Setelah menemui Daisy, bukannya bantuan yang didapat. Max justru semakin pusing. Semua yang terjadi menjadi gelap, kala Max memikirkan perkataan Daisy tentang Jesslyn yang tidak berkhianat.
264Please respect copyright.PENANAKT5VhUU8kG
“Bagaimana Daisy bisa begitu yakin padahal aku sudah membuktikannya sendiri.” Max memijat keningnya yang berdenyut.
264Please respect copyright.PENANA9cAsziZhLi
“Sebenarnya apa yang terjadi?” sambungnya frustasi.
264Please respect copyright.PENANAOsu6OywpwG
Ting! pintu lift terbuka. Max yang berdiri menunggu lift, terkejut melihat seorang pria di dalam lift. Pria itu adalah pamannya, suami dari adik daddynya.
264Please respect copyright.PENANA0aUgoNTsnG
“Paman Xavier.”
“Maxy?”
264Please respect copyright.PENANAqE5obQjbTq
Secara bersamaan keduanya memanggil nama satu sama lain. Pria paruh baya itu memanggil Max dengan sebutan Maxy, sebab itu adalah nama yang khusus disematkan untuk keponakan kesayangan.
264Please respect copyright.PENANAno6NPSCgZ8
“Ikut denganku.” Dengan cepat Xavier menarik lengan Max hingga masuk ke dalam lift.
264Please respect copyright.PENANACw9fhT8t6V
“Mau kemana, Paman?”
264Please respect copyright.PENANAHPt1mCzTJA
“Jangan banyak bertanya,” jawab Xavier ketus. Rupanya ia sama seperti yang lain. Marah dan kecewa kepada Max.
264Please respect copyright.PENANAtLGUEIO99C
Tanpa ada rasa curiga sedikitpun. Max mengikuti pamannya, meski tarikan tangan terasa kasar dan langkah terburu-buru, Max sama sekali tidak protes. Sangat yakin jika pamannya, Xavier tidak akan sekejam daddynya.
264Please respect copyright.PENANADrkyRV1uaY
Xavier meminta Max masuk ke dalam mobil dan membawanya pergi. Cukup jauh Xavier melajukan mobilnya, melewati perbatasan kota menuju area pantai.
264Please respect copyright.PENANAlE1laHtaML
“Kemana Paman ingin membawaku?” tanya Max setelah sekian lama menahan diri untuk bertanya. Sejak tadi ia hanya diam sambil sesekali melirik wajah serius Xavier.
264Please respect copyright.PENANA95si0Dj132
“Ke neraka,” jawab Xavier singkat.
264Please respect copyright.PENANAnB7xJPWkuT
“Ternyata aku salah, paman sama saja seperti daddy dan yang lainnya.” Max tersenyum miris, membuat bibirnya yang terluka terasa perih.
264Please respect copyright.PENANAmsFwGBKWaJ
Tak terima dengan perkataan keponakannya, Xavier mendadak menginjak rem hingga mobil yang dikendarai langsung berhenti. Dua orang di dalam mobil sampai tersentak ke depan, kepala nyaris terbentur dashboard.
264Please respect copyright.PENANAtbnwtURYGV
Terdiam sesaat sebelum akhirnya Xavier menoleh. Menatap tajam wajah babak belur pemuda tampan di sampingnya.
264Please respect copyright.PENANAHqCCHLqzSI
“Sial! Jackson tidak menyisakan sedikitpun tempat untukku menghajarmu,” makinya menghela napas.
264Please respect copyright.PENANA7ZiUKRNvfh
“Harusnya sisakan satu tempat untukku,” tambahnya seraya meraih rahang Max. Menggerakan kanan dan kiri memeriksa luka-luka di wajah keponakannya.
264Please respect copyright.PENANADfQYnKg6Nc
“Kenapa harus menghajar wajah, padahal tubuhku lebih besar. Apa kalian iri dengan ketampanan ku?”
264Please respect copyright.PENANA5csA7Iki5t
“Ck!” decak Xavier kemudian tertawa. Tangannya meninggalkan rahang Max. Lalu menoleh ke kursi belakan mencari kotak P3K, tetapi tidak ada. Memangnya sejak kapan ia menyimpan kotak seperti itu dalam mobil.
