Namaku Reisya Salma, panggil saja echa seperti temanku yang lainnya memanggil namaku. Aku menarik nafas dalam, aku mulai memasuki kawasan sekolah yang masih sepi dan lenggang. Sepertinya aku datang terlalu awal, mungkin karena aku tegang dan ada rasa gentar dalam hati untuk hari pertamaku mengajar disini, sejak secara resmi menyandang gelar guru, atau dalam kasus ini, ustazah.
Bangunan sekolah yang sudah tua itu terlihat lusuh, di beberapa bagian dinding terlihat coretan hitam karena korosi hujan dimana-mana, dan kalau diamati dengan seksama terdapat banyak ‘vandalisme’ disana-sini yang dilakukan siswa disana. Aku mulai mulai mencari jalan ke kantor di sekolah itu, aku bertemu dengan pekerja di sekolah itu, bu rohmah. Kami berbasa-basi sedikit dan saling berkenalan sambil bu rohmah menyiapkan kopi untuk aku dan dirinya, karena waktu masih terlalu pagi aku duduk dulu di ruangan itu.
‘ustazah, kalo di sekolah ini harus hati-hati..’ kata bu rohmah. Mengulurkan segelas kopi yang masih mengepul berasap.
‘kenapa bu?’
‘di kawasan ini, sekolah ini dikenal dengan julukan sekolahnya anak yang nakal.. jadi siswa-siswa disini yang nakal... jangan sampai mengganggu ustazah’ kata bu rohmah, aku mengangguk faham.
Memang sudah biasa dalam dunia pendidikan ada sekolah yang dilabeli ‘sekolah anak berandal’ hanya karena ulah satu atau dua muridnya yang nakal. Aku tidak mengatakannya, namun kurasa dia terlalu membesar-besarkan masalah itu, mungkin tidak semua siswa begitu.
‘kalau ada apa-apa ustazah lapor ke saya saja’ katanya. Aku mengangguk, setelah itu terlihat datang wanita yang sudah berumur masuk ke dalam kantor, menempelkan kartu presensi di mesin dan menegur kami.
‘assalamualaikum bu rohmah’ tegur wanita tadi, bu rohmah menjawab salam sebelum mengenalkanku.
‘ohhh jadi ustazah reisya itu kamu, kakak ustazah hani..kepala sekolah. Setelah rapat nanti ikut kakak ya? Akan kakak briping kamu nanti, dan kita bahas jadwal mengajar kamu nanti’ aku mengangguk faham ‘baik kak’ balasku.
Ustazah hani mengucap salam sebelum meninggalkan kami, dan kami menyambung obrolanku dengan bu rohmah, kali ini mengenai kue untuk hari raya yang akan dijualnya nanti.
Kembali aku menarik nafas dalam-dalam, mengetahui kelasku berada di samping tangga dimana aku berdiri sekarang, suara gaduh siswa terdengar membuat sedikit hatiku ciut. Rasanya berdebar, aku membaca doa yang diajarkan ayahku ketika tegang, sebelum aku melangkah masuk ke dalam kelas, aku pasang senyum di wajahku.
Kelas yang tadinya rius berisik mulai sepi dan senyap, semua siswa seperti bertanya-tanya siapa yang masuk, masing-masing siswa kembali ke tempat duduknya, terdengar deretan suara kursi disana-sini yang sedang dirapihkan.
‘selamat pagi... ustazah!’ seorang pelajar perempuan mengawali ucapan sambutan, diikuti seluruh kelas.
‘selamat pagi semua’ aku tersenyum. Walaupun hatiku masih tagang, aku meneruskan mengajar di kelas itu sebaik mungkin. Sebenarnya sangat risau karena tidak sepatutnya guru baru mendapat kelas 12, tetapi karena sekolah ini kekurangan guru pendidikan islam, aku dipilih mengajar di kelas 12, alhamdulillah kelas 12 ini merupakan kelas paling pintar siswanya.
