#4
1028Please respect copyright.PENANAfHgRD7Ngqf
Orangtua Fauzi sangat merasa sedih dengan kondisi anaknya setelah ditinggal mati istrinya. Fauzi terus menunjukkan gerak-gerik yang aneh belakangan ini.
Keluarga sempat mengajak Fauzi ke kyai, untuk melihat kondisinya. Agar ia bisa kembali hidup normal seperti sebelumnya. Namun Fauzi menolak, ia bilang baik-baik saja.
Begitu pun ketika mendatangkan ‘orang pintar’ untuk menerawang Fauzi, lagi-lagi Fauzi menolak. Ia bersikeras, jika dirinya tidak apa-apa.
Bahkan adik Fauzi juga sempat mendatangkan psikiater untuk membantu Fauzi. Namun Fauzi malah marah.
“Saya tidak gila,” ucap Fauzi.
Sejak saat itu, akhirnya keluarga mengalah. Mereka tak memaksa. Takut kondisi Fauzi tambah parah.
Namun dalam kondisi seperti ini, Fauzi tetap rajin beribadah. Malah ia lebih rajin beribadah sejak kematian istrinya.
Beberapa amalan juga dijalani Fauzi secara konsisten. Seperti puasa dan dzikir khusus, tak pernah ia tinggalkan. Apalagi saat malam hari, ia lebih intens berdoa.
Malam ini, Fauzi kembali menggelar sajadah di kamarnya lalu beribadah. Kemudian ia berdzikir panjang. Dalam tengah-tengah dzikirnya itu, ia berharap bisa kembali muncul lorong cahaya seperti malam sebelumnya untuk menuju ke tempat Sahidah.
Sudah setengah jam Fauzi melantunkan dzikir, sudah puluhan ribu yang ia baca. Namun tak kunjung lingkaran pintu cahaya nampak di hadapannya. Ia sangat berharap cahaya itu kembali muncul. Ia sangat rindu istrinya. Ia ingin berjumpa lagi dengan Sahidah.
Barulah, mungkin di bacaan dzikir yang ke 50 ribu, Fauzi merasa ada cahaya yang menyilaukan di matanya. Ia membuka matanya. Benar, ada cahaya yang kian membesar seperti kemarin.
Cahaya itu kembali membentuk lingkaran pintu masuk ke sebuah lorong. Namun Fauzi tak melihat sosok Jafiaa kali ini. Ia tak peduli itu, segera Fauzi bergegas masuk ke lorong tersebut. Ketika sudah di dalam, sama seperti sebelumnya, pintu cahaya itu langsung tertutup. Ia tak bisa lagi melihat kamarnya.
Dengan memakai tetap sarung dan tanpa alas kaki, sama seperti kemarin, Fauzi berjalan menyusuri lorong itu. Kali ini ia berlari. Ia ingin cepat-cepat ke sampai ke bangunan tempat Sahidah berada.
Baru saja ia berlari, Fauzi tiba di pintu keluar lorong cahaya itu. Rasanya tak sejauh kemarin. Kini ia berada di taman yang dipenuhi orang-orang sedang bercinta. Sama seperti kemarin.
Kali ini Fauzi tak peduli, ia kembali berlari ke arah bangunan megah mirip istana di depannya. Fauzi akhirnya berada di pintu masuk. Ada dua penjaga di sana.
“Saya ingin masuk,” kata Fauzi.
“Apa keperluanmu?” tanya penjaga itu.
“Saya ingin menemui istriku,” ucap Fauzi.
“Siapa namanya?” tanya lagi penjaga itu.
“Sahidah,” jawabnya.
“Tidak ada nama itu di dalam. Kembalilah, jangan mencari di sini,” ujar penjaga yang gagah dan tampan itu.
“Kemarin dia ada di sini. Buka pintunya, cepat. Aku mau masuk. Istriku ada di dalam.” Fauzi mulai marah.
“Kami tidak bisa membuka pintunya. Ini sudah perintah. Kau mencari orang yang tidak ada. Kami berhak menolakmu masuk,” kata penjaga itu.
Fauzi tambah marah. Ia kemudian maju ke pintu dan berusaha mendobraknya. Namun gagal. Saking besarnya pintu itu.
“Buka… aku mau masuk,” teriak Fauzi, terus memaksa membuka itu.
“Hey, berhenti melakukan itu,” ucap wanita dengan nada lembut di belakangnya.
Fauzi menoleh. Ternyata Jafiaa yang berbicara. Ia melihat Jafiaa masih mengenakan gaun putih, sama seperti kemarin. Gaun yang panjang, sampai menutupi kakinya.
Fauzi diam memaku.
“Buka pintunya,” perintah Jafiaa pada dua penjaga itu. Pintu pun langsung dibuka.
Melihat pintu terbuka, Fauzi langsung masuk ke dalam, menuju salah satu kamar, tempat Sahidah kemarin berada. Ia berusaha membuka pintu itu. Namun tak bisa. Lau mendobraknya sekuat tenaga. Lagi-lagi tak bisa terbuka.
“Sahidah… istriku… Buka pintunya, ini aku suamimu,” teriaknya, sambil terus mendobrak keras pintu tersebut.
“Hentikan,” ucap Jafiaa di belakangnya.
