“Audrey... Audrey.. kau mendengarku?”
Audrey mengerjapkan matanya tersadar dari lamunannya. Ia menoleh ke arah Zavier yang sedang mengemudikan mobil. “maaf Zavier.. aku hanya sedang memikirkan sesuatu” ujar Audrey pelan yang hanya dijawab dengan anggukan mengerti dari Zavier. Ya.. tadi Zavier menjemput Audrey dan mengajaknya untuk mampir ke kafe Zavier sebentar. Jujur saja, sebenarnya Audrey masih terpikir tentang kejadian tadi siang di kantor antara dirinya dengan Aldwin. Ia benar-benar dibuat bingung dengan sikap Aldwin padanya.
“turunlah.. kita sudah sampai” ujar Zavier menyadarkan Audrey dari lamunannya sebelum turun. Audrey mengikuti langkah Zavier dari belakang tanpa semangat sedikitpun. Ia hanya ingin pulang dan istirahat tapi Zavier mengajaknya kesini. Audrey merogoh saku celananya mengambil ponsel yang berdering kemudian mendekatkan ke telinga.
“halo.. ada apa menelepon malam-malam, Cla?” tanya Audrey penuh tanda tanya karena tak biasanya Clara akan menelepon larut malam seperti ini jika tak ada hal penting yang begitu mendesak. Audrey mengerutkan dahinya semakin bingung ketika mendengar suara Clara yang gugup.
“Clara.. kau ingin bicara apa?” tanya Audrey sekali lagi. Kali ini pertanyaan Audrey sudah mendapatkan jawaban dan itu membuat Audrey melongo dan membulatkan mata sempurna. Apa yang baru saja Clara bicarakan membuat Audrey terdiam. Ini bukan hidup yang diinginkan Audrey, bagaimana bisa ia harus menjadi asisten pribadi Aldwin?
“Cla.. jangan bercanda. Mana mungkin tiba-tiba aku jadi asisten pribadi Aldwin?! Aku hanya karyawan rendahan” ujar Audrey lemah tanpa semangat dengan harapan bahwa pendengarannya tadi salah. Tapi Clara telah memastikan bahwa apa ia dengar itu benar. Dan mulai besok Audrey harus memulainya, menjadi asisten pribadi Aldwin dan itu harus dilakukan jika ia tidak ingin dipecat dari perusahaan.
“Zavier.. maaf.. sepertinya aku harus pulang” pamit Audrey sebelum melangkahkan kakinya cepat keluar kafe meninggalkan Zavier yang terus memanggil namanya. Audrey sudah tak mempedulikan apapun. Saat ini yang ia inginkan hanyalah sampai di rumah kemudian merebahkan tubuh di kasur dan meluapkan semua kebingungannya. Selama di bus pun Audrey hanya melamun dan tidak memperhatikan sekitar sama sekali.
***
“Audrey.. nanti kau tidak usah ke lantai 6. Langsung saja ke lantai 10 karena ruanganmu jadi satu denganku, didepan ruangan Mr. Blake. Semuanya sudah siap, kau hanya tinggal datang”
Audrey mengangguk mantap mengingat perkataan Clara tadi pagi lewat telepon. Ia meyakinkan diri untuk bisa melewati ini semua. Ia bertekad untuk mempertahankan pekerjaan di perusahaan itu, karena Audrey tahu lebih mudah bertahan daripada harus mencari pekerjaan baru.
Audrey melangkahkan kakinya memasuki perusahaan dan menuju lantai 10 dan disambut dengan senyum bahagia Clara. Audrey tersenyum sekilas sebelum akhirnya mengikuti Clara menuju ruangannya dan mendengarkan penjelasan tentang apa saja yang akan ia kerjakan nantinya. Sepertinya kali ini ia akan semakin sibuk dari sebelumnya. Apalagi ia harus setiap hari bertemu dengan Aldwin yang semakin membuatnya gelisah.
“Audrey, kau paham kan dengan penjelasanku?” tanya Clara setelah panjang lebar menjelaskan dan mendapat anggukan meyakinkan dari Audrey. Sekarang mereka pun duduk dimeja kerja mereka masing-masing untuk mulai bekerja sebelum akhirnya sebuah suara mengalihkan perhatian mereka berdua.
“pagi Clara.. oh, hey Audrey.. kau sudah disini rupanya” ucap Aldwin sambil memamerkan senyum ramahnya. Audrey dan Clara pun berdiri membungkukkan badan memberi hormat pada presdir mereka. Aldwin berjalan pelan ke meja Audrey yang tepat berseberangan dengan meja Clara.
“kukira kau akan menolak untuk jadi asistenku, Audrey” ujar Aldwin lirih sambil menatap penuh arti pada Audrey. Audrey hanya tersenyum kaku menanggapi itu. ia tak tahu harus bereaksi seperti apa. Aldwin pun meninggalkan mereka untuk masuk ke ruangannya sendiri.
