Entah sudah berapa lama aku terjaga setelah melakukan persetubuhan dengan Nita. Kesadaranku terusik kala mendengar pintu kamar terketuk dari luar beberapa kali. Anita juga masih terlelap di pelukanku, gadis cantik itu nampak begitu lelap sekali. Sejenak aku lepaskan pelukanku dari tubuh Anita dengan perlahan agar tak membangunkannya.
TOK
TOK
TOK
Kembali pintu terketuk dari luar, buru-buru aku memakai pakaianku lalu membukanya. Aku sempat terperanjat kaget saat mendapati Ustadzah Hanum sudah berdiri di depan pintu dengan mengenakan mukena berwarna putih. Hal yang membuatku kaget adalah Ustadzah Hanum memakai mukena tanpa daleman sama sekali, aku bisa melihat tubuhnya yang semok tercetak jelas di balik mukena tipis itu.
“Ayo sholat shubuh dulu Mas Azam. Sudah ditunggu Ustadz Hilman di belakang.” Ujarnya membuyarkan lamunanku.
“Eh…I-Iya Umi…” Jawabku sedikit tergagap.
“Nita biarin tidur dulu, pasti dia kecapekan banget.” Senyum Ustadzah Hanum seolah memberi kesan dan pesan tersendiri dan membuatku tersipu malu.
Setelah menutup pintu kamar aku mengikuti langkah kaki Ustadzah Hanum, aku menduga kami berdua akan menuju mushola rumah induk yang berada di bagian belakang bangunan, terpisah dari bangunan utama. Dari belakang aku bisa melihat pantat semok istri pertama Ustadz Hilman itu tercetak jelas di balik mukena yang entah kenapa bisa begitu tipis.
“Gimana Mas? Enak nggak ngewe sama Nita?” Tanya Ustadzah Hanum tiba-tiba.
“Heh? I-Iya Umi…E-Enak kok.” Jawabku gugup, aku sama sekali tak menduga Ustadzah Hanum akan menanyakan hal sevulgar ini.
“Sampai berapa ronde tadi? Kok Nita sampai teriak-teriak. Hihihihi.” Kali ini Ustadzah Hanum berhenti dan langsung berbalik badan menatapku, Aku yang tak siap seketika salting bukan kepalang. Tepat di hadapan mataku puting wanita cantik itu menonjol keras dari balik kain mukena.
“Cuma satu kali Umi…”
“Wah rugi dong? Masa cuma sekali aja?”
“I-Iya Umi, cuma sekali aja.” Kataku.
“Ya udah nggak apa-apa, namanya juga masih perawan. Nanti habis sholat shubuh, Mas Azam boleh ngewe lagi sama Nita.”
“Eh iya Umi, tapi saya belum mandi junub.” Potongku. Ustadzah Hanum tersenyum sembari membelai pipiku. Gila! Baru kali ini aku disentuh tangan selembut ini!
“Tenang aja, nanti kita mandi bareng di Mushola ya.” Ujarnya sebelum kembali melangkah menuju bagian belakang rumah.
Mandi bareng? Apa maksud Ustadzah Hanum mengatakan hal tersebut? Masa bodoh pikirku, aku kembali mengikuti langkah istri pertama Ustadz Hilman tersebut. Tak lama kami berdua sudah berada di depan sebuah bangunan berbentuk joglo yang sebagian besar terbuat dari kayu jati Jawa. Ukurannya cukup besar dan bisa menampung belasan orang, di bagian depan terdapat ukiran kaligrafi dengan lafal Allah dan Muhammad. Dari tempatku berdiri samar terdengar lenguhan suara wanita, bukan hanya satu tapi suara itu bersahutan dengan desahan wanita lain.
“Ayo Mas Azam, udah ditunggu di dalam.”
“Itu suara siapa Umi?” Tanyaku.
“Makanya masuk dulu, nanti Mas Azam juga tau sendiri.” Sahut Ustadzah Hanum seraya melepas sandalnya dan menapaki beberapa anak tangga kayu lalu memasuki bagian dalam mushola.
Betapa terkejutnya aku ketika sudah berada di depan pintu masuk, sebuah pemandangan yang sama sekali tak pernah terbayangkan olehku sebelumnya. Tepat di hadapan mataku aku menyaksikan Ustadz Hilman sedang bercumbu dengan Alfiah dan Zaskia, dua perempuan muda yang tak lain adalah istri kedua dan ketiganya. Menyaksikan aku berdiri mematung di depan pintu, Ustadz Hilman tersenyum.
“Ayo masuk Zam, jangan malu-malu.” Katanya sambil terus mencumbu Alfiah.
