ZAHRA POV
Aku memasuki sebuah kamar di bagian belakang rumah Ustadz Hilman. Bangunan kamar ini terpisah dengan bangunan utama, letaknya bersebelahan dengan mushola keluarga. Hanum mengantarkan aku sampai di depan pintu kamar, tak ada percakapan yang terjadi diantara kami berdua, aku langsung masuk ke dalam kamar tanpa mengucapkan sepatah katapun padanya. Aku masih benar-benar kecewa pada sahabatku itu, apapun alasannya, Hanum dan Ustadz Hilmaan berperan besar mempertemukanku dengan Ahmad.
Di dalam kamar aku mendapati sebuah ranjang besar, ruangan yang dominan bercat putih itu berukuran cukup luas, bahkan di bagian belakang juga terdapat sebuah kamar mandi yang dikelilingi kaca dengan ornamen bunga sakura. Satu hal yang membuat perhatianku teralihkan adalah banyaknya kaligrafi islam yang tertempel di beberapa bagian dinding kamar. Aku sadar jika kamar ini adalah tempat untukku dan Ahmad melakukan “malam pertama” beberapa saat lagi, maka aku sedikit heran dengan banyaknya lafal-lafal suci yang terlihat di sini.
Beberapa saat lalu prosesi nikah mut’ah antara aku dan Ahmad telah terjadi. Sebuah prosesi singkat yang begitu berbeda dengan ijab qabul pernikahan pada umumnya, karena dalam nikah mut’ah sama sekali tak ada kehadiran wali nikah. Ustadz Hilman berperan sebagai penghulu sekaligus saksi dari pernikahan kami. Seperti yang aku syaratkan sebelumnya, Ahmad juga melakukan sumpah terlebih dahulu di atas sebuah Al Quran dan berjanji untuk tidak menceritakan hubungan terlarang kami pada siapapun dan bersedia menghapus semua video mesum kami.
Sempat terjadi perdebatan antara aku dan Ahmad perihal lama durasi pernikahan kami. Ahmad menginginkan durasi waktu hingga satu minggu lamanya, sementara aku hanya bersedia melakukan hal gila ini satu hari saja. Satu hari hidup dalam sebuah pernikahan yang sama sekali tak aku inginkan sudah begitu menyiksa, apalagi jika aku harus menjadi istri Ahmad selama satu minggu penuh? Pada akhirnya Ahmad lah yang harus mengalah, suami Amira itu menyetujui durasi pernikahan yang aku inginkan.
Setelah mandi dan mengganti pakaian aku menunggu kedatangan “suami baruku”. Jujur saja jantungku berdetak kencang, meskipun ini bukanlah kali pertama kami akan melakukan persetubuhan. Mungkin ini efek dari ritual pernikahan yang kami lakukan, sebuah pernikahan kontrak yang menurut Ustadz Hilman sah secara syariat islam. Tapi meskipun begitu, aku masih sangat marah pada Ahmad yang berhasil memaksaku melakukan ini semua. Aku merasa begitu berdosa pada Bang Azam, terlebih pada kedua buah hatiku. Aku sama sekali tak menyangka jika rasa bosanku atas situasi rumah tangga yang bertahun kujalani bersama Bang Azam justru sekarang membawaku pada keadaan yang cukup pelik.
Tak lama kemudian pintu kamar terbuka, Ahmad muncul dengan seringai mesumnya. Pria itu berjalan mendekati sisi ranjang, mendekatiku. Aku berusaha untuk menghindar namun tangan Ahmad lebih cepat menarik pergelangan tanganku.
“Mau kemana sayang? Ingat, malam ini kamu adalah istriku.” Ujar Ahmad dengan senyum kemenangan.
Ahmad langsung menyergap tubuhku, memaksa untuk menciumi bibirku. Aku berusaha untuk kembali menjauhkan tubuhnya tapi usahaku tak sebanding dengan kekuatan pria yang masih memiliki badan kekar ini. Kepalaku mencoba bergerak liar untuk menghindari cumbuan bibirnya, sementara kedua tanganku sudah dikunci oleh tangan Ahmad. Alhasil yang bisa bergerak bebas hanyalah kakiku, itupun lambat laun bisa diredam juga olehnya.
