Hari kamis di pagi ini Shapira mendadak lesu, kesal, campur aduk karena kedua matanya tak benar-benar bisa tidur beberapa hari. Ini karena banyak masalah yang menumpuk di kepala lonjongnya.
Setelah mendengar tentang seorang laki-laki dari teknik Elektro berkat cerita Alexa. Kini Shapira semangat sekali untuk membongkar kedok siapa Raja Fahzwa itu.
Waktu seminggu yang lalu, Shapira mendapatkan teman baru, namun karena itu nilai dari dosen bernama Ibu Pertiwi terancam, dia hampir kehilangan nilai tugas produktifnya. Untung Mika masih ingat tujuan utama mereka pada hari itu. Bisa-bisa keluhan dari Ibu Pertiwi terdengar lagi menggetarkan gendang telinga Shapira.
Setelahnya, mereka bercengkrama tentang laki-laki bernama Raja Fahzwa dari Fakultas Elektro. Berbicara enam mata di tepi kolam seperti teman lama yang baru saja bertemu kembali.
Alexa memberikan foto dan biodata Raja dari web kampus yang termuat di internet sambil bercerita kronologisnya: Alexa bersama sepupunya Annie pergi mengunjungi pesta dengan pakaian berbahan katun, atasan biru laut dengan renda-renda biru di kedua bahu sementara Annie cukup memakai baju terusan merah bertali spageti di ujung lehernya.
Mereka pergi ke masquerade ball yang dibuat oleh Adji Darmawangsa pemilik yayasan kanker terkemuka di Jakarta, karena tak hanya pesta megah terdapat di dalamnya, di sana nyanyian kidung doa dan semangat penderita kanker ikut menyanyikan lagu kebaktian. Beberapa donator pun turut serta mengundang artis lawas seperti Fariz RM, Ari Lasso dan komponis-komponis luar kota.
Awalnya Alexa bertemu dua orang laki-laki dengan topeng hitam yang menutupi kedua matanya, jas kedua laki-laki itu pun senada walau dari keprawakan mereka berbeda. Keduanya mendatangi Alexa secara diam-diam.
Shapira menggumam.
“Teknik Elektro, semester lima, Raja Fahzwa D, dua puluh dua tahun, mahasiswa jalur prestrasi, lahir 17 Juni, Kemang.”
“Karena dari pesta kami bertemu dan mengobrol tanpa berkenalan nama. Laki-laki satunya membawaku duduk di bar bersama barista. Barista itu membuatkan kami air putih, kupikir itu air mineral dan aku meminumnya tanpa merasa curiga. Seingatku airnya memang gak ada rasa, cuma agak pahit dan seret. Aku pun minum air tersebut berkali-kali tanpa memikirkan efeknya.”
“Pesta,” ulang Shapira sembari mendongak menatap Alexa.
“Iya, dan setelahnya aku gak sadarkan diri. Tau-tau saat aku sadar aku ada di hotel dan wajah cowo itu yang kulihat sedang berdiri memunggungi.”
“Lo tau nama Raja dari mana?”
“Waktu bangun aku dengar dia lagi telponan dan menyebut namanya sendiri. Beberapa hari setelahnya aku melihat dia mau pergi ke gedung Elektro. Dan aku pun langsung kepo-in dia lewat web kampus. Ternyata namanya tercantum sebagai mahasiswa aktif jalur prestasi.” Shapira mengangguk-angguk.
“Tapi memang patut dicurigai! Lagipula, cowo dengan garis kerut terlalu dalam begini mana ada cewe yang mau. Kalo bisa, gue samperin hari ini.”
“Eh, jangan!” seru Mika menahan Shapira.
“Kenapa? Lo pikir gue takut sama anak Elektro? Sok ganteng, anak ayam gitu padahal!” kesal Shapira.
“Kok elo yang sewot banget sih, Pir. Jangan main salah paham dulu.”
“Udah. Mending kalian tunggu sini!”
Sepeninggalnya hari itu, Shapira merasa uring-uringan, juga ditambah hari kamis ini dia menjadi panitia acara seminar dari fakultas Bisnis. Dia bertugas untuk menjadi tukang foto para peserta yang ikut seminar.
Tapi lebih banyak Shapira mengambil view yang berhubungan soal hatinya, karena Erient nangkring duduk di depan bersama Jeremy menjadi Master of Ceremony, sadisnya lagi wajah Erient di zoom hingga hanya terlihat kepala gantengnya.
