Sebelumnya, aku tak pernah menyangka jika akan melewati fase hidup seperti ini. Dulu, jauh sebelum Aku menikah di dalam otakku telah terpatri sebuah kata kesetiaan. Sampai pada akhirnya kata itu tercabut begitu saja dari dasar pikiranku karena kesalahanku dan mungkin saja karena kesalahan suamiku.
Namaku Jehan Rosyi Husna. Banyak orang memanggilku dengan sebutan Jee. Aku berumur 27 tahun dan merupakan seorang istri yang juga seorang ibu dari putriku Alaika Hannah Sulaiman, yang berumur 4 tahun. Penampilanku setiap hari layaknya seorang istri yang mengedepankan adab dan sopan santun, tak pernah sekalipun Aku memakai pakaian yang minim atau terbuka jika berada di luar rumah. Setelan hijab panjang maupun setelan gamis lebar sudah menjadi langganan tubuhku agar selalu tertutup.
Pun begitu dengan suamiku yang bernama Rasyid Hamka Sulaiman. Dia merupakan anak seorang Kyai yang lumayan terkenal di daerah tempat aku tinggal. Keluarga suamiku dikenal sebagai keluarga yang mementingkan agama di atas segalanya, meskipun begitu saat pertama kali Aku mengenal Mas Rasyid kesan itu sama sekali tak terlihat.
Aku mengenal suamiku beberapa bulan setelah Aku memutuskan untuk pulang kampung setelah lelah tak mendapat panggilan kerja meskipun sudah mengikuti banyak interview di banyak kantor selepas mendapat gelar Sarjana Komunikasi. Pulang ke rumah dan mendapat gelar pengangguran tentu bukan hal yang mengenakkan untuk bisa Aku jalani. Meskipun Aku seorang wanita, tapi lahir sebagai anak pertama dan belum bisa memberikan bantuan nafkah kepada Ayah dan Ibuku yang bekerja sebagai PNS rendahan tentu menjadi sebuah beban tersendiri.
Aku dulu kuliah di sebuah perguruan tinggi Negeri di Timur Jawa, sejak SMA Aku mengenyam pendidikan di pesantren jauh dari gemerlap kota. Saat pertama kali menjejakkan kaki di sebuah kota besar cakrawala pergaulanku menjadi berubah total.
Dasar-dasar agama yang sebelumnya Aku pegang teguh seolah runtuh begitu saja saat Aku salah memilih pergaulan. Jauh dari orang tua ditambah teman-teman kos yang bergaya hidup bebas membuatku menjadi pribadi lain. akupun mengenal kehidupan sex pada saat itu.
Awal pertama aku melakukan seks, aku merasa sangat canggung dan gemetar karena untuk pertama kalinya aku membiarkan seorang lelaki melihat tubuh polosku. Aku merasa begitu tidak percaya diri dan sadar kalau aku ini tidak lah begitu cantik. Seumur hidupku, aku hanya diajarkan untuk menjaga adab dan akhlakku untuk menjadi seorang wanita yang baik. Tidak pernah diajarkan untuk merawat diri sendiri atau tampilan fisik lainnya.
Satu-satunya yang bisa aku banggakan dari tubuhku hanyalah kulitku yang putih dan badanku yang selalu kurus meski aku makan banyak sekalipun. Banyak yang bilang aku sedikit terlihat lebih muda untuk ukuran wanita yang sudah punya anak satu karena aku terlihat yang kurus langsing. Buah dadakupun tidaklah besar dan berukuran 34b saja.
Reza Patra, adalah pria pertama yang melihat tubuh polosku waktu itu. Pesonanya sebagai atlet basket kampus membuatku luluh dalam dekapannya. Tak butuh waktu lama untuk Reza bisa merebut keperawananku. Aku dulu begitu lugu, rayuan seorang Reza berhasil membawaku untuk pertama kali merasakan batang kontol seorang pria.
"Aku akan bertanggung jawab kalau nanti Kamu hamil." Ucapnya waktu itu sesaat setelah meniduriku.
