“HGNGNGNGHHH!”
Punggung Astrie melengkung. Kaku membusur seperti tercambuk oleh sesuatu yang keras. Orgasme telah menyerang tubuhnya. Jilatan-jilatan kasar lidah Ustadz Hanan yang berpermukaan kesat sukses menimbulkan ledakan klimaks. Lubang kencing Astrie semburkan cairan cinta. Tentu, segera diteguk habis oleh Ustadz Hanan.
“Subhanallah, kamu benar-benar binal!” Desis Ustadz Hanan menyeringai tajam.
“AAAACHHH!!! AACCHHHHH!”
Astrie masih bergelut atasi respon kenikmatan syahwatnya saat Ustadz Hanan bangkit dan bersiap melakukan penetrasi. Pria berbadan jangkung itu mengangkang gagah di depan wajah Astrie, perlihatkan batang kejantanan, kekar, berurat, dan berona kemerahan.
Ustadz Hanan menempelkan kelaminnya pada wajah Astrie lalu mengusap-usapkannya, mengetuk-ngetuknya lembut pada pipi istriku. Seakan, ingin memamerkan pada Astrie ‘benda’ apa yang akan memenuhi liang senggamanya nanti. Astrie hanya memejam lembut, menerima sentuhan-sentuhan batang kelamin itu pada wajahnya dengan mimik pasrah. Aku yakin mereka berdua sudah terlalu sering melakukan ini.
Ustadz Hanan kemudian posisikan tubuhnya kembali menindih istriku. Ia tempelkan ujung besar organ keintimannya, membelai celah pintu vagina Astrie. Pelahan-lahan, daging kekar kelamin sang Ustadz bejat berwarna kemerahan itu menerobos masuk. Menguak celah mungil kehormatan Astrie yang seharusnya hanya untukku seorang.
“Ggggrrrrrrrhhhh!!!Geraman Ustadz Hanan berhembus keras begitu ia mendorongkan badan. Perlihatkan kejangan otot saat ia menyatukan diri dengan tubuh langsat Astrie yang menggeliat manja. Seketika, liang mungil kemaluan Rara terkuak. Pelan namun pasti dari tempatku berdiri aku bisa melihat bagaimana penis Ustadz Hanan bergerak makin masuk, menelusup liang senggama istriku hingga tertelan semuanya.
“Allahuakbar!!!” Pekik Astrie seraya mencengkram lengan Ustadz Hanan.
Istriku mendesah-desah pelan, seiring gerakan tubuh Ustadz Hanan yang bergerak naik turun. Sama sekali tak ada ekspresi sakit atau kengiluan di paras anggunnya. Birahi nampaknya telah bertahta di sana, mungkin saja Astrie telah lupa jika dirinya adalah istriku.
Ustadz Hanan berdengus panjang kala ia merasa batang kejantannya terlalu besar. Ia terjepit. Terhimpit oleh dinding-dinding rongga kewanitaan Astrie yang sempit. Hati-hati, sang Ustadz bejat bergerak. Mengawini Astrie Rara dengan gerak lembut dan perhitungan. Kontras, dengan naluri binatang buasnya.
“Ouucchhh! Iyah Ustadz! Tekan lebih dalam lagi!” Pinta Astrie.
“Eeemmcchhh..Suka?” Tanya Ustadz Hanan di tengah genjotan tubuhnya.
“Suka Ustadz! Enak banget! Aaachh!”
“Lebih enak mana dibanding kontol suamimu?” Brengsek! Bisa-bisanya Ustadz bejat itu membandingkan penisku dengan miliknya.
“E-Enak kontol Ustadz! Aaachhh!” Darahku makin berdesir, jawaban dari Astrie seoolah menampar harga diriku sebagai seorang pria.
Ustadz Hanan kombinasikan tusuk sodok lambatnya dengan putaran kecil. Seperti baut, ini lebih memudahkan dirinya untuk lakukan pergesekan kelamin. Dilihatnya istriku menggeleng-geleng kepala secara liar. Badannya terguncang kejang. Ada guyuran air hangat tersembar-sembur di bawah sana. Entah sudah berapa kali lonte munafik itu menggapai kepuasan? Ustadz Hanan menjulurkan lidah. Teteskan liur. 6947Please respect copyright.PENANAotg6uDayqM
Sungguh teramat nikmatnya capitan otot vagina Astrie yang ketat, membuat Ustadz bejat itu, tak tahan lagi. Akhirnya setelah beberapa saat, benih-benih Ustadz Hanan berhamburan keluar diirngi desah panjang. Terdesak mengalir keluar dari lubang keintiman Astrie karena memang sudah tiada lagi ruang di sana. Ustadz Hanan buru-buru mencabut batang raksasa penakluknya dari kewanitaan istriku. Melolong digdaya penuh kemenangan akhiri prosesi itu.
