‘ehmm... ustazah. Saya tahu saya tak sepantasnya menanyakan ini. Tapiii... fajar itu, kenapa ya?’ tanya bu suraya ketika kami sedang makan siang bersama. Kepalaku terangkat dari mie goreng yang aku makan, sadar akan jawaban sebenarnya dari pertanyaan itu tidak boleh dia ketahui.
‘saya bukannya tak mau memberi tahu bu, tapi… justru nanti malah membuka aib dia nanti ..’ dan juga aibku, aku menambahkannya dalam kepalaku. Tentu saja, aku pasti tidak ada di dalam buku teks manapun kaidah seorang konselor sepatutnya mengurut batang muridnya, terlebih lagi aku ini seorang ustazah! Pikirku.
Bu suraya mengangguk. ‘yasudah... kalau begitu... ustazah baik-baik saja kan handle kasus dia?’ tanya bu suraya. ‘sejauh ini... masih baik... alhamdulillah’ kataku, bu suraya mengangguk.
‘baguslah kalau begitu...’
Pertemuan dengan fajar hari dan tugasku di ruang konseling masih tiga hari lagi, petunjuk konseling pun mengatakan harus ada jangka waktu antara sesi konseling. Namun setelah kelas pendidikan islam, sekali lagi fajar datang menemuiku.
‘ustazah... saya mau bicara sedikit boleh?’ tanyanya. Aku mengangguk ‘bicaralah’
‘saya mau bertemu dengan ustazah setelah sekolah boleh?’ aku mengangguk. ‘tapi masalah apa ya?’ tanyaku. Separuh diriku berharap tentang ketagihannya itu terhadapa video mesum, separuh diriku yang lain berharap masalah pelajaran.
‘ehmm... tentang itu...’ katanya. Aku tahu betul tentang apa. ‘baiklah... tapi hari ini ustazah ada di ruangan guru pendidikan islam... kamu datang kesana saja ya!’
Fajar mengangguk sebelum berpikir apa-apa, ruang guru pendidikan islam terletak bersebelahan dengan mushola sekolah, dan seperti ruang guru utama, ruangan tersebut memiliki beberapa meja di dalam satu ruangan yang agak besar, dan seharusnya, kami harus mengadakan rapat, ketua pendidikan islam pun sudah ada dimejanya bersama kami guru lainnya.
‘maksudnya... kita tak bisa melakukan itu?’ tanya fajar. Apakah memang itu niat awalnya? Maukah aku menolongnya lagi?
‘ehhm.. haah.. jadi hari ini agar kita bisa fokus...’ aku senyum sebelum berjalan meninggalkan fajar yang sedikit kecewa dengan jawabanku.
Aku dan ustazah huda sedang mengobrol mengenai topik yang akan dimasukkan ke dalam ujian akhir semester nanti, tahun ini giliran ustazah huda yang menyediakan soalnya. Maka dari itu dia perlu tahu progres setiap kelas sudah sampai bab yang mana, supaya tidak ada topik yang dimasukkan dimana belum diajarkan ke muridnya.
Tiba-tiba hpnya berdering.
‘sebentar ya ustazah...’ aku mengangguk. Ustazah huda berbicara dengan seseorang di sambungan telponya. Oleh karena itu aku hanya mendengar beberapa halyang mereka bicarakan, aku tidak membuat kesimpilan, tidak lama ustazah huda memutuskan panggilan.
‘alamak... suami saya tidak bisa menjemput anak saya dari sekolah hari in... bisa kita sambung nanti? Saya ini kalau sudah pulang tak akan datang lagi...’ katanya dengan wajah kesal.
‘tak apa apa ustazah... pergilah... kalau mau mengobrol lewat watsap juga bisa nanti...’ kataku
Masih dengan rasa yang bersalah, ustazah mulai berkemas, lalu tasnya dia angkat.
‘saya pergi duluan ya? Assalamualaikum...’ dia memberisalam. Aku menjawab salam sambil sedikit melambai sebelum kembali melangkah ke mejaku.
Ruang guru pendidikan islam itu semakin sepi, aku angkat kepala dari meja dan melihat sekeliling. Jam menunjukkan pukul 2 siang. Ustazah huda sudah pulang dan tidak ada lagi yang datang hari ini.
Ustaz azmi libur.
Ustazah syahwani mengajar nasyid di ruang musik hingga ashar.
Kemudian ustazah hawa menghadiri undangan ceramah sekolah lain.
Jadi tinggal aku sendirian?
Ketika aku sedang sibuk memeriksa pekerjaan rumah muridku, terdengar suara pintu yang diketuk, aku menolak badanku untuk bangun lalu membuka pintu, fajar. Aku terlalu sibuk menyelesaikan pekerjaanku dan hampir lupa fajar akan datang.