Aku hanya terdiam, bukan karena sedih telah merelakan keperawananku padanya tetapi masih bingung dengan apa yang baru saja terjadi pada tubuhku. Persetubuhanku dengan Reza seolah membuka pandora baru dalam hidup. I'am hypersex.
Sejak persetubuhanku yang pertama itu, ada gejolak lain yang ingin selalu Aku luapkan, gejolak yang akhirnya Aku tau sebagai bagian dari birahiku. Aku dan Reza aktif melakukan perilaku sexual selama berhubungan, ML atau hanya sekedar peeting dengan dibumbui blowjob sudah menjadi rutinitas dalam hubungan Kami. Tak hanya melakukan di dalam kamar kos, Kami pun melakukannya beberapa kali di tempat umum sepertu parkiran kampus, basemant mall, bahkan di rest area tol sekalipun.
Reza menjadi guru yang tepat untukku kala itu, dia mengajariku berbagai macam penglaman sexual yang selama ini tidak pernah Aku tau dari siapapun. Karena hal inilah Aku mulai belajar untuk mulai merawat badanku, Aku tidak ingin Reza tidak mendapat kepuasan karena penampilanku yang tidak membuatnya bernafsu.
Lambat laun penampilanku berubah, Aku sering memakai pakaian ketat meskipun masih mengenakan hijab. Lekuk tubuhku yang semakin padat berisi karena rajin melakukan yoga dan rutin datang ke gym seringkali membuat teman priaku di kampus menatapku dengan tatapan binal. Aku tidak risih, justru semakin bangga, apalagi setelah itu banyak pria yang mulai mendekatiku.
Hubunganku bersama Reza tak bertahan lama, hanya sekitar 4 bulan kemudian dia sudah disibukkan dengan gadis-gadis lain . Aku marah saat Reza memutuskan hubungannya denganku karena Aku menyadari jika Reza hanya menginginkan tubuhku, bukan pula hatiku. Lepas dari Reza beberapa kali Aku menjalin hubungan dengan beberapa pria, dan dari semua pria-pria itu selalu mengajakku untuk tidur bersama, menikmati kebersamaan dengan sex.
Tak ada penolakan dariku karena Aku pun membutuhkan hal tersebut. Sampai pada akhirnya Aku mengalami fase dimana rasa bosan terhadap jalan hidupku yang begitu-begitu saja sudah sangat menumpuk, hingga akhirnya Aku memutuskan untuk kembali pulang setelah lulus kuliah dan kembali ke jalan yang lurus.
Sampai pada akhirnya takdir mempertemukanku dengan Mas Rasyid, seorang pengusaha muda sukses, anak dari tokoh ulama di kotaku. Sudah berbulan-bulan Aku meninggalkan gaya hidup bebas, tapi bertemu Mas Rasyid seolah kembali menguak rasa canduku terhadap sex.
Kami bertemu di sebuah acara kajian keagamaan yang diasuh oleh Ayah Mas Rasyid. Ngobrol sebentar kemudian Kami sepakat untuk bertukar nomor telepon. Hubungan Kami kemudian berlanjut, jauh lebih dekat, dan jauh lebih intens, sampai pada akhirnya Aku menyetujui niatnya untuk menjalin hubungan spesial denganku.
Berminggu-minggu gaya pacaran Kami layaknya pacaran orang yang sopan, tak ada sentuhan fisik berarti selain pegangan tangan. Mas Rasyid seperti menunjukkan citra keluarganya yang menjunjung tinggi nilai kesopanan dan agama. Tapi itu akhirnya sirna saat Mas Rasyid secara tiba-tiba mengajakku untuk pergi keluar kota untuk mengurusi proyek pengerjaan toko barunya. Setelah mendapat ijin dari kedua orang tuaku dan berjanji untuk tak menginap kamipun pergi untuk pertama kalinya jauh dari rumah.