6947Please respect copyright.PENANA71MIg2p1vi
***
6947Please respect copyright.PENANAcHO6nzB1M5
Kupacu mobilku dengan kecepatan tinggi, beberapa kali terdengar bunyi klakson nyaring dari pengendara lainnya seolah menegur cara mengemudiku yang ugal-ugalan. Perasaan marah, benci, dan hancur karena telah dihianati berkumpul dalam rongga dadaku. Kepalaku terasa begitu panas mengulang memori penglihatanku beberapa saat lalu. Astrie ternyata selama ini telah tidur dengan pria lain.
BRENGSEK!
Aku harus membalas dendam pada wanita murahan itu! Awalnya aku ingin segera menunjukkan rekaman video cabul Astrie pada kedua orang tuanya. Ini adalah bukti jika anak yang selalu dibanggakan oleh mereka selama ini karena kealimannya ternyata tak lebih baik dibanding seorang pelacur. Aku bisa langsung mengajukan talak cerai, namun di tengah perjalanan aku mengurungakn niatku.
Entah kenapa melihat istriku disetubuhi oleh pria lain nyatanya memberikan sensasi tersendiri pada diriku. Benar aku cemburu dan marah menyaksikan ada penis lain yang menyesaki liang vagina istriku, tapi ada sisi birahi juga yang tiba-tiba merayapi isi pikiranku. Aku bergairah melihat Astrie menjadi binal dan sesat seperti tadi.
Beberapa saat lalu aku langsung menghubungi Jenie agar menungguku di apartemennya. Aku harus melampiaskan dulu birahiku agar pikiranku tenang memikirkan cara balas dendam terbaik pada Astrie dan Ustadz Hanan. Aku tidak boleh gegabah mengambil keputusan, apalagi di saat emosi seperti ini.
Setelah menempuh perjalanan hampir setengah jam, mobilku akhirnya sampai di pelataran parkir apartemen mewah di pusat kota. Jenie baru 2 bulan terakhir pindah ke sini, Akulah orang yang menyewakan tempat baru untuknya setelah sebelumnya janda muda itu tinggal di sebuah rumah kos sederhana yang letaknya cukup jauh dari kantor. Dengan memberinya fasilitas apartemen tentu makin mudah bagiku melampiaskan hasrat pada wanita berparas cantik itu.
“Tumben kesini pagi-pagi Pak?” Tanya Jenie saat membuka pintu apartemennya. Janda muda itu sudah mengenakan pakaian kerja. Kemeja putih lengan panjang dipadu rok mini sebatas paha yang menampilkan lekuk indah tubuhnya.
“A-Aku….”
“Bapak kenapa?”
Mendadak mataku berkabut, seharusnya aku mendatangi Jenie untuk bercinta dan melampiaskan hasratku. Namun bayangan pengkhianatan Astrie benar-benar melukai hatiku. Aku tanpa sadar meneteskan air mata dan langsung memeluk Jenie yang kebingungan.
“Pak Doni kenapa? Ayo kita masuk dulu.”
Jenie membawaku masuk ke dalam apartemennya. Setelah menutup pintu, sekretaris pribadiku itu tergesa mengambil gelas dan menuangkan air putih untukku yang terduduk lesu di sofa ruang tamu.
“Silahkan diminum dulu Pak, biar tenang.” Ujar Jenie seraya menyerahkan segelas air padaku. Aku menerimanya dengan tangan sedikit bergetar.
“Terima kasih.” Kataku sebelum kemudian menenggak air putih sampai habis.
Kuseka airmataku, sungguh inilah kali pertama dalam hidup aku menangis, bahkan dulu saat mendiang Ayahku meninggal tak satu titik pun airmata yang jatuh membasahi pipiku. Apa yang dilakukan oleh Astrie dan Ustadz Hanan benar-benar telah melukai hatiku hingga membuatku nampak lemah seperti ini. Jenie memilih duduk di sampingku, wanita cantik itu menatapku dengan iba.