Seorang laki-laki datang datang menyolek dagu Shapira, hingga perempuan itu terlonjak menoleh.
“Gue dengar lo butuh bantuan.”
Shapira menghela napas dan langsung duduk di bangku peserta seminar. Dia mengambil duduk yang paling terpojok, karena posisinya sejak tadi mondar-mandir dari satu tempat ke tempat lain untuk memotret mereka. Belum lagi mendengarkan aba-aba dari handy talkie yang sudah terpasang pada ponselnya.
“Dikasih tau Mika, ya?” tebak Shapira.
Laki-laki itu mengangguk. Dalam gaya mata sipit dan kulit putihnya, terlihat laki-laki itu mirip dengan Mika namun ekspresi wajah dan juga gestur tubuhnya tetaplah berbeda.
“Mika hari ini gak bisa datang, dia lagi berhalangan.”
“Tumben banget itu anak, biasanya kalau ada acara kaya gini dia nyempetin buat dengar secara gratis.”
“Ya, lo tau sendiri berhalangannya Mika kaya gimana. Masa lo gak tau, lo kan juga cewe.”
“Gue pikir berhalangan ke rumah sakit, nganterin lo atau si cici,” kata Shapira. Laki-laki itu menyentil dahi Shapira lalu berbisik.
“Berhalangan menstruasi! Makanya cek ponsel biar lo tau,” sungutnya. Alhasil Shapira memberenggut.
“Iya, ya maaf. Lo jangan lupa beli facial pencuci muka, Ko. Biar muka lo gak berminyak banget. Licin kaya ikan!”
Laki-laki itu terkekeh di tempatnya.
“Yaudah istirahat gih, mata panda lo tambah keliatan tuh.”
“Jangan ngomong mulu, kerja Miko!” timpal Shapira menyeringai, yang sukses membuat laki-laki bernama Miko ini berjalan ke arah depan untuk menggantikan posisi Shapira.
***
“Udah duduk aja di sini dulu, acara seminar fakultas lo juga udah selesai. Ini gue beliin es krim,” kata Miko saat mereka duduk mendepor di depan gedung auditorium tempat seminar berlangsung, dengan tema acara Pemersatuan Bisnis Internasional. Miko menenteng kantong kresek putih yang berisikan es krim mangga.
“Makasih,” balas Shapira lesu. Dia mengambil satu dan merobek plastik bungkusnya.
“Lo lagi ada banyak masalah kali ya,” tebak Miko melirik wajah Shapira yang kusut. “Suasana hati lo gak asik. Aura lo positif horor, tatapan lo menyedihkan. Gue kasihan.”
“Diem.”
“Yaudah gue diam,” tunduk Miko.
Miko tau sifat Shapira yang tidak akan pernah diam jika lagi dalam masalah. Miko berhitung mundur dari lima sampai satu dalam hati, jika tiba-tiba mulut Shapira berkicau, itu tandanya Miko benar.
“Akhir-akhir ini gue kena sial, Ko. Malah sama Pak Kamto gue ditunjuk buat perwakilan lomba di Bogor, untung aja akhirnya si Erient yang dipilih, bisa berleha-leha gue. Mading pun masih berantakan sama anak-anak bem. Mana gue lupa hari ini siaran sama si Lim. Hancur kepala gue di sana-sini butuhin badan gue.” Miko ketawa tanpa suara. Benar pikir Miko, Shapira lagi dalam masalah.
“Lo itu terlalu aktif, dan jangan sampai hiperaktif. Kalau lo gak bisa menyelesaikannya, ya, tanggung jawab dulu sama yang belum lo laksanain,” bijak Miko.
“Hari ini gue belum bilang Lim buat gak ikutan siaran.”
“Bilang gih!” perintah Miko.
Shapira mengambil ponselnya di dalam saku, mencari nomor kontak Lim dan menelponnya. Hingga lima menit pun Shapira tak mendapatkan jawaban selain dari operator.
“Udah, kayanya lagi siaran dia,” lapor Shapira. Miko mengangguk paham.
Dalam radius kurang dari lima meter, mata Shapira melihat dua orang perempuan yang datang ke arahnya. Shapira langsung menoleh ke Miko, dan melotot garang.
“Katanya lagi berhalangan.” Miko mengedikan bahu ikut bingung.
