#21 Ibu Sudah Tidak Tahan
Hamidah pun memberikan alasan ke anak perempuannya, Ratna, agar hubungan terlarangnya dengan anak laki-lakinya, Anwar tidak dicurigai.
“Adikmu kemarin itu bilang nggak enak badan. Mangkanya ibu coba lihat keadaannya. Kok belum tidur, coba ibu suruh cepat tidur, agar segera cepat sehat lagi,” kata Hamidah mengelak.
“Oh, ya udah bu,” ucap Ratna.
“Ibu mau ke kamar dulu aja,” kata Hamidah. Berharap Ratna juga pergi ke kamarnya.
“Ratna juga mau tidur juga kok, bu,” jawabnya.
***
Hamidah menunggu beberapa menit di kamarnya. Ia berharap Ratna sudah masuk ke kamarnya dan tidur. Ia sudah tahan malam itu, kembali ingin mendapat jatah dari anaknya, Anwar.
Hamidah keluar dari kamarnya secara pelan-pelan. Ia mengecek di seluruh ruangan, memastikan Ratna sudah masuk ke kamarnya.
Ketika merasa sudah aman, ia mengendap-ngendap ke kamar Anwar. Ia dorong pelan-pelan pintu kamar Anwar.
“Ssssstttt,” jari telunjuk Hamidah di bibir. Mengisyaratkan agar Anwar tak bersuara.
Pelan-pelan Hamidah menutup kembali pintu kamar anaknya.
“Ayo cepetan, ibu sudah tidak tahan,” bisik Hamidah di telinga Anwar.
“Kak Ratna apa sudah tidur?” tanya Anwar ikut berbisik.
“Gak tahu, yang penting kita jangan berisik,” ucap Hamidah.
“Nanti kalau Kak Ratna keluar kamar lagi gimana?” tanya Anwar ketakutan. Karena sebelumnya, hampir keduanya ketahuan lagi enak-enak di kamar.
“Ibu gak usah copot baju, kalau Kak Ratna bangun, jadi gak repot kita cepet-cepet pakai baju. Nanti kamu tinggal pakai sarung aja kalau Ratna bangun,” ujarnya.
Hamidah pun langsung melucuti baju anaknya. Ia bikin Anwar bugil. Langsung Hamidah mendorong tubuh Anwar agar rebahan di kasur. Ia langsung melahap penis Anwar dengan rakus.
Ia jilat penis Anwar hingga tegang. Anwar kembali dibikin enak oleh ibunya.
“Uhhh,” desah Anwar.
“Jangan keras-keras desahnya,” bisik Hamidah.
Anwar pasrah dengan kelakuan ibunya malam itu. Ia awalnya sebenarnya kurang bergairah untuk menggauli ibunya. Apalagi baru kemarin malam berhubungan dengan ibunya.
Ditambah, rasa gairah Anwar pada tubuhnya mulai berkurang. Tak seperti dulu. Saat ini, ia hanya menuruti kemauan ibunya saja. Ia hanya melayani nafsu ibunya saja. Ia tak mau ibunya marah jika menolak ajakannya.
Hamidah terus menjilati dan mengulum penis Anwar. Penis Anwar sudah tegang dan keras total. Siap untuk memuaskan ibunya.
Saat itu hanya Anwar yang telanjang bulat. Hamidah tetap memakai rok dan baju.
Hamidah sudah puas mengulum penis anaknya. Saatnya kini penis itu memuaskan vaginanya.
Hamidah mengangkat roknya. Ia tidak memakai CD. Kemudian ia tiduran di tepi kasur Anwar. Ia membuka kedua kakinya lebar-lebar hingga vagina terlihat bebas di mata Anwar.
“Ayo cepat masukin,” kata Hamidah.
Penis Anwar yang sudah tegang, tak perlu menunggu lama untuk melaksanakan komando dari ibunya.
Ia segera berdiri dan mengarahkan penisnya ke mulut vagina ibunya. Pelan-pelan ia mulai memasukkan penisnya.
“Blesssss,” penis Anwar sudah masuk ke lubang kenikmatan ibunya.
“Ahhhh,” Hamidah mendesah pelan.
