6 BULAN YANG LALU
Malam sudah cukup larut, para pengunjung cafe juga mulai meninggalkan tempat untuk kembali ke rumah mereka masing-masing. Namun di salah satu sudut cafe dua Zahra dan Ahmad masih terduduk, keduanya hanya saling terdiam setelah lelah berdebat beberapa jam yang lalu. Ahmad tak ingin suasana menjadi semakin membeku diantara dirinya dan kakak iparnya itu.
"Oke, aku setuju untuk mengakhiri hubungan kita tapi ada satu syarat." Ujar suami Amira itu sambil mengubah posisi duduknya menjadi lebih sigap.
"Please, jangan seperti anak kecil kayak gini. Kita hanya bersenang-senang, aku dan kamu hanya terbawa suasana kemarin. Jadi aku mohon, jangan rusak hubungan kita dengan perilaku kekanak-kanakan seperti ini."
Zahra mendengus, wajahnya yang semula santai berubah menjadi lebih tegang. Ada semacam kekesalan di sana. Ahmad tak mau menyerah begitu saja meskipun dia tau akan membuat suasana di antara mereka menjadi makin tak nyaman. Kepalang tanggung, itulah yang ada dalam pikiran Ahmad. Perzinahan antara dirinya dan Zahra, kakak iparnya, beberapa hari yang lalu ternyata membawa dampak besar dalam kehidupannya. Amira, istrinya, sebetulnya bukanlah wanita yang biasa-biasa saja. Bahkan secara fisik, Amira tak kalah cantik dengan Zahra.
Tapi Zahra memiliki sesuatu yang tak dimiliki oleh Amira. Saat bersama kakak iparnya itu, Ahmad merasakan sebuah kedamaian dan ketenangan, sesuatu yang tak bisa dirasakannya beberapa bulan terakhir kala pulang ke rumah dan bercengkrama dengan Amira. Pertengkaran demi pertengkaran selalu tersaji, terlebih tingkat stress yang makin meninggi karena Amira tak kunjung hamil. Ahmad awalnya hanya ingin bertukar cerita dengan Zahra, namun malam itu semuanya mendadak menjadi lebih intim hingga akhirnya dia dan Zahra bermalam di sebuah hotel lalu terjadilah persetubuhan terlarang.
Bagi Zahra, kejadian malam itu hanyalah sekedar one night stand, sex nakal yang dia lakukan karena khilaf dan tak melibatkan sedikitpun perasaan. Tapi tidak bagi Ahmad, persetubuhannya dengan Zahra seolah menjadi pintu pembuka bagi alam bawah sadarnya jika ternyata ada wanita lain yang mampu membuatnya bahagia. Perasaannya membuncah saat menatap wajah Zahra layaknya seorang remaja yang baru merasakan jatuh cinta. Fakta jika Zahra adalah kakak kandung istrinya sama sekali tak membuat Ahmad mengendurkan niat untuk semakin mendekati wanita cantik tersebut.
Ahmad akhirnya mengutarakan niatnya pada Zahra untuk menceraikan Amira. Tentu saja Zahra menolak mentah-mentah ide gila Ahmad tersebut. Bagaimanapun Amira adalah adik kandungnya, tak pernah terbersit sedikitpun di benaknya untuk ikut andil dalam pergolakan rumah tangga Ahmad dan Amira. Apalagi jika alasan utama Ahmad menceraikan Amira karena kehadirannya. Maka malam ini secara tegas Zahra ingin mengakhiri hubungan dengan Ahmad, dia sudah tak mau lagi dekat-dekat dengan adik iparnya itu.
"Aku mohon Zahra...Aku janji setelah ini tak akan mengganggumu lagi." Ahmad memberanikan diri untuk meremas tangan Zahra, meskipun kakak iparnya itu langsung menepisnya.
"Oke, apa syaratnya?" Zahra sepertinya tak ingin situasi menjadi berlarut-larut, dia hanya ingin segera pulang dan menyudahi semuanya. Wajah Ahnad seketika sumringah, setidaknya dia berhasil melunakkan hati sang kakak ipar.
