“A-apa Kashiwagi-san sudah pulang, Goro-san?”
Goro-san adalah satpam yang bila di gedung masih ada pekerjanya, ia duduk di tempat resepsionis.
“Hm… saya nggak lihat beliau keluar lewat sini, sih?”
“Terima kasih!”
Aku langsung bergegas menuju lift. Di dalamnya kupencet tombol angka empat. Lift terbuka, aku langsung berbelok ke arah kiri dan berlari sampai ujung. Salah satu tanganku sambil memegangi kresek berisi beberapa makanan yang telah kubeli di konbini (toserba) yang terletak tiga blok menyamping dari kantor.
“K-kashiwagi-san!?” nadaku spontan menyentak.
(E-eh? Di-dia masih seperti biasa? Ternyata memang robot- Eh ehm. Ngomong – ngomong…, nadaku tadi terlalu keras, kan? A-apa Kashiwagi-san akan memenggalku hari ini?)
“Mu-munekata-san? A-ada apa? Anda ada sesuatu yang ke-ketinggalan?”
Kashiwagi-san juga terlihat kaget. Namun kecemasanku bukanlah imajinasi. Roman muka Kashiwagi-san terlihat pucat, bahkan saat ia menoleh ke arahku terlihat sedikit agak lemas.
Langkahku mendekatinya perlahan.
“Mu-munekata-san? A-ada apa?”
Seolah seperti di film horror, Kashiwagi-san adalah mangsa korbanku. Begitulah tampaknya situasi saat ini.
Kashiwagi-san merasa tegang. Ia bahkan rela melepaskan urusan komputer dan tugas membludaknya hanya demi memandangku yang penuh seribu pertanyaan baginya.
Aku langsung menaruh kresekku cukup keras di atas meja yang spontan membuatnya kaget melompat takut. Kini roman mukanya menjadi amat ketakutan karena aku sama sekali nggak memasang ekspresi.
“Mu-mu-munekata-san?! He-hey!!”
(Hm… jadi Yamashita-san ada benarnya?)
Lekas kilat aku senyam – senyum bego sambil menggaruk rambutku seolah tidak ada hal lagi yang bisa kulakukan.
“A-anu…, saya membeli beberapa makanan, hehehe…”
Badan Kashiwagi-san tampak lemas dan seketika ambruk lemas bersandar pada kursi kantornya. Kulitnya yang tampak mengencang karena tegang, kini mulai kembali merenggang. Matanya pun sudah mengecil karena prasangka pikirannya tidak sampai kejadian. Tidak ada yang horror.
“La-lain kali, a-anda nggak boleh bikin saya takut, Munekata-san! Fiuhhhhh….,”
“Ehehehe maaf…”
Kashiwagi-san mengambil isi kresek satu per satu. Seperti biasa, matanya selalu tajam saat mengcek makanan yang kubeli, terutama di bagian nilai gizi.
Tiba – tiba, seolah naik darah…
“Sa-saya nggak mungkin makan sebanyak ini, loh!” nadanya memprotes, namun suara perutnya terdengar olehku.
Kedua pipinya memerah.
“Ahahaha…, nggak masalah Kashiwagi-san. Anda boleh makan semua atau sebagian…,”
“Ng-nggak semua, dong!” Namun matanya terlihat sepeti anak kucing saat melihat Onigiri ikan tuna dan plum yang harganya paling mahal di antara yang kubeli tadi. Lagipula, orang macam mana yang menolak Onigiri ikan tuna dan plum, huh?
“Anu…, anda nggak alergi plum atau tuna, kan?”
“O-o-oh…, ng-nggak, kok! Sa-saya hampir nggak punya alergi sama makanan apapun!”
(Aku heran kenapa ia yang grogi?)
“Ka-kalau begitu, anda pasti bisa ngehabisin semuanya, kan?” ungkapku dengan semangat.
“Su-sudah kubilang, NGGAK SEMUANYAA!!!” Kashiwagi-san menolak dengan malu dan wajahnya yang penuh merah.
***
Setelah itu, aku kaget bahwa Kashiwagi-san tidak lebih jauh mengomel atau protes lain = lain. Ia hanya tenang dan langsung memakan satu – per satu yang kubawakan. Bahkan, ia telah mengisi ramennya dengan air panas yang diambil dari dispenser terdekat. Sambil menunggu ramen itu, Kashiwagi-san melahap onigiri ikan tuna dan plum yang kubelikan tanpa ragu.
“Kamu nggak mau, Munekata-san?”
“Ah, saya sudah kenyang dengan soba tadi…,”
Kami menjadi cukup dekat dan akrab. Melihat Kashiwagi-san makan entah kenapa membuat hatiku lega. Pipinya yang kembang kempis seperti gadis kecil kelaparan. Timbul minat untuk mengelus kepalanya itu walau tentu aku tidak berani…,
Tiga dari lima onigiri itu telah habis.
“Ke-kenapa kamu melihatku seperti itu?” Kashiwagi-san wajahnya mulai memerah lagi matanya tak berani memandangku.
“Eh? A-apa saya menganggu?”
“E-enggak sih. Ta-tapi a-aku nggak suka kalau dilihatin…,”
(Nah, masuk akal sih. Ngeliatin orang makan apalagi wanita, jelas nggak sopan. Aku harusnya sadar itu lebih awal! Lagipula akrab sedikit, bukan berarti aku boleh bertingkah semauku melewati batas antara bawahan dan atasan, sih!)
