Fazil Latif Saad Al-Kautsar139Please respect copyright.PENANApVdiSr83q4
Seorang pemuda berumur 25 tahun berparas tampan, berkulit putih, berhidung mancung, dan memiliki manik mata coklat yang indah. Seorang pemuda yang di gandrungi hampir seluruh kalangan wanita terutama di kalangan santri. Gus muda pewaris tunggal Pondok Pesantren Al Mukmin yang cukup besar dan sangat tersohor di daerah Jawa Timur.
Sang ayah yang bernama Emir Bara Al-Kautsar merupakan pimpinan Pondok Pesantren yang sering di panggil Abah oleh para santrinya. Pemimpin yang berwatak bijaksana, mengayomi, dan penuh wibawa. Sang Ibu bernama Ummah Aisha Hana Abdullah putri sulung dari Kyai Besar bernama Abrisam Abdullah, pimpinan pondok pesantren Nurul Huda di Jawa Tengah.
Gus Faz itu lah panggilan yang disematkan untuknya, seorang laki-laki dengan pribadi yang dingin, tegas, serta bijaksana. Untuk tersenyum pun hampir dibilang jarang sekali. Dibalik sikap dinginnya, ternyata Gus Faz begitu sangat menyayangi kedua orang tuanya dan bahkan tidak pernah membantah sedikitpun terhadap perintah orang tuanya.
Suatu hari, semua orang di pondok pesantren Al Mukmin tengah sibuk mengadakan persiapan yang begitu meriah untuk menyambut kedatangan sang pewaris pondok pesantren yang telah menyelesaikan Pendidikan S2 nya di Kairo. Dekorasi bernuansa abu-abu silver memenuhi sepanjang jalan dari gerbang utama pesantren sampai ke Ndalem. Tak berselang lama terlihatlah sebuah mobil Pajero Sport yang memasuki gerbang pesantren, salah seorang santri membukakan pintu penumpang. Musik sholawat terus di lantunkan mengiringi kedatangan sang Gus. Keluarlah seorang pria yang mengenakan celana hitam dan kemeja Panjang cream dengan lengan digulung yang menambah aura tingkat ketampanannya.
“masyaAllah Calon imamku datang”
“masyaAllah pangeran surgaku”
“Duh Gusti meleleh hati adekk banggg”
“Bunda mau dinikahi sama Gus Faz”
“Ya Allah Gus Faz ganteng banget”
“mau di halalin dong Gus Faz”
"aaa..gantengnya Gus Faz"
"spek pangeran surga ini mah"
"nikmat mana lagi yang kau dustakan, bisa melihat Gus sedekat ini"
Begitulah kira-kira suara-suara nyaring dari santriwati masih terdengar jelas di telinga sang pewaris pondok yang sangat mengagumi ketampanannya. Mereka terus saja memandang penuh damba terhadap Gus Faz tanpa berkedip.
“gadhul bashar!!”
“gadhul bashar!!”
“tundukkan pandangan kalian!”
Begitulah teriakan sang Ustadzah membelah lamunan para santriwati yang tengah sibuk memandangi sang Gus. Mereka semua dengan sigap menundukkan pandangan.
“afwan Ustadzah” ucap mereka bersamaan.
Tanpa memperdulikan para santriwati yang sibuk memujanya, Fazil terus melangkahkan kakinya menuju ke Ndalem. Disana telah berdiri dua orang paruh baya yang telah menunggu kedatangan sang putra dengan senyum merekah.
“assalamu’alaikum Ummah” ucap Fazil seraya mencium tangan sang Ibu dengan takzim.
“Wa’alaikumsalam, anakku. Akhirnya pulang juga kamu Le.” Jawab sang Ummah seraya memeluk dan mencium putra semata wayangnya. Tanpa sadar, sang ummah meneteskan air mata.
(Le merupakan panggilan untuk anak laki-laki, sama dengan panggilan Nak)
Fazil mengusap air mata sang ummah dengan ibu jarinya “ ummah, ummah tidak boleh menangis lagi. Faz sudah pulang sekarang, Faz akan temani ummah”
“iya Le, ummah hanya kangen aja sama kam. Setelah beberapa tahun akhirnya kamu menempuh Pendidikan, akhirnya selesai juga.” Ucap Ummah tersenyum
“ekhhmm. Seperti nya kalian melupakan sesuatu ya.” Ucap sang Abah berpura-pura merajuk. Keduanya pun menoleh
“astaghfirullah, Assalamu’alaikum Abah. Afwan abah.” Fazil medekat lalu mencium telapak tangan sang abah dengan takzim
Abah tersenyum “wa’alaikumsalam. Tidak apa-apa Le, selamat datang kembali dirumah. Semoga ilmu yang kamu dapat disana membawa berkah untukmu dan juga untuk pesantren kita ini.”