Dua istri mudanya itu sama-sama masih mengenakan mukena yang berwarna sama dengan apa yang dipakai oleh Ustadzah Hanum. Aku masih mematung, nyaris seperti orang yang terhipnotis. Bagaimana mungkin seorang ustadz yang begitu aku kagumi karena kedalaman ilmu agamanya justru melakukan persetubuhan di dalam Mushola? Apakah ini termasuk dalam aliran sesat yang beberapa kali sempat aku lihat beritanya di televisi?
“Ayo Mas, kita lihat Abi ngewe.” Ujar Ustadzah Hanum seraya menggandeng tanganku dan berjalan menuju bagian depan Mushola, dekat tempat pengimaman. Kami berdua duduk bersila dan memandangi persecumbuan Ustadz Hilman dan kedua istrinya yang lain.
“Mas Azam pasti heran ya, kenapa kami bisa melakukan ini?” Ujar Ustadzah Hanum seolah tau isi kepalaku.
“I-Iya Umi. Kenapa kalian melakukannya di sini? Dan kenapa juga kalian membolehkan saya untuk menontonnya?” Cercaku tanpa jeda.
“Karena bagi kami, persetubuhan adalah sesuatu yang sangat fitrah. Kami ingin menjadikan ini sebagai ladang ibadah, bukankah tempat ibadah yang terbaik adalah seperti ini?” Ujar Ustadzah Hanum.
“Ta-Tapi ini kan tempat sholat Umi…”
“Justru itu, sex bagi kami adalah ibadah yang setara dengan sholat.”
Aku terdiam, penjelasan Ustadzah Hanum seolah sedang mengantarku pada sebuah persimpangan jalan. Aku sadar betul jika semua ini adalah kesesatan yang nyata, tapi di sisi lain melihat nafsu kebinatangan dilakukan di tempat yang begitu suci membangkitkan sisi liar dalam diriku, sesuatu yang baru dan begitu sulit untuk aku acuhkan begitu saja.
“Mas Azam bukan orang pertama yang melihat ini. Semua orang yang pernah melakukan nikah mut’ah di sini sebagaian besar juga telah meyaksikannya. Makanya mereka rela membayar mahal.” Lanjut Ustadzah Hanum.
Gila! Ini benar-benar gila! Tidak saja menyediakan gadis-gadis muda sebagai objek pelampiasan nafsu, keluarga Ustadz Hilman ternyata juga memberikan bonus lain pada para pria yang melakukan nikah mut’ah dengan sebuah tontonan persetubuhan mereka berempat! Bibirku seketika kelu, sama sekali tak bisa berkata-kata setelah mendengar semua penjelasan gamblang Ustadzah Hanum.
“Nggak hanya melihat, Mas azam juga boleh join dengan kami.” Ujar Ustadzah Hanum sembari tersenyum penuh arti menatap wajahku yang nampak seperti orang bodoh. Aku menelan ludahku sendiri, kualihkan pandangan kembali menuju percumbuan antara Ustadz Hilman dan Alfiah serta Zaskia.
Ustadz Hilman menelikung kedua tangan Alfiah ke belakang punggungnya, dan dicekalnya sekuat tenaga dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya meraba-raba kedua bukit daging di dada Alfiah yang masih tertutup mukena. Ustadz Hilman memperketat cengkeraman tangan kanannya di kedua pergelangan tangan Alfiah dan semakin dinaikkannya ke atas, membuat Alfiah kesakitan dan secara reflex semakin membusungkan dadanya ke depan untuk mengurangi rasa sakit, disertai jeritan kaget dan kesakitan keluar dari celah bibir menggairahkan Akibatnya kedua bukit kenyal dan puting sangat peka semakin menonjol ke depan seolah mengundang tangan untuk mengusap dan merabanya.
Tiba-tiba tangan kiri Ustadz Hilman menghentikan rabaan di dada dan menangkap dagu mungil Alfiah sehingga tak dapat bergerak sekaligus bibirnya yang tebal melekat di belahan bibir merah merekah. Alfiah semakin meronta ketika dirasakannya lidah Ustadz Hilman dengan lidah basah menyeruak di antara kedua bibirnya, mendorong lidahnya sendiri dan menyapu ke arah langit-langit mulut.
"Eeemmcchhh…Pelan Abi…Eeemmchhhh…” Hanya itu yang terdengar dari bibir Alfiah.
