Tual, 22 Mei 2033
Hari pemulihan selepas ujian alam Guru Tan sudah berakhir. Kami harus mengikuti kelas bertahan hidup hari ini. Pelajaran bertahan hidup adalah pelajaran paling dasar yang harus kami kuasai. Dan jarang sekali ada yang terkena remedial. Bahkan tidak ada sama sekali. Guru Yang tidak perlu repot-repot menyiapkan remedial untuk kami.
Aku memasuki kelas dan kulihat masih belum banyak yang datang. Hanya ada Mica, Lyra, dan Harem yang masih memegang rekor datang ke kelas paling pagi.
Kelas kami tidak terlalu besar, namun juga tidak bisa dikatakan kecil. Tempat duduk kami letter U, sehingga memudahkan kami menangkap pelajaran yang disampaikan Guru.
Aku mengambil tempat duduk disamping kiri Lyra. Bukan apa-apa, duduk disampingnya membuatku cepat menangkap pelajaran. Karena Lyra orangnya fokus dan tidak berisik. Jika ada yang tak kumengerti, dia mengajariku dengan cara yang mudah kupahami.
Disamping kanan Lyra ada Mica. Mereka memang sahabat yang klop dari kecil. Disebelah Mica ada Harem. Dimana ada Mica, selalu ada Harem. Begitu juga sebaliknya. Aku tak paham ada apa dengan mereka.
Kulihat Blid masuk ke kelas dengan santai. Ia sudah tidak memakai perban dikepalanya, meskipun aku masih bisa melihat dengan jelas ada bekas luka disana. Kuharap dia tidak mengambil kursi disebelahku. Si gendut rakus itu sangat berisik saat pelajaran.
Terima kasih dewi fortuna, anak itu lebih memilih duduk di kursi paling ujung dan jauh denganku.
Tak lama, kulihat sudah banyak yang berdatangan. Grim sudah terlihat lebih segar. Hanya saja, Brendi masih mengenakan perban di lengannya. Walaupun begitu, dia tampak tak peduli seperti biasanya.
Maxi dan Fixal datang bersamaan. Maxi mengambil kursi disampingku. Setidaknya bukan Fixal yang duduk disebelahku. Anak itu sangat usil.
Pukul 07.00
Waktunya kelas dimulai.
Guru Yang adalah guru pelajaran bertahan hidup. Meskipun sudah berusia 42 tahun, tubuhnya tegap dan wajahnya tetap cantik. Setiap orang yang melihatnya pasti tak mengira usianya sudah menginjak kepala 4. Dari semua Guru pengajar kami, Guru Yang adalah guru yang paling disukai. Selain orangnya menyenangkan, semua yang diajarkan dapat dengan mudah kami pahami. Tidak pernah kami melihat beliau marah. Beliau sangat cekatan dalam mengajar kami, yang secara tak langsung menyiratkan bahwa beliau sangat berpengalaman. Guru Yang memang pengajar terbaik, tak heran jika Frim sangat mengidolakannya.
"Selamat pagi Edger"
"Selamat pagi Guru"
"Sudah siap untuk memulai kelas?"
"Siap Guru"
Guru Yang menatap lengan Brendi yang masih dibalut perban. Tatapannya seakan menuntut penjelasan.
"Dicakar beruang Guru" jelas Brendi.
Guru Yang hanya mengangguk paham.
"Pelajaran yang akan saya ajarkan kali ini adalah berburu ular"
Di pelajaran bertahan hidup, kami diajarkan bagaimana membuat makanan dalam keadaan genting. Menembak, memanah, menombak, berburu, berenang juga diajarkan dipelajaran ini. Pelajaran yang diajarkan tak pernah membuat kami bosan. Aku paling suka bagian membuat makanan. Karena bagian itu menggabungkan ilmu yang kami pelajari di pelajaran alam. Misalnya tentang bagaimana kami memilih tumbuh-tumbuhan yang dapat dimakan atau tidak, juga binatang yang aman dikonsumsi dan tidak. Kedua pelajaran itu saling berkesinambungan. Selain membuat makanan, berenang adalah keahlianku. Bukannya sombong, hanya saja aku lemah di hampir semua pelajaran dan hanya ini yang bisa kubanggakan. Aku menguasai semua gaya renang, beberapa Edger memintaku untuk mengajarinya. Namun, pelajaran bertahan hidup tidak hanya soal berenang saja kan? Oleh sebab itu nilai ku tidak selalu bagus, karena aku tak cukup mahir memanah.
