Keesokan harinya setelah Mas Rasyid berangkat kerja Aku langsung bergegas menuju kamar Chris, tentu saja tujuanku adalah untuk melabrak bule brengsek satu itu. Dengan sedikit tergesa Aku melangkahkan kaki menapaki tangga dan sama seperti kemarin Aku bertemu Reihan.
Kali ini dia bersama Hilman, salah satu penghuni kos lain yang bekerja di sebuah Bank swasta. Reihan menatapku sambil menunjukkan senyum menyeringai, entah kenapa Aku merasa tidak begitu nyaman ketika pria tambun itu menatap tubuhku, tatapan mesum.
"Pagi Bu Jehan" Sapa Reihan.
Pria tambun itu berhenti tepat di ujung anak tangga, tubuhnya yang besar membuatku tidak bisa melewatinya begitu saja, sementara Hilman yang berdiri di belakangnya nampak gusar karena nasibnya sama sepertiku, jalannya terhalang oleh tubuh tambun Reihan.
"Iya pagi." Jawabku singkat, Reihan masih berdiri di depanku.
"Tumben pagi-pagi udah ke sini Bu ? Oh iya kemarin malam Mas Bule minta tolong buat benerin AC nya yang mati, sudah Saya benerin Bu, udah beres semua." Cerocosnya.
"Oh iya, terimakasih." Kataku, entah kenapa Reihan masih saja enggan untuk memberiku jalan.
"Tapi sepertinya Mas Bule sehat-sehat aja Bu, nggak sakit..."
"Heh ndut! Buruan jalan! Gue udah terlambat ini!" Hardik Hilman dari belakang, memotong kalimat Reihan.
"Alah! Terlambat sebentar kan nggak apa-apa, serius amat jadi karyawan." Balas Reihan tak mau kalah argumen.
"Ayo buruan! Banyak omong Lu ndut! Maaf permisi ya Bu."
Hilman sudah tak sabaran segera dia menyerobot jalan yang sejak tadi dihalangi oleh tubuh tambun Reihan, ketika ada sela Aku langsung menerobos ke depan, Reihan masih berdiri di atas anak tangga, memandangiku dengan tatapan yang aneh.
"Nggak kerja?" Tanyaku sambil memberikan expresi sinis, lama kelamaan pria ini jika tidak diberi pelajaran maka sikapnya terhadapku akan semakin kurang ajar.
"Eh iya Bu, ini langsung mau berangkat kok." Jawab Reihan sebelum kembali melangkah turun dan menghilang dari pandanganku.
Setelah memastikan dua orang tadi sudah pergi, Aku langsung melangkah menuju kmar Chris. Tanpa rasa sungkan langsung aku gedor pintu kamarnya kencang-kencang. Tak berselang lama pintu itu terbuka, muncul Chris dengan wajah kusut karena baru bangun tidur. Tak mau membuang waktu dan juga karena emosiku sudah di ubun-ubun sejak semalam langsung saja Aku tampar pipi kanan pria bule itu, keras.
PLAK !
Chris begitu terkejut, seketika raut wajahnya langsung berubah, akibat tamparanku mungkin membuat kesadarannya dari kantuk langsung pulih 100%. Bule itu nampak begitu marah, raut wajah yang kembali mengingatkanku ketika dia menyetubuhiku kemarin. Garang dan beringas, emosiku belum padam, bahkan rasa takut sama sekali tak kurasakan ketika Chris menunjukkan hal yang sama.
"Ada apa ini?!" Teriak Chris.
"Berani-beraninya Kau mengancamku! Aku bisa melaporkanmu ke Polisi !" Ancamku tak kalah emosi.
Chris nampak mengrenyitkan dahi, entah bingung atau mungkin heran darimana Aku bisa tau kalau orang yang mengancam dan mengirimiku pesan singkat kemarin malam adalah dirinya.
"Tunggu dulu, Aku tidak mengerti maksudmu Mom. Siapa yang mengancam? Dan kenapa harus melibatkan Polisi juga?" Kata Chris kali ini suaranya tidak nyaring seperti sebelumnya.
"Ini apa?! Apa maksudmu mengirim pesan seperti ini?! Gila ya! Berani-beraninya Kau memasang kamera untuk merekam kita kemarin?!" Hardikku sambil menunjukkan layar ponselku tepat di hadapan Chris.
