
Di dalam laboratorium biologi yang dipenuhi cahaya remang-remang sore itu, aku berlutut di hadapan Ryan dengan penuh khidmat. Kontol besarnya yang kokoh itu asyik kumanjakan dengan lidahku yang lincah, mencicipinya dengan rakus bagaikan seorang bayi yang lagi menyusu.Seutas tali terbelit erat di leherku, menghubungkanku dengan tangan Ryan yang menggenggamnya erat. Aku bagaikan seekor anjing peliharaan yang setia, tak berani melawan perintah tuannya.Sementara itu, Ryan terus-menerus meremas rambut hitamku, memastikan pemandangan erotis ini tak terhalang sedikitpun. Wajah ayu dan cantikku yang khas Asia terpampang jelas di bawah cahaya remang-remang, membuat gairahnya semakin membuncah."Bu Angel.. aku punya tugas khusus untukmu..." ucapnya dengan nada penuh misteri, membuat jantungku berdegup kencang penuh antisipasi. Aku terdiam sejenak, menunggu intruksi selanjutnya dari tuan mudaku yang agung. Apa gerangan tugas istimewa yang akan diberikannya padaku?
Keesokan harinya, sepulang sekolah, aku tengah berdiri di depan ruangan lab biologi. Aku memakai lab coat warna putih yang kukancingkan menutupi dadaku. Rok mini putih kupakai. Aku akan memberikan pelajaran tambahan untuk pengambilan nilai ujian praktik biologi.Di hadapanku duduk 10 orang murid laki-laki. Ryan dan Dimas ada di antaranya. "Se-selamat sore anak-anak. Sesuai janji, sekarang kita akan...Me-mengambil nilai ujian praktik."Perlahan aku membuka kancing lab coatku, menampilkan tubuhku yang diikat dengan tali shibari. Kulit putih mulusku terpampang, bagaikan kanvas yang siap menjadi panggung bagi aksi-aksi bejat yang akan segera kulakukan.Tali-tali hitam itu membelenggu tubuhku, mengikat payudara besarku yang sintal, serta paha dan lenganku yang jenjang. Membuatku terlihat bagaikan sebuah karya seni, yang siap untuk 'dinikmati' oleh para pemandunya.Sorot mata lapar para murid itu membuatku merinding penuh gairah. Aku dapat melihat kontol-kontol mereka yang mulai menegang di balik celana, tak sabar untuk segera mengoyak seluruh lubangku yang sudah sangat basah itu.Dengan senyum menggoda, kubiarkan lab coat itu merosot, mempertontonkan tubuhku yang hanya terbalut tali-tali shibari. Ah, aku tak sabar untuk memulai 'pelajaran praktik' yang sangat istimewa ini...
Dengan tubuh gemetar penuh gairah, perlahan aku duduk di atas meja. Kubuka kedua pahaku lebar-lebar, memamerkan memek indahku yang berbalut jembut tipis nan menggoda. "Se-sebelum kita mulai, Ryan dan Dimas, maju ke depan, bantu Ibu. Ibu akan mengingatkan kalian pelajaran apa yang sudah kita pelajari sejauh ini," ucapku dengan suara yang sengaja kulembutkan, berusaha menarik perhatian murid-murid nakal itu.Ryan dan Dimas segera bergegas maju, mata mereka tak berkedip memandangi pemandangan menggoda di antara kedua pahaku. Dengan gerakan lembut, aku mengarahkan tangan mereka untuk menjamah organ-organ intimku."Nah Ryan, tunjukkan organ-organ kewanitaan ini pada teman-temanmu," perintahku sambil mendesah pelan. Ryan dengan sigap meremas dan memainkan payudaraku yang sintal, membuatku semakin bergairah."I-ini namanya toket," ucap Ryan dengan suara serak, tak mampu menyembunyikan hasratnya. Sementara itu, Dimas dengan penuh minat menyentuh dan meremas-remas memek basahku, seolah tengah mempelajarinya dengan seksama."Dan ini... memek," gumam Dimas sambil menjilat bibirnya dengan nikmat. Sensasi jari-jarinya yang menyusuri lipatanku membuat tubuhku tersentak penuh gairah.Tak puas hanya dengan itu, kedua murid nakal itu lalu bergantian mencium bibirku dengan ganas, lidah mereka menari-nari, mengeksplor rongga mulutku yang hangat.