Ahmad tak mau kehilangan momen, saat tubuhku mulai terlihat pasrah tanpa daya, pria itu segera melucuti seluruh pakaian yang kukenakan hingga telanjang bulat. Pun begitu pula dengan dirinya. Ahmad kemudian kembali menelungkupi tubuhku, mencumbu bibirku dengan begitu buas.
"Eeemmcchh..!! Eeemcchhh..!!" Aku berusaha sekuat tenaga untuk mengatupkan bibir tapi lidah Ahmad pantang menyerah dan terus berusaha untuk mencumbuiku.
"Jangan berontak sayang, ingat kamu malam ini adalah istriku...Nikmati saja...Ayo kita beribadah sayang…" Desis Ahmad penuh intimidasi.
Pada akhirnya usahaku untuk menolak birahi Ahmad tak berarti apa-apa. Pria itu berhasil menguasai tubuhku sepenuhnya, tenaganya bukan tandinganku. Aku memejamkan mata ketika merasakan lidahnya menyapu lidahku, menyesapinya dengan begitu kasar.
"Emmcchhh!! Eeemcchh..."
Nafasku terengah-engah mengimbangi cumbuan Ahmad pada bibirku yang mulai basah akibat liurnya. Di bagian bawah berkali-kali Aku rasakan batang penisnya berusaha untuk menekan permukaan vaginaku, mencoba untuk segera menerobos namun Aku masih berusaha untuk mencegahnya dengan terus bergerak liar. Ujung penisnya hanya bisa menggesek permukaan vaginaku saja.
"Bajingan! Lepasin aku bajingan!" Umpatku berusaha menghentikan aksi bejatnya. Namun dia bergeming bahkan bertambah brutal.
"Hahaha! Aku suka kalo kamu ngomong kasar kayak gitu sayang! Bikin kontolku makin ngaceng!”
Ahmad terus merangsek, tubuhku bahkan sampai terdorong dan terhimpit di ujung ranjang. Entah apa yang baru saja dia makan hingga membuat tenaganya begitu kuat. Puas mengerjai bibirku, pria itu turun ke bawah. Leherku kini yang jadi pelampiasan jilatan lidahnya yang mengular menyusuri tiap jengkal permukaan kulitku. Aku hanya bisa terpejam dan merintih karena kedua tanganku masih berada dalam cengkraman tangannya.
"Ouucchhhhhhh!! Anjing udah...Udaaahh!!!" Rengekku meminta ampun.
Ahmad kembali turun, ada sedikit kelegaan karena pada akhirnya tanganku yang mulai terasa perih dilepaskannya. Namun rasa lega itu hanya sesaat karena tangan kekar Ahmad justru mulai menjamah payudaraku yang berukuran besar. Tak hanya meremas, bibirnya juga ikut mengerjai payudaraku. Menghisap putingku keras-keras secara bergantian sambil terus meremasi payudaraku menggunakan dua tangannya. Dari dengus nafasnya Aku bisa menerka jika birahi Ahmad sudah di ubun-ubun.
"Aaachhh! Sakiit bangsat!!" Protesku ketika puting kiriku tak hanya disedot namun juga digigit.
"Hehehehee…Sakit apa enak? Lonte kayak kamu kan suka dilecehin kayak gini!”
Entah kenapa kalimat pelecehan itu membuat tubuhku seperti tergodam kenyataan. Bayangan segala pengkhianatanku pada Bang Azam kembali melintas di kepala. Potongan beberapa dosa-dosa pada suamiku tersebut seolah kembali menari-nari dalam pikiran, menggodaku untuk kembali mengulanginya. Birahiku seperti disadarkan kembali.
"Iya, Aku lontenya kamu..." Desisku tiba-tiba. Ahmad menghentikan aksinya, bibirnya yang basah kuyup akibat air liurnya sendiri tersenyum penuh arti.
"Aku mencintaimu Ra…Istriku…."
Tanpa menjawab, Aku langsung mendorong tubuh Ahmad hingga jatuh terlentang di atas ranjang. Penisnya yang kekar dengan otot-otot halus menyembul langsung Aku raih dengan tangan kananku. Aku mengocoknya sebentar sebelum membenamkannya dalam mulutku.
"Ouucchhh! Iya sayang enak banget!! Ouucchh!!!"