“Sebenarnya ada apa Pak? Ada masalah di rumah?” Tanya Jenie dengan suara pelan.
“Istriku telah tidur dengan laki-laki lain.”
“Hah? Bu Astrie selingkuh?” Suara Jenie meninggi, tanda ketidakpercayaan. Aku lalu merogoh kantong celanaku untuk mengambil ponsel. Kubuka galeri kemudian menunjukkan rekaman video mesum Astrie pada Jenie.
“Gila! Bu Astrie bisa sebinal ini??? Ini Pak Doni sendiri yang ngrekam?” Cerocos Jenie memberondongku dengan pertanyaan.
Aku hanya mengangguk lemah sembari menghela nafas panjang. Mataku menerawang menatap langit-langit apartemen, pikiranku melayang entah kemana, kosong dan tanpa arti.
“Lalu sekarang apa yang akan Pak Doni lakukan?” Tanya Jenie sekali lagi, diletakkannya ponselku di atas meja. Kini fokus perhatiannya tercurah padaku.
“Aku benar-benar sakit hati! Mereka berdua harus menerima pembalasan setimpal!” Kataku geram.
“Bapak mau balas dendam?”
“Ya! Aku nggak terima dikhianati seperti ini! Bahkan mereka melakukannya di rumahku! Bajingan!” Tubuhku sampai bergetar mengingat wajah binal Astrie yang sedang dihujani tusukan penis Ustadz Hanan.
“Sabar Pak…” Kata Jenie sembari mengelus pahaku.
“Bapak jangan mengambil keputusan gegabah dalam situasi seperti ini. Pak Doni sekarang lagi emosi dan tidak stabil.” Kata Jenie lagi. Kutatap wajahnya yang cantik, apa yang dikatakannya bukankah sempat terlintas di kepalaku tadi?
“Ya, sepertinya begitu. Aku minta maaf ya kalau jadi seperti ini. Aku juga nggak ngerti kenapa aku jadi kayak gini.”
“Nggak apa-apa kok Pak, santai aja. Pokoknya kalau Pak Doni punya masalah seberat apapun dan butuh teman cerita, Jenie selalu siap jadi pendengar yang baik. Bapak harus inget kalo nggak sendirian, ada Jenie.” Senyumnya merekah, cantik sekali, setidaknya itu bisa mengalihkankanku dari ingatan buruk tentang Astrie.
“Terima kasih ya…” Kataku lirih. Jenie tersenyum sebelum kemudian bibirnya mengecup bibirku dengan lembut. Kurasakan jemarinya berpindah ke selangkanganku, meremasi penisku yang masih berada di dalam celana.
“Bapak hanya perlu rileks, biar sekarang Jenie bikin Bapak seneng.” Katanya dengan tatapan penuh arti.
Jenie lincah mempreteli ikat pinggangku, menyusul kemudian kancing celanaku hingga akhirnya membuat seluruh bagian bawah tubuhku tebuka begitu saja tanpa penghalang. Jenie kemudian membelai penisku memakai sisi luar jari telunjuk kirinya, mulai dari kepala penis sampai pangkal dia jamah. Penisku berkedut-kedut bereaksi terhadap belaiannya. Nafasku mulai memburu menikmati aktifitas jemarinya memainkan penisku. Sekitar penis dan buah zakarku ditumbuhi rambut.
Tidak terlalu lebat, karena aku rajin merawat rambut kemaluanku. Kalau dibanding Ustadz Hilman, pensiku jauh lebih panjang dan besar, tapi entah kenapa istriku justru lebih menikmati bercinta dengan Ustadz bejat itu? Kupaksa pikiranku untuk tak mengingat kejadian itu lagi, aku fokus menikmati kenakalan Jenie.
Jenie berpindah tempat, janda muda itu bersimpuh di bawah sofa, memposisikan dirinya di antara kedua kakiku yang sudah terbuka lebar siap menerima pelayanan darinya. Perlahan tangan kanannya mulai mengocok pelan penisku. Rasanya benar-benar nikmat, kepalaku menengadah, meresapi sentuhan jemari lentik Jenie pada batang kemaluanku.
“Aaachhhhhh…” Lenguhku.