"Terima kasih, aku janji kamu nggak akan menyesal." Tukas Ahmad.
****
Mobil yang dikendarai Ahmad memasuki area pelataran hotel bintang lima di kawasan pusat kota. Ini hotel yang berbeda dimana beberapa hari lalu dirinya dan Zahra melakukan perzinahan. Di kursi penumpang, Zahra terlihat tak nyaman, wanita bertubuh sintal itu menyesali keputusannya untuk menyetujui syarat yang diajukan oleh Ahmad tanpa bertanya terlebih dahulu. Tapi nasi sudah menjadi bubur, Zahra hanya berharap semua ini segera berakhir dan dia bisa kembali pulang, berkumpul kembali dengan Azam serta kedua anaknya.
"Kita mau ngapain ke sini?" Tanya Zahra sesaat setelah Ahmad menyelesaikan proses check in.
"Tenang aja, aku nggak akan ngapa-ngapain kamu. Kita cuma ngobrol aja." Ujar Ahmad tenang sembari berjalan menuju pintu lift. Kamar yang dipesannya berada di lantai 8. Zahra pasrah, meskipun kecurigaannya pada Ahmad belum benar-benar padam.
"Kalo cuma ngobrol kenapa harus di sini? Kenapa nggak di cafe aja tadi?" Tanya Zahra kembali. Ahmad menatap wajah kakak iparnya itu, hijam hitam yang membungkus kepala Zahra makin menambah kecantikannya.
"Kurang privat, di sini lebih enak dan nyaman. Percaya padaku ya, aku janji ini untuk yang terakhir kalinya."
Zahra kembali terdiam meskipun dalam hati dia mengutuk segala macam keputusannya hari ini. Lift beranjak naik ke atas, di dalam keduanya sama-terdiam hingga beberapa saat kemudian pintu lift kembali terbuka. Ahmad melangkah keluar diikuti oleh Zahra yang mengekor di belakangnya. Ahmad berhenti tepat di sebuah pintu kamar nomor 372, pria berbadan tegap itu kemudian mengambil smart card dari kantongnya, menempelkannya pada gagang pintu lalu membukanya.
Keduanya masuk ke dalam kamar berukuran medium tersebut, sebuah ranjang berukuran king langsung terlihat teronggok gagah di bagian tengah berhadapan langsung dengan layar LCD besar yang tertanam di tembok kamar. Sebuah lemari ada di sebelah pintu masuk, bersebrangan dengan kamar mandi berukuran kecil. Zahra menduga ini adalah kamar dengan harga termurah. Wanita cantik itu berjalan mendahului Ahmad setelah melepas sepatunya dan meletakkan di bagian bawah lemari.
"Kamu mau makan?" Tawar Ahmad mencoba mencairkan suasana.
"Nggak usah, masih kenyang. Ayo, kamu mau ngobrol apa? Aku harus buru-buru pulang, Mas Azam sebentar lagi udah balik kerja." Tukas Zahra, seraya meletakkan tubuhnya yang sintal di tepi ranjang.
"Ini kesempatan terakhir kita untuk bisa berduaan seperti ini. Setidaknya beri aku kesan yang baik, jangan seperti ini." Gerutu Ahmad.
"Seperti ini gimana maksudmu? Kamu bilang mau ngobrol kan tadi? Ya ayo, dimana letak salahku?" Sahut Zahra, suaranya sedikit meninggi, dampak dari kedongkolannya sedari tadi. Ahmad yang awalnya bertingkah tenang meskipun bisa membaca ketidaknyamanan Zahra mulai ikut gusar.
"Apa kita nggak bisa kayak beberapa hari yang lalu?" Ahmad berjalan pelan menghampiri sisi ranjang, tempat Zahra duduk. Wanita bertubuh sintal itu nampak mulai waspada, bahakan dia menggeser duduknya dengan maksud menghindari Ahmad.