Betapa terkejutnya Aku saat Mas Rasyid mengarahkan mobilnya menuju area parkiran hotel di perbatasan kota. Hari itu Mas Rasyid mengutarakan maksudnya untuk menikahiku dalam waktu dekat, tapi dia sudah tidak bisa menahan hasratnya kepadaku.
"Aku benar-benar mencintaimu Jee." Begitu ucapnya saat Kami berdua sudah berada di dalam kamar hotel.
"Aku tidak ingin Kau dimiliki oleh lelaki lain." Lanjutnya sambil memeluk pinggangku dan mendaratkan bibirnya di keningku.
"Ada yang ingin Aku katakan sebelum kita terlalu jauh Mas." Ucapku, Mas Rasyid menatapku lembut sambil tersenyum.
"Katakan, Aku akan mendengarnya." Ucapnya.
"Aku ingin Kau tau jika Aku bukanlah wanita sempurna seperti yang Kau bayangkan."
"Apa maksudmu?"
"Saat Aku kuliah dulu, Aku telah menjalin hubungan dengan banyak pria."
Aku menghela nafas panjang sebelum melanjutkan kalimatku. Mas Rasyid menyimak dengan serius, mungkin di dalam dadanya sudah tersimpan jawaban dari apa yang akan Aku utarakan.
"Aku sudah kehilangan keperawananku. Aku ingin Kau memikirkan lagi rencanamu untuk menikahiku, jika memang hari ini Kau ingin melepaskan hasratmu kepadaku, Aku akan melayanimu, tapi setelah itu Aku tidak ingin berhubungan lagi denganmu." Kataku tegas.
Mas Rasyid sesaat tertegun mendengar tiap baris kata yang terlontar lancar dari dalam bibirku, lalu dia kembali tersenyum dan merapatkan tubuhnya.
"Aku akan tetap menikahimu, tidak ada yang perlu dipikirkan lagi. Besok orang tuaku akan datang ke rumahmu untuk melamar dan menentukan tanggal baik untuk pernikahan kita."
Hari itu Aku begitu bahagia, kami berdua menghabiskan waktu seharian di dalam kamar hotel, saling memuaskan hasrat, berhubungan badan layaknya seorang pengantin baru. Bagiku mungkin Mas Rasyid adalah jodoh yang dikirimkan Tuhan untukku, tak sempurna sebagai seorang pria untuk melengkapi ketidaksempurnaanku sebagai seorang wanita.
Mas Rasyid memenuhi janjinya, beberapa hari kemudian dia dan kedua orangtuanya datang ke rumahku untuk melamarku. Kamipun akhirnya menikah, minggu berganti, bulan berganti, hingga tahun berganti. Setahun menikah nyaris tak ada badai yang menyelimuti rumah tangga kami berdua, mungkin ada riak-riak kecil pertengkaran yang selalu bisa kami selesaikan dengan kepala dingin.
Apalagi kehadiran Alaika setelah setahun pernikahan membuat rumah tangga kami semakin semarak dengan kebahagiaan. Tapi itu hanya bertahun hanya setahun, bisnis Mas Rasyid di bidang property yang melesat begitu cepat membuatnya berubah. Mas Rasyid sering pergi keluar kota untuk mengecek progres proyek-proyeknya, pulang dalam keadaan capek dan mengabaikanku.
Kehidupan sex kamipun berubah, tak ada lagi kehangatan seperti dulu. Mas Rasyid melakukannya hanya untuk menggugurkan kewajibanya sebagai suami, Aku hanya dijadikan sebagai ladang pahalanya tanpa memikirkan kepuasan batinku.
Aku tak berani memprotesnya, apalagi mengingat masa laluku, rasanya mengeluh untuk urusan ranjang pada pria yang mau menikahiku meskipun Aku sudah tak perawan lagi seperti menyiram rotan kering dengan api. Aku tak berniat memicu pertengkaran, apalagi sampai menyinggung Mas Rasyid yang tiap hari membanting tulang membiayai keluarga kecil kami. Akhirnya Aku hanya bisa pasrah dan menerima keadaan seperti ini, mungkin ini cara Tuhan menghukumku atas apa yang telah Aku lakukan di masa lalu.
