THE REASON I WAS STANDING OUTSIDE THIS GATE453Please respect copyright.PENANAXU2MlB7jbf
“Anak Muda, rumah itu sudah tidak berpenghuni lagi. Sejak lima tahun yang lalu, rumah itu telah kosong.”
“Paman, apa kamu tahu siapa pemilik rumah itu?”
“Aku tidak tahu pasti keluarga kaya mana yang memiliki rumah sebesar itu. Namun, desas-desus yang aku dengar, ada Tuan Muda yang sakit tinggal disana untuk pemulihan.”
“....Terimakasih, Paman.”
Pier mendesah. Ia berjongkok di depan gerbang tinggi sembari memegang surat lusuh di tangannya. Setelah lima tahun, ia akhirnya bisa kembali ke desa kecil ini namun alasan ia kembali sudah tidak ada lagi. Walaupun pada awalnya, Pier tidak mengharap terlalu banyak. Ia hanya ingin bertemu dengan orang itu.
Saat ia menatap surat yang tidak lagi bertentuk ini, Pier semakin putus asa.
Aku telah memikirkan beratus kemungkinan alasan ia tidak membalas suratku. Tidak pernah aku menyangka, bahwa surat itu bahkan tidak pernah sampai ke penerima.
Pier mengacak rambutnya. Ia mendongakkan kepalanya sekali lagi dan menatap gerbang yang menjulang tinggi ini dengan penuh kerinduan.
Pier tidak tahu siapa nama anak lelaki itu. Berapa umurnya. Makanan apa yang ia suka. Dimana ia bersekolah. Sama sekali ia tidak mempunyai petunjuk untuk itu.
Itu hanya... cinta kecil yang murni dari hatinya. Untuk menyukai seseorang pada pandangan pertama. Hanya melihatnya saja dari kejauhan, ia sudah bahagia setengah mati.
Lima tahun lalu.
Pier bukanlah penduduk asli kota kecil ini. Jika ini bisa disebut kota dibandingkan sebuah desa besar. Bibinya membeli sebidang tanah di kota ini kemudian membawa Pier ke kota ini untuk menikmati liburan musim panas. Tidak ada yang istimewa. Walaupun begitu, Pier tetap saja ingin tahu mengenai lingkungan baru ini. Ia akan menghabiskan dua minggu penuh disini maka akan sangat disayangkan jika ia tidak menjelajah sedikit.
Dengan sepeda berkarat yang ia dapatkan dari gudang Bibi. Pier mengayuhnya dengan santai sembari menikmati semilir angin sepoi-sepoi. Udara di kota ini masih segar. Kendaraan bermesin tidak terlalu banyak sehingga dapat dikatakan bahwa kota ini lumayan bersahaja. Pier mengayuh sepanjang waktu sehingga tidak terelakkan di musim panas ini ia berkeringat lumayan banyak. Pier melihat sebuah toko kecil yang menjual es loli dan ia berhenti untuk membeli satu.
Tidak sampai Pier sadar bahwa ia sudah memasuki jalan-jalan kecil. Dengan es loli di mulutnya, Pier menyadari bahwa ada satu bangunan yang menonjol di antara semua bangunan yang Pier lihat sepanjang jalan. Mansion megah dengan gerbang besi tinggi diikuti beberapa pohon anggur yang melilit tepi gerbang tersebut. Pier terpengarah. Ia tidak sadar bahwa ia telah menghentikan sepedanya dan turun. Pier menengadahkan kepalanya untuk mengagumi rumah bergaya antik di balik gerbang dengan tampang konyol.
Tidak sampai suara klakson dari mobil membangungkan Pier. Ia terperanjat dan segera menepi bersama sepedanya. Pier menatap mobil yang jelas sangat mewah itu dengan gugup. Ia takut bahwa pemilik mobil akan marah dan mencacinya karena berdiri di depan rumahnya secara mencurigakan.
Matahari yang menyengat ditambah kegugupan, semakin memperbanyak keringat di kening Pier. Dengan mata yang terbuka lebar, ia menemukan di kursi penumpang, jendela diturunkan dan menampakkan seorang anak lelaki dengan sosok menawan. Rambutnya yang berwarna coklat kemerahan halus dan bersinar melalui cahaya yang menerobos masuk. Tetapi Pier tidak dapat sepenuhnya mengagumi sosok itu ketika hanya beberapa detik sebelum mobil itu menghilang di balik gerbang. Barulah Pier akhirnya sadar.
Pier memegang dadanya dengan panik saat merasakan jantungnya yang berdetak kencang seolah berpacu terus-menerus.
Ya Tuhan, aku jatuh cinta dengan orang yang wajahnya hanya terlihat profil sampingnya saja.
Setelah itu, di waktu yang sama, Pier akan meninggalkan bibinya dan menuju mansion itu dengan sepeda bututnya lagi. Seperti seorang penguntit, ia akan bersembunyi agak jauh dan berlawanan dari arah mobil itu datang hanya untuk mengintip selama beberapa detik anak lelaki yang selalu menurunkan kaca jendelanya.
Setiap ia melihat anak itu, Pier akan tersenyum bodoh.
Bahkan bibinya sempat terheran-heran ketika melihat keponakannya sangat bersemangat setiap hari untuk berkeliling kota.
Kegiatan yang sangat mirip penguntit itu dilakukan Pier berulang kali. Setiap hari. Sampai dua minggu masa tinggalnya disini habis.
Namun sayang, Pier tidak pernah punya keberanian untuk menampakkan wajahnya di depan anak lelaki itu dan mengajaknya berkenalan.