Anwar pun kemudian memaju-mundurkan penisnya.
“Enak nak?” tanya Hamidah.
“Enak, bu,” jawab Anwar.
“Anak kurang ajar, ibu sendiri ditiduri tiap hari,” ricau Hamidah sambil menikmati genjotan anaknya.
“Kan ibu sendiri yang minta,” ucapnya sambil tersenyum.
“Ayo terus genjot. Ahhhh,” desah Hamidah keenakan.
“Ssssttt. Jangan keras-keras suaranya, nanti kakak bangun,” kata Anwar.
Hamidah reflek menutup mulutnya. Hamidah tak sadar, keceplosan mendesah kuat akibat sodokan penis Anwar.
Ibu dan anak itu pun kembali menikmati dosa besar malam itu. Keduanya terbuai dalam jeratan cinta terlarang.
“Mau ganti gaya bu?” tanya Anwar.
“Gak usah, ayo cepat keluarin di dalam. Cepat selesaikan. Takut ketahuan kakakmu,” kata Hamidah.
Anwar pun langsung memompa vagina ibunya dengan cepat. Ia akan menyelesaikan permainan malam itu dengan ibunya.
Anwar sudah mau mencapai puncak kenikmatan. Ia menggenjot vagina ibunya lebih kencang lagi.
“Uhhhh,” desah Hamidah sambil. Ia kemudian menarik tangan Anwar agar meremas payudaranya.
“Ahhhhhh,” Anwar ikut mendesah.
Ibu dan anak ini, sudah dibawa kendali nafsu.
“Tok… tok… tok…,” suara pintu kamar diketok dari luar.
Hamidah dan Anwar langsung panik.
***
#22 Tubuh Seksi Ratna
Ratna mendorong pintu kamar Anwar yang tak dikunci. Anwar dengan cepat mencabut penis dari vagina ibunya dan menutup tubuhnya dengan sarung. Hamidah langsung menurunkan roknya.
Tapi semua terlambat, Ratna memergoki Anwar menindih ibunya. Kamar Anwar jadi hening sejenak. Ketiganya saling menatap mata.
“Ibu akan menjelaskan semuanya, nak,” kata Hamidah sambil merapikan bajunya.
“Maaf kak,” kata Anwar.
“Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi. Tidak ada yang perlu dimaafkan,” kata Ratna dengan nada yang dingin.
Hamidah dan Anwar terdiam dan saling memandang sejenak, lalu melihat ke arah Ratna lagi.
“Masih belum selesai kan? Lanjutkan aja,” ucap Ratna.
Kemudian Ratna keluar dari kamar Anwar dan menutup lagi pintunya.
Hamidah dan Anwar jadi bengong. Keduanya bingung dan tak percaya dengan respon Ratna yang sudah memergoki perbuatan terlarang antara ibu dan anak ini.
“Gimana bu? Kak Ratna pasti marah besar melihat kelakuan kita,” ucap Anwar.
“Kamu diam aja, biar ibu yang akan menjelaskan,” kata Hamidah.
Hamidah kemudian keluar dari kamar Anwar. Nampaknya Ratna sudah masuk ke kamarnya. Hamidah pun kembali ke kamar Anwar.
“Biar besok ibu jelaskan ke kakakmu. Kalau sekarang, tambah jadi ribet nanti. Khawatir adikmu bakal tahu juga,” ucap Hamidah.
Anwar hanya mengangguk saja.
“Ayo lanjutkan,” ucap Hamidah.
“Masih mau dilanjutkan bu? Anwar bingung, ibunya masih kepikiran melanjutkan permainan meski sudah kepergok kakaknya.
“Iya, sudah tanggung,” kata Hamidah. Ia kemudian membuka sarung Anwar. Ia mengulum dan mengocok penis anaknya hingga bangun lagi.
“Ayo tuntaskan,” ucap Hamidah. Ia langsung kembali rebahan dan melebarkan kakinya.
Anwar pun menuruti kemauan ibunya. Ia menuntaskan tugasnya. Ia menyemburkan spermanya ke rahim ibunya.
Permainan malam itu selesai. Mereka tidur di kamar masing-masing.
