Perdiskusian itu cukup sengit. Aku sempat menolak Enomoto-san yang ingin barang tester dikirimkan ke tokonya, tapi itu tentu sangat merugikan pihak kami. Sesuai saran lainnya dari Kashiwagi-san, aku harus membuat klien itu membutuhkanku untuk memenangkan hati mereka.
Sempat aku putus asa, lelah dengan perdiskusian yang hampir tiada batasnya. Saat hendak mengakhiri percakapan, akhirnya Enomoto-san menyetujui untuk datang ke Kumoishi dalam waktu kurang lebih tiga hari ke depan. Namun Enomoto-san menambahkan bahwa lebih spesifiknya, beliau sendiri yang akan menelepon bila akan datang. Aku tentu nggak sabar menunggu hal itu!
Meskl belum mencapai kesepakatan, seenggaknya mendatangkan Enomoto-san yang bahkan seniorku serta Kashiwagi-san yang sempat menyerah padanya, adalah prestasi unik yang bisa kubanggakan.
***
Nggak kusangka meladeni Enomoto-san sendiri memakan waktu berjam – jam. Aku bahkan nggak sadar lampu – lampu kantor telah menyala, sedangkan langit yang tampak dari jendela kaca telah berganti malam diselimuti bintang – bintang.
“Woah! Nggak terasa sudah jam segini!?” Aku terkejut saat hendak mengcek layar ponselku yang menunjukkan pukul 19.30 malam. Mengetahui hal itu aku sempat ingat Kinji-san telah pulang lebih dulu karena ada urusan penting dengan Aemi-san.
(Tch! Betapa nyamannya Kinji-san? Punya support system yang bagus, bahkan mereka cocok! Uggh… kira – kira kapan diriku?)
Begitulah aku, Eijiro Munekata, 24 tahun, single, menyandarkan santai sejenak pada kursi putar sambil memandang langit malam. Ah, sambil ngelantur dan berhalusinasi sejenak. Mungkin… status single itu akan diperpanjang lebih lama lagi.
Saat sedang menikmati rehat sejenak, aku mendengar bunyi tombol keyboard. Semua rekan kerjaku telah pulang. Namun mendengar itu aku sadar bahwa aku nggak sendirian. Seketika aku mendongak dan mengintip asal bunyi itu.
(Mitsue Kashiwagi-san?)
Itu benar. Wanita itu tampak serius memandangi komputer. Sebenarnya itu nggak mengejutkan, tapi kalau dipikir – pikir… nggak ada jeda sama sekali selama aku bekerja di sini selama tiga bulan. Ia selalu pulang malam hari. Maksudku… apakah Kashiwagi-san adalah robot android?
Ups! bila itu bocor sampai ke telinganya, aku bisa mampus.
Dengan begitulah, aku bersiap beres – beres untuk lekas pulang. Inginnya sih acuh, tapi entah kenapa aku nggak bisa membiarkannya begitu saja.
“Anu…, Kashiwagi-san?
“Bisa anda tunggu sebentar…?” Kepalanya tampak bolak – balik memandang komputer dan sebuah kertas di depan mejanya. Sepertinya, Kashiwagi-san sedang fokus untuk beberapa saat.
Hingga 2 menit…
“Oh, maaf membuat anda menunggu. Selamat malam, hati – hati di jalan Munekata-san,”
Nah, memang benar aku berniat untuk pulang. Tapi aku mengajaknya berbicara bukan untuk itu sih.
“Anu…, anda belum pulang, Kashiwagi-san?”
“Seperti yang anda lihat…, masih ada sedikit yang belum selesai.” Kashiwagi-san masih disibukkan dengan pekerjaannya. Aku mengira – ngira apakah Kashiwagi-san sedang mengcek sesuatu? Kalau benar, ia sedang melakukan tugas yang sangat merepotkan dan melelahkan.
Situasi menjadi sangat canggung. Dari awal memang aku tak pernah punya pengalaman dengan wanita. Niatnya ingin segera keluar, tapi entah bagaimana hati, pikiran, dan kakiku nggak sinkron.
Seketika keyboard itu berhenti berbunyi, kibasan rambut peraknya sngat memikat ketika ia berpaling ke arahku.
“Hm? Anda masih punya urusan dengan saya?”
“E-enggak…, bukan i-itu… saya hanya-“
“Anda ingin mengajak saya makan malam? Maaf, tapi saya sedang sibuk,”
“Sudah saya duga sih…. Sa-saya… hanya berpikir apakah Kashiwagi-san ba-baik – baik sa…ja?” Ekspresi wajah dan make upnya sama sekali nggak luntur. Malahan, wajah manisnya itu membuatku grogi.