Di depan Shapira ternyata Mika bersama Alexa yang sudah bertampang menyeramkan. Begitu Shapira menoleh, kepalanya sudah lebih dulu mendapatkan tempelengan keras dari Mika. Miko terlonjak kaget.
“Lo apa-apaan sih, Mik! Shapira lagi istirahat,” bela Miko. Mika duduk di samping Shapira dan menghela napas kasar. Alexa lebih memilih untuk berjongkok karena takut kotor.
“Gue dapet berita kalau lo ngamuk-ngamuk di gedung Elektro. Baru hari ini gue dapatnya. Kenapa lo gak bilang, Shapira Madany!” Miko langsung menawarkan es krim mangga pada kembarannya agar tak marah-marah terus, tapi nihil, Miko tak mendapat respon. Alhasil Miko memberikan es krim itu pada Alexa, walau Miko tidak mengenalnya.
“Jangan tanya itu.”
“Jangan tanya itu, apa? Kan ada gue sama Alexa, Pir. Lo bisa diskusi ini sama-sama. Gak langsung datang dan bikin tantangan konyol itu.”
“Seenggaknya kalau misalkan dia terbukti salah, dia dipenjara.”
Mika menepok jidat frustrasi. Alexa diam sambil menikmati es krim dari Miko. Hari ini memang panas, ditambah kemarahannya Mika.
“Pakai cara apa lo dapat bukti?”
“Pakai cara datengin hotel yang dipakai pelakulah. Lihat dari kamera cctv. Lo berpikir yang realistis dong, jangan tiba-tiba main salahin gue.”
Mika menggigit bibir, dia terlalu sensi.
“Tapi lo gak bilang-bilang. Seenggaknya lo kasih tau gue. Biar ada jalan keluarnya dari pada taruhan kaya gini. Kata lo waktu itu baik-baik aja setelah dari gedung Elektro.”
“Iya emang baik-baik aja.”
“Kalian lagi ngobrolin apa, sih?” celetuk Miko. Mika melotot dan mengacungkan jari tengah ke depan Miko.
“Kok lo nyolot, Mik!” sungut Miko. Mika memutar kedua matanya malas.
“Gak ada waktu buat ngomong ke lo, Ko,” jelas Mika.
“Seenggaknya gue harus tau juga, kan kalau ada apa-apa gue pasti ikut berurusan,” kesal Miko.
Mika menghela napas, sedetik kemudian nyengir lebar dan mengelus bahu Miko lembut. Mika cuma takut jatah minum jus mangganya hilang, karena setiap pagi Miko yang beli.
“Jangan baper gitu, gue bercanda. Shapira bakal jelasin kok.”
Setelah itu Mika meminta Shapira menjelaskan masalah yang terjadi ke Miko. Rentetan cerita awal Shapira bertemu dengan Alexa hingga akhirnya pertaruhan itu tercipta. Setelah Shapira hampir selesai bercerita, Miko tetap diam, mulutnya terkunci. Beberapa detik setelah Shapira berhenti bercerita, baru Miko berbicara.
“Lo mau ke hotelnya kapan?”
“Engga tau kapan. Lagian gue belum puas mukul dia. Meleset ke pelipis alis.”
“Lo sampai pukul dia?” tanya Mika kaget. Shapira menarik turunkan alis.
“Gak tau gue harus jadi apa di antara kalian. Karena kalau udah berurusan tonjok anak orang, atau menambah kekacauan di publik yang kena jatah bogem pasti gue-gue juga,” simpul Miko.
“Gak iklas nolongin Shapira, Ko?” seloroh Mika dengan menatap tajam Miko.
Miko nyengir. “Iklas-iklas.”
Alexa meluruskan obrolan, “Aku takutnya kamu malah nyesel, Pir. Ini soalnya berurusan hidup. Dan kita juga belum terlalu tau tentang Raja lebih banyak. Kalau misalkan dia bisa mengelak pakai hukum, gimana? Kita juga belum kumpulin bukti.”
“Terlambat. Gue gak mungkin jilat ucapan gue, Lex.”
“Aku akui ini kesalahan fatalku dan ini akan menjadi masalah besar lagi. Tapi nanti kalau ada apa-apa bilang-bilang, ya. Aku gak mau kamu kena banyak masalah. Bagaimana pun ini masalah aku.”
“Iya santai aja, selagi ada teman.”
“Makasih banget, Pir.”
“Sama-sama,” balas Shapira.
ns 15.158.61.42da2