"Aku sudah bilang, apa yang terjadi diantara kita beberapa hari lalu adalah sebuah kesalahan dan kekhilafan. Aku nggak mau dan nggak akan pernah mau mengulanginya lagi." Ujar Zahra, ketegasan dalam suaranya menandakan keteguhan hatinya untuk tak melanjutkan hubungan terlarang dengan adik iparnya tersebut.
"Aku mencintaimu Zahra!"
Tanpa diduga Ahmad menghamburkan tubuhnya pada Zahra. Pria berpostur tegap itu memeluk Zahra dengan sangat erat, usaha Zahra untuk menghindar dengan cara meronta-ronta nyatanya tak berarti apa-apa, kekuatannya tak sebanding dengan apa yang dimiliki oleh Ahmad.
"Lepas!! Kamu mau apa?! Lepas!!"
Zahra berusaha melepaskan pelukan, atau lebih tepatnya cengkraman Ahmad namun pria itu bergeming dan malah mendorong tubuh Zahra ke belakang hingga jatuh terlentang di atas ranjang. Kini posisi tubuhnya menelungkupi kakak iparnya itu, hanya dengan satu gerakan kasar, dua tangan Zahra berhasil dia kunci, sementara kedua kaki Zahra yang berusaha menendang-nendang sedari tadi tak berkutik lagi karena sudah dihimpit dari atas.
"Bangsat! Lepasin aku! Bajingan kamu Ahmad!!" Umpat Zahra penuh emosi. Sebaliknya, ekspresi wajah Ahmad sangatlah dingin.
"Kalo aku nggak mau nglepasin kamu mau apa? Teriak? Silahkan teriak sekarang, paling nanti petugas hotel yang datang. Tapi apa kata orang nanti kalo tau kamu ada di kamar ini denganku?"
"Bajingan kamu Ahmad!" Zahra masih berupaya untuk meronta, namun cengkraman tangan Ahmad tak kalah kuat, pria itu juga menekan tubuhnya menggunakan kekuatan penuh. Zahra benar-benar tak bisa berkutik lagi.
"Aku memang bajingan, tapi apa kamu juga lebih baik dariku? Kita sama-sama pendosa, hanya saja aku tak semunafik dirimu!" Desis Ahmad, keduanya memicing menatap sinis wajah Zahra yang semakin putus asa.
Zahra terdiam dan tak bisa berkata apa-apa. Mulutnya menganga lebar karena tiap perkataan adik iparnya itu ada benarnya. Logikanya berperang dengan rasa takut yang kini menjalar di seluruh tubuhnya, seringai mesum dan wajah dingin Ahmad masih ditambah pula dengan ancaman verbal membuatnya sama sekali tak berkutik.
"Sekarang pilih saja, kamu mau menikmati ini, atau justru terus memberontak." Lanjut Ahmad memberi ancaman.
Tau jika korbannya sudah tak berdaya, Ahmad langsung merundukkan kepalanya. Dihujaninya bibir Zahra dengan ciuman, Zahra berusaha keras untuk mengindarinya dengan menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, namun sekali lagi usahanya tak berbuah banyak. Ahmad secara penuh telah menguasai dirinya.
Ciuman yang disosorkan oleh Ahmad bukanlah ciuman mesra seperti yang dilakukannya beberapa hari lalu. Ciuman Ahmad kali ini sangat kasar dan penuh nafsu, dengan buas pria itu memaksa lidahnya masuk ke mulut Zahra, lalu memainkan lidahnya dengan cepat. Gerakan lidah Ahmad seirama dengan gerakan pinggulnya yang mendorong ke depan. Suami Amira itu sesaat bangkit untuk melepas semua pakaiannya hingga telanjang bulat sebelum menelanjangi tubuh Zahra yang sudah tak berdaya dan hanya menyisakan hijabnya saja.
Sekali lagi Zahra berusaha mendorong tubuh Ahmad. Kali ini usahanya hampir berhasil. Ahmad yang tidak siap terdorong mundur. Namun saat Zahra berusaha lari dari ranjang, Ahmad menarik kaki sang kakak ipar dan langsung merentangkannya lebar-lebar. Pria tegap yang sudah dikuasai birahi itu menarik lutut Zahra dan menjepitkan pinggangnya di antara dua pahanya.