“Tolong pertemukan aku lagi dengan istriku,” kata Fauzi.
“Kau kemarin tak menepati janjimu, sekarang apa kau bisa menepati janjimu?” tanya Jafiaa.
“Iya maaf. Aku terbawa suasana, aku rindu istriku. Wajar aku menolakmu di hadapannya. Aku tidak mau dia kecewa dengan aku,” dalih Fauzi.
“Lalu, kali ini apakah kau benar-benar bersedia bercinta denganku?’ tanya Jafiaa.
“Iya, aku mau. Yang penting setelah itu aku bisa menemui istriku,” ucap Fauzi.
“Tapi apa benar dia masih ada di sini? tanya Jafiaa lagi.
“Manusia memang banyak tanya dan kerap tak percaya sama kami. Kalian juga lah yang kerap ingkar janji,” kata Jafiaa.
Lalu, beberapa saat kemudian, pintu kamar berubah menjadi transparan seperti kaca. Sehingga bisa terlihat isi kamar itu. Di dalam kamar itu, Fauzi melihat istrinya duduk di atas ranjang dalam kondisi tanpa busana.
Fauzi langsung mendekat ke pintu itu. Ia mencoba mendorong dan mendobrak, tetap ia tak bisa membukanya.
“Sahidah…,” teriak Fauzi. Namun Sahidah tak mendengarnya. Sahidah tetap duduk sambil menyisir rambut panjangnya.
Tak lama kemudian pintu itu kembali ke wujud aslinya. Fauzi tak lagi bisa melihat ke dalam.
“Istrimu masih di dalam kan?” kata Jafiaa.
“Iya, kalau begitu ayo kita segera berincinta. Aku ingin cepat menemui istriku,” kata Fauzi.
Jafiaa kemudian berjalan ke arah kamarnya. Ia membuka pintu lalu masuk. Fauzi membuntutinya, ikut masuk. Pintu kamar tertutup. Fauzi dan Jafiaa di dalam.
Kali ini Fauzi tak peduli lagi soal doa. Ia juga teringat ucapa Jafiaa kemarin. Tidak ada dosa di sini. Ia percaya kali ini dengan tiap ucapan Jafiaa. Jafiaa tidak pernah berbohong padanya. Termasuk soal keberadaan istrinya.
Jafiaa duduk di atas ranjang. Fauzi masih berdiri, melihat Jafiaa.
Jafiaa mulai meraih resleting gaun di punggungnya. Ia tarik ke bawah, hingga terbuka. Lalu Jafiaa melepas gaun bagian atas. Ia turunkan hingga sampai di pinggangnya.
Kini buah dada Jafiaa terlihat jelas di hadapan Fauzi. Kali ini Fauzi memperhatikan wajah dan tubuh Jafiaa yang sudah setengah telanjang. Matanya juga fokus pada buah dada Jafiaa yang terlihat kencang dan bentuknya bagus sekali.
Fauzi tak memungkiri, kecantikan Jafiaa melebihi istrinya. Bentuk tubuh Jafiaa juga mengalahkan istrinya. Kulit Jafiaa lebih putih dan bersih dibanding istrinya. Namun ia akan tetap memilih istrinya. Dan, ia terpaksa akan melakukan zina ini demi bisa berjumpa istrinya.
Jafiaa tersenyum manis ke Fauzi.
“Lepas seluruh pakaianmu dan mendekatlah,” ucap Jafiaa.
Fauzi melepas satu per satu pakaiannya. Ia lepas sarung dan kemejanya. Ia kali ini mematuhi perintah Jafiaa. Fauzi sudah telanjang bulat. Kemaluannya nampak setengah berdiri. Fauzi tak bisa memungkiri, hasratnya naik saat melihat tubuh Jafiaa.
Kaki Fauzi kini berjalan mendekati Jafiaa. Pikirannya sudah tak sewaras sebelumnya. Untuk pertama kalinya ia akan berzina. Untuk pertama kalinya ia berselingkuh.
Fauzi sudah berdiri tepat di hadapan Jafiaa. Kemudian Jafiaa ikut berdiri, ia langsung memeluk tubuh Fauzi dan mencium bibirnya.
Jafiaa dengan penuh kelembutan mencium bibir itu. Fauzi awalnya diam. Tak menggerakkan bibirnya. Namun lama-lama terbawa suasana, ia membalas ciuman Jafiaa.
Jafiaa dan Fauzi berciuman cukup lama. Sementara tangan Jafia menggerayangi tubuh Fauzi. Merabanya dengan lembut dari bagian dada hingga di bawah perut Fauzi.
Mendapat sentuhan dari tangan halus Jafiaa, bikin Fauzi tambah meningkat gairahnya. Tangan Jafiaa kemudian memegang kemaluan Fauzi yang semakin tegang. Perasaan Fauzi sudah tambah tak karuan.
Fauzi benar-benar dibuat terbuai oleh permainan Jafiaa. Ia untuk sementara melupakan sosok istrinya. Fauzi pun terus mencium bibir tipis Jafiaa dengan lebih bernafsu lagi.
“Ahhhh,” desah Fauzi, tak tertahankan saat tangan halus Jafiaa memainkan kemaluannya. ***
ns 15.158.61.48da2