“Hahh….” ia menghela nafas seolah keberatan dengan kehadiranku ini.
Kashiwagi-san berusaha keras untuk menurunkan emosinya dan berbicara dengan nada halus dan penuh pengertian kepadaku.
“Munekata-san, bila anda punya waktu luang, sebaiknya dipakai untuk istirahat. Saya bukanlah tipikal yang senang mengobrol, apalagi dengan pekerjaan yang belum selesai?”
“Ta-tapi…,”
“Munekata-san…!” nadanya menjadi tegas. Ia tegas sekali menolakku.
Nah, seketika tubuhku tidak punya alasan untuk berdiam diri. Aku lebih baik tidak menganggu Kashiwagi-san.
Sebenarnya ini sudah yang ke tiga puluh kalinya ia menolakku. Nah, bukan soal romantis. Kashiwagi-san mungkin punya alasannya sendiri. Sungguh ironi, padahal aku sungguh berniat membantunya tanpa sepeser harapan apapun.
Fiuhhh… rasanya sedikit kecewa sih…. Tapi selalu ada hari esok. Mendiang kakekku pernah bilang, hari esok pastilah berbeda dari kemarin.
------------------------MEANWHILE------------------------
>>> Mitsue Kashiwagi (POV)
Baka baka baka baka baka baka Mitsue~!
Aku memang bodoh! Kesempatan emas selalu datang di hadapanku, namun aku selalu menepisnya dengan arogan. Padahal…
Padahal…
Aku sudah sangat menunggu momen itu!
Maksudku, mood booster terbaik adalah dekat dengan orang yang disukai, kan? Kalau nggak begitu, buat apa kerja malam – malam?
Baka baka baka baka baka baka baka Mitsue~!
Mitsue Kashiwagi, 27 tahun, penyendiri dan gagal punya teman. Mereka takut berteman denganku karena aku berasal dari keluarga Shinzou Corp. Nah, aku tidak menyebutnya besar karena rumahku hanya dua tingkat, tapi halamannya setengah dari lapangan sepak bola di Tokyo.
Nggak Cuma itu, para lelaki mendekatiku hanya karena aku kaya dan penampilanku saja! Enak saja! Mereka nggak akan mudah mendekatiku jika itu yang ada di pikiran mereka!
Dengan begitulah sebuah title JOMBLO ABADI muncul di kepalaku. Ditambah…
Itu yang sering diutarakan ibu kandungku sendiri saat umurku sudah menyentu angka produktif.
Maksudku…
“YA-TU-HAN! Lihatlah dirimu…. Kamu hanya membuang dirimu dalam pekerjaan!”
Kataku, “Yah mau bagaimana lagi, kan? Aku bekerja juga demi masa depan!”
“Masa depan? Lihatlah dirimu! Cowok nggak punya! Bahkan liburan kamu hanya menghabiskan pada hal nggak berguna!”
Nah, bagian itu memang sedikit nyelekit. Walaupun ada benarnya satu hal.
“Bersih – bersih adalah hal dasar bagi wanita karier menjadi idaman pria, benar?”
“Huh? Lebih baik bersihkan isi kepalamu dan carilah pasangan! Ibumu sudah ingin melihat cucu! Kamu tahu, kan? CUCU. C-U-CU!!!”
“Berisik, Okaa-san!”
Dengan begitulah secara sepihak ibukku sendiri mengatur Omiai (perjodohan acak). Bahkan ia telah berbicara pada pamanku dan memaksaku libur. Ibuku memang menakutkan.
Nah, meski pada akhirnya aku membuatnya sedih. Lagipula kebanyakan mereka hanya menyukai penampilanku saja! Aku mulai putus asa mencari pasangan hingga di umur 27 tahun ini.
Sampai pada saat itu…, paman yang menerima kandidat baru pekerja sales. Aku sedikit merasa aneh, padahal tim sales tidak sedang membutuhkan pekerja baru.
Dan yang tambah anehnya, ia ingin aku mengawasinya. Terlebih lagi, paman ingin aku yang mewawancarainya.
Aku mengiyakan saja tapi paman tidak memberiku alasan khusus selain ‘pria itu berpotensi’
Nah, sebenarnya aku agak paham soal itu. Beberapa dari tim sales kami agak kurang jujur. Dan kali ini, aku dan paman sedang menyelidiki permasalahan internal tim sales.
.
.
Kemudian saat wawancara tiba.
Eijiro Munekata, 24 tahun.
Penampilannya standar bahkan mungkin agak sedikit dibawah ekspektasi, mungkin? Ia hanya tampak canggung dan kurang percaya diri?
Sebenarnya, apakah kita membutuhkan calon pekerja seperti dirinya?
ns 15.158.61.46da2