Sabtu malam, hari yang aku tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Kemarin aku kembali menghubungi Johan dan membulatkan tekadku untuk mengikuti pesta yang diadakan di villanya. Dengan senang hati dia menyiapkan satu tempat untukku.
“Don, aku mau ijin ingin menjadikan Astrie sebagai bintang tamu utama di acara pestaku nanti.” Kata Johan kemarin saat aku menghubunginya lewat sambungan telepon.
“Bintang tamu utama? Maksudnya gimana ya?” Tanyaku penasaran.
“Begini, di pestaku selalu ada tema-tema tertentu. Setiap minggu pasti berganti tema, tentu tujuannya adalah enterteint agar tamu-tamuku nggak bosan.” Aku menyimak penjelasan Johan dengan serius.
“Nah kali ini, tema pestaku adalah BLASPHEMY, aku pikir jika Astrie jadi bintang tamu utama akan banyak yang suka. Bayangkan, seorang wanita cantik dan selalu menutup auratnya ternyata juga memiliki hasrat seksualitas tinggi! Itu akan jadi sajian istimewa buat tamu-tamuku.” Lanjut Johan. Aku terdiam beberapa saat, mencoba menimbang permintaan pria tua itu.
“Tenang Don, akan ada fee lumayan untukmu kalau mengijinkan Astrie jadi bintang tamu utama. Dua ratus juta rupiah, itu adalah penawaranku untuk menjadikan Astrie sebagai bintang tamu utama. Bagaimana?”
“Aku bukan mucikari, dan aku datang ke pestamu bukan untuk mendapatkan uang!” Jujur aku sedikit tersinggung dengan ucapan Johan barusan. Pria tua itu sama sekali tak bisa memberikan empati padaku atas pengkhianatan Astrie.
“Oh maaf kalau menyinggungmu Don, aku nggak bermaksud seperti itu. Ini hanya sebagai bentuk apresiasiku saja padamu, jadi jangan dianggap berlebihan. Lagipula, tamu-tamu yang datang ke pestaku bukan orang sembarangan Don, mereka juga nggak datang dengan gratis.”
“Oke deh, kamu atur aja.” Kataku sedikit kesal.
“Hahahahaha! Siap bos! Pokoknya aku janjikan sebuah kesenangan yang selama ini hanya jadi fantasimu saja Don!” Sahut Johan sebelum menutup sambungan telepon.
1179Please respect copyright.PENANAFiEaTfA4Jd
***
1179Please respect copyright.PENANARFLWWOh3AH
Pukul 9 malam aku dan Astrie sudah berada di halaman villa milik Johan. Sebuah bangunan besar nan mewah berada di selatan kota yang terkenal dengan cuaca dinginnya. Villa ini berada jauh dari pemukiman penduduk, kanan kirinya berbatasan langsung dengan perkebunan teh yang terhampar luas. Kata Johan, beberapa diantara perkebunan ini adalah miliknya, pria tua itu rupanya cukup pintar menginvestasikan kekayaannya dalam bentuk properti dan tanah.
Malam ini Astrie memakai kaftan panjang warna cream dipadu hijab cerah berukuran lebar. Wajahnya terlihat sangat cantik dengan sapuan make-up tipis. Badannya tetap terlihat menawan meskipun ditutupi oleh pakaian tertutup. Deretan mobil mewah keluaran terbaru langsung tersaji di hadapanku saat pertama kali menginjakkan kaki di tempat parkir. Seorang pria berdandan perlente dengan setelan jas rapi yang bertugas menyambut tamu mempersilahkan kami masuk ke ruang tengah.
Kami harus berjalan sekitar dua puluh meter dari tempat parkir hingga sampai di bangunan utama villa yang bercat dominan putih itu. Udara dingin malam khas daerah pegunungan langsung menyergap tubuhku, Astrie mengamit lenganku erat-erat sepertinya udara dingin juga sedang menyergap tubuhnya. Di depan pintu villa yang berukuran berdiri dua orang pria lain, dari potongan rambut cepak serta postur tegap mereka, aku menduga jika keduanya adalah petugas keamanan. Salah satu pria tersebut berdiri sembari membawa sebuah tab.
“Selamat malam, atas nama siapa Pak?” Tanyanya dengan nada tegas namun tetap terdengar ramah.
“Doni Hermansyah.” Jawabku singkat.
Pria itu kemudian melihat layar tab, matanya seolah sedang mencari namaku di dalam daftar list tamu. Dari tempatku berdiri aku sudah bisa mendengar suara hentakan musik dari dalam ruangan, aku sudah bisa membayangkan betapa meriahnya pesta yang diadakan oleh Johan. Tak lama kemudian si petugas keamanan menatapku dengan senyum ramah.
“Oke, selamat datang Pak Doni, silahkan masuk.” Ujarnya setelah menemukan namaku.