264Please respect copyright.PENANAKQXCCCOWO0
"Luka-lukamu harus diobati," ujar Xavier melajukan mobilnya lagi, bermaksud mencari minimarket untuk membeli obat.
264Please respect copyright.PENANAglSCWEzjqD
"Tidak perlu, aku sudah membersihkan darahnya," tolak Max, namun tidak dipedulikan Xavier sama sekali. Pria paruh baya yang menolak tua itu, terus melajukan mobilnya dengan cepat.
264Please respect copyright.PENANAglP7GAzDgu
Setelah lima belas menit berkendara, akhirnya Xavier menemukan minimarket.
264Please respect copyright.PENANAiqKXwOGJyf
"Cepat turun," titah Xavier seraya membuka seatbelt.
264Please respect copyright.PENANAmmytRU7gyD
Max patuh, mengikuti pamannya dari belakang, memasuki minimarket yang terlihat sepi.
264Please respect copyright.PENANAPgmUaZSiZp
Di saat Xavier sibuk mencari obat. Max duduk santai di bangku yang tersedia. Di depannya ada meja panjang menghadap dinding kaca yang transparan. Max memperhatikan jalanan dari dinding kaca itu.
Dua anak remaja yang mengenakan seragam sekolah menengah atas, menjadi pusat perhatiannya. Max yakin jika kedua remaja itu adalah pasangan kekasih.
264Please respect copyright.PENANAiSWSt3EFE6
Pandangan Max berubah, bukan lagi dua anak remaja yang ia lihat, melainkan dirinya dengan Jesslyn ketika bersekolah dahulu. Tengah berjalan bersama sambil bersenda gurau. Tersenyum lebar saling menatap satu sama lain. Kala itu Max dan Jesslyn sangat menikmati waktu berdua. Mereka yang selalu kemana-mana menggunakan mobil, merasa istimewa ketika berjalan kaki berdua saja.
264Please respect copyright.PENANA4VVIXneDCo
"Tunjukan wajahmu."
264Please respect copyright.PENANAw2UXsrczUx
Suara Xavier membuyarkan lamunan Max. Menarik paksa dari kenangan indah yang menenggelamkan.
264Please respect copyright.PENANA9kkTA50yIN
Max pun menoleh. Ia melihat paman tengah membuka kaleng bir, bukan obat atau semacamnya.
"Apa itu obatnya?" Max mengejek.
264Please respect copyright.PENANALWsL1UQpjR
"Ini obat untuk hatimu." Xavier menyerahkan kaleng bir kepada keponakannya. "Dan ini obat untuk wajahmu." Kini meraih salep dan menunjukkannya.
264Please respect copyright.PENANATsA0b99BWs
Sambil meneguk bir Max tersenyum. Pamannya yang konyol memang tak pernah berubah. Sangat menyayanginya meski dalam keadaan marah sekalipun.
264Please respect copyright.PENANA3P4Esv17fZ
Ketika Xavier hendak mengoleskan salep pada luka, Max menghindar. "Aku bisa sendiri, Paman."
264Please respect copyright.PENANAkfAKUT8Omf
"Diam." Xavier tak mau dengar penolakan.
264Please respect copyright.PENANAgUs9EED6Ft
"Paman, stop! Orang-orang pasti merasa aneh melihat paman mengobati lukaku."
264Please respect copyright.PENANAFlEqjTxzo8
Xavier terdiam sambil membayangkan. Langsung tergelak ketika menyadari kekhawatiran keponakannya. "Bukannya akan terlihat romantis?"
264Please respect copyright.PENANAYcyecgts9J
"Paman!" protes Max.
264Please respect copyright.PENANAuq0XA3jObm
"Diamlah. Tidak ada yang mengenalmu di sini. Kamu tidak se terkenal itu." Xavier tetap mengolesi luka-luka Max dengan salep.
264Please respect copyright.PENANAjWinlHDgPj
Dingin menyapa kulit wajah. Max sesekali meringis merasakan perih pada luka yang masih basah dan terbuka. Kemudian kembali terdiam memperhatikan wajah paman yang begitu sayang dan perhatian.
264Please respect copyright.PENANAk0Bf7lCZpx
Tiba-tiba Xavier tertawa, "apa keluarga Yan terkena kutukan? Kehidupan cinta tak semulus kerajaan bisnisnya."
264Please respect copyright.PENANAt7rz8tIBcN
"Kutukan?" ulang Max tak paham.