Sehari sebelum ia berangkat. Pier berdiri di depan gerbang mansion dengan wajah penuh harapan. Ia menunggu dengan gugup kedatangan anak lelaki itu tetapi yang ditunggu tidak kunjung datang. Tidak seperti biasanya ketika lelaki itu akan selalu kembali di waktu yang sama setiap hari. Pier tidak bisa berpikir jernih untuk mencurigai apapun. Pada akhirnya, ketika ia melihat bahwa tidak ada harapan untuk melihat anak lelaki itu hari ini, Pier dengan wajah sedih mengeluarkan sebuah surat. Barulah saat melihat surat itu, wajah Pier bersinar dengan harapan.
Pier mengelus surat itu dengan mata berkaca-kaca sebelum meletakkannya ke dalam kotak surat kuno tanpa kuncian di sebelah gerbang itu.
Pier menghirup udara dengan kencang sebelum menghembuskannya dengan kasar. Ia kemudian menepuk kedua pipinya.
Masih ada harapan. Aku telah mencantumkan alamat e-mail dan alamat rumahku.
Walau sangat enggan, Pier meninggalkan tempat itu dengan sepedanya dengan langkah berat.
Setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, dan bahkan setiap tahun, Pier menunggu dengan harapan yang tidak pasti.
Pier tidak bisa lagi datang ke kota itu atas inisiatifnya sendiri karena tepat sebelum liburan musim panas tahun selanjutnya datang, Bibinya memutuskan untuk menjual kembali tanah pertaniannya. Pier tidak bisa membuat alasan untuk datang ke kota kecil dan terpencil yang mana tidak ada satupun sanak keluarganya yang tinggal disana. Pier hanya bisa menunggu sembari melamun di depan meja belajarnya.
Lalu akhirnya dengan keberanian besar, enam tahun kemudian, Pier memberanikan dirinya muncul. Ia sudah cukup dewasa untuk berpergian kemanapun yang ia mau.
Namun, harapan yang hampir padam itu seketika sirna saat ia mengetahui kenyataan kejam ini.
Lelaki itu telah menghilang. Entah kemana. Dan Pier tidak bisa menemukannya dimana-mana.
Pier mencengkeram bajunya tepat di tempat jantungnya berada. Rasanya sakit. Air mata Pier turun dan Pier tidak bisa mengentikannya.
Setelah ia berdiri di sana sepanjang siang, akhirnya Pier berdiri dari posisi jongkoknya. Kakinya kram karena berjongkok terlalu lama.
Di tangan kiri yang mengenggam surat dari enam tahun lalu dan di tangan kanan terdapat sebuah surat yang sangat baru.
Itu adalah surat pengakuan Pier. Ia menulisnya berulang kali sewaktu di rumah dan membawanya dengan harapan. Sekarang, Pier tahu bahwa melakukannya ini sia-sia tetapi ia tidak bisa menyerah begitu saja dan membuang kerja kerasnya.
Maka, Pier memasukkan dua surat itu kembali ke kotak surat di samping gerbang itu.
Pier tersenyum.
Tidak apa-apa jika surat ini pada akhirnya tidak pernah tersampaikan di tangan Anda. Saya hanya berharap bahwa Anda selalu sehat dan bahagia.
●●
Halo, perkenalkan namaku Pier Aggostaf.
Sebelumnya saya mohon maaf karena saya yang tidak pernah Anda kenal berani mengirimkan surat kepada Anda.
Saya.. saya mencintai Anda pada pandangan pertama.
Apa Anda ingat lima tahun lalu, ada seorang gadis dengan sepeda bututnya berhenti di depan gerbang rumah Anda dan menghalangi mobil Anda yang ingin masuk? Itu adalah saat pertama kali saya melihat Anda ketika Anda menurunkan kaca jendela mobil.
Saya tahu ini klise dan mencurigakan tetapi saya benar-benar menyukai Anda ketika saya melihat Anda waktu itu.
Setelah itu, saya terus melihat Anda di waktu yang sama setiap hari dari jauh. Tetapi saya tidak punya keberanian untuk menyapa Anda. Saya sedikit takut kalau Anda malah akan mengusir saya.
Lalu ketika waktu saya berada di kota ini habis, saya memberanikan diri untuk menunggu Anda kembali di depan gerbang rumah Anda, tetapi saya tidak bisa melihat Anda waktu itu. Pada akhirnya, saya meninggalkan sebuah surat di kotak surat disamping gerbang rumah Anda.
Namun, saya tidak menerima balasan apapun selama bertahun-tahun.
Saya khawatir, cemas, dan penasaran. Hingga membutuhkan waktu lima tahun bagi saya untuk dapat kembali ke kota ini hanya untuk menemui Anda.
Tetapi, saya terlambat.
Saya hanya berdiri di depan gerbang dengan bodoh menatap rumah Anda yang telah kosong.
Jika saja saya tidak terlalu pengecut waktu itu. Saya tidak akan kehilangan Anda.
Saya tahu surat ini tidak akan tersampaikan kepada Anda, namun saya dengan tulus berdoa dari lubuk hati saya yang terdalam bahwa Anda akan selalu sehat dan bahagia.
Jika Tuhan berkenan, biarkan Tuhan mempertemukan kita kembali.
Saya berjanji, saya tidak akan bertindak bodoh seperti terakhir kali.
-Dear, Pier453Please respect copyright.PENANA8M3NlMs7ld
453Please respect copyright.PENANA9zjpLpM6dX
Fin.