Begitu pintu terbuka dentuman house musik langsung menampar telingaku. Suasana hingar bingar tersaji di depan mataku. Beberapa orang terlihat asyik bergoyang di bagian tengah ruangan, sementara yang lain menikmati minuman mereka di meja bar. Astrie makin erat mengapit lenganku, apalagi banyak tamu undangan yang langsung menyasar ke arah istriku karena penampilannya berbeda. Datang ke acara sex party dengan mengenakan kaftan panjang lengkap dengan hijab tentu akan jadi pusat perhatian dan sepertinya Astrie tak nyaman dengan hal tersebut.
“Tempat apa ini Mas?” Tanya Astrie.
“Aku juga baru pertama kali datang kesini. Udah nggak apa-apa masuk aja.” Jawabku santai sambil terus menggandeng tangan Astrie menuju salah satu sofa di dekat ruangan bar.
“Kamu yakin kita datang ke tempat yang benar Mas?” Tanya Astrie sekali lagi.
“Iya, bener ini tempatnya kok. Tenang aja, nggak usah takut, ada aku di sini.” Kataku mencoba menenangkan istriku.
Setelah duduk di sofa, mataku menyasar ke seluruh penjuru ruangan, mencoba menemukan keberadaan Johan. Beberapa kali aku bisa menemui orang-orang terkenal yang ikut menghadiri pesta ini, mulai dari selebgram, artis, bahkan sampai politisi yang sering muncul di televisi. Benar kata Johan jika tamu undangannya bukanlah dari kalangan biasa, mereka adalah orang-orang yang punya nama di kehidupan sosial.
Di bagian tengah ruangan sudah tersaji booth kecil layaknya panggung untuk DJ player memainkan perangkatnya. Di bagian atasnya juga telah terpasang keylight pijar seperti di tempat hiburan malam. Beberapa tamu undangan bergoyang menikmati hentakan irama musik mengerumini booth DJ. Rupanya Johan telah menyulap ruang utama di villa mewahnya menyerupai diskotek kelas atas.
“Mas, apa nggak lebih baik kita pulang aja?” Kata Astrie yang duduk di sampingku.
“Pulang? Jangan dulu dong, baru juga nyampek.”
“Iya, tapi aku nggak nyaman ada di sini.” Raut wajah Astrie berubah menjadi khawatir apalagi beberapa kali banyak pria yang menatapnya dengan tatapan mesum. Aku bukannya tak menyadari itu, tapi inilah yang aku tunggu, sensasinya ternyata bikin jantungku berdebar kencang.
“Setengah jam lagi ya, aku perlu ketemu Johan dulu.” Astrie seperti tak punya pilihan lain untuk tetap berada di sini bersamaku.
“Wah! Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga! Gimana perjalanan ke sini? Lancar?” Aku menoleh ke belakang saat merasakan bahuku ditepuk oleh seseorang. Johan sudah berdiri dengan senyum mengembang seraya menyalamiku.
“Lancar kok, cuma agak macet sebentar tadi. Maklum weekend.” Sahutku. Johan melangkah mendekati Astrie, dengan ramah pria tua itu menyalami istriku. Johan mengenakan setelan jas mewah, rambutnya yang sudah tipis tersisir rapi, penampilannya menunjukkan strata sosiallnya saat ini. Mahal dan berkelas.
“Halo Astrie, masih inget aku kan?”
“Masih Pak, satu tahun lalu kita pernah bertemu di acara gathering kantor.” Jawab istriku.
“Tolong jangan panggil Pak ya, aku berasa tua nanti, hahahahahaha!” Celetuk Johan sembari tertawa.
“Oh, i-iya, maaf.” Sahut Astrie sedikit canggung.
“Sebentar lagi acara utama akan dimulai, lebih baik kalian minum dulu biar rileks. Okey?” Tawar Johan sembari memanggil salah satu pelayan yang stand bay di dekat bar.
“Tenang Astrie, untukmu aku sudah menyiapkan minuman khusus. Non alkohol pastinya, seribu persen halal! Hahahahaha!” Lanjut Johan. Seorang pelayan pria mendekat, Johan membisiki sesuatu pada prlayan tersebut sebelum kemudian kembali ke meja bar.
“Oh ya Don, kita bisa ngobrol sebentar? Itu loh tentang bisnis kita yang kemarin.” Johan mengedipkan mata padaku seolah tengah memberi kode.
“Ok siap! Dek tunggu di sini sebentar ya.” Astrie memandangku penuh keraguan seolah tak mau jika aku meninggalkannya.
“Aku pinjem suamimu sebentar ya, nggak lama kok.” Sahut Johan. Astrie tampaknya canggung menahanku karena kehadiran Johan.
“Iya Mas, jangan lama-lama.”