‘masuk saja...’ kataku, fajar perlahan membuka sepatu putihnya sebelum melangkahkan kaki masuk ke dalam ruang guru pendidikan islam. Aku menutup pintu dan entah kenapa seakan ada yang membimbing tanganku agar mengunci pintu.
Aku mengajak fajar ke mejaku, aku duduk di kursiku sedangkan fajar duduk di kursi ustazah hawa, meja sebelahku yang dia tarik sedikit mendekat.
‘jadi... kamu mau bicara apa?’ aku bertanya sambil sibuk memeriksa pekerjaan rumah muridku.
‘ehm... kan hari itu ustazah... menolong saya’ wajahku memerah teringat kejadian tempo hari lalu aku mengangguk ‘ehmmm kenapa....?’
‘saya... saya tak mungkin lupa... ustazah... maukah ustazah menolong lagi?’ dia bertanya dengan nada ketakutan. Mungkin karena sugesti ruangan kami berada sekarang, ruang khusus guru agama. Mungkin juga dia takut aku marah, karena dia mulai meminta ini itu.
‘fajar... huh... saya rasa saya tak bisa... kalau... kalau kamu mau melakukannya sendiri, lakukan saja!... tapi saya tak bisa menolong... kamu ingatkan apa yang terjadi pada kerudung panjang saya hari itu...’ kataku.
‘iya sa... saya ingat ustazah... oleh karena itu...’ fajar mengeluarkan satu tas kerta yang dia bawa tadi, aku tidak penasaran apa yang ada di dalamnya.
‘saya bawa ini untuk ustazah... sebagai ganti...’ katanya, aku perlahan membuka nbungkusan plastik itu kemudian aku lihat isinya. Kerudung? Lalu dari gayanya terlihat seperti kerudung yang biasa aku pakai.
‘ehm.. fajar... saya tak meminta kamu membawakan ganti...’ kataku mulai serba salah.
‘tak apa apa ustazah, saya ikhlas...’ jawabnya. Aku menggigit bibir bawahku, terasa serba salah, mungkin aku patut melakukannya walaupun disini? Untuk membalas budinya, untuk membuang rasa bersalah ini.
‘hemm... kalu begitu... saya... saya kan menolong kamu..’ kataku, perlahan aku mengarahkan tanganku ke bawah kerudung panjangku itu.
‘eh ustazah... jangan pakai kerudung ustazah... say... saya rasa bersalah kalau buat kotor kerudung suci ustazah... nanti kotor’ katanya.
‘hem... kalau begitu... saya tak bisa menyentuh kamu.. kataku.
Fajar perlahan membawa keluar satu lagi plastik sedikit panjang, lalu diberikan kepadaku.
‘ini sarung tangan muslima, ustazah..?’ tanyaku. Aku jarang memakai sarung tangan ini, karena biasanya sarung tangan ini dipakai oleh muslimah yang bekerja dengan potensi bersentuhan dengan tangan laki-laki lain, atau mereka yang bercadar dan mau melengkapi gambaran muslimah mereka.
Fajar mengangguk.
‘karena harganya murah... nanti bisa dibuang saja... tak perlu ustazah mencucinya...’ aku menggigit bibir bawah, perlaha aku membuka plastiknya, lalu disaat bersamaan fajar membuka celana seragamnnya, nafasku mulai menjadi berat.
Sarung tangan yang sedikit tipis itu aku sarungkan ke kedua tanganku, keduanya sudah siap, aku melihat ke arah mata fajar yang sudah bersiap dari tadi. Batangnya sudah mendongak ke atas dan terlihat keras, aku menggigit bibir bawahku lagi sebelum perlahan tanganku yang berbalut sarung tangan muslimah hitam itu menggenggam batang fajar.
‘ehmmmppph... ustazah...’ fajar mendesah lembut, aku mengurut batangnya semakin cepat, lalu aku putar putarkan tanganku seperti hari sebelumnya, aku dapat merasakan batang muridku yang tebal dan hangat di dalam tanganku, lalu tak lama, air mazinya mulai meleleh keluar.
(kalau tidak salah air mazi dan air mani itu beda ya)
‘uhmm. Fajar... kamu... kamu membayangkan ustazah melakukan apa ketika kamu teringat ustazah...?’ tanyaku sambil terus mengurut.
‘sa... saya... membayangkan... ustazah sedang coli di depan saya... ahh..’ erangannya penuh nafsu, lalu aku kembali menggigit bibir bawah lagi sambil terus mengurut.
