Tae berharap agar Tee cepat memesan taksi atau menumpang pulang dari beberapa temannya yang kebetulan juga datang ke pesta itu. Dia sampai di rumah sekitar pukul sepuluh, di ruang tamu dia melihat ibunya yang sedang asik nangis-ria karena menonton drama kesayangannya itu -ternyata akhir ceritanya dengan pemeran laki-laki mati dan pemeran wanitanya kabur sama sahabat si pemeran laki-lakinya itu. Sungguh drama sekali drama itu.
Saat ini gerimis mengundang dan Tae langsung berlari ke tangga rumah pohon, memanjat dan merangkak masuk. Rumah pohonnya tidak berubah sama sekali, masih sama kaya terakhir kali ia tinggalkan, selimut menumpuk dan karton es krim tua yang telah dibersihkan oleh semut, juga beberapa lampu natal yang waktu itu dia pasang bersama Tee untuk mendekor dan sebotol anggur yang mereka ambil dari lemari anggur ibunya.
Dia memeriksa ponselnya lagi setelah duduk dengan bantal berjejer di belakang punggung dan selimut di pangkuannya, meneguk anggur merah.
From : Mr. Gembul
To : Me
54b4R d0N9 bR0, 9u3 L491 d1j4L4N N1h. J4N94N buNuh 9u3 doN9
Tae menghela nafas lega dan mengusap rambutnya dengan jarinya saat dia melempar ponselnya ke meja kecil. Kadang dia masih juga jengkel dengan Tee yang entah kenapa masih aja 4L4Y dalam urusan chat, entah itu dia chat sama orang tuanya atau dengan teman-temannya. Bayangkan saja, Tee sudah seperti anak alay yang baru punya hp kemarin sore, lihat ketikan chat itu. Untung Tae sayang, kalau tidak mungkin sudah dicekik kali dari kapan tahun.
Lagi asik sama khayalannya, Tae mendengar teriakan namanya dari luar rumah pohon, dan ternyata itu Tee dengan rambut basah yang sudah mirip dengan kain pel sekolahnya itu karena saking acak-acakannya.
"Tangan," Tee mengulurkan tangannya ke arah Tae untuk memanjat ke atas rumah pohon. "Kayaknya gue harus melatih kekuatan tubuh bagian atas deh." Tee menghela nafas dan berjalan menghampiri Tae yang memberinya selimut dan bantal. "Ada apa?"
"Gue cuman pengen menjauh dari orang-orang aja. Pertanyaan yang mereka ajukan sangat--"
"Intimidasi." Tee mengangkat jarinya dan meraih sebotol anggur yang Tae bawa. Tee meneguk sedikit anggurnya dan menggelengkan kepalanya. "Bener!? Kayaknya orang-orang itu teh harus piknik deh biar gak rempong. Sorry ya Tae-Tae."
Tae sedikit terkejut karena Tee memanggilnya dengan panggilan mereka waktu kecil. Sudah lama sekali Tee tidak menggunakan nama itu dan ternyata Tae merindukan itu semua.
"Gapapa sih, kita juga dapet popularitas yang lebih tinggi. Para fans mungkin mikir kita tuh dewa atau sejenisnya, sampai-sampai mereka rela buat dateng pagi-pagi ke sekolah cuman buat ngambil foto kita di pagi hari." Tae tersenyum ketika sebotol anggur diberikan kembali kepadanya.
Setengah jam kemudian, Tee akhirnya duduk di sebelah Tae karena dia mengeluh bagaimana dia kedinginan saat pulang dari pesta itu menuju ke rumah Tae hujan-hujanan. Tae melingkarkan lengannya di pundak Tee dan mengatur botol anggur di atas selimut yang mereka pakai. Tee menyandarkan kepalanya di bahu Tae saat mereka berbicara tentang hal-hal sederhana.
Tee mengeluarkan ponselnya dan mengambil foto mereka berdua, menguplod-nya ke Insta dengan kata :
Rainy but not with our hearts. @TaeDarvid
Plus memakai emotion love juga. Dalam dua menit, notif di Insta-nya penuh dengan DM orang-orang yang kebanyakan komen omg's dan yang lainnya.