Kelas hari itu berjalan dengan lancar, jam pertama dan kedua aku gunakan untuk pengenalan kelas pendidikan islam hari itu. Semua karena banyak dari siswa yang bertanya ini itu dan ada seorang siswa yang menatapku dengan tatapan yang membuatku risih, dia tak banyak biacara tapi aku merasakan dia melihatku dari awal sampai akhir pelajaran.
Mungkin dia tipe murid pemalu bertanya atau memang dia tipe yang tak banyak bicara.
Beberapa minggu kemudian aku dipanggil ke ruang konseling. Ada pak syawal, ketua guru bimbingan konseling itu ingin bertemu denganku. Aku yang bisa dikatakan sudah terbiasa dengan sekolah itu menghampiri ruang konseling. Ruangannya rapih sekali, tercium juga aroma lavender yang datang dari pengharum ruangan diatas lemari.
‘ustazah ecah... terima kasih sudah bersedia datang....silakan duduk’ ajak pak syawal. Aku senyum menerima sambutan itu lalu duduk
‘bagaimana sekolah ini? Apakah ustazah mendapat masalah adaptasi di sekolah ini?’ pertanyaan pak syawal yang agak ketus, namun sebagai seorang ustazah, aku harus menepis semua anggapan itu, jangan melayaninya.
Aku menggeleng kepala. ‘syukur semua baik-baik saja pak...’ jawabku.
‘baguslah... sebenarnya ada hal yang ingin saya sampaikan kepada ustazah hari ini’ kata pak syawal.
‘ada apa pak?’ tanyaku, mendengar nada serius.
‘ustazah yang kamu gantikan itu... yang kelas 12 itu... sebenarnya dia salah satu dari guru konseling juga...’ jawab pak syawal, dan aku sepertinya paham kemana arah perbincangan ini akan berlanjut.
‘baik..’ kataku perlahan, tanda aku memperhatikan dia.
‘jadi... kami berharap bahwa ustazah dapat mengisi jadwal kosong itu untuk sementara... sampai ustazah huda selesai dari cuti melahirkan... bisa?’
Aku membuat ekpresi risau.’tapi pak... saya tidak ada backgrund psikologi atau konseling, yang saya bisa hanya dasar-dasar saja’ kataku. Hanya satu matakuliah tentang itu diajarkan di fakultas dahulu, matakuliah lainnya fokus ke aqidah, tajwid, tauhid, dan hal lainnya.
‘saya tahu ustazah... tapi jangan khawatir... lagipula masalah pelajar sekolah ini hanya masalah yang biasa-biasa saja.. putus cinta... keluarga sakit... kalau ustazah menemukan kasus yang berat atau merasa tidak bisa handle tinggal lapor ke saya, nanti dikonsultasikan lagi dengan guru yang lain...’ jawab pak syawal.
Aku menarik nafas dalam sebelum melihat wajah pak syawal yang sedikit berusia itu. Aku sadar bahwa aku adalah tenaga pengajar yang baru, maka aku diberikan tugas yang orang lain tak mau lakukan, jika aku menolak, pasti mereka akan mengatakan aku mengada-ngada atau aku lemah.
Tak apalah echa... anggaplah ini pengalaman, aku berpikir. Perlahan aku mengangguk.
‘baiklah pak, saya bersedia’
Seminggu setelah aku resmi menjadi guru konseling juga di sekolah itu, tidak ada siswa yang ingin bertemu denganku. Barulah aku tahu yang di sekolah itu, walaupun dianggap sekolahnya anak nakal, tidak banyak yang dengan senang hati datang konseling, yang adapun hanya beberapa orang, itupun sudah biasa menceritakan masalah mereka kepada guru lainnya. Maka kerja kami kebanyakan mengadakan sesi motivasi, pengembangan diri dan sebagainya.
Hari itu merupakan hari aku bertugas dengan bu suraya, guru matematika yang mendapatkan gelar strata tambahan dalam bidang konselng baru-baru ini. Rajin sekali, sudah jadi gurupun masih mau belajar. Aku sedikit cemburu dengannya, dan aku merasa ingin menyambung pendidikan lagi nanti, tapi sekarang ini belajar ustazah yang baik dulu, pikirku.