‘tapi... ustazah tak pernah col... onani..’ kataku, entah mengapa perkataan onani itu masih terlalu mesum untukku, walaupun aku sendiri yang sedang melakukan hal tersebut ke muridku sekarang.
Batangnya berdenyut semakin kuat di dalam genggaman tanganku, lutut kami semakin hampir bertemu, fajar menyandarkan tubuhnya ke kursi lalu aku tertunduk sedikit.
‘uhmmmp... ustazahharus mencobanya.. ahhh’ saran fajar, aku tidak menjawab, hanya melanjutkan urutanku ke batangnya itu.
Aku teringat apa yang terjadi minggu lalu.
‘fajar... mau... kalau sudah mau keluar kasih tau ustazah ya’ fajar mengangguk setuju, aku terus mengurut dan mengurut batang fajar yang keras dan berdenyut itu, kelihatan air mazinya mulai meleleh dari lubang di kepala batangnya, aku sengaja menggunakan ibu jariku bermain dengan air mazinya beberapa saat sambil aku terus mengurut dari dasar ke kepala.
‘ahhhh ustazah.... ummmmhp... nikmat sekali genggaman tangan ustazah... ahhhh....’ fajar mengerang keenakan, aku menggigit bibir bawah karena sedikit malu mendapat pujian dari fajar, namun ada juga perasaan bangga.
‘ummmphh... kalau ustazah tak memakai saung tangan... ummph... pasti akan lebih nikmat lagi...’ pancing fajar, aku tersenyum sedikit.
‘mana bisa, fajar...umppph’ kataku, fajar hanya tersenyum sedikit kecewa, karena dia tahu aku mau melakukan hal ini pun sudah terlalu jauh.
‘ummmmph... ustazah... ahhh... saya rasa saya sudah mau crott... ummmmph’ fajar mengerang keenakan, kali ini aku sudah siap sedia, aku mengambil tanganku yang satu lagi untuk memayungi wajahku dari semprotan yang akan keluar dari kepala batang itu, aku mengurut dengan lebih cepat sambil menggigit bibir bawah, menantikan lompatan mani yang jarang aku lihat.
‘ahhhh... ustazah.... ustazah....’ fajar mengerang keenakan dan aku dapat merasakan batangnya berdenyut kuat sekali di dalam genggaman tanganku, sebelum kepala batangnya mulai memuntahkan mani ke telapak tanganku yang terbalut sarung tangan muslimah.
‘ahhh.... fajar... banyak sekali...’ kataku, aku terus mengurut dan mengurut sampai semua mani di dalamnya keluar semua. Mendorong setiap tetesan air mani, dan aku biarkan air maninya meleleh di ke tanganku. Setelah air maninya berhenti menembak, dan hanya meleleh, aku tarik tanganku yang memayungi tadi sambil tangan satu lagi masih terus mengurut, aku lihat telapak tanganku kini dipenuhi air mani pekat dan lengket fajar.
‘ummmmph... ustazah... ahhh...’ erang fajar keenakan sambil aku terus mengurut batangnya. Setelah aku memastika air maninya berhenti keluar, aku mulai mengelap air maninya yang melelej itu dengan jariku yang masih bersih, membersihkan batangna itu.
Fajar menggigit bibir bawah, melihat ustazahnya mengelap ngelap air maninya yang meleleh itu, aku gigit bibir bawahku perlahan sambil aku menarik tubuhku ke belakang arah mejaku, tanganku yang kini penuh dengan air mani fajar itu aku lihat, entah mengapa jariku bermain main sebentar, mataku menikmati bentuk air mani yang pekat itu. Ini kah cairan yang akan membuahi dan menjadi janin itu?
Fajar mula menarik celananya kembali
‘uhm... terima kasih ustazah...’ katanya sebelum bangun.
Aku mengangguk perlahan, berpikir bagaimana aku hendak membuang sarung tangan ini, sedangkan fajar sudah berjalan keluar, fajar berpaling memandangku sebentar.
‘boleh saya dapat nomernya ustazah?’
23.00 aku sudah bersiap untuk tidur, aku memakai tshirt tipis berlengan panjang, tanpa bra. Lalu celana panjang katun dengan celana dalam tipis, aku baru saja mengunci layar hpku, namun setelah itu bergetar, tanda pesan masuk.
Aku berbaring sambil mengambil hpku tadi, kubuka kunci layarnya dan aku merasa sedikit aneh, nomer yang mengirim pesan watsap kepadaku tidak ada namanya, sehingga aku membuka isi pesannya.
Sebuah link
‘untuk ustazah’
Dari kata itu aku tau itu siapa, Fajar. Aku perlahan membuka link tersebut lalu link itu membawa aku ke halaman web video mesum fajar tempo hari, hanya saja kali ini videonya berbeda. Hanya ada seorang wanita dalam video itu, dengan wajah yang nakal, lalu wanita itu duduk sambil meraba daerah vaginanya.
