pendapatmu?” Mr. Chavez menoleh ke atas dan mendapati wajah anaknya yang kebingungan.
“Hm. Cantik.” Neil tidak tahu ingin berbicara apa.
“Itu adalah tunanganmu, Neil.” Mrs. Chavez tersenyum pada anak laki-lakinya.
Neil memandang tak percaya pada gadis yang berada dalam dekapannya ini. Tunangan. Neil langsung memahami apa yang terjadi. Gadis ini adalah Pemilik Neil. Wanita yang akan ia temani sepanjang hidupnya. Wanita yang akan membangun rumah tangga bersamanya.
“Namaku Julie.”
Gadis ini kembali tersenyum, membuat Neil melakukan hal yang sama. Ia sangat menyukai senyuman gadis ini.
“Hm, Neil, yang ada bersamamu itu adalah seorang Puteri Kerajaan di negeri ini.”
Ucapan nyaring dari ibunya membuat Neil terbelalak. Ia memandang tak percaya pada gadis dalam dekapannya ini.
“Nama lengkapku adalah Juliette. Tapi jangan berani-berani memanggilku dengan nama itu. Panggil saja aku Julie. Aku adalah seorang Puteri Kerajaan, sekaligus tunanganmu.”
Neil hanya terdiam kebingungan. Banyak sekali hal yang terjadi pada dirinya sepanjang hari ini. Neil bahkan tak berhenti menatap Julie ketika mereka semua menikmati makanan yang telah terhidang di atas meja makan. Neil langsung memberikan segelas air ketika gadis itu baru saja mengulurkan tangannya, membuat Mr. Chavez dan istrinya saling melempar tatapan kebingungan. Julie tak kalah bingungnya. Neil memberikan perhatian yang luar biasa padanya.
Julie bersiap pulang ketika mereka menyelesaikan makan bersama dan berbincang singkat. Neil mengantarkan Julie hingga ke depan rumah, memastikan bahwa gadis ini masuk ke mobilnya dengan selamat. Senyuman di wajah Neil masih belum pudar juga. Julie sampai tertawa pelan dibuatnya. Ia mengelus sebentar pipi Neil sebelum masuk ke dalam mobil. Julie menurunkan kaca mobil, dan mengeluarkan tangannya, menyuruh Neil untuk mendekat.
“Kunjungi aku sesegera mungkin. Aku memiliki apartemen di tengah kota. Jangan mendatangi istana, karena aku hanya ke sana sebulan sekali. Kau hanya akan menemui sepupuku si Puteri Mahkota jika tetap memaksakan diri mengunjungi istana.”
“Ya, aku akan menemuimu secepat mungkin.”
Neil memberikan senyuman terbaiknya lalu melambaikan tangan ketika mobil yang membawa Julie mulai meninggalkan rumahnya ini. Neil memandang ke atas. Salju berjatuhan di wajahnya, memberikan sensasi dingin yang baru pertama kali ia rasakan. Neil merentangkan tangannya ke atas, memejamkan mata, menikmati salju pertama sejak ia membuka mata pertama kalinya dua minggu yang lalu.
“Neil, cepat masuk! Kau akan sakit jika berlama-lama di luar. Udara semakin dingin.”
“Ya, Mom.”
Neil bersiap masuk kembali ke dalam rumah, tapi langkah kakinya terhenti. Ia melihat pantulan dirinya di kaca jendela rumah ini. Rambut hitam pendek yang rapi, kulit putih pucat yang terlihat semakin terang karena pakaian serba hitam yang ia kenakan. Neil sangat menyukai garis wajahnya. Neil lalu terdiam ketika ia melihat tatapan tajam dari mata hitam yang terpantul di kaca jendela. Mata hitam miliknya sangat gelap. Neil menarik kedua ujung bibirnya ke atas, mencoba membentuk senyuman. Perasaan aneh mulai melanda hati dan pikirannya. Ia sangat tidak asing dengan wajah ini, begitu familiar. Tapi senyuman itu begitu asing, terasa sangat baru. Seolah tidak pernah terukir di wajah ini. Neil lalu membayangkan wajahnya tanpa senyuman. Wajah serius yang dingin dan tatapan mata yang tajam.
* * *
ns 15.158.61.48da2