Pria bule itu sesaat membacanya sebelum Aku buru-buru kembali memasukkan ponsel ke dalam kantong bajuku.
"Bukan Aku yang mengirim pesan itu Mom." Ujar Chris lirih.
"Tunggu dulu! Dia merekam kita kemarin?!"
Chris langsung menoleh ke belakang, melihat sekeliling kamarnya, seperti mencari sesuatu. Tak lama dia mengambil sebuah kursi plastik kemudian mengarahkannya tepat di bawah AC. Aku masih berdiri di depan pintu kamar, kali ini Aku mulai bimbang, kalau bukan Chris, lalu siapa yang mengancamku?
Chris meraih sela-sela lubang AC menggunakan tangannya, lalu beberapa saat kemudian dari sana dia mendapatkan sebuah benda kecil berwarna hitam. Chris nampak terkejut dengan apa yang baru saja dia temukan, bisa terlihat dari ekspresi wajahnya. Perlahan dia kembali mendekatiku dan menunjukkan benda kecil itu, sebuah kamera pengawas portabel.
"Bukan Aku yang melakukan ini Mom, Aku tidak mungkin segila ini." Ujar Chris lirih.
Aku tidak serta merta mempercayai omongan bule ini karena semua alibi sudah mengarah kepadanya, hingga tiba-tiba ponselku berbunyi, pengancam itu kembali mengirimiku sebuah pesan singkat,
Ada kurir yang mengantarkan barang kepadamu, dia sudah menunggu di depan. Pakai benda yang Aku kirimkan kepadamu kalau tidak ingin videomu tersebar.
Aku terhenyak membaca pesan itu, jelas sekali orang yang mengirimiku pesan bukanlah Chris karena bule itu masih berdiri di hadapanku tanpa memegang ponsel. Dadaku kembali bergemuruh kencang, siapa sebenarnya orang ini? Kenapa dia bisa memasang kamera portable di dalam kamar Chris? Bagaimana pula dia bisa tau kalau sekarang ada kurir yang sedang menunggu di depan rumahku?
"Mom ? Are You Okey ?" Tanya Chris.
Tanpa menjawab Aku langsung bergegas pergi meninggalkan Chris di depan kamarnya. Benar saja di depan halaman rumahku sudah menunggu seorang kurir dari jasa ekspedisi sedang mengirimkan barang untukku. Sebuah bungkusan kotak hitam kecil tak begitu berat mungkin sekitar 500 gram, Aku melihat nama pengirim barang sebuah nama yang begitu asing dan nomor telpon yang sama dengan nomor si pengancam.
Aku terima barang itu lalu Aku bergegas menuju ke dalam kamar, masih dalam keadaan panik bercampur takut Aku pandangi bungkusan kotak itu. Apa gerangan yang ada di dalam kotak itu ? Ponselku kembali berbunyi, sebuah pesan lagi masuk dari nomor si pengancamku.
Cepat buka bungkusan itu.
Bagaimana cara dia tau jika Aku belum membuka bungkusan kotak yang dikirimnya untukku? Apa dia juga sudah memasang kamera pengintai di kamar pribadiku? Semakin panik, segera Aku mencari keberadaan benda mencurigakan di kamarku, hampir semua jengkal dan tempat di kamarku tak luput dari penglihatanku tapi hasilnya nihil, tidak ada satupun kamera yang Aku temukan. Cukup lama Aku mencari hingga kembali si pengancam mengirimkan pesan kepadaku.
Semakin cepat Kau buka bungkusan itu, maka semakin cepat urusan kita akan selesai
Sungguh begitu menyiksa ketika berada dalam ancaman seperti ini, apalagi tidak bisa melakukan sesuatu untuk sekedar melawan. Itulah yang Aku rasakan saat ini, ketidakberdayaan yang begitu memuakkan. Perlahan Aku mulai membuka bungkusan kotak itu, hingga akhirnya Aku melihat sebuah box kotak berwarna biru dengan tulisan "Best Lunatic Vibrator".