Mataku membulat melihat apa yang terjadi di layar, jadi... beginikah cara perempuan beronani? Pertanyaanku dalam hati.
Tubuh si wanita mesum itu melenting keenakan, untungnya aku memakai earphone sebelum memutar video itu, terdengar erangan penuh nafsu sambil jemarinya bermain di bibir vaginanya, lalu dia meraba biji kelentitnya juga.
Nafasku terasa semakin berat dan tanpa sadar tanganku juga perlahan mencoba mengikuti adegan wanita mesum tadi, perlahan tanganku bergerak ke celah pahaku dan ketika aku menyentuh bibir vagina aku terasa denyutan dan basah.
Mataku tak bisa kulepaskan dari adegan wanita di layar hpku, matanya penuh birahi sambil menatap ke kamera, dengan tangan satu lagi dia meremas buah dadanya sendiri. Aku lalu menggigit bibir bawahku, dan tanganku perlahan mengusap vaginaku dari luar cangcutku.
‘ahhh...’ aku mengerang lembut, terasa nikmat ternyata. Tanganku mulai mengusap vaginaku ke bawah dan keatas, seperti yang pelaku mesum itu lakukan. Nafasku kini kian berat dan tanpa sadar aku mulai menekan vaginaku dengan tanganku, mau lagi?
Kemudian aku meletakan hp ku ke tepi meja, sebelum tanganku mulai masuk ke dalam cangcutku. Aku perlahan mengusap bibir vaginaku yang kian basah itu, keatas dan ke bawah, sambil tanganku yang satu lagi mencoba meremas buah dadaku. Tubuhku melentik keenakan karena untuk pertamakalinya dalam hidup aku merasakan nikmat seperti itu telingaku masih mendengar erangan wanita di hpku.
‘ummmmph..... ummmmmmmph’ aku mengerang lagi, mencoba untuk tidak terlalu kencang karena teman serumahku sedang ada di kamarnya. Aku takut dia mendengar perbuatan mesumku. Kemudia jemariku mulai bermain di biji kelentitku, mengusapnya dengan agak cepat, dan yang aku lakukan itu membuat nafasku semakin terasa berat.
‘ahhhh... ahhhh... ahhhh...’
Aku mengerang perlahan dan tangaku yang satu sudah masuk ke dalam baju tshirtku lalu aku remas buaj dadaku itu dengan gemas, yang paling menggelikan adalah ketika jari lentikku menyentuh puting susuku sendiri, terasa sangat geli dan tubuhku mengejang saking gelinya, dan bibir vaginaku mengedut, tubuhku melenting diatas kasurku, keenakan.
Aku tidak tahu berap lama aku mengusap vaginaku yang basah itu, dan aku tidak penasaran kalau video yang berdurasi 6 menit 32 detik itu sudah usai. Namun aku masih terus mengusap semakin cepat, nafasku kian berat dan kuat, tubuhku berguncang hebat.
Apakah.... aku sudah keluar???
Lalu tubuhku menjawab pertanyaan itu, aku menggenggam buah dadaku yang mengeras sambil tanganku mengurutnya. Lalu tiba tiba tubuhku teras kejang lagi sedikit dengan vaginaku yang terasa seolah olah meletup dalam kenikmatan, aku dapat merasakan vaginaku memuntahkan air jernih dari dalam lubang vagina, dan vaginaku berdenyut kuat, merasakan air vaginaku mulai meleleh keluar.
‘ahhhhh!!! Ummmmph!!’ aku mengerang kenikmatan, tubuhku melenting tinggi keenakan sambil menutup vaginaku dengan tanganku, membiarkan cairan bening itu memuntahkan air bening membasahi kasurku.
Nafasku yang tak karuan dan berat mulai tenang bersamaan dengan kedutan vaginaku yang semakin perlahan. Aku menggit bibir bawahku sebelum aku menarik tangaku dari dalam cangcutku. Aku melihat air yang keluar dari dalam vaginaku bening menempel dan meleleh di jariku. Lengket tapi tidak selengket air mani fajar, aku mengamatinya dengan perasaan yang tidak aku pahami.
Tiba tiba hpku bergetar sekali lagi, fajar.
‘ustazah sudah lihat?’
‘sudah’
‘ustazah sudah mencobanya?’
‘sudah’
Emoticon smile fajar yang dia kirim setelah itu tidak aku balas, sebelum aku tertidur puas, sekarang aku paham, mengapa fajar ketagihan.
ns 15.158.61.5da2