Aku sedang memeriksa buku latihan pelajaran kelas 12 yang aku bimbing, kemudian aku mendengar suara bu suraya di pintu.
‘ustazah... ada siswa yang ingin bertemu’ katanya, hatiku berbungan dan sedikit berdebar. Akhirnya ada seseorang yang memerlukan bantuan dariku. Aku mengangguk ‘sebentar...’
‘doakan saya ya...’ bisikku kepadanya.
Aku sedikit terkejut melihat siapa yang menunggu di ruangan yang menungguku. Fajar, siswa yang pendiam dan tidak banyak berbicara di dalam kelasku. Mungkin akhirnya dia mau mengutarakan masalahnya kepadaku? Apa penyebab dia tak banyak bicara?
‘ohh... fajar... sudah siapa... ayo?’ ajakku, fajar mengangkat kepalanya sebelum perlahan menolak dirinya untuk berdiri, mengikutiku ke ruangan privasi yang khas digunakan sesi konseling. Kursi yang diatur dalam bentuk L, aku mengambil posisi duduk di sebelah kiri dan perlahan fajar duduk di kursi yang lainnya. Aku merasakan dia tak mau melihatku.
‘ini pertama kali kamu datang kesini ya?’ tanyaku, maaf bila aku sedikit aneh, seperti yang aku katakan, aku tak mempunyai latar belakang dalam bidang ini.
Fajar mengangguk perlahan, aku menunduk sedikit.
‘kenapa fajar?... ada masalah apa yang membuat kamu datang kseini?’ tanyaku padanya, lembut.
Fajar menarik nafas dalam-dalam, dan aku tahu dari ekspresi wajahnya bahwa dia sedang berpikir-pikir apakah dia perlu memberitahuku atau tidak tentang masalah itu.
‘jangan khawatir... apa yang kamu katakan, saya jamin tidak akan keluar dari empat dinding ini...’ kataku mencoba seprofesional mungkin.
Fajar kemudian mengangkat matanya melihat wajahku, pipiku sedikit terasa sedikit hangat menerima pandangannya.
‘ehmm ustazah... saya ada masalah... dan ... saya merasa tak bisa memberi tahu orang lain mengenai masalah ini... dan ... tak tahu kenapa... saya merasa saya mau mempercayakan ke ustazah...’ kata fajar lembut, namun cukup untuk telingaku yang dibawah kerudung panjang ini menangkapnya.
‘baiklah... ceritakan kepada saya...’ kataku, menunduk sedikit, tanda aku mendengar.
Fajar menarik nafas dalam-dalam lagi.
‘ustazah... saya... sangat ketagihan dengan... ehmm... cerita porno... dan... coli...’ kata fajar perlahan, dan perkataan yang terakhir itu dikecilkan dari kata lainnya, membuat mataku terangkat sedikit mendengarnya.
‘ce... cerita porno dan... coli?... maksud kamu... onani?’ tanyaku, pernah mendengar kata itu, dan aku tau maksudnya apa, hanya selama ini belum pernah aku melihat kata mesum itu.
Fajar menggaruk.
Aku menarik nafas dalam-dalam, wajahku sedikit berubah menjadi sedikit memerah, tidak menyangka kasus pertama yang aku dapat, dalam kepalaku aku sibuk mencari kata yang harus aku ucapkan.
‘bagaimana awalnya kamu bisa... memulai... hal tersebut?’ tanyaku, teringat aku harus mengetahui akar masalahnya terlebih dahulu.
Fajar kembali memandang ke bawah.
‘saya... saya menemukan cerita mesum itu dalam leptop... kakak saya...’. jawab fajar, mataku sedikit membulat, mendengarnya.