Pria itu terus mengerang menahan nikmat akibat penisnya Aku hisap dengan sangat brutal. Aku menyedotnya kuat-kuat seperti ingin meluapkan kemarahanku pada sosok pria yang berhasilmenjebakku dengan melakukan pernikahan mut’ah. Aku turun ke bawah, dua pahanya Aku angkat hingga membuat permukaan anusnya terlihat di hadapanku. Tanpa pikir panjang Aku langsung menjilati saluran pembuangan itu.
"Oocchh!! Gila!! Enak banget Ra!! Aaaargghtt!"
Saking keenakannya, sampai-sampai Ahmad menjambak rambutku. Agak sakit namun Aku bergeming dan terus menjilati lubang anusnya tanpa rasa jijik sedikitpun. Cukup lama lidahku menari-nari di lubang anusnya hingga beberapa saat kemudian Aku mengarahkan mulutku pada dua bola testisnya. Satu tanganku meraih batang penis dan mulai mengocoknya dengan cepat, sementara mulutku menghisap kuat-kuat testis milik Ahmad. Lenguhan lirih dari mulutnya kini berganti menjadi teriakan, Aku tak peduli jika apa yang Aku lakukan saat ini telah menyakitinya.
"Aaarghht!!! Ra!! Pelan!! Aaarghhtt!!"
Ah jangan sampai bajingan ini keluar lebih dulu, maka ketika penisnya mulai berkedut hebat segera Aku sudahi permainan mulutku. Lubang kencingnya langsung Aku tutup menggunakan permukaan jempol tanganku, sementara tangan kiriku mengurut pelan bagian pangkal penisnya. Bergerak pelan naik turun, Ahmad melirik ke arahku seperti bingung dengan apa yang sedang Aku lakukan saat ini pada batang kejantanannya.
"Kamu ngapain Ra...?" Tanya Ahmad sembari melirik tanganku yang mengerjai batang penisnya.
Aku bergeming dan langsung mengambil posisi di atas tubuhnya. Sesaat Aku gesekkan ujung kepala penisnya pada permukaan liang vaginaku, Ahmad kembali melenguh, tubuhnya tegang merasakan pucuk pusakanya bergesekan dengan lipatan becek vaginaku. Setelah memastikan liangku siap, perlahan Aku menurunkan tubuhku, membuat batang penis Ahmad sedikit demi sedikit menyesaki vagina.
"Ooucchhhh! Kok sempit banget sayang...?"
"Eemmcchhhh...."
Aku menggigit bibirku sendiri ketika pinggul Ahmad ikut bergerak ke atas, membuat penisnya yang kekar makin masuk lebih dalam lagi. Dua tanganku bertumpu pada dadanya yang bidang, sementara tangan Ahmad meraih payudaraku yang bergelantungan bebas.
Vaginaku terasa begitu sesak, penis Ahmad telah masuk seluruhnya. Tak mau menunggu lama, Aku mulai menggerakkan badan naik turun. Aku gunakan kekuatan tubuhku untuk menjepit serta mengocok penis Ahmad yang terlentang di bawah tubuhku. Tangan pria tua cabul itu terus menggerayangi kedua payudaraku, sesekali dia jahil menarik putingku.
PLOK
PLOK
PLOK
Bunyi tumbukan pantatku yang semok dengan bagian bawah tubuh Ahmad terdengar cukup nyaring. Aku sudah tak peduli lagi jika ada yang mendengarnya dari luar. Persetan semuanya! Toh seperti yang dibilang oleh Ahmad sebelum menyetubuhiku, Aku adalah seorang lonte yang telah memuaskan penis lain selain milik Bang Azam. Setidaknya Aku melakukannya bukan karena paksaan, tapi karena memang Aku mau. Aku butuh sex. Aku haus sex. Bukankah seharusnya begitu seorang lonte harus bersikap?
"Oocchhh! Pelan Ra! Pelan!!!"
Aku tak mempedulikan rengekan Ahmad yang memintaku untuk menurunkan tempo genjotan tubuhku. Pinggulku terus bergerak naik turun dengan kecepatan tinggi, sesekali Aku juga menggoyangnya dengan gerakan memutar searah jarum jam sebelum kembali menggenjot penis kekar milik bajingan itu dengan cepat. Aku sedikit menurunkan tubuhku, tanpa rasa takut lagi Aku menatap lekat wajah Ahmad yang melenguh keenakan akibat jepitan dinding vaginaku pada batang penisnya.
