#2
1042Please respect copyright.PENANAl9k0JvE8Oa
Fauzi terlihat sedikit kebingungan setelah berada di lorong cahaya itu. Ia menoleh ke kanan dan kiri. Melihat di sekitarnya, ia tak melihat apa-apa kecuali pancaran cahaya dan Jafiaa di depannya.
Jafiaa hanya diam melihat Fauzi kebingungan. Kemudian ia berbalik badan dan mulai berjalan. “Ayo ikuti aku,” ucapnya.
Mulut Fauzi masih tak bisa berbicara. Tubuhnya masih terdiam bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi. Ada di mana ni? Namun Jafiaa terus berjalan, menjauh dari Fauzi.
Fauzi pun kemudian ikut berjalan, menyusul Jafiaa. Ia takut tertinggal dari Jafiaa. Ia terus membelakangi Jafiaa, ke mana ia pergi. Jafiaa dan Fauzi berjalan di lorong cahaya yang panjang.
Fauzi saat itu masih tetap mengenakan sarung, kemeja, dan songkok yang dipakainya saat beribadah tadi. Fauzi tidak tahu berapa lama lagi ia akan berjalan dan akan ke mana. Ia pasrah, terus membuntuti Jafiaa.
Cukup lama keduanya berjalan menyusuri lorong cahaya itu. Fauzi sudah capek, ia ngos-ngosan. Kakinya sudah pegal. Namun Jafiaa seperti tak peduli pada kondisi Fauzi, ia tak pernah melihat ke belakang lagi. Ia terus berjalan, tanpa kelelahan.
Fauzi benar-benar kelelahan, ia tak sanggup lagi berjalan. Kakinya tambah pegal. Ia menghentikan langkahnya. Kemudian berlutut, menunduk, dan memegang kakinya. Fauzi tak sanggup lagi mengikuti Jafiaa.
Nafas Fauzi makin ngos-ngosan. Ia berusaha mengatur nafasnya agar kembali normal, agar bisa segera menyusul Jafiaa. Ia benar-benar ingin menemui istrinya. Ia harus segera mengikuti Jafiaa lagi, karena dia yang tahu di mana istrinya berada.
Fauzi berusaha menguatkan kakinya. Ia sangat merindukan istrinya. Ini satu-satunya cara baginya untuk bisa menemui istrinya. Fauzi langsung berusaha sekuat tenaga berdiri. Rasa cintanya yang besar pada Sahidah seakan mengalahkan capeknya.
Nafas Fauzi sudah mulai normal. Ia sudah berdiri tegak. Kemudian ia mengangkat kepalanya ke arah depan. Namun, ia sudah tidak melihat lagi keberadaan Jafiaa.
Mata Fauzi menatap ke tiap sudut, mencari Jafiaa. Tapi tidak ada. Fauzi panik. Tapi ia kemudian melihat ada satu pintu lingkaran bercahaya di ujung sana. Sepertinya pintu ke arah luar, menuju ke dimensi lain lagi.
Melihat itu, Fauzi langsung berlari ke arah pintu itu. Ia sudah lupa dengan rasa capeknya, ia tak merasakan rasa pegal di kakinya. Fauzi ingin segera sampai di pintu lingkaran itu. Mungkin Jafiaa sudah ada di sana.
Fauzi akhirnya berhasil melewati pintu lingkaran itu. Ia berhasil keluar dari lorong cahaya itu. Setelah ia keluar dari lorong itu, kemudian pintu dan lorong cahaya itu seketika lenyap. Kini Fauzi berada di sebuah taman yang sangat luas.
Sebuah taman dengan rumput yang hijau. Banyak ditumbuhi bermacam bunga yang indah dan berwarna-warni. Kemudian matanya melihat beberapa pasang pria dan wanita yang sedang bermesraan. Mereka duduk di kursi taman sambil berciuman.
Fauzi tertegun melihat pemandangan itu, kenapa mereka tak malu berciuman di tempat terbuka ini. Kemudian ia menutup mata dengan tangannya dan menundukkan kepalanya. Ia tak mau melihat adegan itu.
Lalu mulailah ia berjalan lagi sambil menunduk. Karena sepanjang perjalanan itu, di kanan-kirinya ada saja sepasang pria dan wanita yang asik memadu kasih. Berciuman dengan terang-terangan.
“Hei, angkat kepalamu.” Fauzi mendengar suara wanita yang tak asing sebelumnya. Ia pun mendongakkan kepalanya. Ternyata Jafiaa sudah ada di hadapannya. Fauzi senang.