***
Pagi hari, hanya tinggal Anwar dan Ratna di rumah. Hamidah sudah pergi ke pasar. Sementara anak terakhir Hamidah sudah berangkat ke sekolah.
Anwar keluar dari kamar untuk pergi mandi. Namun ia mendengar suara siraman air dari kamar mandi. Ratna sedang mandi.
Pagi itu, tiba-tiba pikiran kotor Anwar muncul. Ia mencoba mengintip kakaknya mandi.
Anwar pelan-pelan mencari lubang agar bisa mengintip kakaknya. Tanpa bersuara ia berhasil menemukan lubang untuk melihat kakaknya.
Anwar terkagum dengan tubuh kakaknya. Ia terus menikmati tubuh kakaknya. Tanpa terasa, penisnya berdiri.
Setelah Ratna mau menyelesaikan mandinya, Anwar mengakhiri mengintip kakaknya. Biar tidak curiga, ia kembali ke kamarnya.
***
Mendengar suara langkah kaki Ratna dari kamar mandi, baru Anwar keluar dari kamarnya.
Di ruang tengah ia berpapasan dengan Ratna yang sudah selesai mandi. Ratna hanya membalutkan handuk di tubuhnya.
Anwar memperhatikan tubuh kakaknya yang seksi dan menggoda selesai mandi. Tubuhnya masih sedikit basah. Rambutnya juga masih basah. Aroma sabun dari tubuh Ratna bikin libido Anwar naik pagi itu.
“Kak, aku mau ngomong sebentar,” Anwar memberanikan diri menegur kakaknya.
Ratna menghentikan langkahnya. “Mau ngomong apa lagi, soal semalam?” tanyanya dengan nada agak tinggi.
“Iya, itu ibu dulu yang minta begituan tadi malam,” jawab Anwar.
“Aku gak butuh alasan. Itu urusanmu dengan ibu. Sekarang jangan sampai adik tahu, apalagi orang lain juga tahu. Itu jadi aib di rumah kita,” tegas Ratna sedikit marah.
Sambil mendengar jawaban kakaknya. Anwar terus memandangi tubuh Ratna. Pikiran kotornya muncul untuk menikmati tubuh kakaknya juga.
“Tadi malam kakak sudah melihat langsung kan kita berhubungan. Apa kakak mau juga?” Anwar memberanikan diri menanyakan hal konyol ke Ratna yang sedang marah.
Ia berani tanya begitu, karena tadi malam Ratna saat memergoki Anwar berhubungan badan dengan ibunya, malah suruh melanjutkan.
“Kamu jangan gila ya. Kamu sudah meniduri ibu, sekarang mau sama aku. Jangan macem-macem, awas ya, bisa kubunuh kau,” kata Ratna semakin marah.
Anwar hanya diam saja.
“Jangan-jangan kau juga punya pikiran kotor ke adikmu. Sudah, cukup ibu saja. Jangan sampai punya niatan juga ke aku atau adikmu. Ingat, akan kubunuh kau, kalau ada rencana macem-macem,” Ratna terus marah sambil menuding Anwar.
Anwar hanya menunduk. Ia takut dengan respon kakaknya.
“Sekarang, apa yang kamu lakukan dengan ibu, mau diteruskan atau tidak, itu urusanmu sama ibu. Aku akan pura-pura tidak tahu,” ujar Ratna.
Ratna pun meninggalkan Anwar. Ia berjalan ke kamarnya untuk ganti baju dan siap-siap berangkat kerja.
***
#23 Hamidah dan Ratna
Petang tiba. Ratna yang baru pulang kerja, bersantai di ruang tengah. Ia hanya bersama ibunya di rumah. Anwar masih bekerja dan pulang malam. Sementara Fadian, baru saja pamit ke rumah temannya.
Hamidah menghampiri Ratna. Ia ingin menjelaskan apa terjadi semalam. Hamidah duduk di samping Ratna.
“Nak, kamu masih marah ke ibu setelah melihat kejadian semalam?” tanya Hamidah.
Ratna tak langsung menjawab. Ia menghela nafas panjang lalu memandang wajah ibunya.
“Ratna tidak marah, bu. Anggap aja Ratna tak pernah melihatnya,” kata Ratna dengan wajah datar.