"Kenapa? Udah mau crot ya? Masa cuma segini aja nggak kuat? Aku malah belum ngrasain apa-apa..."
Ahmad tak menjawab ejekanku, bahkan Akupun sudah tak peduli respon apa yang akan diberikannya setelah ini. Setidaknya Aku bisa merendahkan egonya sebagai seorang pria dewasa yang gagal membuat pasangan sexnya terpuaskan. Tidak ada satupun yang bisa menandingi sakitnya hati seorang pria jika sudah direndahkan seperti ini. Pinggulku bergerak makin cepat, naik turun berkali-kali dengan cepat dan keras sementara Ahmad hanya bisa melenguh sambil memainkan payudaraku dengan kedua tangannya.
"Ouuchhh! Ra! Aku nggak kuat sayang...."
Ah, rupanya kemampuan Ahmad dalam bersetubuh tak lebih besar dari nafsu bejatnya pada tubuhku. Segera Aku turun dari atas tubuhnya sebelum dia memuntahkan sperma di dalam rahimku. Penisnya memang masih terlihat kekar dengan balutan otot-otot kencang di sekitar batang, basah kuyup pula oleh cairan kewanitaanku. Aku langsung mengulumnya dengan ganas, Aku sedot kuat-kuat lubang kecingnya hingga membuat Ahmad berteriak dan mendesah.
"Aaargghtttt!!"
Satu tanganku meraih batang penisnya dan mulai mengocoknya secara cepat, sementara lidahku menjilati lubang kencingnya. Tubuh Ahmad makin belingsatan menerima seranganku, berkali-kali dia mencoba meraih kepalaku namun bisa Aku hindari. Aku ingin menyiksanya seperti ini, ketika penisnya berkedut hebat, gerakan kocokan tanganku Aku hentikan dan saat penisnya mereda Aku kembali mengocoknya dengan cepat dan keras sambil menjilati lubang kencingnya menggunakan lidahku. Begitu seterusnya sampai beberapa saat hingga tiba-tiba Ahmad bangkit dari posisi tidurnya dengan raut wajah marah luar biasa.
"Dasar lonte! Ayo sini! Sekarang giliranku!"
Dengan kasar Ahmad menjambak rambutku kemudian mengarahkan tubuhku untuk membelakangi dirinya. Denga posisi menungging Aku sempat menoleh ke belakang sebelum beberapa tamparan keras tangan Ahmad menerpa kulit pantatku.
PLAK !
PLAK!
PLAK!!
"Aaauuuww! Sakit!!" Protesku sambil meringis kesakitan.
"Lonte sepertimu harus dikasih hukuman kayak gini!"
PLAK!
PLAK!!
PLAK!!!
Untuk kesekian kalinya Ahmad memukul serta menampar bongkahan pantatku dengan cukup keras. Aku sudah meminta ampun dan berteriak kesakitan tapi pria tua cabul tersebut bergeming dan terus melanjutkan aksinya, bahkan lebih brutal lagi. Ahmad kembali membalik tubuhku hingga membuatku terlentang, senyum jahatnya terkembang layar pada bibir, memandangi tubuhku penuh nafsu setan. Aku beringsut menjauh namun tak cukup tempat karena punggungku langsung menyentuk bagian ujung ranjang.
"Mau kemana Kamu lonte?! Hmm!!"
"Aaachh!! Anjing!!!"
Ahmad menarik paksa kedua kakiku kemudian membuka lebar pahaku sebelum kemudian mempersiapkan penisnya untuk kembali menyesaki liang senggamaku. Pria ini seperti mendapat angin kedua secara tiba-tiba, berbeda sekali dengan beberapa saat yang lalu saat dirinya mengaduh padaku.
"Kamu pikir Aku akan menyerah begitu saja kepadamu? Hahahahaha! Asal Kamu tau aku sudah minum obat kuat dari Ustadz Hilman!”
"Auucchhhh!!! Bangsat!!!!"
