Audrey berkali-kali mengerjapkan matanya kagum ketika melihat rumah Aldwin. Sebuah rumah besar dan mewah dengan interior mahal yang tentu saja terlihat menawan di mata Audrey. Audrey bahkan belum pernah melihat rumah se-mewah ini sebelumnya.
“sudah cukup terkagum?” tanya Aldwin yang mampu menyadarkan Audrey dari keterkagumannya. Aldwin menyuruh Audrey duduk di sofa ruang tengah sejenak sebelum naik ke lantai 2 dan menghilang dibalik sebuah pintu besar yang Audrey tebak itu merupakan kamar Aldwin. Mata Audrey masih betah menjelajahi setiap sudut rumah itu tanpa melewatkan decak kekaguman.
‘Ting-tong..’, bel rumah berbunyi bersamaan dengan Aldwin yang kini sudah keluar dengan menggunakan kaos hitam polos dan celana panjang dan itu cukup membuat Audrey menatap kagum presdirnya itu yang kini terlihat sangat tampan walaupun hanya berpakaian sederhana. Mata Audrey mengikuti pergerakan Aldwin yang kini sedang menuju pintu utama untuk membuka pintu. Kemudian muncullah seorang pria asing dengan setelan jas formal yang ikut berjalan masuk dibelakang Aldwin. Audrey menelan ludahnya kasar ketika mulai mengingat wajah pria asing itu. ya.. itu pria yang waktu itu Audrey lihat di gedung kosong itu bersama Aldwin, malam itu ketika kejadian menyeramkan dilihatnya.
Pria asing itu melirikkan matanya pada Audrey sebentar kemudian menyerahkan sesuatu seperti tas kecil pada Aldwin yang Audrey sendiri tak tahu apa isinya. Aldwin menerimanya dan memberikan sebuah kode aneh dengan tangannya sebelum akhirnya si pria asing beranjak keluar rumah. Aldwin mendudukkan diri pada kursi yang ada diseberang Audrey kemudian membuka tas tadi dan mengambil isinya.
“ya Tuhan.. kenapa.. kenapa pria tadi memberikan padamu sebuah pisau? Dan.. ke..keenaapa itu penuh darah?” tanya Audrey gagap karena ketakutan mulai menyelimuti dirinya. Aldwin menatap lekat Audrey dengan sedikit seringaian.
“Audrey.. aku tahu kau takut. Tak apa, lama-lama juga kau akan terbiasa” ujarnya enteng sambil membersihkan pisau tadi dengan tisu. Audrey menatap ngeri dengan hal yang ia saksikan itu. apakah itu darah manusia? Tak mungkin kan, pasti itu Cuma darah hewan. Pikiran Audrey berkemcambuk memikirkan segala kemungkinan.
“Audrey.. biar kujelaskan satu hal padamu. Aku.. bukan orang baik”
Audrey hanya terdiam mendengar penjelasan itu, lebih tepatnya Audrey tak tahu harus membalas seperti apa. Ia sudah terlanjur merasa takut dan aneh.
“aku mengajakmu kesini hanya ingin menjelaskan pekerjaan yang harus kau lakukan mulai besok. Setiap pagi kau harus datang ke rumahku jam 5 pagi untuk membersihkan rumah dan menyiapkan sarapan untukku sebelum berangkat ke kantor bersamaku” jelas Aldwin sembari melangkahkan kakinya mendekat dan duduk disebelah Audrey.
Audrey terdiam mendengar itu dengan sedikit anggukan kepala untuk menganggapi penjelasan tadi. Aldwin menatap Audrey dan menggerakkan tangannya untuk menyentuh puncak kepala Audrey dan membuat wanita itu menoleh padanya. Aldwin menatap lembut Audrey dengan senyuman tulus dan itu membuat Audrey sedikit tenang dari ketakutannya.
“Audrey.. aku memang bukan orang baik. Tapi kau harus tahu, aku takkan melukai seseorang tanpa alasan” jelas Aldwin masih dengan tangannya yang mengelus puncak kepala Audrey. Entah kenapa setiap Aldwin mengatakan sesuatu dengan nada yang menenangkan seperti itu membuat Audrey mau tak mau langsung mempercayai semua perkataan yang keluar dari mulut pria itu.