Hamidah merasa tak puas dengan jawaban anaknya. Benarkah, Ratna tak marah dengan kejadian ini.
“Benar kamu nggak marah nak?” tanya Hamidah lagi.
Ratna mengangguk pelan.
“Ibu lanjutkan apa tidak hubungan dengan Anwar, itu tidak terserah ibu dan Anwar. Aku akan pura-pura tak pernah tahu hubungan ini,” ungkap Ratna.
“Ibu bisa jelasin semuanya dari awal, nak,” ucap Hamidah memelas di hadapan anaknya.
“Sudah bu, biar masalah ini tidak panjang. Tidak perlu dijelaskan lagi. Yang penting, ini menjadi rahasia. Jangan sampai orang lain tahu,” kata Ratna.
“Ini gara-gara adikmu,” ujar Hamidah.
“Saya tidak menyalahkan siapa-siapa, baik ibu atau Anwar. Saya juga sudah bilang ke Anwar tadi pagi,” kata Ratna.
“Awalnya adikmu yang memaksa,” kata Hamidah masih mencoba menjelaskan.
“Terus?” sahut Ratna.
“Awalnya ibu menolak, namun lama-lama jadi begini,” ucap Hamidah.
“Ibu mau akhirnya kan?” tanya Ratna.
“Iya, ibu kan lama tidak begituan sejak ditinggal ayahmu. Awalnya ibu sudah lupa rasanya, tapi adikmu mengingatkannya. Ibu jadi pingin terus akhirnya,” ucap Hamidah, tak bisa menahan alasannya.
“Kenapa ibu tidak bilang ke Ratna?” tanyanya.
“Bilang apa, nak?” tanya Hamidah.
“Bilang kalau kepingin,” ujar Ratna.
“Ya masak, bilang ke kamu, bisa marah kamu nanti sama ibu,” ujar Hamidah.
“Ibu jangan hanya bilang ke Anwar, bilang juga ke Ratna kalau pingin,” ucap Ratna.
“Maksudnya, nak? Hamidah bingung dengan jawaban Ratih.
“Sekarang ibu pingin?” tanya Ratna.
“Ya nggak kalau sekarang,” kata Hamidah.
“Kalau ibu pingin, Ratna juga bisa puasin ibu. Bukan hanya Anwar,” ujar Ratna.
“Maksudnya gimana, nak? Ibu tambah bingung,” ujarnya.
Ratna mendekatkan wajahnya ke wajah ibunya. Hamidah masih kebingungan dengan sikap dan jawaban Ratna.
Ratna mengecup bibir Hamidah. Hal ini langsung bikin Hamidah kaget.
“Ha?” kata Hamidah kaget. Ia terus memandang wajah anaknya.
Ratna kemudian mencium bibir ibunya lagi dan sedikit melumatnya.
“Nak, kok ciumanmu seperti itu ke ibu?” tanya Hamidah.
“Ibu mau dibikin enak sama Ratna?” ucap Ratna.
“Gimana sih maksudnya daritadi, ibu bingung,” kata Hamidah.
Ratna pun langsung melumat penuh nafsu bibir ibunya. Tangannya menggerayangi buah dada ibunya.
Hamidah sangat kaget dengan kelakuan anaknya.
“Sekarang sudah paham kan bu? Apa maksud Ratna?” tanya Ratna saat menghentikan ciumannya.
“Apa ini boleh dilakukan nak? tanya Hamidah.
“Apa yang ibu lakukan dengan Anwar boleh dilakukan?” tanya balik Ratna.
Hamidah hanya terdiam saja.
Ratna kembali melumat bibir ibunya. Mainkan lidahnya. Tangannya kembali menggerayangi payudara ibunya.
Hamidah masih tak merespon sikap Ratna. Ia, benar-benar dibuat bingung dengan anaknya.
“Kamu suka perempuan nak?” tanya Hamidah.
“Tidak perlu tanya itu bu. Sekarang Ratna mau berbakti ke ibu. Memberi apa yang ibu butuhkan,” jawab Ratna sambil kembali mencium ibunya.
Ratna menarik tangan ibunya dan mengajaknya ke kamar.