Aku buka box itu dan menemukan sebuah benda kecil terbuat dari silikon kenyal, warnanya pink, panjangnya mungkin sekitar 15 senti, bentuknya menyerupai kecebong. Di dalam box juda ada sebuah kabel hitam yang berfungsi sebagai alat charger. Aku mengamatinya lebih detail sebuah alat sex yang biasa digunakan oleh wanita dewasa, dan masih bertanya-tanya apa maksud si pengancam mengirimkan benda ini ?
Pakai itu saat Kau pergi dengan suamimu nanti. Ingat, jangan menolaknya kalau Kau ingin videomu tidak tersebar.
Begitu isi pesan si pengancam. Gila! Bagaimana mungkin Aku bisa melakukannya? Aku tidak akan menuruti perintah orang gila satu ini, biarlah Aku tanggung segala resikonya, persetan dengan video mesumku! Aku tidak mungkin hal bodoh yang mempermalukan diriku di muka umum, memakai vibrator saat pergi dengan suamiku apalagi.
Emosiku yang memuncak membuat reflek tanganku membuang vibrator itu jauh-jauh dari pandanganku. Sejenak Aku berdiam diri di dalam kamar, hingga bayangan Alaika, anak semata wayangku membayangiku. Bagaimana nanti nasib anakku kalau Mas Rasyid menceraikanku karena melihat perbuatan mesumku bersama pria lain?
Bagaimana pula nanti kalau si pengancam benar-benar menyebarkan videoku lewat internet? Sehancur apakah nanti jika hal itu akan terjadi? Semua pertanyaanku tadi lambat laun membuat rasa takut kembali menjalari tubuh, kembali ketidakberdayaan menguasai jiwaku.
2065Please respect copyright.PENANAu9F8KSUtIG
***
2065Please respect copyright.PENANAH2fRuDZjxK
Sesuai dengan janjinya semalam, Mas Rasyid mengajakku pergi untuk menjemput Alaika di rumah Nurul kemudian berlanjut menuju mall di tengah kota untuk menonton bioskop, sesuatu yang sudah jarang kami lakukan akhir-akhir ini. Momen ini harusnya membuatku bahagia, apalagi sikap Mas Rasyid tak sedingin biasanya, tapi apa yang Aku lakukan saat ini justru membuatku kikuk dan tak nyaman. Ada vibrator kecil yang bersarang di dalam rahimku. Sepanjang perjalanan Mas Rasyid mengamatiku, sepertinya dia menyadari ketidaknyamananku.
"Kamu kenapa Bund? Kok dari tadi kayak gelisah gitu." Tanya Mas Rasyid ketika mobil kami berjalan menuju mall.
"Nggak apa-apa kok Mas." Jawabku mencoba menutupi rasa geli dan sedikit ngilu di selangkanganku.
Beruntung sedari tadi Aku memangku Alaika, membuat Mas Rasyid tak menaruh curiga dengan apa yang sedang bersarang di liang senggamaku.
"Kalo sakit atau nggak enak badan lebih baik kita pulang aja Bund." Ujar suamiku.
"Jangan Mas, jarang-jarang kita bisa keluar bareng kayak gini." Cegahku.
Aku tidak ingin hanya gara-gara ulah iseng satu orang gila membuat mood suamiku berantakan. Sebisa mungkin Aku harus bisa menahan ujian ini.
Mobil Kami akhirnya memasuki area parkir di basement mall, ketika mobil berhenti dan Aku membuka pintu mobil untuk keluar tiba-tiba Aku merasakan getaran kecil di selangkanganku. Brengsek! orang gila itu bisa mengendalikan vibrator ini dari jauh, Aku kembali duduk, tapi ketika itu pula vibrator bergetar kembali kali ini getarannya lebih hebat dari sebelumnya.
"Acchh!" Desahku tak tertahan, keluar begitu saja tanpa bisa Aku cegah.
"Kenapa Bund?" Tanya Mas Rasyid bingung, otakku berpikir keras untuk menemukan jawaban yang tepat.
"Ini Mas ada semut merah." Kataku asal, Mas Rasyid mengrenyitkan dahinya seolah tak percaya dengan apa yang baru saja Aku katakan, buru-buru Aku mengalihkan perhatiannya.
"Ayo Mas kita masuk, keburu main nanti filmnya." Ucapku seraya keluar dari dalam mobil dan menggendong Alaika. Mas Rasyid akhirnya mengiyakan permintaanku dan langsung mengunci pintu mobil dan berjalan di sampingku.
