“Syira, bolehkah aku bertanya satu hal kepadamu ?” tanya Faz yang memandang lurus kedepan
Dahi Syira berkerut, “apa yang ingin Anda tanyakan Gus? Kalau saya bisa menjawab InsyaAllah akan saya jawab”
“sebelumnya bolehkan jika kamu tidak perlu terlalu formal dengan ku ? tidak perlu memakai saya-anda syira. Cukup aku-kamu. Bisa?” ucap Faz berharap
Deg!
Jantung syira berdetak dengan kencang. Apa maksudnya ini? Tapi segera Syira menangkis segala spekulasi yang ada di dalam pikirannya.
“ah iya Gus, tapi bukankah itu tidak sopan? Anda putra pemilik pondok pesantren ini, jadi saya harus sopan kepada Anda”
Menghela nafas sejenak “bukankah putra pemilik pondok juga manusia Syira? Apa bedanya denganmu? Kita sama-sama makan nasi, kita juga sama-sama dilahirkan dari Rahim seorang Ibu. Lalu dimana letak perbedaannya ?” tanya Faz
“emmm…” syira berfikir sejenak. “baiklah gus” faz tersenyum tipis
“apa yang ingin Gus tanyakan ?”
“itu..”
“Syira..” suara panggilan Nada memutuskan perkataan Faz. Nada mendekati Syira, mata nya memicing melihat apa yang tampak di depan matanya.
“syira, aku pergi ke ndalem dulu” pamit Faz melangkah pergi. Ada saja penggangunya! Batin Faz
Sepeninggal Faz, syira mendapatkan tatapan tajam dari sahabatnya tersebut mencoba menelisik apa yang baru saja di lihatnya.
“hmmm, nada ada apa?”
“bentar sebelum itu aku mau tanya ke kamu. Kok kamu keliatan deket sama putra Abah? Kamu ada hubungan sama Gus Faz?”
“kamu itu ngomong apa sih Nad” reflek tangannya memukul lengan Nada “aku tidak ada hubungan apapun, tadi kami Cuma mengobrol biasa saja”
Dahi Nada berkerut, memajukan wajahnya ke wajah Syira “yakin??” Nada masih mencoba mencari kebenaran
“iya Nadaku sayang, udah ih tadi kamu mau ngomong apa ?” tanyanya mengalihkan pembicaraan
“itu tadi malik nanyain, usulan proker dari kamu jadi mau di laksanain ngga ?”
“oh yang meliput kegiatan santri ya ?”
Nada mengangguk
“iya jadi, Cuma aku belum minta ijin ke abah untuk proker ini”
“mau sekarang minta ijinnya ?”
“boleh hayuk”
Syira dan Nada berjalan beriringan menuju ke Ndalem bak pinang di belah dua. Yahh, saking sering nya mereka berdua Bersama, banyak yang mengira bahwa mereka kembar. Di setiap jalan mereka menyapa para santriwati dan ustadzah dengan senyum ramah. Banyak dari santriwati yang merasa iri akan keanggunan dan sopan santun yang dimiliki Syira.
“masyaAllah sudah cantik , tidak sombong lagi”
“iya, murah senyum.mana senyum nya manis banget. Kita aja yang perempuan bisa kagum, apalagi para santri putra ya”
Begitulah beberapa celotehan dari santriwati yang Syira temui, lirih tapi masih terdengar jelas di telinga nya. Syira hanya bisa menanggapinya dengan gelengan kepala yang pelan. menikmati setiap jalan menuju ke Ndalem, sesekali ia berhenti memegang lembut bunga-bunga yang sedang bermekaran di setiap sisi jalan. Yahh karena Ummah sang istri pemilik pondok pesantren penyuka bunga, maka beliau menata area santriwati dengan banyak tanaman hias serta bunga. Syira kagum dan sangat takjub karena penataan taman yang sangat indah.
“Syira ayokkk” teriak Nada
Syira nyengir “ hehehe iya Nada sebentar, ini bunga nya cantik – cantik. Jadi inget suasana di rumah”
Nada menghmpiri Syira dan menarik lengan nya agar segera beranjak dari tempat itu. “bunga – bunga itu tidak akan lari dari tempat nya Nada. Masih ada beberapa hari ke depan untuk mu bisa menikmatinya. Kita akan berada di sini selama 3 bulan.” Gerutu Nada
Syira mencubit pelan pipi Nada “iya iya udah ngga usah manyun manyun gitu sahabatku, nanti cantiknya ilang loh” Syira dan Nada pun tertawa Bersama – sama.