“Ayo bu, nikmati juga,” kata Ratna.
“Tapi nak,” ucap Hamidah.
“Kalau Anwar boleh, kenapa Ratna tidak?” kata Ratna.
Hamidah kembali diam saat Ratna menyinggung hubungannya dengan Anwar.
Ratna menutup pintu kamarnya. Ia kembali mencumbu ibunya dengan nafsu. Hamidah mulai menggoyangkan bibir dan lidahnya, merespon apa yang dilakukan Ratna.
Hamidah benar-benar merasa dibuat bingung dengan anak-anaknya. Setelah apa yang dilakukan Anwar sangatlah gila, kini Ratna juga melakukan hal gila padanya.
Hamidah lama-lama terbawa suasana oleh ciuman Ratna. Nafsunya mulai naik. Ia juga melumat bibir anaknya penuh nafsu.
***
#24 Dibikin Enak Ratna
Ratna menindih tubuh ibunya. Ia terus menciumi bibir Hamidah dengan penuh nafsu. Hamidah menikmati ciuman itu. Bibir dan lidahnya terus bergerak merespon ciuman anaknya.
Tangan Ratna kini turun ke dada ibunya. Ia meremas pelan payudara ibunya. Kemudian melepas kancing kemeja ibunya satu per satu. Ratna melucuti baju ibunya. Hamidah tidak memakai BH.
Ratna pun langsung leluasa memegang payudara ibunya. Ia memainkan puting ibunya. Hamidah mulai terangsang dengan sentuhan putrinya tersebut.
Melihat ibunya sudah menikmati suasana, kini mulut Ratna turun ke payudara ibunya. Ia menjilati payudara ibunya dengan lembut.
Jilatan demi jilatan membuat Hamidah tak kuasa menolak. Jilatan dari Ratna ternyata tak jauh beda rasanya dengan jilatan Anwar. Sama-sama bikin Hamidah melayang keenakan.
"Ahhhh," Hamidah mendesah kecil. Ia kemudian memeluk tubuh Ratna.
Mendengar suara desahan ibunya, Ratna makin bersemangat mencumbu payudara ibunya.
Sambil terus menjilat dan mengenyot payudara ibunya, tangan Ratna kini menyibak rok ibunya. Ternyata ibunya tidak memakai CD.
Tangan Ratna langsung menjamah vagina ibunya. Ratna memberikan sentuhan lembut di area kewanitaan Hamidah. Kemudian memasukkan jari tengahnya pelan-pelan ke lubang vagina ibunya.
Vagina Hamidah mulai becek. Jari Ratna dengan mudah masuk. Ratna pun mengobok-obok vagina ibunya. Hal ini bikin tubuh Hamidah bergetar, nafsunya makin naik.
Hamidah masih tak percaya, bukan hanya Anwar, ternyata Ratna juga bisa bikin enak dia.
"Uhhhh," desa Hamidah. Ia tak kuasa menahan suara desahnya
"Enak kan bu? tanya Ratna sambil terus mencolok vagina ibunya.
"Iya," jawab Hamidah sambil mengangguk.
"Mau lebih enak lagi bu?" tanya Ratna.
"Iya nak, mau diapakan lagi ibu?" ucap Hamidah.
Tanpa memberikan jawaban, Ratna menyibak rok ibunya lebih ke atas. Kini mulutnya ia dekatkan ke vagina ibunya.
Ratna mulai menjilati vagina ibunya. Ratna menjilat penuh nafsu. Hamidah tambah keenakan. Vaginanya tambah becek.
"Iya nak, tambah enak, sssshhhh, ahhhhh," ucap Hamidah sambil mendesah.
Sekarang Ratna kembali memasukkan jarinya ke vagina ibunya. Ia colok vagina ibunya dengan kencang. Sementara mulutnya menciumi bagian atas vagina ibunya.
"Ahhhh, tambah enak," Hamidah kembali mendesah.
"Enak mana sama Anwar? tanya Ratna iseng, melihat ibunya sudah terbawa arus kenikmatan yang dibuatnya.
"Sama enaknya, kalian berdua kan anak ibu, sama pinternya," ujar Hamidah.
"Punya ibu makin becek ini, udah puas ya bu?" tanya Ratna.