Tanpa aba-aba lebih lanjut, Ahmad langsung menerjang liang vaginaku dengan batang penisnya yang kekar. Pria itu menggerakkan pinggulnya naik turun dengan kecepatan tinggi. Aku kembali melenguh sekencang mungkin. Lalu ia menjatuhkan tubuhnya memelukku, dan menciumi bibirku seperti sedang kesetanan. Ahmad begitu liar di atas ranjang. Tentu saja aku menyambutnya dengan membalas ciumannya. Ia menggoyang tubuhku, desahannya semakin menggelora saat aku juga ikut membalas goyangannya.
Sungguh permainan ini begitu cukup panas, dan aku benar-benar menikmati apa yang terjadi sekarang. Kami begitu sangat liar. Ahmad mengambil alih permainan sepenuhnya sementara Aku hanya pasrah menerima terjangan batang penisnya yang melesat cepat di dalam vaginaku. Ahmad menggenjot tubuhku dengan begitu brutal, penisnya seolah mendapat kekuatan kedua, begitu kuat, begitu keras. Tubuhku semakin menggeliat saat Ahmad memainkan ritme genjotannya, kadang pelan, namun bisa secara tiba-tiba menghujam keras ke dalam vagina. Pria itu sepertinya ingin balas dendam dan memainkan birahiku yang sudah di ubun-ubun.
"Gimana Ra? Enak mana punyaku apa punya Azam?" Tanya Ahmad di sela gempuran penisnya pada vaginaku yang sudah basah kuyup bukan main.
"Eeemcchhhh....Aaacchhhh...."
"Ayo jawab lonte! Lebih enak mana! Hmm!!"
"Aaacchh!!!" Ahmad menekan pinggulnya lebih dalam, dinding vaginaku terasa begitu sesak akibat penisnya yang masuk lebih jauh lagi.
"Jawab lonte! Enak mana!" Ahmad terus memaksaku untuk menjawab pertanyaannya.
"Emmcchhh..En..Enak..Punyamu bangsat...." Jawabku sedikit terbata, senyum tipis tersungging di bibirnya seolah keperkasaannya telah terverifikasi dan lolos ujian.
Ahmad sedikit menaikkan tubuhnya, kini posisinya seperti sedang duduk bersila di depan liang senggamaku. Sesaat dia melepaskan batang penisnya dari dalam vagina, membasahi bagian ujungnya dengan air liur sebelum kembali memasukkannya ke dalam vaginaku. Tubuhku yang sintal kembali bergerak liar mengikuti irama genjotannya. Lenguhan serta desahanku kembali memenuhi ruang kamar, bebarengan dengan liukan tubuh Ahmad yang seperti tak kenal lelah menggoyang tubuhku.
PLAK!
PLAK!
PLAK!!
"Aaachhhhh....Brengsek...Sakiitttt.."
Aku meringis kesakitan saat tamparan tangannya kini menyasar payudaraku yang bergoyang liar. Tanpa ampun Ahmad melakukannya berkali-kali hingga meninggalkan bekas merah di permukaan kulitku. Namun segala jenis tamparan Ahmad yang awalnya membuatku kesakitan kini justru makin membuat birahi meninggi. Aku mulai menyukai permainan kasarnya. Benar saja, selang beberapa saat tubuhku mengejang hebat, orgasmeku meledak dan menguasai seluruh badanku. Ahmad buru-buru melepas batang penisnya, dan langsung menjilati vaginaku dengan lidahnya.
"ARRGHHTTTT!! ANJING!!!! AAARGHHTTTT!!"
Punggungku melenting, pantatku yang semok terangkat tinggi saat Ahmad dengan sengaja menghisap kuat-kuat klitorisku. Kedua tanganku menjambak rambutnya disertai gerakan pinggul menekan ke depan, memaksa bibirnya untuk terus mencabuli vaginaku. Sensasi yang sangat luar biasa, bagaimana mungkin Ahmad bisa memperlakukanku seperti ini? Kalau boleh jujur ini adalah orgasme ternikmat yang pernah Aku alami.
"Enak Ra..?" Tanya Ahmad, dia mengusap bibirnya yang basah dengan punggung tangan.
"Banget..." Desisku lirih, tubuhku seperti tanpa tulang, lemas bukan main.
"Hehehehee…Aku juga pengen muntahin peju..." Ujarnya dengan raut wajah mesum sambil memamerkan batang penisnya yang masih berdiri tegak.
