234Please respect copyright.PENANArijVKm6Ly1
Seharusnya jam delapan pagi itu Yuki duduk manis di ruang kelas sebagaimana anak TK lainnya. Namun yang dia lakukan justru memotong-motong boneka Barbie dengan pisau seperti ibunya memotong sayuran. Dia sendirian di dalam kamar. Itu yang kita lihat. Namun kenyataannya dia ditemani oleh boneka-boneka Barbie hadiah dari ibu dan tantenya yang berbaris acak di sisi tempat tidur dan meja belajar. Boneka-boneka itu sudah tidak sempurna. Beberapa tidak memiliki kepala, beberapa tidak memiliki tangan dan kaki, dan yang lainnya tercerai berai layaknya daging sapi yang dicercah tukang jagal. Yuki masih terus menikmati permainan memotongnya. Dia tengah mengiris bagian leher boneka plastik yang alot itu.
234Please respect copyright.PENANAdrVM2Z6yL4
Ketika Yuki sudah berhasil memisahkan kepala boneka itu dari tubuhnya, terdengar suara bantingan benda keras dari kamar sebelah. Kamar ibunya. Yuki seolah tak peduli dengan suara riuh itu, dia sudah biasa mendengarnya setiap hari. Banyak suara lebih keras daripada itu pernah dia dengar. Yuki memindahkan boneka yang telah terbelah batang lehernya itu ke atas meja belajar. Disusunnya boneka itu bersama boneka-boneka lain yang juga tanpa kepala.
234Please respect copyright.PENANAF4fJjxMcE4
Gadis kecil berambut panjang itu mengambil satu lagi boneka dari tempat tidurnya. Itu menjadi satu-satunya boneka yang masih bertubuh lengkap. Boneka itu berambut kuning panjang, mengenakan gaun putih dengan berhiaskan sepatu manik-manik. Mata birunya begitu indah mencolok, bulat dan memantulkan sinar saat terkena cahaya.
234Please respect copyright.PENANAZ9nrfPUri6
*****
234Please respect copyright.PENANAQOs84gahsz
“Boneka ini mirip kamu, sayang. Bedanya dia berambut kuning, sedangkan kamu hitam legam,” ucap ibunya suatu malam ketika Yuki akan tidur sembari memeluk boneka itu.
234Please respect copyright.PENANABCVyfPafkx
Yuki menatap ibunya, “Berarti boneka ini mirip mamah juga, kan Yuki mirip mamah?”
234Please respect copyright.PENANAjRMrhzLx1f
Mendengar itu ibunya tersenyum. Dia mendekap Yuki dan menceritakan dongen tentang bidadari surga sebagai pengantar tidur putri kecilnya. Tidak lama kemudian, Yuki pun tertidur di pelukannya.
234Please respect copyright.PENANAARzP4hPsIX
Diantara dongeng-dongeng dan kisah-kisah yang ibunya ceritakan pada Yuki, ada satu kisah yang selalu dia sembunyikan. Meskipun begitu, bukan berarti dia telah melupakan kisah pahit itu. Tentu saja dia masih ingat betul. Ruang dan waktu beserta detail-detail kecil peristiwa itu masih rekat tertanam di memorinya. Dalam bilik memori yang menampung hal-hal yang selayaknya tak perlu diingat.
234Please respect copyright.PENANArDACpCR10c
*****
234Please respect copyright.PENANAkHK7yVEoph
Malam itu udara dingin dan senyap, ketika Yuki yang kala itu masih berusia dua tahun menangis meronta-ronta di atas kasur. Ibunya sudah tak peduli lagi dengan suara tangis itu, karena dia tengah terlibat adu mulut dengan suaminya. Adu mulut yang kesekian kalinya, dengan sebab yang masih sama. Perihal ibunya yang merasa sang suami tidak bisa membagi waktu lebih untuk keluarga.
234Please respect copyright.PENANAiKeD3dfjw3
Namun kala itu, percikan api telah menjelma menjadi api besar yang membakar keduanya. Saat itu masih belum ada boneka-boneka cantik bertubuh ramping dan berambut indah.
234Please respect copyright.PENANAzQQiWHHh0Z
“Jangan-jangan kau berselingkuh!” tuduh wanita paruh baya itu dengan mata mendelik.
234Please respect copyright.PENANAlIjWAxitS2
Suaminya yang baru saja pulang belum sempat berganti pakaian, dan masih mengenakan kemeja rapi. Tapi entah pulang dari mana, kantor atau tempat yang lain. Yang jelas, waktu telah melewati dini hari.