"Ahhh, belum, dikit lagi nak, terusin," kata Hamidah.
Ratna pun terus mencolok vagina ibunya. Kini lebih kencang lagi. Hal ini membuat tubuh Hamidah bergetar tak karuan.
"Ahhhh, enak nak, sudah, hentikan," ucap Hamidah.
Ratna menghentikan aksinya. Cairan berwarna putih keluar dari vagina ibunya. Hamidah pun terkulai lemas.
"Enak bu? Sudah puas?" tanya Ratna.
Hamidah hanya mengangguk saja.
***
#25 Ratna dan Bapaknya
Malam tiba, Hamidah dan Ratna kembali berdua di rumah. Setelah momen semalam, Hamidah jadi terus memikirkan anak perempuannya.
Meskipun Ratna bisa bikin puas nafsunya, di sisi lain Hamidah khawatir dengan kondisi Ratna saat ini. Apakah anaknya itu sudah tidak normal, karena suka sama wanita.
Hamidah juga bertanya-tanya, sejak kapan anaknya itu menjadi begini. Apa penyebabnya.
"Nak, terimakasih ya untuk semalam," kata Hamidah saat menghampiri Ratna di ruang tamu. Ia ikut duduk di kursi depan Ratna.
"Sama-sama ibu, Ratna sayang ibu, akan aku lakukan apapun demi kebahagiaan ibu," jawabnya.
"Tapi, ibu boleh tanya nggak nak?" ucap Hamidah dengan suara pelan.
"Tanya apa ibu, tanya saja," jawab Ratna dengan sopan.
"Tapi jangan marah ya," kata Hamidah.
"Nggak, bu, masak Ratna marah ke ibu," ucapnya.
Hamidah menghela nafas dulu, sebelum bertanya hal yang mungkin sensitif ke anaknya.
"Sejak kapan, Ratna begini? Kenapa jadi begini?" tanyanya.
"Maksudnya bu?" tanya Ratna masih belum paham.
"Kejadian semalam, mulai kapan Ratna suka dengan perempuan, kenapa? Bisa cerita ke ibu. Ibu tiba-tiba jadi khawatir, nak," kata Hamidah.
Naluri ibu dari Hamidah tetaplah ada. Ia jadi merasa aneh dengan anak perempuannya. Sepertinya ada rahasia besar yang ia simpan.
"Saya gak perlu cerita ya bu. Maaf ya, nanti ibu malah kepikiran terus," jawab Ratna.
"Gak apa-apa nak, ketimbang gini, ibu malah terus kepikiran dan khawatir sama kamu. Cerita aja sama ibu. Mumpung gak ada adik-adikmu," ucap Hamidah.
"Yakin ya bu, kalau Ratna cerita, ibu jangan marah ya," ucap Ratna.
"Iya nak, ayo cerita," Hamidah antusias akan mendengarkan cerita anaknya.
"Jadi, Ratna gini gara-gara suami ibu sebelumnya (bapak tiri). Jangan marah ya bu," kata Ratna.
Hamidah pun sontak kaget. Mantan suami keduanya yang mengubah hidup anak perempuannya. Ia makin penasaran dengan cerita Ratna.
"Kok bisa nak?" tanya Hamidah penasaran.
"Dia memperkosa Ratna bu. Sekarang aku benci laki-laki," jawabnya sambil menetaskan air mata. Ratna sangat trauma jika mengingat momen itu.
Hamidah pun makin kaget dengan jawaban anaknya.
"Gimana awalnya nak, kenapa ini bisa terjadi?" tanyanya lebih penasaran.
Ratna pun menceritakan awal mula kejadian tersebut. Bapak tirinya bernama Agus. Usianya selisih sekitar 5 tahun lebih muda dari Ratna.
Agus merasa kurang mendapat kepuasan dari Hamidah, akhirinya punya pikiran buruk ke Ratna. Ia merancang cara untuk memperkosa Ratna.
Sebelumnya, ia juga suka curi-curi pandang ke Ratna. Terutama saat Ratna selesai mandi dan hanya berbalut handuk saja.
Agus juga kerap mengintip Ratna mandi jika ada kesempatan.