“sudah.. sekarang kau boleh pulang. Kau sudah tahu rumahku jadi besok tak ada alasan untukmu terlambat datang kesini, kau paham?” tanya Aldwin sambil tetap menatap Audrey hangat. Audrey menganggukkan kepala dan mengalihkan pandangannya untuk mengambil tas dan beberapa dokumen dalam dekapannya sebelum pergi tanpa memberikan hormat pada Aldwin.
Sepeninggal Audrey dari sana, Aldwin menghembuskan napas pelan, menyadarkan punggung pada sofa dan memejamkan matanya.
“entah kenapa aku lemah setiap melihat tatapan itu” oceh Aldwin pelan dan meraih ponselnya untuk mengetikkan sesuatu disana.
‘hubungi aku jika sudah sampai’
Itulah pesan yang Aldwin tulis dan tanpa sadar mengirimkannya pada Audrey. Sebenarnya Aldwin khawatir harus membiarkan Audrey pulang sendiri padahal ini sudah larut malam. Aldwin ingin mengantar Audrey. Namun niat itu diurungkan ketika melihat badan Audrey sedikit bergetar ketakutan. Dan Aldwin sadar kalau yang ditakutkan Audrey adalah dirinya.
***
‘Kringgg..kring...’
Audrey meraih ponsel disebelah ranjangnya untuk mematikan alarm itu. Ini masih jam setengah empat pagi tapi Audrey sudah harus bangun mengingat tugasnya adalah sampai dirumah Aldwin tepat jam lima. Audrey membuka matanya malas kemudian beranjak ke kamar mandi dan menyiapkan dirinya.
Audrey memoles tipis wajahnya kemudian berdiri didepan cermin.
“perfect!!” ujar Audrey puas melihat penampilannya. Ia meraih tas dan beberapa dokumen yang perlu dibawa ke kantor. Jarak antara rumah Audrey dan Aldwin sekitar 15 menit saja jika ditempuh dengan naik bus. Jujur saja Audrey baru bisa benar-benar memejamkan matanya jam 2 dini hari, itu karena ia masih memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk dari pekerjaannya itu. setidaknya gaji besar menjadi alasan Audrey untuk tetap mempertahankan pekerjaan ini.
“Huftttt...” keluh pelan Audrey sambil membuka pintu rumah Aldwin. Rumah Aldwin tanpa pagar dan menggunakan kode pintu untuk masuk. Semalam Aldwin sudah memberikan kode pintunya sehingga Audrey tak harus membangunkan Aldwin setiap pagi untuk membukakan pintu.
“kenapa rumah sebesar ini tidak memiliki pembantu” keluh Audrey sambil menyapu lantai. Ia telah selesai membersihkan lantai satu dan kemudian naik ke lantai 2 dan mulai membersihkan. Ia menatap sebuah pintu sangat besar diujung lantai 2, bahkan harus melewati sebuah lorong gelap dulu untuk sampai ke pintu itu. karena penasaran, Audrey pun mendekati pintu itu dan berniat membukanya.
“jangan ruangan itu Audrey. Jangan pernah masuk kesana”
Audrey mengurungkan niatnya untuk membuka pintu itu ketika mendengar suara bass yang sangat ia kenal dibelakangnya. Audrey berbalik dan langsung disuguhkan dengan Aldwin dengan wajah masih setengah mengantuk.
“maaf Aldwin.. aku tadi hanya mau membersihkan ruangan itu” bohong Audrey kemudian berjalan melewati Aldwin dan meneruskan kegiatannya membersihkan rumah. Aldwin mengikuti langkah Audrey sembari mengucek matanya, ia terus memperhatikan Audrey dari belakang tanpa berkata apapun. Tentu saja apa yang Aldwin lakukan itu sungguh mengganggu fokus Audrey.
“Aldwin! Apa yang kau lakukan? Kenapa mengikutiku?” bentak Audrey tepat didepan Aldwin dan langsung mendapat senyuman bahagia dari pria itu.