‘kakak kamu?... kakak kamu dimana sekarang?’ tanyaku ingin tahu
‘ehm... kakak saya sedang kuliah di KL...’ aku mengangguk mendengarnya, sejujurnya aku tidak pernah menonton video mesum, maka aku tidak tahu apa sebenarnya yang fajar lihat dalam video itu, maka aku mencoba agar tak terlalu spesifik dengan apa yang dia lihat.
‘baiklah... bisa kamu beritahu ustazah... berapa sering kamu melihat video mesum dan... berapa kerap kamu col... onani?’ tanyaku, mencoba mengelak dari kata coli, karena perkataan itu bagiku terlalu tabu untuk diucapkan oleh ustazah sepertiku.
Fajar kembali menunduk, dan aku merasa sesekali matanya menjamah tubuhku.
‘ehmm video porno... pagi... sebelum pergi ke sekolah... atau malam... sebelum tidur... kalau col... ehm onani juga sama... setiap hari... sehari sekali paling sedikit... mau lagi... mau lagi... dan ketagihan’. Jawabnya perlahan, aku mengangguk faham.
‘apa yang terjadi kalau kamu tidak... onani?’ tanyaku.
‘saya... saya tak tau ustazah... saya merasa tidak tahan... dan kadang-kadang... saya terpaksa onani untuk... mengurangi horny saya... sebab kalau saya semakin horny... saya semakin tidak fokus...’. jawabnya.
‘seperti sekarang...’ katanya
Mataku membulat mendnegarnya.
‘ustazah... saya... saya mau coli didepan ustazah boleh?’ tanyanya.
Aku tersentak sedikit mendengar pertanyaan itu, dan aku tidak belajar terlebih dahulu apa yang harus aku lakukan dalam posisi ini. Fajar tidak mau melakukan apa-apa kepadaku, dia hanya mau... ehm... melegakan dirinya?
‘boleh ustazah?...’ kalau tidak batang saya... sakit...’ jawabnya, dan aku tidak tahu kalau dia benar atau bohong agar bisa meminta simpati dariku, wajahku yang putih merona itu kian menjadi merah, rasa bersalahm takut dan malu melanda diriku.
Tetapi jauh dalam lubuk hatiku setan telah berbisik kepadaku. Ehmm... aku pun mau tahu juga seperti apa onani itu.
‘ehmmmmm saya... ba... baiklah...’ jawabku. Aku memegang catatan tadi sedikit erat, menjadi debar dan tagang dalam hatiku.
Perlahan fajar mulai membuka ikat pinggangnya, lalu celana dalam hijau tuanya diturunkan, aku mencoba untuk tak melihat namun mataku kembali ke fajar. Bagian kemaluan fajar tertutup dengan seragam putihnya yang lumayan panjang itu, tangan fajar perlahan menarik celana dalamnya ke betis, sebelum itu dia menarik seragamnya ke atas, memamerkan kegiatan onaninya kepadaku.
Nafasku sedikit berhenti dan mataku sedikit membulat, jujur, ini baru pertama kalinya aku melihat batang zakar. Benar, aku tidak pernah melihat video porno, adapun adegan yang sering ada di film-film sering aku skip. Yang pernah aku lihatpun hanya sebatas gambar dalam buku pelajaran sains saja.
Tak pernah aku sangka bahwa batang itu bisa keras seperti itu, mengangguk ke atas, dan aku tidak pernah tahu kalau batang itu berurat seolah-olah berotot seperti itu. Wajahku menjadi merah, perlahan jari fajar menggenggam batangnya yang sudah keras, lalu diurut ke atas dan ke bawah, membuat nafasnya semakin berat.
Perlahan mata fajar naik dari lantai ke arahku, aku mengalihkan pandanganku, malu. Lalu pandanganku mengarah ke arah cermin yang tinggi di sebelahku, melihat diriku yang memakai tudung panjang polos, dan mengenakan gamis biru langit, terlihat juga handsock ku yang terlihat di pergelangan tanganku.
Biasanya cermin itu digunakan untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa, ada langkah-langkah yang perlu aku pelajari untuk menggunakan teknik cermin ini.