234Please respect copyright.PENANAbPvwcN27s3
“Jangan asal menuduh kau!” bentak suaminya. Dia membalas bentakan itu dengan lebih keras. Rumah itu menjadi tempat paduan suara saling bersahutan, suaranya, suara suaminya, dan suara bayi mungilnya yang meronta-ronta.
234Please respect copyright.PENANAekw2CnjHe6
Ia semakin kalap dan menuduh suaminya yang macam-macam. “Sudah berapa banyak wanita jalang yang kau tiduri, hah?”
234Please respect copyright.PENANA2VQMJyeBk3
Mendengar itu telapak kanan suaminya meluncur deras ke pipi kirinya. Pipinya memerah, layaknya jambu yang baru matang. Dia tak membalas tamparan itu dan tak berkata apa-apa lagi. Tapi api yang membara dalam dada suaminya terlanjur menyala besar. Didorongnya dia ke arah tembok. Dengan kasar lelaki yang kemasukan iblis itu menjambak rambut istrinya, menyeretnya ke luar kamar, lalu menggunting habis rambutnya.
234Please respect copyright.PENANAZl3CfFPQnW
*****
234Please respect copyright.PENANAccahqq5bvI
Sejak malam kelam itu, suaminya tak pernah lagi pulang ke rumah. Dia merawat Yuki seorang diri sambil berdagang jajanan pasar dengan bantuan modal dari adik perempuannya. Setidaknya dengan usaha kecil itu dia sanggup memenuhi kebutuhan Yuki sehari-hari. Bibinya Yuki itu sangat perhatian pada mereka. Dia kerap memberikan uang cuma-cuma dan beberapa makanan. Sementara Yuki kerap dibelikan boneka Barbie.
234Please respect copyright.PENANASq0QWf1QPq
Ibu Yuki dan bibinya tumbuh sebagai perempuan yang mandiri semenjak kedua orang tua mereka meninggal. Bedanya, sang bibi masih perawan hingga lulus kuliah dan memperoleh pekerjaan bagus di sebuah perusahaan multimedia. Sementara ibunya terpaksa berhenti kuliah dan menikah dengan lelaki yang telah menghamilinya.
234Please respect copyright.PENANAE1vN1rdNP8
*****
234Please respect copyright.PENANAgTXn4TYCmn
Yuki sangat menyukai boneka-boneka pemberian bibinya itu. Dia tidak punya teman main selain boneka-boneka itu. Ibunya lalu membelikan sebuah boneka dari hasil berdagang kue. Boneka satu-satunya yang dia belikan untuk Yuki. Dan di antara banyak boneka, pemberian dari ibunya menjadi yang paling dia suka. Yuki selalu memeluknya ketika dia tidur. Dan boneka itulah yang kini tengah dalam genggamannya. Dia terus menimbang, apakah boneka itu harus ia potong juga lehernya atau jangan.
234Please respect copyright.PENANA50tAWsMSLV
Prank! Suara benda pecah kembali merambat dari dinding kamar ibu Yuki menuju telinganya. Yuki tidak menghiraukan, sekali lagi, dia sudah akrab dengan semua suara itu. Tepatnya sejak seminggu yang lalu.
234Please respect copyright.PENANADPG0wqfFfV
*****
234Please respect copyright.PENANAWAcDLJnHkU
Dia ingat betul kejadian malam itu, ketika dunia begitu sunyi dan jendela rumah sudah tertutup rapat. Seorang lelaki tambun datang mengeluyur masuk ke ruang keluarga. Yuki tak kenal siapa lelaki itu, wajahnya teramat asing baginya. Ketika lelaki itu mencium dan memeluknya pun, dia merasa mendapatkan sentuhan makhluk asing dari planet lain. Tak lama ibunya muncul. Lelaki itu langsung berlari menghampiri dan berlutut meminta maaf. Tetapi ibu Yuki bergeming, bahkan ketika lelaki itu menciumi kakinya.
234Please respect copyright.PENANAmIBbcOipXt
Sang ibu justru pergi ke dapur meninggalkan lelaki itu yang terus bersujud. Sekembalinya dari dapur, sebilah pisau teracung dari tangan ibunya, dan tanpa aba-aba dia menyabetkan pisau yang baru selesai di asah itu ke leher belakang lelaki itu. Cairan merah yang Yuki lihat sebagai sirup itu keluar deras dari batang leher. Kepala lelaki itu tergeletak di samping badannya. Yuki menikmati tontonan drama malam penuh darah itu sambil mengunyah kue sisa dagang ibunya.
ns 15.158.61.6da2