Tahun kedua pernikahanku Mas Rasyid berencana membangun sebuah rumah kos di belakang rumah kami. Mas Rasyid akan menyerahkan pengelolaannya kepadaku, tujuannya agar Aku ada kegiatan saat dia berada di luar kota. Dengan senang hati Aku menyetujui hal tersebut, butuh waktu 8 bulan untuk membangun rumah kos 2 lantai yang berisi 8 kamar premium.
Saat rumah kos sudah terbangun sempurna mulailah tugasku untuk menjadi seorang Ibu kos, promosi melalui media sosial dan dari mulut ke mulut mulai Aku gencarkan. Syukurlah, 2 bulan pertama 4 kamar sudah terisi. Semuanya diisi oleh 4 pria dengan latar belakang berbeda-beda.
Hilman Adiyaksa, 32 tahun, adalah seorang pegawai Bank. Sebelumnya dia mendapat jatah rumah dari Bank tempatnya bekerja di selatan kota tapi karena jaraknya terlalu jauh dia memutuskan untuk ngekos di tempatku. Hilman adalah penghuni pertama.
Galih Rekasa Prima, 20 tahun, adalah seorang mahasiswa di sebuah perguruan tinggi swasta di kotaku. Galih adalah anak teman kerja Mas Rasyid, Pak Gofur Abraham seorang pengusaha property terkenal. Pak Gofur memang sengaja mengekoskan Galih di tempatku agar ada yang mengawasinya saat berada jauh dari rumah. Tak jarang Pak Gofur meneleponku untuk menanyakan keberadaan Galih, tak jarang pula Aku harus mengetuk-ngetuk pintu kamarnya untuk membangunkannya agar tidak kesiangan pergi ke kampus.
Reyhan Abimanyu, 27 tahun, adalah seorang ahli IT perusahaan telekomunikasi nasional. Dia berada di kotaku karena ada proyek pengerjaan tower baru, dia berencana tinggal di sini hanya untuk 6 bulan ke depan saja.
Chris Austin, 30 tahun, adalah seorang warga negara Amerika yang berprofesi sebagai instruktur Bahasa Inggris. Dia berada di kotaku karena dipekerjakan oleh Kementrian Pendidikan untuk memberi pembekalan kepada guru-guru bahasa setingkat SMA. Chris sudah berkeliling Indonesia, kotaku adalah kota ke 32 yang dia kunjungi untuk mengerjakan proyek ini.
Orang terakhir yang akan aku sebutkan ini adalah orang yang spesial, karena orang inilah yang berhasil membuatku kembali menjadi wanita binal, istri yang tak setia, istri yang bertindak amoral di dalam rumah suaminya sendiri.
3971Please respect copyright.PENANAQGiNpwNd9t
***
3971Please respect copyright.PENANA57jDYax74b
Mbak Nanik, ART yang bekerja di rumahku berjalan agak tergesa dari depan rumah menuju dapur. Aku yang masih disibukkan dengan potongan bawang merah dan bawang putih sampai terkejut dibuatnya. Dengan tergopoh Mbak Nanik memberitahukan jika di depan rumah ada seorang bule mencariku.
"Orangnya ganteng banget kayak di film-film Bu !" Cerocos Mbak Nanik, sebuah ungkapan yang membuatku tersenyum geli karena mungkin baru kali ini Mbak Nanik bisa melihat langsung seorang bule.
"Kamu terusin motongnya, biar Aku temuin dulu orang itu." Kataku sebelum akhirnya beranjak menuju ruang depan.
Di depan pagar sudah berdiri seorang bule, perawakannya tinggi besar mungkin tinggi tubuhnya nyaris 185 cm, penampilannya kalem dengan kacamata minus dan jambang serta kumis tipis pada wajahnya, sesaat mengingatkanku pada tokoh Profesor dalam serial Money Heist.
"Selamat siang, apa benar Anda menyediakan rumah kos ?" Agak surprise karena bule ini cukup fasih berbahasa Indonesia.