Dengan gugup aku membenarkan ucapan mereka, "O-oh.. iya benar sekali.. i-itu memek dan toket."Tubuhku bergetar penuh gairah ketika melihat Dimas dengan sengaja mendekatkan wajahnya ke arah memekku yang sudah basah. "Lihat Bu, memek Ibu basah," gumamnya sambil menjilat bibir dengan nikmat."I-iya.. ah... memek akan basah.. jika.. mmmhh terangsang," desahku pelan, tak mampu menahan sensasi saat Ryan mulai mengambil spidol dan menuliskan 'toket' di atas payudaraku yang sintal.Dimas tak mau kalah, dia dengan cepat menulis "memek" tepat di atas organ kewanitaanku yang terbuka lebar. Aku mendesah pelan merasakan tekstur dingin spidol yang menggores kulit mulusku, membuat rasa malu dan hina bercampur dengan gairah yang membuncah.Kedua tanganku meremas pinggiran meja, berusaha mengontrol desahan-desahan nikmat yang terus lolos dari bibirku. Ah, betapa aku ingin segera merasakan sentuhan nakal mereka di seluruh tubuhku. Ini akan menjadi pelajaran yang tak terlupakan bagi anak-anak nakal ini.
Aku membayangkan tubuhku bagaikan sebuah objek seks yang siap dinikmati oleh murid-murid nakal ini. Kata panduan 'memek' dan 'toket' yang mereka tuliskan di atas kulitku seakan mengarahkan mereka ke mana saja harus menjamah dan menciumi tubuhku.Sementara itu, murid-murid lain di kelas mulai menggoda dan melontarkan ejekan-ejekan vulgar, namun juga tak sedikit yang memuji lekuk indah tubuhku yang terpampang vulgar di hadapan mereka."Lihat, memek Ibu begitu menggoda!" teriak salah seorang murid sambil menjilat bibirnya penuh nafsu. "Toket Ibu juga montok sekali, aku ingin meremasnya!" seru murid lain yang tak mampu menyembunyikan kejantanannya yang membesar.Mendengar sorakan-sorakan bernada mesum itu, semakin besar hasratku untuk segera menyerahkan seluruh tubuhku pada murid-murid bejat ini.
Ryan dengan gerakan kasar mendorong tubuhku hingga terbaring di atas meja. Dengan cepat, ia mengambil tali dan mulai mengikat kedua tanganku, membentangkan lenganku lebar-lebar.Dimas pun tak mau kalah. Ia dengan sigap mengikat pergelangan kakiku, membuka pahaku selebar-lebarnya hingga memekku yang basah terpampang vulgar di hadapan mereka.Aku mengerang pelan, merasakan dinginnya tali yang membelit kulitku, membuatku seolah tak berdaya. Kontras dengan kulit putih pucatku, tali-tali hitam itu menciptakan pemandangan yang benar-benar menggoda."Su-sudah saatnya kita mengambil nilai praktik, Bu?" tanya Ryan dengan mata berapi-api, tangannya dengan lancang meremas payudaraku yang naik-turun."M-mmhh... i-iya, anak-anak... I-ibu sudah siap..." desahku penuh gairah. Tubuhku bergetar menantikan apa yang akan terjadi selanjutnya.Mereka semua terpaku, terpesona menyaksikan pemandangan di depan mereka. Bagaimana tubuhku yang terikat tali, dengan payudara yang mengacung tinggi, serta memekku yang basah menganga, benar-benar merupakan suguhan yang sangat... luar biasa.Aku dapat melihat gairah membara di mata mereka. Kontol-kontol yang menegang sempurna, seakan-akan siap untuk segera menghujam seluruh lubangku yang lapar akan sentuhan.