“kau sudah kembali ceria” ucap Aldwin sembari memamerkan senyum manisnya. Tanpa sadar Audrey terdiam mengagumi wajah tampan yang sedang tersenyum padanya itu. sungguh ciptaan Tuhan sungguh indah jika melihat wajah Aldwin bangun tidur seperti ini. Dengan rambut berantakan dan mata coklatnya yang masih sedikit merah karena bangun tidur itu sungguh mengesankan bagi Audrey.
“aku memang tampan. Tapi, bisakah kau berhenti menatapku seperti itu, Audrey?” ujar Aldwin dan langsung membuat wajah Audrey memerah karena malu sudah tertangkap basah. Aldwin tersenyum gemas melihat Audrey yang salah tingkah seperti itu, seakan bisa membuat Aldwin sangat semangat dan siap untuk memulai harinya.
“jangan lupa kau siapkan sarapan. Untuk kita berdua. Kau pasti belum sarapan kan, aku mau mandi dulu” perintah Aldwin sebelum kemudian pergi meninggalkan Audrey yang masih mematung karena kejadian tadi. Audrey benar-benar merutuki kebodohannya karena ketahuan mengagumi ketampanan pria itu.
Setelah selesai dengan tugasnya membersihkan rumah, Audrey melangkahkan kakinya menuju dapur dan mulai berkutik dengan peralatan dapur berharap bisa membuat menu sarapan yang sesuai keinginan Aldwin. Sebenarnya Audrey tak terlalu pandai memasak, bahkan bisa dibilang buruk. Biasanya, Audrey hanya membeli makan diluar untuk makanannya sehari-hari. Tak jarang Audrey hanya membeli makanan instan yang tersedia di supermarket karena itu lebih mudah dan murah.
Audrey sedikit memicingkan matanya setelah mencicipi sup yang ia bikin sendiri, ya.. ia tak yakin dengan masakannya itu. namun karena sudah terlanjur jadi, Audrey pun tak terlalu mempermasalahkan rasa itu dan mulai menatanya diatas meja makan. Sarapan kali ini hanya sebuah sup yang bahkan Audrey sendiri tak yakin itu sup apa, yang dibarengi dengan orange juice.
“perfect!” ujar Audrey setelah puas melihat apa yang telah ia siapkan. Ia pun melirik ke lantai dua lebih tepatnya ke kamar Aldwin sambil mengetukkan jarinya pada meja dan berpikir, apakah ia harus menunggu sampai Aldwin keluar atau harus memanggilnya?. Setelah bergelut dengan pikirannya sendiri, akhirnya Audrey memutuskan untuk mengetuk kamar Aldwin.
‘tok..tokk..’
“Aldwin.. sarapan sudah siap”
Tanpa ada jawaban tiba-tiba Aldwin membuka pintu kamar dan langsung berhadapan dengan Audrey dan membuat badan wanita itu sedikit oleng kebelakang. Dengan sigap Aldwin menangkap lengan Audrey sebelum wanita benar-benar hilang keseimbangan.
“dasar wanita ceroboh!” ucap Aldwin dengan posisi badannya yang dekat sekali dengan Audrey dan wajah mereka berjarak hanya beberapa centimeter saja. aldwin mengelus pelan puncak kepala Audrey dan membuat wanita itu mengerjapkan matanya. Tanpa menunggu jawaban dari Audrey, Aldwin langsung menarik tangan Audrey menuju dapur untuk sarapan.
Aldwin melihat menu yang sudah disiapkan Audrey dengan sedikit ragu. Ya.. bahkan dari tampilannya saja sudah memperlihatkan jika rasanya meragukan. Namun Aldwin tak mempermasalahkan itu dan langsung makan. Audrey menatap Aldwin sambil menunggu reaksi dari pria itu, tapi nihil, Aldwin tidak menunjukkan reaksi apapun. Akhirnya Audrey ikut duduk dihadapan Aldwin dan memakan sarapannya juga.
Setelah menyelesaikan sarapan mereka dalam hening, Aldwin mulai beranjak dan menunggu Audrey membersihkan piring kotor.
“kutunggu kau di mobil. Tak perlu tergesa-gesa” ujar Aldwin sambil berlalu begitu saja. “ohh dan satu lagi, untuk besok dan seterusnya siapkan roti panggang saja untuk sarapan, tak usah memasak menu yang tak jelas” tambah Aldwin sambil tersenyum mengejek.
ns 15.158.2.208da2