Sudah tiga minggu ini perempuan bernama Shapira menemani Raja untuk menjadi babunya, tidak ada kata-kata lembut untuk perempuan itu. Apa pun yang diperbuatnya begitu kacau. Raja menjadi yakin sejak pertama kali Shapira menjadi babunya tak akan pernah berjalan dengan sempurna.
Perempuan itu berkali-kali, atau sering kali membuat dirinya kesal dengan kasus yang berbeda-beda. Seperti saat Raja meminta dikirimi foto-foto dokumentasi dirinya. Shapira memotret semua wajah Raja blur, goyang, atau tanpa kepala, tak ada pose yang bagus untuk menjadi bukti di akun website organisasinya.
“Kenapa muka gue jadi begini semua?”
“Abis Bos banyak gerak sih, gue jadi sulit fotonya.”
“Lo kan bisa shoot gue saat lagi diem.”
“Maaf, Bos, momennya kelupaan.”
“Lain kali kalo ngeshoot jangan saat gue banyak gerak. Atur tangan lo biar gak gemeteran.”
Ketika Raja menjadi bintang tamu di kantor Andora Grup hari sabtu lalu pun, Shapira salah mengambil baju pesanan Raja, alhasil Raja memakainya dengan kekesalan memuncak.
“Gue bilang merah, kenapa jadi pink mocca begini. Aduh lo pikir gue gay. Ini tuh warnanya bukan gue banget. Kenapa lo salah ambil coba?”
“Bukan gue yang bungkus, Bos. Tapi si bencong, lagian gue diajak ngobrol terus sampe kelupaan. Mungkin dia juga kelupaan warnanya.”
“Kenapa lo gak cek lagi, sih?”
“Karena gue udah percaya kalo si bencong gak salah bungkus, dan gue juga gak berani buat bongkar-bongkar punya lo yang udah dibungkus rapi.”
Apalagi saat Raja meminta dirinya untuk menyetir karena Raja kelelahan, tiang pembatas jalan siap ditrobos, alhasil mereka mendatangi kantor polisi untuk dimintai keterangan lalu berakhir dengan Raja pulang ke apartemennya bersama Shapira.
“Mulai sekarang lo jemput gue di sini, bukan di kampus lagi. Apalagi di parkiran kampus, gak setiap saat jadwal gue ke sana. Lo bisa liat, kan, kapan harinya gue ke kampus? Dan kalau misalkan gue gak ada jadwal ke mana-mana, gak perlu lo kemari. Anggap aja itu libur buat lo.”
“Iya, Bos.”
“Satu lagi, berhenti buat kekacauan. Kalau gak bisa mengemudi mobil, jangan sok bilang bisa. Latihan lagi yang bener. Mobil gue hancur sama lo! Sekarang jadwal gue ke mana lagi?” tanya Raja.
“Ke pesta undangan dari keluarga Naga, Bos.”
“Ambil tuxedo gue di tempat si bencong karena gue udah mesen, jangan sampe salah ambil lagi.” Shapira mengangguk patuh, dia pergi mengambil jas milik Raja dengan menaiki taksi.
“Lo yakin dia sampai setahun tahan?” tanya Naga melirik Shapira berdiri di antara makanan.
Raja tengah menghadiri acara Gaieties party milik keluarga Naga. Tentu Dipto, Boy, Jonah berkumpul di sana ikut diundang. Ketika Shapira mendapatkan telpon dari orang lain, mereka berempat langsung beralih memandang Raja antusias.
“Yang ada gue pikirin Raja, Raja bertahan gak sama cewe kaya dia yang ngancurin jadwalnya setiap hari. Sial banget hidupnya.” Kini Jonah ikut berkolaborasi.
“Gue pikir, Shapira itu sengaja buat lo mati berdiri, Ja,” sahut Dipto. Raja tetap diam sembari meminum jus orennya. Boy menepuk punggung Dipto kasar.
“Mati terkencing-kencing, Men.”
“Nah, bisa jadi,” setuju Dipto cekikikan.
“Lo terlalu baik, Ja. Kalo gue jadi lo, gue gak mungkin buat dia tidur tenang setiap hari.” Boy nyengir lebar dengan matanya menatap tajam.
“Me too,” balas Dipto diiringi tawa mengerikan darinya.
“Buat dia tersiksa sama cemprengnya lo, gangguin dia di seperempat malam dan jangan sampai kabur!”
“Gue bukan setan!” desis Raja. Boy memberikan pis.
“Seenggaknya biarin cewe itu kapok dulu, gue merasa dia masih berhutang budi sama lo karena lo gak bikin taruhan ini menembus ke ranah hukum,” simpul Naga.
Setiap pesan dan diskusi yang terjadi pada mereka, Naga selalu menjadi penyanggat, atau menjadi penyimpul yang bijak, tapi kata-katanya tak pernah menjamin sifatnya yang kepo.
“Kalau kasus ini sampai lari ke hukum, gue gak mau keluarga gue tercerai berai. Bagaimanapun, semua ini awalnya dari Eksa. Kake gue bakalan marah banget sama dia, dan lo tau sendiri kalau bokap Eksa benci nyokap gue yang disayang kakek. Intinya, gue gak butuh hukum walau abang gue sendiri ahli hukum.”
“Tapi udahlah! Mending lo urusin sendiri aja kaya dulu, daripada pekerjaan lo jadi terbengkalai. Bukannya dapet tawaran lagi, malah jadwal lo nanti menyusut. Cewe itu cuma memanfaatkan momen aja, Ja. Lo juga hati-hati sama dia,” peringat Naga.
“Menurut informasi, Shapira temenan sama cewe fakultas matematika. Wes, temannya pasti pintar tuh!” ujar Boy mendinginkan suasana.
“Informasi dari mana lo, Boy?” kini Dipto bersuara.
“Dari teman gue si Tedy jurusan psikolog.”
“Kok bisa si Tedy tau?”
“Tau, soalnya teman psikolognya Tedy itu kembarannya cewe fakultas matematika. Keduanya kembar non identik, beda gender. Kalau gak salah nama mereka Miko dan Mika.”
“Udah kaya upin ipin aja ya,” sahut Jonah tertawa.
“Lucu juga namanya,” kata Naga terkekeh, dia menggeleng-geleng.
*
To be cont...
Love you guys. aku senang kalau kalian komen :))))
ns 15.158.61.20da2