"Oh iya benar, mari silahkan masuk dulu."
Jawabku sambil membukakan pintu pagar. Si Bule tersenyum ramah, dari sikapnya yang sopan membuatku tak ragu untuk mempersilahkan dia memasuki rumahku.
"Kalau boleh tau anda tau info darimana kalau saya menyewakan rumah kos ?" Tanyaku saat kami berdua sudah berada di ruang tamu.
"Dari sini." Si Bule menunjukkan layar smartphonenya, sebuah iklan di halaman facebook yang telah aku buat untuk mempromosikan rumah kosku.
"Oh dari facebook." Kataku sambil mengangguk-anggukkan kepala.
"Perkenalkan nama Saya Chris Austin, selama 6 bulan ke depan Saya akan berada di kota ini untuk menjalankan proyek pendidikan." Katanya sambil menjabat tanganku.
Kembali dia membuatku tertegun untuk beberapa saat, entah karena penampilannya yang good looking atau karena sikapnya yang sangat sopan.
"Kalau boleh tau, di sini sudah ada berapa penghuni ?" Tanya Chris.
"Baru ada 3 penghuni, semuanya laki-laki. Apa Pak Chris mau melihat dulu kamarnya ?"
"Panggil saja Chris, tidak usah Pak. Ok kalau begitu Saya mau lihat kamarnya dulu." Ujar Chris sambil tersenyum tipis.
Aku kemudian mengantarkan Chris menuju kamar kos yang berada di belakang rumahku, tak berselang lama kami berdua sampai di depan pintu kamar kos nomor 1 yang berada di ujung bangunan. Rumah kos yang dibangun oleh suamiku berlantai dua, masing-masing lantai ada 4 kamar, kebetulan tiga kamar di lantai dua sudah terisi semua. Chris sesaat melihat kamar kos dari luar.
"Boleh Saya lihat yang di atas?"
"Boleh, mari Saya antar." Kataku seraya mengajak Chris untuk menaiki tangga.
Sial menimpaku kala pijakan kaki kananku tak tepat dalam menapak tangga, akibatnya keseimbanganku goyah dan membuat tubuhku limbung ke belakang.
"Acchh!!" Teriakku.
Chris yang berada tepat di belakangku sigap meraih tubuhku tapi sama halnya denganku keseimbangannya juga ikut limbung ke belakang akibat menahan berat badanku. Kami berdua jatuh dari tangga dengan posisi Chris memelukku dari belakang, hentakan keras Aku rasakan kita badan kami berdua menyentuh tanah, untungnya Chris mendekapku cukup erat, postur tubuhnya yang tinggi besar melindungkiku dari benturan keras.
Kami berhenti berguling, Aku berada tepat di atas dada Chris, Kami berdua saling bertatapan sekian detik sebelum akhirnya otak warasku terkoneksi dengan tepat. Buru-buru Aku bangkit dari atas tubuhnya.
"Anda tidak apa-apa ?" Tanya Chris padaku
"Tidak apa-apa, Maaf ya Chris, kakiku tadi terpeleset." Jawabku sambil membenahi hijab serta pakaianku yang terkena tanah.
Jujur Aku gugup ketika menatap pria Amerika ini, apalagi setelah merasakan dekapannya tadi, dekapan seorang pria jantan yang selama 2 tahun terakhir tidak pernah Aku dapatkan dari Mas Rasyid, suamiku.
Setelah insiden itu, Aku dan Chris melanjutkan tur kamar kos di lantai 2. Pria Amerika itu akhirnya memilih untuk menempati kamar yang tersisa dua lantai 2, hari itu juga Chris membayar biaya kos selama 6 bulan ke depan sekaligus meminta ijinku untuk mulai pindah hari itu juga.