“jadi.. apa kau tidak merasa berhutang padaku, Audrey?” bisik Clara yang kini sudah memposisikan diri di sebelah Audrey.
“apa maksudmu, Cla?” balas Audrey bingung dan mendapat tatapan sadis dari Clara.
“aku menagih penjelasan tentang hubunganmu dan Mr. Blake! Kenapa dengan kalian? Kenapa tiba-tiba Mr. Blake ingin kau menjadi asistennya dan sejak kapan kau memanggil Mr. Blake dengan Aldwin?!!” tanya Clara menggebu dan menuntut. Audrey hanya nyengir tanpa menjawab lalu berlalu menuju meja kerjanya.
“hishhhh... menyebalkan!!” gerutu Clara kesal karena rasa penasarannya tidak terjawab sama sekali. Audrey menghela napas kasar, ia berusaha berpikir jernih dan membangun ulang tekadnya supaya kuat menghadapi hari-harinya sebagai asisten pribadi Aldwin.
“ohh.. Audrey.. baru saja aku mengirim padamu detail tugas yang harus kau kerjakan selama menjadi asisten Mr. Blake. Coba cek emailmu” ucap Clara sambil masih fokus pada layar komputernya. Audrey pun membuka email itu dan mulai memahami apa saja tugasnya.
“tunggu.. Cla.. apa aku tidak salah baca? Kenapa tugasku setiap pagi adalah ke rumah Aldwin untuk menyiapkan segala keperluannya? Untuk apa?” tanya Audrey kaget dengan apa yang ia baca. Benar-benar tugas yang mustahil.
Clara menatap jenuh pada Audrey sambil berkata, “Audrey.. kau adalah asisten pribadi, menyiapkan segala kebutuhan di rumah juga merupakan hal yang wajar untuk kau kerjakan”. Audrey mengusap kepalanya kasar. Dari awal ia memang tahu kalau posisi ini akan mengharuskannya selalu berada dekat dengan Aldwin, tapi ia pikir dekat hanya sekedar saat di kantor saja selain itu tidak. Dan ternyata posisi ini mengharuskan Audrey untuk setiap hari pagi ke rumah Aldwin.
Tanpa sadar jam sudah menunjukkan pukul 8 malam dan sudah waktunya pulang. Clara dan Audrey membereskan barang-barang mereka dan mematikan komputer didepan mereka. Audrey menghela napas kasar sambil sesekali menatap kosong pada lembaran dokumen yang berserakan di meja kerjanya. Ternyata berada diposisi ini benar-benar melelahkan. Jika di posisi sebelumnya Audrey hanya perlu lembur di kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya, kali ini bahkan dokumen kantor harus ia bawa pulang untuk dilanjutkan di rumah karena ia yakin ini tidak akan selesai hanya dengan lembur sampai tengah malam. Bisa dipastikan kalau Audrey tidak akan ada waktu untuk menutup matanya walaupun hanya sejam jika melihat betapa banyaknya dokumen yang harus ia selesaikan sebelum besok pagi.
“Audrey.. bagaimana kalau kita minum-minum ke kafe untuk merayakan kenaikan jabatanmu?” tawar Clara dengan nada bersemangat dan dijawab dengusan kasar dari Audrey.
“Cla.. sepertinya mulai hari ini aku tak akan punya waktu luang untuk bersenang-senang” jawab Audrey lemas sambil menunjuk dokumen-dokumen tebal yang ada diatas mejanya. Clara menatap prihatin pada sahabatnya itu namun tak ada yang bisa ia lakukan, itu memang kewajiban Audrey sebagai asisten pribadi.
“ohh baiklah.. kuharap kau bertahan, Audrey.. omong-omong.. terimakasih, berkau ada kau dengan jabatan itu, tugasku sebagai sekretaris jadi sedikit berkurang” ujar Clara sembari menjulurkan lidahnya kearah Audrey sebelum berlari kabur keluar ruangan. Audrey tertawa kecil menanggapi perlakuan sahabat baiknya itu. satu-satunya hal yang membuat Audrey bersyukur dengan posisi ini adalah ditempatkan satu ruangan dengan Clara.
“Audrey, setelah ini kau ikut ke rumahku. Tunggu aku sebentar” perintah Aldwin cepat sebelum kembali masuk ke ruangannya. Audrey menatap datar punggung Aldwin yang sudah menghilang dibalik pintu. Sekarang Audrey sedang tak bisa berpikir normal, apa yang harus ia lakukan nanti ketika di rumah Aldwin? Apakah Aldwin akan melakukan? Audrey mengacak rambutnya asal memikirkan beberapa kemungkinan didalam otaknya. Audrey memang tak bisa memungkiri kalau dirinya masih merasa takut dengan Aldwin.
ns 15.158.61.12da2