Mereka bersepuluh mengelilingi tubuhku yang tersaji di atas meja. Dengan rakus, secara bersamaan mereka menjamah, menjelajahi dan mengakuisisi tubuhku yang tak berdaya.Jari-jemari kasar nan kokoh itu meremas dan memilin payudaraku yang sintal. Lidah-lidah nakal menjilati leher dan telingaku, menghasilkan desahan tertahan yang lolos dari bibirku. Kecupan-kecupan panas mendarat di seluruh permukaan kulitku yang sensitif.Saat sebuah ciuman berhenti, akan segera digantikan dengan belaian dan remasan di tempat lain. Sensasi bergolak tiada henti, menghantarkan sengatan-sengatan kenikmatan yang memabukkan.Dalam ketidakberdayaanku, aku hanya dapat menyaksikan pemandangan tak senonoh itu dengan jantung berdegup kencang. Kontol-kontol telanjang mereka sudah mengacung angkuh, siap untuk segera menghujam segala lubangku yang lapar akan sentuhan.Entah sampai kapan aku harus menjadi budak seksual yang kotor seperti ini. Memekku berdenyut-denyut, padahal belum dipenetrasi sedikit pun. Nafsu birahi mereka yang membara membuatku bergairah setengah mati.Aku hanya dapat pasrah, menunggu dengan tak sabar, manakala kontol-kontol besar itu akan segera menyerangku tanpa ampun.
Desahan demi desahan mengucur dari bibirku yang merah berlipstik. Aku tak kuasa menahan gejolak hasrat yang membuncah di dalam diri.Toketku yang sintal terasa begitu nikmat ketika dilumat dan dihisap kasar oleh mulut-mulut lapar mereka. Ah, aku sangat menyukai saat putingku yang tegak dilibati oleh lidah-lidah lihai itu.Bahkan ketika lidahku sendiri dihisap dan ditarik keluar, aku hampir gila dibuatnya. Liurku yang melumer dinikmati seolah jus segar yang menyegarkan. Aku mendesah dan mengerang tiada henti, setiap kali lidahku dijilat dan ditarik dengan penuh gairah."Bu Angel ternyata berisik kalau lagi sange, ya," ejek salah satu murid, diikuti tawa ejekan yang menggema dari yang lainnya.Tapi aku tak peduli. Aku hanya ingin tubuhku terus dinikmati, dipuaskan, dan digagahi habis-habisan oleh tangan-tangan kekar dan kontol-kontol besar mereka.
Ryan akhirnya mengambil alih komando. Dengan gerakan cepat, ia melesakkan kontolnya yang keras ke dalam memekku yang basah.Aku terkejut dan refleks menjerit keras, "Oooohhh..." Mulutku terbuka lebar saat dinding memekku menggenggam dan melumat kontol Ryan dengan rakus."Ambil nilai praktik kami dengan baik, Bu! Kami jamin Ibu akan puas, hahaha," ucap Ryan dengan seringai penuh kemenangan.Ia kemudian memerintahkan murid-murid lainnya untuk menyerang mulut dan bagian tubuh lainku dengan kontol-kontol besar mereka yang telah mengacung tegak.Tubuhku bergoyang oleh hentakkan pinggul Ryan yang menggebu-gebu. Tulisan "Memek" dan "Toket" yang tertulis di tubuhku pasti menyajikan lukisan birahi yang sangat mesum, membuat kontol Ryan semakin keras dan ganas di dalam memekku yang basah."Oh oh oh oh," aku terus menjerit dan mendesah dalam kenikmatan yang membuncah, tak peduli betapa jorok dan rendah diriku terlihat.
Ya Tuhan, mengapa kontol Ryan terasa begitu nikmat di dalam diriku? Hentakkan-hentakkannya yang begitu keras dan kasar menghantam tubuhku, seolah menjalar hingga ke ubun-ubun.Rasa penuh dan perih yang menyengat setiap kali ia menghujam ke dalam memekku yang tak berdaya terasa luar biasa. Seolah kontolnya menyentuh titik terdalam, menghantarkan gelombang kenikmatan yang membuatku melayang.Aku tak mampu lagi berpikir jernih. Seluruh akal sehatku tersapu bersih oleh gejolak nafsu yang meluap-luap. Aku hanya ingin terus diperlakukan bak binatang jalang yang siap memuaskan segala hasrat mereka.Desahan dan rintihan lolos tanpa henti dari bibirku yang bengkak. Tubuhku terus bergerak liar, berusaha menyambut setiap tusukan kontol Ryan yang membabi buta.Oh Tuhan... Nikmatnya... Aku tak ingin ini semua berhenti. Jadikan aku budak nafsu kalian... Gunakan aku dengan semena-mena... Buat aku gila keenakan!