Sekali lagi vibrator itu bergetar, kali ini getarannya sampai membuatku meringis karena sensasi geli dan gatal di selangkanganku. Bagaimana mungkin orang gila itu melakukan hal mesum seperti ini sat Aku ada di depan umum dan bersama anak serta suamiku? Apa mungkin dia juga berada di mall ini?
Aku terus berjalan sambil menyembunyikan rasa geli pada daerah sensitivku, untungnya Alaika tidak rewel saat aku gendong. Hingga akhirnya ketika Aku menaiki eskalator. vibrator itu kembali bergetar hebat, jauh lebih hebat dibanding sebelumnya. Aku tak bisa menahannya lagi, untung Mas Rasyid ada di belakangku hingga tidak bisa melihat expresi wajahku yang menahan getaran vibrator. Aku harus melepas alat ini, Aku tidak mungkin bisa menyembunyikannya dari Mas Rasyid apalagi kalau orang gila itu terus menerus membuatnya bergetar.
"Mas Aku ke kamar mandi dulu ya, sepertinya hari ini Aku haid. Nitip Alaika ya Mas, tunggu Aku di loket bioskop." Kataku seraya menyerahkan Alaika pada Mas Rasyid.
"Loh bukannya minggu kemarin Kamu udah bersih Bund ?" Tanya Mas Rasyid mencoba mengingat masa haidku.
Aku sudah tidak bisa berpikir jermih lagi untuk sekedar menjawab pertanyaan sederhana dari suamiku, apalagi vibrator yang terselip di dalam vaginaku terus menerus bergetar dengan kecepatan tinggi. Buru-buru Aku serahkan Alaika ke Mas Rasyid dan langsung bergegas menuju kamar mandi untuk melepaskan benda laknat di dalam vagina yang membuatku seperti menjadi wanita gila. Mas Rasyid hanya melongo melihatku ketika Aku langsung pergi tanpa meninggalkan sepatah katapun.
"Emmmcchhh!!!Eeemcchh!!!"
Lenguhku ketika sudah berada di dalam kamar mandi dan melepaskan celana jins yang aku kenakan, ujung vibrator berbentuk seperti ekor tikus nampak bergetar hebat dari luar.
"Acchhh!! Aaachh!!"
Tanpa sadar desahanku terdengar cukup keras, Aku sudah tidak mempedulikan apakah di luar ada orang yang mendengarnya. Ketika tanganku meraih ujung vibrator dan berniat menariknya keluar dari dalam vagina, tiba-tiba Aku merasakan sensasi itu, sensasi ketika orgasmeku akan segera tiba.
"Eeemchhhh!! Eeemchhhh!!!"
Aku menggigit bibirku sendiri, vibrator kecil itu bergetar semakin hebat hingga akhirnya orgasmeku terjadi. Nafasku tersenggal beberapa saat dengan nafas tak beraturan. Di saat itulah ponselku berdering menyadarkan diriku dari sisa-sisa birahi yang melanda tubuh. Nomor asing itu menelponku, Aku terhenyak beberapa saat sebelum akhirnya menerima panggilan itu.
"Bagaimana ? Puas kan dengan kenakalan hari ini ? Hehehehe." Kata seseorang pria di ujung telpon, suaranya terdengar asing oleh telingaku.
"Siapa Kamu?! Dasar pengecut!" Umpatku penuh emosi.
"Tenang Bu Jehan cantik, sebentar lagi Kita akan bertemu. Kita akan lihat siapa diantara kita yang sebenarnya seorang pengecut." Balasnya santai seolah tanpa dosa.
"Brengsek!" Umpatku sekali lagi sebelum telepon itu terputus begitu saja.
Besok siang akan ada tugas baru untukmu, Kau boleh menolaknya, tapi akan ada resiko besar yang akan Kau tanggung. Selamat malam istri orang :)
Orang gila itu kembali mengirimkan pesan singkat kepadaku, rasa marah dan takut bercampur menjadi satu, harus sampai kapan aku harus mengikuti permainannya ?
2065Please respect copyright.PENANA52JaDckFLo
BERSAMBUNG2065Please respect copyright.PENANAfyYXVM4aLd