264Please respect copyright.PENANAxAFalG0zo8
Sambil menutup dan menyimpan salep ke dalam plastik. Xavier berkata, "awalnya aku yang terpisah dengan Arina. Kemudia, ayahmu kehilanganmu dan ibumu selama beberapa tahun. Kupikir hanya sampai situ saja, karena ayahmu sudah mendapatkan hukumannya memisahkan aku dan Ariana, tapi masih berlanjut padamu."
264Please respect copyright.PENANAAEZYa2U8D5
Max tahu betul bagaimana perjalanan cinta mommy dan daddynya. Sebab selama ini tak pernah ditutupi sama sekali. Bahkan sejak kecil hingga kini, Max masih sering datang ke makam mantan suami mommynya bersama Jackson, untuk mengenang jasa sudah merawat Max dengan baik.
264Please respect copyright.PENANAge5NPAr2Qo
Max memang anak kandung Jackson Yan, tetapi Jackson dan Yasmine sempat berpisah dan akhirnya Yasmine menikah lagi dengan Evander Luigi. Jackson dan Yasmine kembali bersatu setelah, Evander Luigi meninggal dalam kebakaran besar.
264Please respect copyright.PENANAPhjZpQXspX
Xavier meraih bahu Max. "Jangan teruskan kutukan itu, Max. Kamu tidak boleh berpisah dengan Jessy. Dia sangat mencintaimu."
264Please respect copyright.PENANAam9cCAURU3
"Pengkhianatan juga suatu bentuk cinta?" tanya Max lirih. Ia tidak bisa menerima pengkhianatan Jesslyn yang menurutnya sangat keji.
264Please respect copyright.PENANAEgq7riOJrY
Xavier menggeleng, "dia tidak pernah mengkhianatimu, Max. Kamu salah menilai wanitamu."
264Please respect copyright.PENANARZ6N9OXOy6
"Semua orang mengatakan dia tidak berkhianat dan aku yang salah, tapi tidak satupun yang memberikan penjelasan. Sebenarnya apa yang kalian inginkan?"
264Please respect copyright.PENANApxNfwEFymF
"Kesalahanmu sangat fatal, Jackson dan yang lainnya merasa kamu tidak pantas mengetahui kebenarannya."
264Please respect copyright.PENANApgarncKqdE
"Kalian kejam sekali." Max berdecak sembari meneguk birnya.
264Please respect copyright.PENANAABoRwQ0Gak
Xavier merasa kasihan dengan keponakannya. Ia tetap akan menceritakan semua kebenaran, meski Jackson sudah melarang. Xavier tak sampai hati melihat Max hancur.
264Please respect copyright.PENANAJW9bNfObPP
"Bersekongkol dengan Garric adalah rencana Jessy, Ron dan Jackson. Mereka ingin menyingkirkan bedebah Garric dari hidupmu selamanya."
264Please respect copyright.PENANAtUdlDbZNtU
Max terpaku mendengar penjelasan Xavier. Bumi seakan berhenti berputar. Suara yang terdengar perlahan menjauh dan menghilang. Otaknya terasa lumpuh untuk bertindak.
264Please respect copyright.PENANAfJjaySuSWk
"Jessy mempertaruhkan dirinya untuk menyelamatkanmu dari kelicikan Garric. Itu sudah lama terjadi, karena membuat Garric percaya itu sangat sulit," lanjut Xavier membuat Max semakin bergetar.
264Please respect copyright.PENANAhqC4jG6tS7
"Kenapa tidak memberitahuku?" lirih Max.
264Please respect copyright.PENANAjDiD9uZBfu
"Jika mereka memberitahu, apa kamu akan mengizinkan?"
264Please respect copyright.PENANAAiTEMY4sqf
Max take menjawab, matanya sudah berkaca-kaca. Air mata berdesakan di pelupuk mata.
264Please respect copyright.PENANA415HMJCmXr
Tes! Bening mengalir dari netra Max ketika ia memejamkan mata. Merasa bodoh telah salah menilai kekasihnya.
264Please respect copyright.PENANA43imZjvHJE
"Berjuanglah, Maxy. Patahkan kutukanmu. Jangan biarkan Jessy pergi darimu." Xavier menepuk bahu Max berulang kali.
ns 15.158.61.16da2