Tak lama berselang lama langkah kaki mereka telah memasuki area rumah Ndalem.
“kok sepi ya Nad? Apa Abah dan Ummah sedang pergi”
“iya ya sepi banget euy.”
Mereka celingukan karena di area Ndalem sepi. Para abdi Ndalem juga sedang berada di kelas untuk menimba ilmu. Tak lama mereka di kagetkan dengan suara bariton dari dalam rumah “sedang apa kalian”
Seketika mereka kompak menoleh ke belakang “emmm Gus, kami ingin mencari Abah” jawab Syira menunduk setelah mengetahui siapa yang berbicara
“Abah dan Ummah baru saja pergi ke kota sebelah karena mendapat undangan Kajian. Ada yang ingin di bicarakan ?”
“iya Gus Syira ingin menyampaikan rencana proker”
“boleh di sampaikan ke aku saja, abah sudah memberikan amanah menitipkan pesantren selama beliau kajian keluar kota.”
“Baik Gus”
Syira menceritakan perihal proker yang ingin digarapnya, yaitu ingin membentuk semacam ekstrakulikuler broadcasting yang tugasnya mengadakan liputan tentang kegiatan pondok pesantren, sehingga kegiatan-kegiatannya dapat diketahui masyarakat luas. Syira ingin mengubah pandangan masyarakat terhadap pesantren. Pondok tidak lagi menjadi momok yang sangat menakutkan , sehingga para orang tua tidak akan takut dan ragu lagi untuk menyekolahkan anak-anaknya di pondok. Pondok pesantren mencetak generasi santri yang tidak hanya pandai dalam agama dan berbahasa, tapi juga bisa berwirausaha dan pandai dalam hal teknologi.
“jadi Gus nanti Syira dan teman-teman magang akan mengajari beberapa santri kelas atas agar mereka bisa mengoperasikan komputer, mengedit video sampai mengupload nya ke media sosial, sehingga sepeninggal kami magang mereka sudah memiliki kemampuan tersebut. Dan kami butuh izin dari pimpinan pondok”
Faz terdiam terpaku mengagumi Syira. Ia salut karena jarang sekali ada perempuan di era modern ini yang memperdulikan keberadaan sebuah pondok pesantren. Mereka lebih memilih hidup bebas mengikuti alur zaman yang serba modern ini. Terlalu lama mengagumi perempuan yang bukan mahramnya, Faz segera menyadarkan diri. “Astaghfirullah, ya Allah ampuni hamba-Mu yang terlalu mengagumi ciptaanmu secara berlebihan. Ya Allah jika Engkau menakdirkanku dengan dirinya hamba mohon berikan kelancaran segala prosesnya.” Doa Faz dalam hatinya
Faz segera menetralkan ekspresi wajahnya. “aku sangat salut padamu Syira, jarang ada perempuan yang masih berfikir tentang keberadaan pesantren. Banyak dari mereka lebih mementingkan dirinya sendiri ketimbang kepentingan umat. Aku setuju dan mendukung penuh program ini Syira, sekalian nanti akan ku belikan komputer dan kamera untuk para santri belajar” jawabnya seraya tersenyum manis
Mendengar pujian yang di lontarkan Fazil Latif membuat wajah putih Syira bersemu merah. Lagi – lagi seorang Faz bisa memporak porandakan hati Syira. “ya Allah, senyumnya manis sekali. Ampuni hamba ya Allah, hamba terlalu memuja makhluk ciptaan-Mu. Tapi lagi lagi hamba tidak bisa menangkis perasaan ini. Ya allah jika Engkau menakdirkanku dengan dirinya hamba mohon berikan kelancaran segala prosesnya.” Doa Syira dalam hati.
“terimakasih Gus karena sudah mendukung program inui. Semoga segala nya berjalan dengan lancar dan sesuai dengan apa yang kita harapkan.”
“Aamiin” jawab mereka serempak
“huhhh apalah aku yang hanya menjadi batu kerikil” gerutu Nada
Beberapa saat kemudian …
ns 15.158.2.211da2