"Aku udah lemes banget..." Kataku lirih, berharap agar Ahmad segera menuntaskan hajatnya pada tubuhku.
"Iya, habis ini pasti crot kok." Ujarnya sebelum mengarahkan tubuhku untuk kembali menungging membelakangi dirinya. Dengan sisa-sisa tenaga Aku menurutinya.
Kedua tanganku bertumpu pada permukaan kasur, Ahmad membantuku dengan menahan pinggulku agar sejajar dengan posisi selangkangannya. Aku bisa merasakan benda tumpul itu kembali menyusuri celah vaginaku, Ahmad memainkan ujung penisnya di sana, menggeseknya naik turun, menimbulkan sensasi gatal nan menggelitik.
"Eeechhhmm...Anjing..Buruan masukin..." Desisku tak tahan dipermainkan seperti ini.
"Apanya yang dimasukin..?" Ujar Ahmad sambil terus memainkan ujung penisnya pada permukaan vaginaku yang masih cukup basah.
"Itunya..." Jawabku lirih, tenagaku belum benar-benar pulih setelah diterpa badai orgasme tadi.
"Apanya sih Ra...?"
"Kontolnya masukin anjing..." Kataku sedikit kesal.
Seperti mendapat lampu hijau, Ahmad langsung melesakkan seluruh batang penisnya ke dalam vaginaku. Pinggulnya bergerak maju mundur, tak secepat tadi, namun sudah cukup membuat tubuhku tersentak-sentak mengikuti irama goyangannya. Vaginaku kembali terasa begitu sesak, entah kenapa setelah berada di dalam, Aku merasakan ukuran penisnya jadi lebih besar dibanding ketika Aku menggenggamnya dengan tanganku.
"Ouuchh! Ouuchhh!"
"Enak Ra?"
"Enak banget...Kontolmu enak banget...."
Ahmad terus menggenjot tubuhku dari belakang, satu tangannya meremas-remas pantat serta pinggulku, sementara yang satu memainkan payudaraku yang bergelantungan bebas. Oh Tuhan, sumpah ini enak banget, apalagi ketika Ahmad menekan penisnya lebih dalam, mendorong tubuhku ke depan kemudian dikombinasikan dengan sentakan keras berkali-kali.
Vaginaku terasa begitu gatal dan menagih untuk terus disetubuhi penis kekar milik adik iparku itu. Selang beberapa saat Aku bisa merasakan gejolak itu kembali datang, apakah Aku akan kembali mendapat orgasme lagi dalam rentang waktu secepat ini? Gila! Ahmad memang gila! Dia bisa begitu mudah membuatku keenakan.
"Aaachh!! Anjing!! Aku mau keluar lagi...Aaachhhh!" Teriakku sambil mencengkram permukaan seprei.
"Kita keluarin bareng ya sayang..." Ujarnya membalasku.
Ahmad merubah posisi badannya, kini kedua tangannya mencengkram pinggulku dengan cukup kuat. Lalu gerakan pinggulnya berubah menjadi lebih cepat, menyodokkan penisnya dengan kecepatan tinggi, jauh lebih cepat dibanding sebelumnya. Alhasil gerakan itu membuat tubuhku terhentak bukan main, penisnya melesak cepat, memompa vaginaku, menyesaki rahimku. Gila! Ini benar-benar gila!
"AAACCHHHH! ANJING AMPUUNNNNN!!"
"ARGGHTTTTTT!!!"
Di saat orgasmeku kembali meledak, Aku juga merasakan semprotan cairan hangat di dalam rahimku. Begitu banyak bahkan sampai meluber keluar dari dalam vaginaku, menetes begitu saja membasahi ranjang. Aku menoleh ke belakang, melihat raut wajah kepuasan dari Ahmad. Nafasnya masih terengah, memelukku dari belakang, penisnya masih bersemayam di vaginaku. Kami berdua hanya melenguh, mengatur ritme nafas, menikmati sisa-sisa kenikmatan tabu yang begitu enak ini.
12883Please respect copyright.PENANAG0FP3Omest
BERSAMBUNG
Cerita UKHTY 2 - RAHASIA ZAHRA sudah tersedia dalam format PDF FULL VERSION dan bisa kalian dapatkan DISINI
ns 15.158.61.20da2