“Di mana istriku?” akhirnya Fauzi bisa bersuara kembali. Ia sontak memegangi mulut dan tenggorokannya. Ia bersyukur bisa berbicara lagi.
Kemudian Fauzi menutup matanya lagi, saat melihat banyak pasangan yang berciuman.
“Buka matamu. Jangan heran. Di sini sudah biasa seperti itu. Di sini tempat orang memadu kasih. Tempat orang bercinta. Jangan risih melihatnya,” kata Jafiaa menjelaskan.
“Apakah mereka suami-istri, jika tidak, itu dosa,” kata Fauzi, membantah.
“Dosa hanya ada di duniamu, di sini tidak ada dosa. Kami tidak mengenal dosa,” ucap Jafiaa, bikin Fauzi kaget.
“Maksudnya?” Fauzi terheran-heran.
“Saya jelaskan. Kita tidak berada di dunia lagi. Kita di alam yang berbeda. Kami tidak mengenal dosa di sini. Ingat itu. Dosa hanya ada di duniamu.” Jafiaa menjelaskan panjang lebar.
Fauzi masih bingung dengan jawaban Jafiaa. Namun ia tak mau bertanya lagi.
“Di mana istriku?” Ia lebih memilih menanyakan keberadaan istrinya.
“Ayo ikuti aku,” ajak Jafiaa.
Jafiaa kembali berjalan ke arah depan. Fauzi membuntuti di belakangnya.
Di sepanjang perjalanan itu, Fauzi terus disuguhi pemandangan pasangan pria dan wanita yang sedang bermesraan. Bahkan tak hanya berciuman, mereka ada yang melakukan hal-hal yang kelewat batas.
Fauzi melihat ada pasangan yang saling meraba tubuh pasangannya. Tak hanya itu, ada juga pria dan perempuan yang sampai yang dilepas bajunya, hingga telanjang bulat. Fauzi tak sengaja melihat buah dada dan kemaluan perempuan itu.
Namun sepertinya hal ini wajar di sini. Mereka seperti abai pada sekitarnya. Mereka seperti tak malu melakukan itu. Bahkan Fauzi kini melihat ada pasangan yang sudah bersetubuh di atas rumput hijau.
Fauzi hanya menggelengkan kepalanya. Tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Namun melihat banyak adegan itu, lama-lama bikin kemaluannya berdiri. Hasrat seksualnya tiba-tiba muncul.
Tak berselang lama, pandangan Fauzi teralihkan dari para pasangan yang sedang bercinta itu. Kini mata Fauzi tertuju pada bangunan besar di depannya. Bagungan berwarna putih yang megah seperti istana.
Ia melihat Jafiaa terus berjalan ke arah bangunan itu. Fauzi terus membuntutinya.
Akhirnya Jafiaa dan Fauzi sampai di pintu masuk bangunan itu. Pintunya begitu tinggi dan besar terbuat dari kayu dan dicat berwarna putih. Kemudian dipenuhi ukiran seperti bentuk ular. Lalu pas di atas pintu ada ukiran membentuk kepala hewan dan bertanduk. Fauzi tak mengenali ukiran kepala hewan itu. Namun ia melihatnya seperti kombinasi antara kepala banteng dan kambing.
Lalu ada dua orang laki-laki yang gagah dan tampan berdiri di depan pintu itu. Mereka mengenakan seragam berwarna putih. Kemudian mereka membantu membuka gerbang tersebut. Jafiaa dan Fauzi pun kemudian masuk ke dalam bangunan itu.
Fauzi langsung terkesima saat berada di dalamnya. Ada ruangan dengan tembok berwarna putih yang begitu luas, di atasnya ada banyak lampu kristal yang besar berwarna putih. Cahayanya begitu terang benderang menerangi ruangan tersebut.
Fauzi juga melihat ada banyak hiasan dari kaca menempel di dinding. Kemudian berbagai lukisan abstrak, Fauzi tak mengerti maksudnya. Sementara lantainya, dari marmer putih. Sangat bersih, seperti tidak ada satu debu pun yang ia lihat.
Di ruangan itu ada beberapa pintu dalam kondisi tertutup. Entah itu menuju ke ruangan lainnya atau pintu sebuah kamar. Kemudian juga ada tangga untuk menuju lantai atas.
Jafiaa kemudian berjalan menuju salah pintu. Ia kemudian membukanya. Ternyata itu adalah sebuah kamar. Jafiaa mengajak Fauzi masuk ke dalamnya. ***
ns 15.158.61.23da2