Aku merasakan puncak nafsu menjalar dari kaki ke kepalaku, membuat tubuhku bergetar tak terkendali. Aku merasakan diriku begitu dekat dengan ledakan kenikmatan yang membuat seluruh tubuhku menggelinjang."Ohhh Ryan... ah.. i-ibu.. mau keluar ahh.." aku menjerit keenakan, memohon pada Ryan untuk membiarkanku mencapai klimaks yang menyiksa.Namun, tepat sesaat sebelum aku meledak dalam orgasme yang memabukkan, Ryan tiba-tiba mencabut kontolnya tanpa peringatan. "Ohhh... ry-ryan.. ke-kenapa berhenti.. ahh.." Aku merintih kecewa, tubuhku seakan tersiksa oleh penundaan kenikmatan ini.Dengan kejam, Ryan menjambak rambutku dan memandangku dengan tatapan menghina. "Ayo kita siksa guru ini sampai gila, buat dia memohon untuk mencapai orgasme!" perintahnya kepada murid-murid lain.
Oh, mengapa tubuhku begitu kecewa dan bergejolak, padahal seharusnya aku tidak menginginkan ini semua? Sungguh, tubuhku benar-benar berkhianat.Tiba-tiba, Ryan melepaskan ikatan di kaki dan tanganku. Aku berdiri, siap dalam posisi doggy style sementara Ryan bersiap di belakangku. Dengan cepat, ia memegang erat tali yang masih melilit tubuhku dan mulai menggenjotku dengan kasar dari belakang.Toketku bergoyang-goyang dengan keras, seolah menghantam udara. Tangan-tangan kekarnya menarik tanganku ke belakang, memaksaku untuk menengadah dan merasakan setiap dorongan brutal kontolnya yang menyerang memekku tanpa ampun.Seluruh tubuhku terasa panas dan basah, membara oleh gairah yang tak terbendung. Aku hanya bisa mengerang dan mendesah tak karuan, menyambut setiap hujaman brutal yang terasa begitu nikmat di dalam diriku.Oh Tuhan... Kenapa rasanya begitu memabukkan? Aku tak sanggup lagi menahan semua ini.
Aku kembali merasa akan mencapai orgasme, namun Ryan menyiksaku dengan memperlambat tempo hentakkannya. Ia benar-benar bermain-main dengan nafsuku."Aaaaa.... hhh," aku mengerang frustasi, tubuhku bergejolak hebat menginginkan pelepasan yang ditahan dengan kejam. Aku merasa dipermainkan, bahkan saat aku telah menyerahkan tubuhku sepenuhnya, mereka masih menyiksa dengan menahan-nahan orgasmeku.Tubuhku serasa terbakar dalam gairah tak terpuaskan. Aku ingin meronta, tapi Ryan terus menjambak rambutku dengan kasar, memaksaku untuk tetap dalam posisi yang memalukan. Sementara yang lain mulai meraba-raba tubuhku, menelusuri lekuk pinggulku yang bergoyang erotis."Kumohon... biarkan aku klimaks..." rintihku parau, air mata menggenang di pelupuk mataku. Aku sudah tak tahan lagi dengan siksaan nikmat ini. Tubuhku benar-benar akan hancur jika orgasme yang kutahan sekian lama ini tidak segera dilepaskan.Namun bukannya mengabulkan permohonanku, mereka justru semakin gencar menyiksaku. Tangan-tangan nakal meraba dan meremas seluruh tubuhku dengan rakus, seolah ingin meluluhkan pertahananku sampai aku menjerit memohon ampun.