Pukul 09.30
Kami sudah tidak berada dikelas. Kami berada di hutan buatan. Hutan buatan ini menyerupai hutan sungguhan, tentunya berukuran lebih kecil. Semua tanaman dan binatangnya asli, meskipun tidak sebanyak dihutan sungguhan. Guru Yang mencontohkan kepada kami bagaimana cara menjinakkan ular, lalu mengambil bisa-nya, dan mengulitinya hingga diolah menjadi sesuatu yang dapat mengganjal perut kami. Sangat menjijikkan.
Yela sedaritadi bergidik jijik dan terlihat mau muntah. Begitu pula Fixal. Jika kau menyenggolnya, dapat kupastikan dia akan mengeluarkan semua isi perutnya. Perlu kalian tahu, bahwa Fixal takut dan jijik dengan reptil. Sejauh ini hanya Harem yang terlihat antusias. Ada juga beberapa yang menatap tak minat, Kripto misalnya.
Guru Yang masih sibuk membakar tubuh ular yang sudah dipotong kecil-kecil. Walaupun baunya enak, tapi aku masih cukup jijik mengingat binatang apa yang digunakan. Bau pembakaran itu menusuk hidungku. Aku jadi lapar.
Guru Yang sudah selesai dengan pekerjaannya. Beliau mengalihkan pandangan matanya kepada kami.
"Dalam keadaan genting, mau tidak mau kalian harus memakan apapun yang bisa dimakan disekitar kalian untuk tetap bertahan hidup. Ular, tikus, ulat, katak dan banyak lagi. Pilihannya hanya dua, makan atau mati"
Guru Yang mengambil satu tusuk ular yang sudah dimasak dan berjalan mendekati kerumunan kami.
"Ada yang mau mencoba?"
Tidak ada satupun dari kami yang menyambut daging itu. Semua saling memandang. Kulihat Harem ingin sekali mengambilnya, tapi ia tampak ragu.
"Tidak ada yang mau mencoba? Kapan lagi makan daging ular buatan saya"
Harem meyakinkan diri. Ia mengacungkan jari dan melangkah sedikit lebih maju dari barisan kami. Guru Yang hanya tersenyum. Diberikannya setusuk daging itu kepada Harem.
Walaupun kami semua sudah pernah memakan belalang, ulat bambu, burung, kelinci, rusa, dan binatang aneh lainnya, tapi kami tidak pernah memakan daging reptil. Memakan daging ular sangat ekstrim bagi kami.
"Tak apa, cobalah. Rasanya seperti daging ayam" Guru Yang meyakinkan Harem. Harem masih menimang-nimang. Kami semua menatapnya tajam seperti berkata 'cepat makan dan ceritakan kepada kami bagaimana rasanya'.
Didekatkannya daging itu kemulutnya.
Satu gigitan.
Harem mulai mengunyah.
"Hueekk" Fixal muntah ditempat. Perhatian kami teralih padanya. Ia sudah tidak mampu membendung mualnya.
"Iuwh, jorok" teriak histeris beberapa Edger yang berada di dekat Fixal. Mereka berpindah tempat menjauhi bekas muntahan. Fixal langsung dibawa menyingkir oleh Maxi. Sepertinya mereka ke toilet.
Kami mengerubungi Harem dan melupakan tragedi muntahan Fixal.
"Hhhmm" Harem terus mengunyah.
"Bagaimana rasanya?" tanya Guru Yang.
"Lebih enak dari daging burung" Harem masih mengunyah.
"Aku mau coba" Blid si tukang makan itu langsung mengambil setusuk daging.
"Aku juga" Frim mengekor Blid dibelakangnya.
Satu persatu mulai penasaran dan mengambil daging ular itu kecuali aku dan Yela. Maxi dan Fixal sudah kembali dari toilet. Maxi tak mau ketinggalan mengambil daging itu.
"Hei, tinggal 2 potong terakhir. Si gendut rakus itu mengambil 4 potong. Kalian mau tidak?" Maxi menawarkannya padaku, Fixal, dan Yela.
"Untukmu saja" kata Fixal yang terlihat menahan mual.
"Tidak, terima kasih" Yela menolak halus.
"Kau?" tanyanya menunggu jawabanku.
"Boleh"
ns 15.158.61.8da2