Namun masalah hari ini aku tidak tahu pasti apa yang harus aku lakukan, dari cermin aku dapat melihat fajar sedang menatapku, dan bukan hanya diriku, malah lebih spesifik. Dia sedang melihat bagian dadaku, aku coba melihat dadaku di cermin, sudah kupastikan buah dadaku tidak menonjol seperti guru-guru yang karena tudung lebar ini menutupinya, tapi adakah aku salah?.
‘ehmm... fajar lihat apa itu?’. Tanyaku, fajar tersentak sedikit, namun terus dia mengurut batangnya yang keras.
‘ma... maafkan saya ustazah, saya... saya lihat buah dada ustazah...’ jawabnya jujur.
Aku memutarkan badanku kembali ke hadapannya, dan dia sedikit terkeut.
‘memangnya kelihatan?’ tanyaku, fajar menggeleng, memberiku rasa lega.
‘tak terlihat, tapi... ehmmmm... kadang kalau ustazah begerak... kerudung lebar ustazah ikut bergerak juga... tertarik.. ehmmm.. dia jadi ketat... saat itu... terlihat sedikit...’ jawab fajar.
Mungkin inilah penyebab lelaki disuruh menundukkan pandangannya, karena sebaik apapun perempuan menutup aurat, ada waktu dimana tidak dapat dikendalikan, dan mata lelaki sudah sewarnya autofokus menagkap hal seperti itu, aku menggigit bibir bawah perlahan.
Aku merasa pandangan fajar kini turun ke pahaku, kali ini aku terlihat jelas dari sudut matanya, kain gamis yang aku kenakan ini agak licin, jadi ketika aku duduk, kain itu jatuh mengikuti gravitasi, memeluk pahaku. Memamerkan bentuknya, dan karena warnanya itu, ia memancarkan cahaya, memberi kesan bulat dan lekuk pahaku itu, perlahan aku menarik jubahku, untuk melonggarkannya.
‘maaf ustazah ehmmm.... ahhh... biasanya kalau saya onani... saya... menonton video mesum... umph...’
‘jadi karena video mesumnya gada... kamu lihat saya ya?’ tanyaku mencoba sedikit marah, fajar mengangguk.
‘kalau tidak?’ tanyaku.
‘kalau tidak... lamalah saya muncrat ustazah..’ jawabnya. Maksudnya, kalau dia melihat video porno, dia akan keluar cepat? Dan kejadian ini akan berakhir cepat? Dan aku bisa berikan kasus ini ke guru yang lain? Mungkin pak syawal?
Aku yang berpikir seperti itu perlahan mengambil telpon genggamku diatas meja, aku membuka kuncinya lalu ku ulurkan kepada fajar.
‘nah... lihatlah... segera selesaikan... supaya kita bisa biacarakan solusinya segera..’ jawabku bergetar.
Wajah fajar berubah jadi merah setelah mengambil iPhone 7 punyaku, lalu dia mengetik sesuatu di google pencarian. Tak lama, terdengar suara-suara desahan dari iPhoneku itu, dan aku rasa urutan tangan fajar ke batangnya semakin cepat.
Nafasnya menjadi semakin cepat.
Tanpa sadar wajahkupun berubah menjadi merah dan perhatianku semakin lama semakin jatuh ke arah batangnya yang padat dan keras itu. Tangnnya menggenggam dan mengurut batangnya itu dengan erat, dari dasar batang ke kepalanya, baru aku lihat kepala batangnya itu sudah basah dengan air. Air apa itu?
‘uhmmm... ustazah echa...’ fajar mengerang memanggil namaku, menyadarkan aku dari pandanganku ke batangny itu, aku lihat dia sudah berhenti melihat ke arah iphoneku.
‘maaf ustazah... ahhh... saya tak bisa melihat... video mesum kalau... ada ustazah... ahhh... maafkan saya ustazah...’. erang fajar perlahan. Iphoneku diletakan diatas meja, pikiranku menyuruhku pergi karena sebagian dari diriku bisa dijangkau jika aku akan diterkam oleh fajar.