Zahra bisa merasakan bulu kasar kemaluan Ahmad menyentuh bibir kemaluannya. Vaginanya yang lama kelamaan basah bisa dirasakan oleh kulit Ahmad dan langsung menyentuh selangkangannya. Istri Azam itu berusaha mendorong mundur tubuh Ahmad . Tak henti-hentinya Zahra memukul dan menampar Ahmad, tapi apa daya seorang wanita lemah? Ahmad tidak mempedulikan perlakuan Zahra sambil meremas payudara sang kakak ipar.
Pria itu tidak lagi berlaku lembut pada buah dada Zahra. Dengan kasar diremas-remas dan dipelintirnya puting payudara. Zahra merasa malu saat kemudian puting susunya malah makin mengeras. Ahmad tidak melewatkan hal ini dan memelintir puting dengan jari-jari tangannya. Zahra tidak berkutik, sambil merem melek dia melenguh keras. Ahmad mencium puting Zahra dan menjilatinya dengan penuh nafsu.
Hangatnya mulut Ahmad terasa begitu nikmat hingga Zahra lupa melawan. Ahmad memangsa buah dada Zahra dengan lidahnya, sesuatu yang sudah dia idam-idamkan sejak lama. Ahmad menjilati puting lalu menciumi buah dadanya. Kenikmatan yang dirasakan oleh Zahra begitu tinggi hingga dia melenguh keras dan menjambak rambut Ahmad. Dengan wajah senang dan puas, Ahmad tertawa terbahak-bahak penuh kemenangan.
"Oouucchhhhh....!"
"Hahahahaha! Langsung sange ya? Nggak usah ditahan, aku tau kamu juga pengen kan?" kata Ahmad.30720Please respect copyright.PENANApt4SSUl5Lu
Zahra yang tersinggung oleh ejekan itu mulai melawan Ahmad lagi, kali ini si cantik itu bahkan berteriak-teriak meminta tolong. Sia-sia saja, tidak ada yang mendengar teriakan Zahra. Ahmad tertawa-tawa dan terus meremas payudara Zahra. Dijilati dan digigitinya susu putih Zahra, pria yang sudah sangat bernafsu itu berusaha mengulum seluruh buah dada Zahra ke dalam mulutnya. Dia bahkan meremas payudara Zahra dan berusaha menelan keduanya bersama-sama. Walaupun tindakannya kasar, tapi Zahra mulai merasakan sensasi kenikmatan yang aneh dan sulit menolak Ahmad.
Ahmad mengagetkan Zahra saat pria itu berbalik dan berlutut di atas tubuhnya. Kepala Ahmad menghilang di antara paha Zahra dan penis Ahmad bergelantung di atas wajahnya. Penis Ahmad sangat berbeda dengan milik Azam. Milik suaminya jauh lebih panjang dan tebal, warnanya juga lebih hitam kemerahan. Tapi tetap saja, penis adalah penis, bahkan Zahra bergidik saat membayangkan penis itu kembali memasuki tubuhnya.
Zahra menggigit bibirnya saat tiba-tiba saja mulut Ahmad menjelajahi selangkangannya yang basah. Ahmad mulai mencium, menjilat dan menghisap permukaan vaginannya. Tangan Ahmad merenggangkan kaki jenjang Zahra supaya mendapatkan akses bebas ke area vagina. Direntangkannya lebar-lebar hingga Zahra tidak bisa menolak perlakuan ini.
Ahmad dengan mahir menggunakan lidahnya menjilati klitoris Zahra, lalu pada bibir vagina dan akhirnya lidah Ahmad menjelajah ke dalam liang cinta. Ia menjilat dengan gerakan memutar dan menusuk, membuat Zahra menggelinjang keenakan. Ahmad bahkan menggunakan giginya untuk menggigit-gigit kecil klitoris Zahra. Istri Azam itu masih terus berteriak dan melawan, bergerak mengelilingi tempat tidur dengan sekuat tenaga. Tapi Zahra sudah tidak tahu lagi, apakah teriakannya itu teriakan takut atau teriakan penuh nikmat.