Sementara itu di bagian bawah Zaskia sang istri ketiga membelai penis Ustadz Hilman memakai sisi luar jari telunjuk kiri mulai dari ujung sampai pangkalnya. Penis Ustadz Hilman berkedut-kedut bereaksi terhadap belaian itu. Nafas Ustadz Hilmaa mulai memburu menikmati aktifitas Zaskia memainkan penisnya sambil terus mencumbu Alfiah yang nampak makin kewalahan meladeni nafsu sang Ustadz.
Bulu kemaluan Ustadz Hilman tidak terlalu lebat, tampaknya dia rajin merawat rambut kemaluannya. Sedangkan panjangnya sekitar empat belas sentimeter atau lima belas sentimeter, dengan diameter sekitar tiga sentimeter di bagian kepala, membengkak menjadi tiga setengah sentimeter di tengah batang penisnya, dan mengecil di pangkal penisnya sekitar dua setengah sentimeter. Aku sampai begitu rinci mengamati kemaluan Ustadz itu, karena sekali lagi ini adalah hal baru bagiku, menyaksikan langsung prosesi persetuban orang lain.
Kemudian Zaskia memposisikan tubuhnya di antara kedua kaki Ustadz Hilman yang sudah dalam posisi terbuka lebih lebar siap menerima pelayanan. Zaskia berbaring telungkup dengan menopang tangan kirinya untuk menjaga kepalanya tetap berada di atas dekat penis. Tangan kanannya mulai mengocok perlahan penis Ustadz Hilman.
Zaskia mendekatkan kepalanya ke penis sang suami. Dijulurkan lidahnya pada lubang kencing. Memainkan lidahnya di sana sambil tangan kanannya tetap mengocok batang penis. Keluar dari lubang penisnya cairan kental bening pertanda penis sang ustadz siap untuk membuahi, lalu disapunya cairan itu dengan lidah. Perlahan Zaskia mulai menjilati kepala penis Ustadz Hilman, disapunya seluruh kepala penis yang sudah mulai merah merekah.
Setelah puas bermain dengan kepala penis, lidah Zaskia mulai menjilati area bawah batang penis. Dijilatinya dari pangkal penis bagian bawah sampai ke ujung, terus berulang seperti anak kecil menjilati es krim, sambil tangan kanannya memainkan buah zakar sang ustadz. Beralih ke buah zakar, disapunya seluruh kulit pembungkus buah zakar yang sudah kencang, kemudian dia kulum dan hisap salah satu buah zakar Ustadz Hilman, membuat sang ustadz mendesah. Terus dikulum dan dimainkan dengan lidahnya.
Tak sampai di situ, Zaskia juga mulai perlahan menjilati ruang antara kantung buah zakar dengan lubang anus. Lalu dimainkan lidahnya menyapu lubang anus sang ustadz. Serangan ini sukses membuat Ustadz Hilman kelejotan sambil memekik pelan.
“Allahu akbar! Istri abi pinter banget!” Zaskia pun tersenyum nakal kepadanya. Dilanjutkan serangannya itu sambil tangan kanannya tetap mengocok batang penis.
Zaskia memposisikan kembali mulutnya di kepala penis. Dimasukkan sebatas kepala penis ke mulutnya sambil menggenggam bagian pangkal. Dimainkan lidahnya, kemudian mulai memasukkan batang penis Ustadz Hilman sampai mentok di tenggorokan membuatnya hampir tersedak. Agak susah payah Zaskia pada saat mencapai setengah batang penis, karena ukurannya yang lebih besar dari kepala, Zaskia berusaha supaya giginya tidak mengenai batang penis.
Dengan posisi seperti itu, air liurnya pun keluar dari mulut tanpa bisa dibendung. Zaskia mulai mengocok penis Ustadz Hilman dengan mulut. Gadis berkacamata itu seperti mengatur ritme kocokan hingga membuat penis Ustadz Hilman semakin keras dan menyesaki rongga mulutnya yang mungil. Zaskia menghisap dengan ganas, sesekali dia melihat ke atas, menyaksikan Ustadz Hilman juga disibukkan oleh ciuman Alfiah yang pasrah.
“Mas Azam udah sange belum?” Tanya Ustadzah Hanum seraya membelai selangkanganku yang entah sejak kapan mulai mengeras.
“Eh..I-Iya Umi…” Jawabku tergugup dan kaget.
“Kalo kamu mau, kamu boleh make istriku Zam. Lonte itu jadi milikmu sekarang! Gratis!” Seru Ustadz Hilman sembari menikmati percumbuannya dengan kedua istrinya yang lain.
31445Please respect copyright.PENANAfF4c1SJBln
BERSAMBUNG
Cerita "UKHTY" sudah tersedia dalam format PDF FULL VERSION dan bisa kalian dapatkan DI SINI
31445Please respect copyright.PENANAY9vDjg5hnu