Namun hanya mata fajar yang menerkam tubuhku, matanya liar melihat wajahku, dadaku, lenganku, pahaku, wajahku memerah dipandang mata lelaki yang sudah sangat bernafsu.
Aku sangat merasa malu, cepatlah selesai! Pikirku.
Setelah itu, fajar mengerang agak keras.
‘ahhhh ustazah!!!!! Ustazaaaaaaaaaaaaah!!!’ fajar mengerang memanggil namaku, berkali-kali, kini semakin cepat, dan setelah itu tiba-tiba kepala batangnya memuntah-muntahkan air mani pekat yang cukup banyak.
‘fajar!!!’ aku terkejut dan aku cepat menarik kakiku, kebetulan batang fajar saat itu diarahkan ke atas, maka terjadilah sebagian besar muntahan maninya jatuh dan meleleh ke arah batangnya dan tubuhnya. Lalu aku merasa terkejut untuk pertama kalinya melihat apa itu ‘air muncrat’, dan melihat pertama kali bagaimana lelaki mengalami orgasme.
Tangan fajar masih mengurut batangnya, dan aku melihat air maninya meleleh kari kepalanya ke batangnya. Seperti gunung berapi yang baru meletus. Aku menggigit bibir bawahku mendapati bau aneh seperti bau yang saat pertama kali aku aku memasuki ruangan konseling ini untuk pertama kalinya.
Nafas fajar kembali perlahan lalu dia bersandar, wajahnya sedikit terkejut dengan apa yang baru saja terjadi.
‘sa... saya... saya minta maaf ustazah... saya tidak tahu bagaimana bisa tejadi kejadian seperti ini’ katanya. Aku perlahan kembali membetulkan dudukku setelah memastikan tidak ada air mani yang meluncur ke arah diriku.
‘yasudah tidak apa-apa... kamu... kamu sudah lega kan?’ tanyaku, fajar mengangguk.
‘terima kasih ustazah...’ katanya. Aku mencoba menguckir senyuman sebelum aku mengambil kotak tis di sebelahku lalu aku letakkan diatas meja.
‘karena kamu sudah mebuat kotor... kamu harus bersihkan juga... setelah itu kamu cuci apa yang sudah kamu kotori. Kita biacarakan bagaimana mengatasi masalah ini... bisa?’ tanya, fajar tersenyum untuk pertama kalinya’
‘bisa ustazah’
Malam itu aku sedang melakukan penelitian sedikit untuk mengajar besok. Topik yang akan aku ajarkan bukan hal yang asing bagiku, namun aku hanya sekedar memastikan sebelum aku menurunkan ilmu itu kepada muridku besok.
‘haduuuh... lemot sekali wifi...’ aku bersyukur karena kamar yang aku sewa sudah terpasang wifi. Namun ada masa dimana wifi lemot seperti saat ini.
Browser di layar leptop masih saja loading sebelum mengeluarkan gambar dinosaurus pixel itu.
No internet.
‘hemm yasudah pakai hp saja’ nasiblah. Aku buka tipe yang suka bermain media sosial, jadi aku masih menggunakan layanan prabayar dan internet yang aku langgananpun masih banyak. Aku ambil iphoneku lalu aku buka google chrome.
Icon merah biru hijaupun aku sentuh perlahan, sebelum keluar yang aku lupa.
Laman web mesum yang fajar tonton siang tadi!
Karena video itu sedang di pause, makagambarnya kabur. Namun aku dapat lihat bentuk tubuh laki-laki dan perempuan di belakang kabur pause itu.
Aku ingin tahu apa yang membuat fajar begitu nafsu sekali, dan apa yang membuat kebanyakan remaja zaman sekarang begitu terobsesi dengan seks. Aku yang pada mulanya hanya berniat ingin tahu, menekan tombol play.
ns 15.158.61.8da2