Pinggul Ryan bergerak dengan tempo yang sangat sensual, memaksa memekku untuk menggenggam kontolnya dengan khidmat dan melahapnya dengan lambat penuh kesadaran."Ohhh Ryan... ahhh," aku mendesah nikmat, pinggulku bergerak erotis berusaha mengulek kontol Ryan yang bergerak lambat dan teramat nikmat di dalam diriku.Murid-murid lainnya pun melengkapi sensasi itu, memilin putingku dengan gemas sementara beberapa di antara mereka menampar pipiku dan menjilati leherku, membuatku menggeleng dan menggerakkan kepala tak terkendali.Aku melenguh dan meracau tak jelas, tenggelam dalam kenikmatan yang memabukkan. Tubuhku serasa terbakar, setiap sentuhan membuatku semakin menggila dalam nafsu yang menggebu-gebu.Ryan mempercepat tempo genjotannya, membuat memekku semakin ketat meremas kontolnya. Aku menjerit tertahan, merasakan diriku semakin dekat dengan puncak kenikmatan yang menyiksa.Tapi sekali lagi, tepat saat aku nyaris mencapai orgasme, Ryan menghentikan gerakannya. Aku mengerang frustasi, air mata menggenang di pelupuk mataku. Kenapa mereka terus menyiksaku seperti ini?
Murid-murid lain bergantian menyicipi memekku dengan kontol mereka, turut meramaikan siksaan yang diberikan padaku. Mereka hanya tertawa dan menyeringai, menikmati dominasi yang mereka berikan.Semakin aku mengeluh, memohon, dan mendesah, semakin mereka semangat menahan orgasme yang tak kunjung mereka berikan. "Ohhh ibu mohon... biarin ibu keluar.. memek ibu udah enak banget," aku memelas kepada mereka, tubuhku bergetar menahan kenikmatan yang membuncah.Namun alih-alih mengabulkan permohonanku, mereka justru semakin gencar menyiksaku. Setiap kali aku mencapai puncak, mereka dengan kejam mencabut kontol mereka, membuatku menjerit frustasi."Lihat, guru nakal ini begitu membutuhkan klimaks," tawa Ryan sambil menampar pipiku dengan kasar. "Tapi kita belum puas menyiksanya. Ayo, buat dia menjerit memohon-mohon!"Tubuhku serasa terbakar, begitu sensitif dan membutuhkan pelepasan. Namun sekali lagi, saat aku hampir mencapainya, mereka menahanku dengan sadis.
Aku berlutut di hadapan mereka semua, wajahku memerah menahan hasrat yang membuncah. Aku begitu sange, frustrasi karena orgasme yang tak kunjung mereka berikan."Kamu mau orgasme, Bu?" tanya Ryan dengan seringai nakal.Aku mendongak menatapnya dengan pandangan memelas. "I-iya... ibu mohon..." ucapku sambil menciumi kontolnya yang mengeras, berharap bisa segera mendapatkan kepuasan yang kunantikan."Ibu harus bisa meyakinkan kami dulu," ujarnya sambal memasangkan tali ke leherku, bagaikan mengekangku seperti seekor anjing. Aku pun merangkak mengikutinya menyusuri ruangan lab biologi, dengan tali di leher.Ryan memerintahkanku untuk menghisap satu per satu kontol para murid lainnya, bagai seekor anjing penurut. Aku tak bisa menolak, tubuhku terlalu membutuhkan pelepasan untuk sekedar memberontak.Desahan dan rintihan terus meluncur dari bibirku yang sibuk melayani nafsu mereka.
Aku merangkak dengan patuh, tali di leherku menarikku untuk menghampiri setiap murid satu per satu. Dengan tatapan memelas bak seekor anjing mengemis makanan, aku membuka mulut lebar-lebar, menjulurkan lidah lapar untuk menjilat dan mengulum kontol keras mereka.Aku menatap mereka dengan pandangan memuja, seolah kontol-kontol itu adalah sumber kehidupanku. Tanpa ragu, aku menelan batang-batang daging itu sedalam mungkin, membiarkan mereka menusuk tenggorokanku dengan kasar.Aku mengerang nikmat, seakan-akan sedang menikmati santapan terenak di dunia. Tak peduli betapa hina dan memalukan posisiku saat ini, yang ada di pikiranku hanyalah memuaskan nafsu bejat mereka agar aku bisa segera mencapai puncak kenikmatan yang selama ini ditahan."Hisap yang baik, Anjing Jalang," desis Ryan, menjambak rambutku kasar saat kontolnya memenuhi mulutku. Aku mengangguk patuh, menuruti setiap perintahnya dengan sepenuh hati.