“Aamiin Faz minta doanya dari ummah dan abah.” Jawabnya
“pasti Le, kami sebagai orang tua akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu. Ayo masuk dalam, masak mau diluar terus.” Ucap ummah seraya menuntun sang putra untuk mauk ke dalam rumah.
Fazil berjalan memasuki rumah, sampai ruang tamu dia disambut ramah para abdi Ndalem.”assalamu’alaikum Gus, selamat datang kembali di pondok”
“wa’alaikumsalam. Terimakasih” jawabnya datar seraya mendudukkan tubuhnya di sofa berdampingan dengan Abah dan Ummah. Tak lama setelahnya beberapa mbak Ndalem datang membawakan minum dan camilan. “silahkan dinikmati minum dan camilannya Abah, Ummah, Gus.”
“terimakasih mbak.” Jawabnya diangguki oleh mbak Ndalem. Mbak ndalem pun pamit pergi kembali ke belakang.
“gimana Le perjalanannya lancar tho ?” sang Abah memulai pembicaraan
“alhamdulillah lancar bah, cuma tadi sempat delay sebentar pesawatnya.”
“kira-kira kamu kapan mau bawa calon kesini Le.” Tanya ummah membelai surai sang putra.
“calon apa to mah, Faz belum kepikiran sampai sana. Belum ada yang cocok. Belum tentu ada yang mau juga”
“masak ngga ada yang mau sama putra ummah yang ganteng ini. Faz kamu ingat Ning Fatimah ?
“Ning Fatimah?” Faz mencoba mengingat nama tersebut. “ Ning Fatimah siapa mah ?”
“itu loh putri kyai subhan dari pondok al mushlih. Temen kamu waktu di Tsanawiyah dulu. Orang nya cantik sopan lagi.” Jawab ummah dengan semangat
Faz memutar bola matanya malas “terus kenapa mah ? Jangan bilang ummah punya rencana perjodohan ?”
Ummah tersenyum “ya kalau Faz tidak keberatan. Kemaren Kyai Subhan datang kesini menanyakan kamu udah punya calon apa belum, beliau ingin menjodohkan Ning Fatimah dengan kamu Faz.”
Faz mengambil nafas dengan berat “ngapunten ummah, Faz belum ada pemikiran ke arah san amah. Faz mau fokus mengembangkan pesantren kita dulu ummah.”
“coba saling kenal dulu aja Faz siapa tahu cocok.”
“ngapunten ummah, abah Faz izin masuk kamar dulu mau istirahat.” Tanpa menunggu jawaban dari kedua orang tuanya, Faz melenggang pergi meninggalkan ruang tamu dan memasuki kamarnya.
“Faz.. Faz.. tunggu dulu”
Faz menoleh "ngapunten ummah. Faz hari ini benar-benar capek, Faz izin ingin beristirahat sebentar. Dan Faz juga tidak mau di jodohkan dengan Ning Fatimah. Faz tidak kenal dia ummah. Tolong hargai keputusan Faz ummah."
Faz melenggang pergi tanpa memperdulikan jawaban dari sang ibunda dengan pikiran berkecamuk di dalam hati. Ummah Hana pun termenung dengan respon sang putra, tak lama suara Abah memecah lamunan sang istri.
“sudahlah ummah jangan terlalu memaksa kalau anaknya tidak mau. Ummah juga, anak baru sampai malah ditanya yang aneh-aneh. Harusnya biarkan Faz istirahat sejenak” ucap Abah seraya berdiri meninggalkan sang istri.
Menghela nafas sejenak “Astaghfirullah, Ya Allah..” mengusap dadanya sambil menunduk.
Faz sejak tadi telah merebahkan diri di kamar yang telah lama dia tinggalkan. Lelah.. itu lah yang tengah dirasakan saat ini. Bukan lelah fisik, tapi lelah hati karena permintaan sang ibunda. Bingung memikirkan langkah apa yang harus diambil, tak terasa mata indah sang Gus pun mulai tertutup dan terlelap dalam tidur yang indah.
ns 15.158.2.213da2