“Ma-maafkan saya, maafkan saya, maafkan saya!”
“Ka-kamu nggak perlu begitu…,”
Aku hilir mudik ke meja – meja rekan kerjaku, kemudian berakhir pada jendela kaca besar yang mempunyai pemandangan langit dan pernak – pernik Kota Edogawa. Sungguh menenangkan.
Sementara itu…
Kashiwagi-san telah mengakhiri urusan perutnya. Roman mukanya terlihat lebih segar dan semangat. Hanya tersisa matcha milk, yang Kashiwagi-san bilang padaku bahwa minuman itu cocoknya diminum saat siang hari. Aku membantunya membereskan sampah baik sampah kantor maupun bungkus makanan yang kuberikan padanya.
“Yossh!!! Sekarang sampai jam 12 malam pun bukanlah nggak mungkin!” Matanya berkilauan bintang dengan senyuman terbakar semangat. “Terima kasih padamu, Munekata-san!!” Suaranya yang pertama kali kudengar seperti suara anak SD yang dibelikan mainan baru.
“Ehhhh~ anda harus segera istirahat loh!”
“Aku mengerti, aku mengerti, hanya tinggal sedikit, kok~”
Perangainya yang santai dan ramah itu cukup imut. Tawaku membuatnya terkejut sedikit.
Lantas…, kedua mata kami saling berpapasan sesaat. Pandangannya agak datar seolah ingin melihat niatku dalam – dalam.
“H-hey, Munekata-san…,”
“Ya, Kashiwagi-san?”
(Eh? Ada apa ini? Kok agak canggung ya?)
“Kenapa… kamu selalu baik kepadaku?” Kini suaranya terdengar agak dingin. Ia seolah mengatakan apa yang ia maksudkan.
“Ehhh!? A-anu…, apa saya menganggu?
Ia menghela nafas. Kashiwagi-san spontan berdiri lalu mengangkat telunjuknya menunjuk tepat di dadaku.
“Itu yang membuatku bingung, Munekata-san! Kenapa kamu selalu berpikiran kalau saya terganggu? Kenapa kamu selalu banyak minta maaf?”
(Huh? Bukannya dia selalu memarahiku selama ini? Maksudku, bila seorang marah kukira lebih cepat selesai bila langsung meminta maaf, kan?)
“Ah…, kalau itu…,”
Kini tatapannya kembali seperti pemburu. Tatapan dingin itulah yang selalu kutafsirkan sebagai marah. Aku bahkan nggak mampu menatap balik.
Tiba – tiba…, Kashiwagi-san menurunkan tunjukkan jarinya itu, lalu kembali menjadi mode ramah.
“Baiklah, baiklah…. Aku nggak mau kamu salah paham padaku terlalu jauh. Tapi melihat ekspresimu aku mulai mengerti,” ucapnya.
“Kamu… mungkin mendengar pembicaraan tadi siang. Itu benar, aku putri dari Shinzou Corp,”
(Nah… mendengar dari orangnya langsung memang sangat berbeda!)
Kashiwagi-san mengatakan bahwa ia bertindak dingin dan kurang bersosial adalah karena Kashiwagi-san tidak ingin dimanfaatkan orang lain. Ia mengaku bahwa pada awalnya jarang yang mendekatinya atau mengajaknya berbicara karena tergolong anak yang sangat kaya di jepang.
Namun seiring berjalannya waktu, Kashiwagi-san mulai punya banyak teman. Selain kaya, ia juga sangat berbakat. Membuat orang – orang didekatnya iri dan hendak melakukan hal – hal buruk. Tetapi, hal – hal buruk itu seperti parasit. Sehingga Kashiwagi-san nggak mengerti kalau teman – teman didekatnya memanfaatkan dirinya untuk hal yang tidak baik.
Sampai pada titik banyak laki – laki yang mendekatinya, entah hanya bermain – main, karena ia kaya dan bisa dimanfaatkan, atau sampai pernah memfitnah dirinya hingga Kashiwagi-san pindah sekolah pada kelas satu SMA.
“Ka-kashiwagi-san…”
Aku menyadari bahwa kedua mata Kashiwagi-san mulai berkunang – kunang dan meneteskan embunnya walau sedikit.
“Ye-yeah, karena itu aku nggak mau terlalu akrab dengan orang lain,” tambahnya sambil menghela nafas cukup dalam. “Dan sekarang…, ibuku mengharapkan cucu. Cobaan apa lagi co-“
Mendengar itu aku spontan merangkulnya tanpa berpikir panjang. Aku memeluknya erat seakan berpikir bahwa itu akan menutupi lubang di hatinya. Seolah itu kakak perempuan atau pacarku sendiri. Aku mulai berpikir ternyata ada hal yang jauh lebih buruk daripada dianggap keberadaannya nggak ada. Dikhianati dan dimanfaatkan tentu hal yang nggak bisa kuterima.
Namun…
Sesaat aku nggak sadar bahwa yang telah kulakukan saat ini barangkali menjadi penyebab utamanya byebye pekerjaan. Welcome pengangguran!
(EEHHHHH~ Apa yang kulakukan?! Aku pasti mati besok!)
***
ns 15.158.61.8da2