Aku tak lagi peduli, kutunjukkan teknik terhebatku. Lidahku lincah membolak-balik kontol-kontol itu, tanganku mengocok batang-batang keras dengan cekatan, sementara tangan satuku membelai lembut buah zakar yang bergetar penuh cairan birahi.Teknikku terbukti sangat efektif, satu per satu kontol itu mulai menyemburkan cairan hangat nan wangi ke seluruh wajah, tangan, dan tubuhku. Setiap kali berhasil membuat seseorang mencapai puncak, aku diberi hadiah tamparan di pipi, toket, atau pantat sembari dipuji "Good bitch!"Kini hanya tersisa kontol Ryan dan Dimas yang masih berdiri gagah di hadapanku. Aku menjilat bibir penuh nafsu, tak sabar untuk segera menyantap dua batang daging yang tersisa. Aku akan memastikan mereka berdua puas sepenuhnya sebelum aku diizinkan menikmati puncak kenikmatan yang selama ini kutahan.
Aku menatap Ryan dengan pandangan penuh nafsu, tubuhku bergetar menantikan kebutuhanku yang akan segera dipenuhi.Tanpa basa-basi, Ryan langsung menggendongku dan menyarungkan kontolnya ke dalam memekku yang basah dan lapar. Di saat yang sama, Dimas menerobos lubang pantatku, memberikan sodokan anal yang menyiksa.Kedua kontol keras itu menusuk ke titik terdalam tubuhku, menyentuh titik-titik sensitive yang membuatku menggila. Irama hentakan mereka yang bersahutan menciptakan siksaan nikmat tanpa henti.Ekspresiku kacau balau - air mata mengalir, mulutku terbuka dengan lidah terjulur, mataku terpejam erat namun senyuman lebar tersungging di bibirku. Pikiranku hanya dipenuhi oleh gejolak nafsu yang membuncah.Setiap hantaman membuat meteran nafsuku semakin penuh, seakan siap meledak kapan saja.
Ryan berbisik di telingaku dengan seringai jahat, "Kamu pingin banget peju kami ya, Bu Angel?"Aku mengangguk dengan wajah memerah, "Ah ah iya iya oh... Tolong, masukkan peju kalian ke dalam rahimku, sayang... Ohh..."Senyumku semakin lebar saat kurasakan kontol mereka semakin mengeras, bagaikan pompa yang menggali sumur kenikmatan, mencari mata air birahi paling murni. "Ini hadiahmu, guru budakku!" Ryan dan Dimas akhirnya memberkahi rahim dan pantatku dengan air mani mereka."OHHHH OHHH YEAHHHH AHHHH!" Aku berteriak penuh ekstasi, melepaskan seluruh frustrasi yang telah terakumulasi. Tubuhku melengkung dan menegang, lenganku erat merangkul tubuh kekar Ryan.Cairan bening bermuncratan dari memekku, menyatu dengan mani yang tak tertampung, turun menyembur ke lantai lab yang berkilau.
Aku pun terbaring tak berdaya, nafasku terengah-engah. Betapa vulgarnya pemandangan saat itu - tubuhku yang terekspos, penuh dengan jejak cairan birahi.Otakku kosong, tak bisa memikirkan apapun selain hasrat yang baru saja terpuaskan. Memang benar, kenikmatan tertinggi adalah saat mencapai puncak orgasme - seperti merasakan kedamaian tanpa beban menghampiri."Jadi, berapa nilai ujian praktik kami, Bu Angel?" tanya mereka dengan seringai nakal.Aku menghela napas panjang. "100... nilai kalian semua 100," ucapku penuh kepuasan dan rasa hina. Sungguh, aku adalah budak tak bermoral yang rela melakukan apapun demi memuaskan nafsu bejat mereka.Setidaknya, tugasku sebagai guru telah kupenuhi dengan baik. Para murid ini kini telah menguasai pelajaran biologi dengan sempurna - terutama bagian praktik yang paling mendasar
ns 15.158.61.51da2