3971Please respect copyright.PENANAAWnYQqmDWo
***
3971Please respect copyright.PENANA4SN1kxBHMn
Hari itu Mas Rasyid pulang lebih cepat karena mendadak salah satu rekan bisnisnya membatalkan pertemuan karena ada urusan keluarga yang tidak bisa ditinggalkan, alhasil setelah adzan Ashar mobil kesayangan Mas Rasyid sudah terpakir di garasi rumah kami. Jika saja Aku tau jika Mas Rasyid akan pulang cepat hari ini tidak mungkin tadi Aku membiarkan Alaika dibawa Nurul, adikku satu-satunya, untuk menginap di rumahnya.
Nurul Azizah, 22 tahun, adalah adik perempuanku satu-satunya. Diusia yang sangat muda dia sudah berhasil mengembangkan bisnis hijabnya, total dia sekarang telah memiliki 16 karyawan dan puluhan reseller yang tersebar di seluruh Indonesia. Waktunya tersita banyak untuk mengurusi bisnis ini, mungkin karena inilah Nurul tidak juga memiliki pasangan.
Tak jarang Ibuku memarahinya karena tidak pernah mengenalkan seorang pria spesial, bagaimanapun Ibuku adalah tipe orang tua kolot, baginya seorang wanita dianggap sukses bukan karena harta kekayaan tapi karena kecepatan mendapatkan jodoh, sebuah idiom yang selalu ditolak mentah-mentah oleh Nurul.
Secara fisik Nurul bisa dikatakan sangatlah menarik, kulitnya seputih kulitku, tapi gigi gingsul dan lesung pipi saat tersenyum membuat kecantikannya terlihat semakin sempurna. Tubuhnya juga sangat proporsional sebagai seorang wanita, dengan tinggi tubuh 160 cm dan ukuran BH 38B tak jarang banyak mata pria yang mencuri pandang ke arahnya.
Bukan hal sulit sebenarnya untuk adikku ini membuat beberapa pria mapan untuk bertekuk lutut di hadapannya, tapi Nurul lebih suka membesarkan bisnisnya daripada mengisi hari-harinya dengan drama percintaan.
"Kok sepi Bund? Alaika udah tidur?" Tanya Mas Rasyid saat hanya melihat Aku seorang diri sedang asyik menonton tv.
"Alaika diajak Nurul nginep Mas, katanya lagi bosen di rumah sendirian. Alaika juga lagi semangat banget diajak naek mobil tantenya." Jawabku sambil membawakan tas kerja Mas Rasyid dan meletakkannya di ruang kerja. Saat kembali ke ruang tv Mas Rasyid sudah selonjoran di atas karpet sambil menonton tv.
"Kalau saja Aku tau Mas Rasyid pulang cepet harusnya tadi Aku larang Nurul membawa Alaika, sudah lama kita nggak punya waktu bersama." Kataku.
"Ya nggak apa-apa Bund, ini juga mendadak dicancel pertemuannya."
"Nggak makan dulu Mas?"
"Nanti aja habis magrib, masih kenyang Aku. Sini deh Bund." Mas Rasyid menarik tanganku agar lebih dekat, kemudian perlahan dia mulai memelukku.
"Aku kangen kamu Bund." Ucap Mas Rasyid sambil memelukku dari belakang, Mas Rasyid mulai menciumi tengkuk dan leher belakangku yang masih tertutup hijab.
"Mas..." Lenguhku saat kedua tangan Mas Rasyid mulai meremas kedua payudaraku dari luar.
"Wangi banget Bund..." Mas Rasyid terus menciumi tengkuk dan leherku, dia hapal benar jika area itu sangat sensitif untukku.
"Kita pindah ke kamar aja yuk Mas, takut ada yang liat nanti." Kataku mencoba menahan birahi Mas Rasyid agar tak ditumpahkan di ruang nonton tv.
"Aku sudah nggak tahan Bund."
Mas Rasyid bergeming, dia terus menciumi leherku, bahkan tangannya melepas paksa jilbabku. Aku dipeluk dan dicium dengan begitu nafsu seperti orang yang sedang kesetanan. Tiap kali bercinta, suamiku memang adalah tipe orang yang tidak pernah sabaran dan selalu terburu-buru untuk segera menuntaskan birahinya.