"Aaachhh!!! Bajingan! Bangsaattt! Aaacchh!!!"
Tiba-tiba saja Zahra mengalami orgasme. Kenikmatan menguasai tubuh indahnya, Zahra bergetar hebat saat mencapai puncak. Sebuah kenikmatan yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan. Tubuh Zahra tergolek lemas. Tapi bahkan saat orgasme itu sudah menghilang, Ahmad belum selesai menikmati tubuh moleknya.
Ahmad membalikkan badan dan sambil menarik pinggul Zahra, dilesakkan penisnya ke dalam vagina. Zahra merem melek karena tidak bisa menahan kenikmatan yang diberikan oleh si adik ipar. Zahra bisa merasakan denyutan demi denyutan penis Ahmad di dalam liang cintanya. Vaginanya terus memeras penis Ahmad yang keluar masuk dengan cepat. Tiap kali digerakkan, seakan tusukan Ahmad makin ke dalam, membuat Zahra mendesah-desah karena tak tahan. Desahan si cantik itu membuat Ahmad makin cepat memompa vagina Zahra.
"Aaaccchh!!!!" Zahra sampai harus meremas permukaan ranjang yang sudah berantakan.
Hentakan demi hentakan pinggul Ahmad dengan kecepatan tinggi membuat vagina Zahra layaknya sasaran tembak rapuh bagi pusaka pria itu. Seringai mesum Ahmad kembali terlihat ketika Zahra mulai meracau tak karuan sambil memeluk leher kekarnya, kemenangan telak karena membuat Zahra ikut larut menikmati persetubuhan.
"Ampun! Ampuuunn!! Aaachh!!!!!" Pekik Zahra, kedua matanya nyaris mendelik. Teriakan itu justru membuat Ahmad makin dalam menancapkan batang penisnya pada liang vagina, hingga satu hentakan keras kembali membuat wanita cantik itu merasakan orgasme untuk kedua kalinya.
"Aaachhhh! Ahmaaadddd!!!!"
Nafas Zahra tersenggal hebat, bulir peluh sudah membasahi tubuh moleknya yang tak berdaya dihantam gelombang orgasme. Tapi Ahmad belum usai, pria itu melepas penisnya dari dalam liang vagina si cantik. Zahra melirik ke bawah, batang penisnya masih berdiri kokoh dengan urat-urat yang makin jelas terlihat.
"Nungging sayang..." Perintah Ahmad, dengan sisa-sisa tenaganya Zahra mulai memposisikan tubuhnya membelakangi Ahmad. Pantat semoknya mengarah tepat di hadapan ujung penis pria itu sementara bagian depan tubuhnya ambruk tanpa tenaga di atas ranjang.
"Oocchhhhh!!!" Zahra kembali memekik kencang ketika Ahmad melesakkan batang penisnya ke dalam liang vagina.
Ahmad mulai menggenjot tubuh Zahra dari belakang. Kecepatan sedang ditambah dengan remasan jari pada area pantat membuat istri Azam itu sekali lagi mendesah nikmat. Tak seperti tadi, kali ini Ahmad menggerakkan pinggulnya dengan teratur seperti hendak meresapi jepitan liang senggama Zahra pada batang penisnya. Sementara Zahra mulai merasakan sesak di dalam sana, penis Ahmad seperti menggelitik seluruh isi vaginanya.
"Enak sayang?" Tanya Ahmad ditengah genjotan tubuhnya. Zahra hanya menggeram dengan desahan-desahan kecil, menjawab pertanyaan itu sama saja dengan semakin merendahkan harga dirinya di hadapan sang adik ipar.
"Jawab sayang! Enak nggak kontolku?" Kali ini Ahmad menambah kecepatan hentakan pinggulnya, tak hanya itu satu tangan Ahmad juga meraih hijab Zahra dan menariknya ke belakang hingga membuat bagian depan tubuh wanita cantik itu mendongak.