Jenie lalu mendekatkan kepalanya ke penisku. Dijulurkan lidahnya ke lubang kencingku. Lidahnya bermain di sana sambil tangan kanannya tetap mengocok penisku. Dari lubang penisku cairan precum sudah terlihat pertanda birahiku sudah meninggi, lalu tanpa rasa jijik sedikitpun Jenie menyapu cairan itu dengan lidahnya. Perlahan Jenie mulai menjilati kepala penisku, disapunya seluruh area kepala penisku yang mulai merah merekah.
“Aaachh! Jenieee…” Kembali aku mendesah sambil menyaksikan Jenie melakukan tugasnya.
Setelah puas bermain dengan kepala penisku, lidahnya mulai menjilati area bawah batang penisku. Dijilatinya dari pangkal penis bagian bawah sampai kepala penis bawah, terus berulang bagaikan menjilati es krim kesukaannya, sambil tangan kanannya memainkan buah zakarku.
Mulutnya kemudian berpindah ke buah zakarku, disapunya seluruh kulit pembungkus buah zakarku yang sudah mengkerut kencang dengan lidah. Belum sempat aku aku bereaksi, Jenie sudah mengulum dan menghisap salah satu buah zakarku, membuatku mendesah makin kencang.
“Ooocchh! Fuck!! Jenie!”
Tak sampai di situ, Jenie mulai menjilati ruang antara kantung buah zakar dengan lubang anusku. Lalu memainkan lidahnya menjilati lubang pembuanganku. Serangan ini sukses membuatku kelejotan sambil memekik pelan.
“Aaahh! Gila! Pinter banget kamu!” Jenie hanya tersenyum nakal kepadaku. Wanita cantik itu melanjutkan serangannya sambil tangan kanannya tetap mengocok batang penisku.
Jenie memposisikan kembali mulutnya di kepala penisku. Sembari menggenggam batang penisku, mulutnya bergerak ke bawah hingga kepala penisku masuk ke dalam. Lidahnya bermain kembali di lubang penisku, lalu dalam satu waktu dia masukkan seluruh batang penisku hingga mentok ke pangkal tenggorokannya, membuatnya nyaris tersedak.
“AARGHHT! AARGHHTT!”
Dengan posisi seperti itu, air liurnya pun keluar dari mulutnya tanpa bisa dibendung. Jenie mulai mengocok penisku dengan mulutnya. Kepalanya bergerak naik turun mengatur ritme kocokan, penisku terasa makin membesar di dalam mulutnya. Jenie menghisap dengan ganas, sesekali dia mainkan lidahnya sambil tetap membenamkan penisku di dalam mulutnya.
“Ooocchh! Gila! Kamu belajar darimana? Aaachh!” Kataku sambil mendesah tak karuan. Jenie pun membalas dengan tatapan nakal sambil mencubit bagian dalam paha kananku.
“Udah stop! Aku nggak mau crot duluan.” Kataku sambil sedikit menarik kepalanya untuk melepaskan penisku dari mulutnya. Jenie terkekeh seperti merasa senang bisa membuatku kelejotan.
Jenie bangkit, menyingkap roknya ke atas dan melepaskan celana dalam yang sudah basah oleh cairan kenikmatan dari vagina. Jenie melempar celana dalamnya ke wajahku, aku pun terkejut melihat aksi nakal sekretaris pribadiku itu. Tanpa peringatan, Jenie langsung naik ke atas pangkuanku, bibirnya ganas melumat bibirku. Kami pun saling berpagutan ganas. Lidah kami bermain bebas di rongga mulut bergantian.
Penisku yang telah mengeras sempurna dan bibir vaginanya pun saling bersentuhan. Saling bergesekan liar mengikuti irama goyangan tubuh masing-masing. Tangan kananku bergerak meremasi payudaranya yang masih terbungkus kemeja, sementara tangan kiriku memeluk punggungnya.
Tak lama tangan kanannya melesat ke bawah mencari batang kenikmatan yang sudah berdiri tegak menantang. Tangan kananku pun tak mau ketinggalan, aku mulai memainkan klitorisnya dengan jari tengahku sambil sesekali menusuk ke dalam bibir vaginanya membuat gairah Jenie semakin liar. Kutusuk berulang-ulang dengan jariku, vaginanya terasa semakin basah oleh cairan kenikmatan.