“Tenang aja, nggak sampai lima menit. Hehehehe.” Cerocos Johan sebelum pria tua itu berdiri dari sofa dan melangkah menuju meja bar. Aku mengikutinya dari belakang.
Meja bar dengan sofa tempat duduk kami tadi saling berhadapan, jaraknya mungkin tak lebih dari dua puluh meter. Dari tempatku duduk sekarang, aku masih bisa mengamati gerak gerik Astrie yang terlihat makin tak nyaman. Belum sampai lima menit aku pergi, sudah ada satu pria yang mendekati istriku. Astrie memberi tatapan tak nyaman pada pria itu, entah apa yang sedang dikatakan oleh pria tersebut namun beberapa saat kemudian dia beranjak pergi meninggalkan Astrie. Sepertinya istriku telah menghalaunya pergi.
“Don, aku ada kejutan untukmu.” Kata Johan mengalihkan pandanganku dari sofa yang diduduki oleh Astrie.
“Kejutan apa?” Tanyaku.
“Salah satu tamuku hari ini mungkin akan sedikit mengejutkanmu.” Aku mengrenyitkan dahi, menerka kalimat lanjutan pria tua di hadapanku ini.
“Siapa?” Tanyaku sekali lagi.
“Ustadz Hanan, lihat, di sudah ada di sana.”
Johan mengarahkan pandangannya ke sofa kami tadi dan betapa terkejutnya aku saat melihat di sana sosok Ustadz Hanan sudah duduk berdampingan dengan Astrie. Istriku masih seperti tadi, canggung serta kikuk, terlebih ketika mata kami saling bertatapan. Seolah ada ketakutan atau kekhawatiran di matanya.
“Ustadz Hanan adalah salah satu tamu spesialku. Dia jugalah yang mengusulkan tema blasphemy untuk pesta malam ini. Aku sama sekali tak tau masalah rumah tanggamu dengan Astrie sebelum Jenie menceritakan semuanya beberapa hari lalu. Rencana pesta ini juga sudah kusiapkan jauh hari sebelum kamu datang menemuiku.”
Aku terdiam, mataku masih menyasar sosok Ustadz bejat yang kini sedang ngobrol santai dengan istriku. Darahku mendidih, terlebih saat mengingat apa yang pernah dilakukan Ustadz Hanan bersama Astrie.
“Jadi, sebelum semuanya terlanjur jadi jauh, sekali lagi aku tawarkan padamu Don, kamu masih mau lanjut atau stop sampai di sini?” Tanya Johan, kali ini aku memandang wajah pria tua itu.
“Nggak ada masalah kalau kamu mau stop, silahkan pulang dan anggap saja kamu tidak pernah hadir di sini. Aku juga bisa menyiapkan wanita lain pengganti Astrie sebagai bintang tamu utama pesta.” Lanjut Johan. Aku masih terdiam, jujur saja aku masih bimbang dan gamang, apakah mentalku akan benar-benar kuat menyaksikan Astrie kembali bermesraan dengan Ustadz Hanan nantinya?
“Aku hanya nggak ingin urusan rumah tanggamu bikin pestaku berantakan, aku sudah bilang ini bukan pesta biasa, yang hadir pun bukan orang-orang biasa. Kamu bisa lihat sendiri kan?”
“Oke, aku mau lanjut!” Kataku tegas, aku sudah tak mempedulikan kegamangan hatiku tentang apa yang akan terjadi nanti pada Astrie.
“Baiklah kalau kamu sudah mengambil keputusan. Inget Don, setelah ini aku tidak akan memperingatkanmu lagi.” Johan hendak beranjak dari tempat duduknya tapi buru-buru aku menahan lengannya.
“Tunggu dulu, setelah ini apa yang akan terjadi pada Astrie?” Tanyaku.
“Seperti permintaanmu, malam ini dia akan jadi budak seks.” Ujar Johan sambil tersenyum tipis, pria tua itu menepuk-nepuk pundakku sebelum kemudian berlalu pergi dari meja bar.
Benarkah keputusan yang kuambil malam ini? Menyerahkan tubuh Astrie sebagai budak seks demi memenuhi nafsu balas dendamku pada istriku sendiri? Kembali kuarahakan pandangan ke sofa, Astrie dan Ustadz Hanan sudah terlibat obrolan hangat, sesekali mereka berdua tertawa, bahkan tanpa rasa malu Astrie memukul-mukul manja pundak Ustadz bejat itu, segala kecanggungan di wajah Astrie mendadak telah sirna begitu saja. Sang Ustadz bejat memandangiku, menganggukkan kepalanya dengan ramah, senyumnya mengembang seolah berhasil membodohiku.
1179Please respect copyright.PENANA969NYDiTzh
BERSAMBUNG
ns 15.158.61.16da2