"Pelan-pelan Mas!" protesku saat Mas Rasyid meremas buah dadaku dengan kuat.
Tidak membutuhkan waktu lama untuk pemanasan, suamiku dengan cepat melucuti pakaiannya sendiri dan juga ikut menelanjangiku.
"Kamu seksi banget Bund!" Ucap Mas Rasyid sebelum menciumi bibirku. Akupun meladeni ciuman suami tercintaku tersebut dengan sepenuh hati.
"Pelan-pelan Mas" Ucapku lagi-lagi memperingatkan suamiku yang terburu-buru.
Beberapa menit lamanya kami berciuman dengan penuh gairah. Lidah kami saling membelit dan saling mengulum satu sama lain seperti tak mau melepas. Setelah itu, mulut suamiku bergerak segera menuju ke leherku.
Dijilatinya sebentar area tersebut sambil tangannya bermain di bagian dadaku. Putingku sebelah kiri di pilin-pilin dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya mengelus-elus bagian bokongku yang masih terbalut celana dalam. Sambil mendongakkan kepalaku ke atas, aku mendesah-desah
"Eeemmchhh...Maaasss!" desahku pelan menahan nikmat.
Jilatan suamiku beralih dari leher ke belahan buah dadaku dengan pelan hingga membuat bulu kudukku merinding. Satu hal yang membuatku menikmati percintaan suamiku selama ini adalah permainan lidahnya yang cukup membuatku keenakan.
Dengan perlahan-lahan, suamiku menarik badanku untuk rebahan dibawahnya sambil dia berada diatas menindihku. Aku yang paham dengan maksudnya tersebut langsung membuka kakiku dan mengangkang siap menerima penetrasinya.
"Ooohhhh......"
Rasa geli sekaligus nikmat mulai menyeruak dalam dinding vaginaku saat kontol suamiku mulai memasuki liang senggamaku.
Suamiku ikut mengerang pelan, matanya terbelalak melihat kontolnya pelan-pelan masuk ditelan vaginaku. Segera dengan satu kali gerakan saja, kontol yang berukuran tak terlalu besar itupun telah masuk seluruhnya dalam lobang vaginaku.
"Ughhh !!" erang Suamiku mendongakkan kepalanya.
Aku sendiri merasakan kenikmatan. Vaginaku juga terasa basah dan syaraf-syarafku memang terasa sensitif karena dilanda birahi. Namun entah kenapa, aku masih merasa ada sesuatu yang kurang. Suatu pencapaian yang harusnya bisa aku dapatkan dengan bercinta dengan suamiku.
"Aku goyang ya Bund!" erang suamiku dengan badan yang bergetar.
Segera setelahnya, suamikupun mulai menarik pelan pantatnya mundur. Kami berdua melenguh bersamaan, menikmati sensasi gesekan perpaduan alat kelamin masing-masing yang mendatangkan nikmat luar biasa. Aku berinisiatif memegang leher suamiku sambil menurunkan mukanya. Lalu tanpa aba-aba kami langsung berciuman saling mengulum dan bermain lidah penuh gairah.
Sengaja Aku kalungkan kakiku ke pinggang suamiku sambil mengangkat sedikit pantatku untuk merasakan seluruh batang itu semakin amblas ke dalam vaginaku. Walaupun kecil, kontol milik suamiku masih terasa keras dan mendatangkan nikmat dalam vaginaku.
Detik ini entah mengapa di kepalaku terasir wajah Chris dengan badan tegapnya, bahakan sesaat Aku mulai membayangkan jika kontol yang merangsek liang senggamaku adalah milik pria Amerika itu. Gila ! Kenapa isi kepalaku jadi seperti ini ?
"Ooohhh!!! Kencengin Mas! Kencengin!" pintaku sambil mengerang keenakan.
Aku pun mengimbangi genjotan Suamiku dengan ikut menggoyangkan pantatku. Suamiku bergerak cepat memaju mundurkan kontolnya, menusuk-nusuk vaginaku. Semakin lama gerakan dan pompaan suamiku terasa semakin kencang. Sementara mulutnya tidak henti-henti menciumi pipi, bibir dan buah dadaku secara bergantian.