Jenie yang mulai tak sabar menuntun penisku menuju bibir vaginanya yang sudah terbuka akibat tusukkan jariku. Terasa hangat saat kepala penisku menempel di bibir vaginanya. Perlahan-lahan dia masukkan penisku ke lubang senggamanya. Namun mendadak dia berhenti saat baru sebagian penisku melesak ke dalam.
“Sakit ya?” Tanyaku
“Nggak Pak, lemes aja ini penuh banget.” Jawab Jenie dengan nafas terengah-engah.
Jenie mengatur nafasnya sebelum menerima hujaman penuh penisku. Dengan menggunakan gaya berat tubuhnya, dia mendorong penisku masuk sepenuhnya ke dalam liang senggamanya.
“Aach!!” Pekik Jenie keras saat ujung penisku berhasil melesak dalam.
Kami pun diam sejenak untuk menunggu vaginanya terbiasa oleh penisku. Aku manfaatkan untuk kembali menciumi bibir sensualnya dengan nafsu tinggi, sambil tangan kananku mengelus-elus punggungnya. Tubuhnya meliuk-liuk menikmati sentuhan erotisku.
Perlahan-lahan aku menggoyangkan pinggulku, membuat gesekan-gesekan kecil antara batang penisku dengan dinding senggamanya, alhasil cairan vaginanya pun kembali keluar. Makin lama goyangan dan ayunanku semakin keras dan jauh. Jenie mengimbangi dengan goyangan pinggulnya mengikuti irama goyanganku, aku tau janda muda ini sudah sangat birahi.
Jenie goyangkan pinggulnya ke depan dan ke belakang sambil sesekali mengayun ke atas lalu ke bawah mengikuti irama gerakanku yang makin memuncak. Kedua tanganku mulai meremas-remas kedua payudaranya, kubuka tiga kancing teratas baju seragam putihnya.
“Aaachhhhh! Paakkk! Enak bangeet!” Lenguhnya manja.
Tak sabar, kuraih punggungnya dengan tanganku untuk mendapat pengait bra. Karena tubuh Jenie terus bergerak agak kesusahan juga melepas bra nya. Namun setelah beberapa saat aku berhasil melepaskannya. Putingnya yang mengeras jadi sasaran utam mulutku. Kuhisapi sementara satu putingnya lagi kupiln dengan jariku. Aku layakya bayi yang haus, haus akan sex tentunya.
“Ooooh! Ooohh! Yess!! Terus Pak!” Teriak Jenie keenakan.
Serangan atas bawah ini praktis membuat desahannya semakin keras. Mendengar desahannya yang semakin menjadi, Kedua tanganku pun mulai berada di bongkahan pantatnya, membantunya menggoyangkan vagina di atas penisku. Semangat menggebu-gebu untuk merasakan nikmat ini menghabiskan energi Jenie dan membuatnya lemas tak berdaya. Jenie menghentikan goyanganya dan kepalanya tertunduk lemas di bahuku.
“Capek Pak..”
“Ya udah gantian. Doggy aja yuk. Tapi jangan dilepas ya?” Kataku mengambil inisiatif.
“Iya Pak.”
Aku langsung agak mundur sedikit, memberikan jenie ruang untuk memutar badan ke posisi reverse cowboy dengan penisku masih menancap di vaginanya. Sungguh sensasi yang luar biasa pada saat melakukan gerakan itu karena saat memutar, Jenie kehilangan tumpuan di lututnya sehingga dia langsung menduduki pangkal pahaku otomatis membuat penisku menusuk semakin dalam mendesak mulut rahimnya.
“Oouuuchhhhhh….”
Setelah dalam posisi reverse cowboy, perlahan Jenie membungkukkan badan untuk menuju posisi doggy, diikuti gerakanku yang menyesuaikan. Jenie bertumpu pada kedua lengannya dan kedua lututnya, posisi pantatnya lebih tinggi dari kepalanya. Perlahan aku mengatur posisi dengan bertumpu pada lutut kiri dan kaki kanan kutekuk.
Aku mulai mengayunkan penisku perlahan ke dalam vaginanya. Gerakanku semakin lama semakin cepat. Cairan vagina Jenie semakin banyak keluar. Gesekkan dinding vaginamya dengan batas batang penisku yang berurat membuat desahan Jenie semakin menjadi.