"Liat, banyak banget sekarang fans kita, apalagi setelah tantangan itu." Tee mendekatkan hidungnya ke pundak sahabatnya, menghirup aroma tubuhnya yang samar-samar tercampur dengan vanila -karena Tae punya aromatherapy di kamarnya- dan tentu saja, anggur.
"Hei Tee, lu inget gak aturan mendasar dari hubungan kita??" Tiba-tiba wajah dan nada bicara Tae sudah berubah menjadi mode serius dan Tee mau tidak mau harus menjawab apapun pertanyaan dari Tae.
"Ya.."
"Gue punya, kaya, satu pertanyaan. Jujur aja sama gue karena lu tau kan kalau gue gak suka hal-hal yang bersembunyi." Tae mengambil tangan Tee dan menjalin jari-jari mereka.
Tee mengangguk.
"Apa–" dia menghela nafas "lu gay atau Bi?"459Please respect copyright.PENANAtv7QRIIhtO
Keheningan di antara mereka cukup lama tercipta dan itu membuatnya canggung. Tae sebenarnya menyesal kenapa harus menanyakan hal itu, siapa sih yang suka ditanya hal macam itu? Tae membuka mulutnya untuk meminta maaf, tetapi akhirnya Tee menjawab.
"Ya, gue Bi." Tee menjawab dengan menekan tangan Tae. "Ya, gue... ya. Sorry gue gak ngasih tau lu, sebenernya gue cuman bingung dan gue piker lu bakal ngejauhin gue kalo lu tau atau mungkin lu mikir kalau gue lagi berusaha deketin lu karna kan kita selalu deket dan gak ada jarak jadi gue takut lu risih sama gue."
"Gak gitu, Tee, sumpah aku gak pernah, aku gak mungkin mikir gitu. Aku cuman..." Tae berbalik ngehadap Tee dan mengangkat wajah Tee agar Tee bisa liat matanya. "Aku senang aku tahu." Dia tersenyum dengan tulus. Ah, rupanya Tae sudah menanggalkan gue-lu. Sebenarnya Tae tidak suka dengan sebutan gue-lu saat bersama Tee karena menurut dia, persahabatan mereka itu intim dan dengan sebutan itu, dia merasa agak sedikit jauh atau ada jarak. Dia gak suka kalau ada jarak yang memisahkan pertemanan mereka. Tetapi Tee meminta dengan panggilan itu karena pernah sekali saat mereka di tingkat menengah pertama, Tee menangis karena sering diejek oleh teman-teman sekelas karena menurut mereka panggilan aku-kamu yang mereka berdua biasa lakukan itu seperti pasangan yang dimabuk asmara. Tidak salah memang. Tetapi Tae tidak ingin melihat ada setitik airmata yang Tee keluarkan, akhirnya dia juga membangun sebilah dinding agar orang-orang tetap melihat mereka hanya sebatas sahabat dan bukan sebagai pasangan.
Tee mengendus dengan sangat keras dan menarik Tae untuk dipeluk, melingkarkan lengannya di leher sahabatnya itu dan mengeluarkan tangisan lega yang lama dia pendam sambil bilang 'terima kasih'. Tae mengusap punggung Tee saat dia memegangnya erat-erat, mencoba untuk menghentikan dirinya dari tangisan yang macam anak bayi dimarahin oleh ibunya.
"Ah, jaketmu basah kuyup." Tee menarik diri dan mengusap lengan dan bahu Tae.
"Aku gak peduli," Dia mengejek dan mengacak-acak rambut Tee dan menyeka air mata serta ingus yang ikut-ikutan keluar. Tae menarik Tee untuk dipeluknya sekali lagi dan dan menepuk punggungnya selama beberapa menit sampai Tee tersenyum lebar. Senyuman Tee selalu menular dan mampu membuat Tee ikut tersenyum senang sekaligus lega karena sahabatnya kembali ceria lagi.
Akhirnya mereka tertidur diiringi dengan suara sore hari dan hujan yang menyejukkan hati.
ns 15.158.61.20da2