Mendapat rangsangan tanpa henti seperti itu tiba-tiba saja membuat badanku terasa aneh. Sebab, kenikmatan-kenikmatan yang aku dapatkan dari genjotan suamiku itu, seolah merambat pada satu titik temu.
"Aaahhhh...Aaaahhh! Enak banget Mas!! Aaaahhh!!!"
Aku balik membalas ciuman suamiku, sementara pantatku kembali kuputar-putar mengimbangi gerakan kontolnya yang tak seperti biasa mampu bertahan cukup lama.
"Eeemmcchh!! Iya gitu Bund!!" ceracau suamiku meluapkan kenikmatannya.
Selang tak berapa lama kemudian, suamiku tampak mulai mendengus-dengus semakin cepat. Tangannya sudah tak bergerilya lagi di tubuh melainkan mendekapku erat-erat seperti ingin meremukkan tulang-tulangku.
"Aku mau keluar Bund...Eeemmchhh..." bisiknya menahan nikmat.
Disitu aku merasa sangat kecewa, gairahku yang tadi menggebu-gebu itu serasa padam begitu saja. Kenikmatan yang seolah-olah ingin memuncak itupun, harus terpaksa berhenti di tengah jalan karena Mas Rasyid sudah akan mengakhiri permainan.
Padahal aku begitu penasaran, ingin mengetahui seperti apa rasanya jika rasa nikmat itu benar-benar memuncak dan membuncah keluar dari tubuhku karena sudah begitu lama Aku tidak merasakan orgasme saat bersenggama dengan Mas Rasyid. Akan tetapi aku tak bisa berkata apa-apa.
Melihat suamiku yang hampir keluar tersebut, aku hanya bisa menggoyangkan pantatku membantunya. Kubalas pelukannya dengan tak kalah erat sampai akhirnya tubuh suamiku tersebut bergetar dengan hebatnya.
"Ooooooogghhhhh... Enaakkkkhhhh.." geram suamiku seperti seekor harimau yang terluka.
Berbarengan dengan itu, kurasakan sperma suami ku menembak begitu deras ke dalam lubang vaginaku. Suamiku memajukan pantatnya sekuat tenaga, sehingga batang kejantanannya benar-benar menancap sedalam-dalamnya di lubang senggamaku itu. Aku pun dapat merasakan lubang vaginaku menjadi hangat oleh cairan sperma yang terasa memenuhi setiap rongga yang ada di dalamnya.
Untuk beberapa saat, Suamiku terdiam sambil tetap menindih tubuhku. Keringat kami masih bercucuran membasahi tubuh masing-masing. Setelahnya, suamiku berguling ke sampingku sambil mengatur nafasnya yang terengah-engah.
"Aku puas banget Bund, Kamu memang istri terbaik." puji suamiku bergelayut manja padaku. Aku membalas senyumannya meski sedikit aku paksakan.
"Dari dulu Aku memang selalu jadi pemuasmu Mas." Balasku bermaksud menyindirnya yang tak pernah memberikanku kepuasan balik.
"Hehehe, Kamu bener-bener luar biasa" jawabnya tak peka.
Seperti biasa, definisi bersenggama bagiku dan suami hanyalah sampai dimana suamiku keluar menuntaskan hajatnya di dalam vaginaku. Tak ada yang namanya kepuasan timbal balik karena baik aku dan suamiku belum mengenal yang namanya orgasme pada perempuan. Mungkin menurut Mas Rasyid, seks hanya diperuntukkan untuk suami saja, sedangkan seorang istri bertindak sebagai pemuas nafsu dan pelayan bagi suami.
3971Please respect copyright.PENANACtWY8sQkVB
BERSAMBUNG
Cerita "JEHAN" sudah tersedia dalam format PDF FULL VERSION dan bisa kalian dapatkan DISINI3971Please respect copyright.PENANArawATtGL7G