"Aaachhhhh! Ahmad sakiitt!!!" Lenguh Zahra, Ahmad bergeming dan justru semakin menambah kecepatan gerakan pinggulnya, membuat penis kekar miliknya melesat cepat merongrong liang senggama Zahra.
"Enak nggak? Hmmm?!" Tak bosan, Ahmad terus menanyakan hal itu seperti sedang mencari pengkauan keperkasaannya sebagai seorang pria.
"Aaachhhh! Aaampuuunnn Ahmad!! Aaachh!!!"
"Jawab! Enak nggak kontolku!"
"Aaachh!! Iyaahh enaak!! Enaakk!!!" Zahra tak punya pilihan lain selain memenuhi dahaga keegoan pria itu, paling tidak dia bisa berharap agar Ahmad segera menuntaskan hajat birahinya.
"Lebih enak mana sama kontol Azam?"
Zahra memjamkan matanya, ternyata jawaban sebelumnya tak cukup untuk memuaskan Ahmad. Pria itu menagih lebih. Perih, itulah yang dirasakan hati Zahra saat ini dipaksa melayani birahi secara paksa dan ditambah harus mengakui jika suaminya tak lebih baik dibanding Ahmad untuk urusan ranjang.
PLAK!!
PLAK!!
PLAAAKK!!
Tiga tamparan keras mendarat telak pada permukaan pantat semok Zahra yang bergerak maju mundur.
"Aaachhh!! Sakit!" Teriak Zahra kesakitan.
"Itu hukuman karena Kamu nggak jawab pertanyaanku!" Ujar Ahmad santai, pinggulnya masih bergerak maju mundur dengan kecepatan tinggi.
"Aaachh! Ammpunn Ahmad!! Udaah!! Udahh!!! Ampuunn!!!"
Pekik keras Zahra menandai jika dirinya akan kembali mendapatkan orgasme. Untuk pertama kalinya dalam hidup wanita cantik itu bisa mendapatkan 3 kali orgasme saat berhubungan badan. Bersama Azam, Zahra bahkan nyaris tak sekalipun bisa mendapatkannya. Tapi kali ini kenapa justru berbeda? Padahal Zahra melakukannya dibawah ancaman serta paksaan dari Ahmad.
"Aaachh!! Aku mau keluar!! Aku mau keluar lagi!!" Racau Zahra kesetanan, dia lupa jika kenikmatan yang dia dapat sebentar lagi datang dari pria mesum yang begitu dia benci. Tapi birahi mengalahkan segalanya, nafsu menutup logikanya.
Ahmad tersenyum, dia tau jika dirinya sudah memenangkan peperangan libido kali ini bersama kakak iparnya sendiri. Ahmad terus menggenjot tubuh Zahra dari belakang. Tak lama kedua insan beralainan jenis itu melenguh bersamaan. Ahmad memuntahkan sperma kental di dalam vagina, Zahra merasakan cairan hangat itu memenuhi seluruh liang senggamanya hingga meluber keluar. Tubuh Ahmad ambruk tepat di sisi Zahra yang masih menungging, dada bidangnya naik turun karena nafas yang tersenggal luar biasa.
"Di dalam?" Tanya Zahra sambil melihat ceceran sperma Ahmad meluber dari liang vaginanya dan jatuh membasahi seprei.
"Hehehehe, udah nggak tahan. Memekmu enak banget, bikin lupa nyabut tadi." Jawab Ahmad tanpa perasaan bersalah.
Zahra buru-buru beranjak dari atas ranjang, setengah berlari wanita cantik itu segera menuju kamar mandi untuk membersihkan sperma Ahmad yang membanjiri area kewanitannya. Dengan perasaan dongkol Zahra menutup pintu kamar mandi keras-keras, Ahmad menanggapi kekesalan kakak iparnya itu hanya dengan sebuah senyuman.
30720Please respect copyright.PENANAflyRDPOoGX
BERSAMBUNG30720Please respect copyright.PENANAf4cAA7dtzl