“Aaachh! Fuck! Fuck! Fuck Me!”
Bunyi pangkal pahaku beradu dengan pantatnya semakin kencang terdengar. Tangan kiriku meremas-remas payudaranya yang mengayun mengikuti goyangan yang ditimbulkan tusukan-tusukan penisku.
Jenie menoleh ke belakang saat aku menggelitik di sekitar lubang anusnya. Kumainkan jempol kananku mengusap-usap area lubang anusnya. Perlahan tapi pasti, usapan-usapan itu berubah menjadi tusukan-tusukan kecil di luar lubang anus. Jenie berteriak kencang saat jempolku melesak masuk di liang pembuangannya setelah kutekan dengan kuat.
“AAARRGGHHHTTT!!! SAAAKITTT!”
Aku kembali mempercepat irama goyanganku, diiringi permainan tangan kiriku di putingnya, tak lupa satu ruas jempol kananku masih berada di dalam anusnya. Mendapat serangan bertubi-tubi seperti itu, pertahanan Jenie akhirnya kandas sudah. Jenie mendesah semakin kencang dan sampailah dia di kenikmatan puncak dunia.
“ARRGHHTTT! I’M CUMING! I’M CUMING!!!”
Tubuh Jenie lemas, sudah tidak kuat lagi bertumpu pada kedua lengannya, kepalanya tertunduk di atas sofa seolah tulang-tulangnya lumpuh. Melihat hal itu, aku bukannya berhenti malah membuat goyanganku semakin cepat. Penisku berkedut beberapa kali, tanda jika ejakulasiku akan segera datang.
“Aaachh!! Pelan Pak! Pelan!” Lenguh Jenie tanpa daya, tubuhnya menghentak cepat mengikuti irama sodokan penisku.
“Aku mau keluar! Aku mau keluar!” teriakku sedikit histeris.
Benar saja, tidak lama kemudian semprotan spermaku menghujam di dalam rahimnya. Semprotan cairan hangat itu terasa sekitar lima sampai enam kali semprotan didahului dengan kedutan di batang penisku. Aku mengejang mengejang dan mengerang kenikmatan, sampai-sampai membuat remasan tangan kiriku sangat kencang di payudaranya.
“Aaawww! Saakitttt Pak…”
“HAAAH! HAAAAH! Oh, sorry…sorry…”
Tubuhku lemas lalu ambruk di punggung Jenie. Kemudian aku menciumnya dan memainkan lidah di mulutnya. Jenie membalas ciumanku dengan hangat. Tubuhnya tengkurap di atas sofa, masih tertiindih olehku, bahkan batang penisku masih bersemayam di liang senggamanya.
Kubelai lembut rambutnya yang basah akibat keringat, sambil sesekali bibirku menciumi leher dan punggungnya. Kurasakan penisku melemas perlahan-lahan di dalam vaginanya. Aku sangat menikmati momen seperti ini. Momen seperti inilah yang membuat diriku sangat spesial, momen dimana kurasakan kasih sayang sesungguhnya, merasakan diperlakukan seperti lelaki sejati.
“Pak, aku jadi inget sesuatu.” Kata Jenie dalam dekapanku.
“Apa…?” Balasku sedikit malas, pengaruh ejakulasi nyata-nyata membuat energiku terkuras habis.
“Bapak inget Pak Johan? Orang yang dulu jadi manager keuangan di perusahaan kita.”
“Hmmm…Orang yang gemuk dan botak itu?” Tanyaku memastikan.
“Iya bener Pak!” Sahut Jenie antusias.
“Kenapa emangnya?”
“Bapak harus ketemu dia kalau masih ingin balas dendam ke Bu Astrie.” Aku mengrenyitkan dahi, mencoba menerka maksud pembicaraan Jenie.
6947Please respect copyright.PENANAFkafQCiPh7
BERSAMBUNG
Cerita "ISTRI SOLEHOT" sudah tersedia dalam format PDF FULL VERSION dan bisa kalian dapatkan DISINI
6947Please respect copyright.PENANApTa4dqmDvK
6947Please respect copyright.PENANA5igez78mC9
6947Please respect copyright.PENANAHvAG8s2QlN
6947Please respect copyright.PENANA6G2gGEWnjT
6947Please respect copyright.PENANAgPrCVZpIMH