Tak hanya itu, ia sering juga tebar pesona ke Ratna ketika tinggal berdua di rumah. Agus kerap pakai celana kolor saja di rumah dan bolak-balik lewat depan Ratna.
Hingga pada akhirnya, Agus memberanikan diri melakukan tindak asusila ke anak tirinya itu. Saat itu di rumah hanya ada dia dan Ratna.
Ratna telah selesai mandi. Seperti biasa ia hanya membalutkan handuk di tubuhnya dari kamar mandi menuju kamarnya.
Ketika Ratna berjalan menuju kamarnya, Agus yang hanya memakai kolor saja, menghadangnya. Ratna langsung kaget dengan kelakuan bapak tirinya.
"Capek ya nduk pulang kerja?" tanya Agus.
Ratna hanya mengangguk saja. Dengan menundukkan kepalanya ia, berusaha menghindari Agus untuk menuju kamarnya.
"Mau bapak pijitin gak? Agus memberi tawaran.
Ratna menggelengkan kepala dan terus berjalan ke kamarnya. Namun Agus membuntuti dari belakang. Ketika Ratna masuk ke kamarnya, Agus memaksa ikut masuk.
"Loh, jangan masuk pak," teriak Ratna sambil berusaha menutup pintu. Namun tangan Agus lebih kuat, ia mendorong pintu itu dan berhasil masuk ke dalam.
Ratna akhirnya berjalan mundur ke pojok kamarnya.
"Apa yang mau bapak lakuin?" tanyanya.
Agus menutup pintu Ratna.
"Mau bapak pijitin gak nduk, pasti kami capek," katanya.
"Nggak, bapak cepat keluar," Ratna menolak dan menggelengkan kepalanya.
"Ayolah nduk," Agus memaksa. Ia berjalan mendekati Ratna.
Ratna ketakutan.
"Jangan pak, mau mau ngapain," teriaknya.
Agus diam saja. Ia terus berjalan ke arah Ratna. Kemudian memegang tubuh Ratna. Tangan Ratna spontan menghalau tangan bapaknya.
"Jangan pak, tolong," jerit Ratna. Tangan Agus segera menutupi mulut Ratna agar tidak teriak.
"Jangan teriak, tambah lama aku di dalam kamar ini nanti," ucap Agus.
Ratna menggelengkan kepala, tanda menolak. Mulutnya masih dibungkam bapaknya.
"Dengarkan bapak, tolong bantu bapak ya, ibu sudah tidak bisa muasin bapak," ucap Agus.
Ratna kembali menggelengkan kepalanya. Tangan Agus begitu kuat menutup mulut Ratna hingga tak bisa teriak.
Agus menarik handuk yang melilit tubuh Ratna dengan keras. Sekali tarik, handuk itu lepas. Tubuh Ratna pun bugil di depan bapak tirinya. Ratna berusaha menutupi kemaluan dan payudaranya dengan tangan.
"Ayo nduk, bentar aja ya," pinta Agus.
Ratna kembali menggelengkan kepalanya.
"Jangan teriak ya, biar ini cepat selesai. Jangan sampai bapak kasar ke kamu," Agus membentak dan mengancam.
Ratna menurut saja, kini tak berani teriak.
Agus kini mendorong tubuh Ratna ke atas kasur. Ratna masih berusaha menutupi vagina dan payudaranya dengan tangannya.
"Tolong jangan pak," kata Ratna memelas dan mulai meneteskan air matanya.
"Udah kamu diam aja," ucap Agus sambil melepas celananya. Penisnya sudah berdiri tegak menantang.
Ia kemudian membuka kaki Ratna. Namun Ratna menahannya. Tapi tangan Agus lebih kuat.
"Pak, jangan," Ratna makin ketakutan dan menangis.
"Bentar aja, jangan menolak, biar gak tambah kerus suasananya," bentak Agus.
Agus menyingkirkan tangan Ratna yang menutupi vaginanya. Ia buka kaki Ratna lebar-lebar. Ia pegang kemaluan Ratna dengan penuh nafsu.
Jari Agus berusaha masuk ke vagina Ratna, namun kesulitan. Agus membasahi jarinya dengan air liur, kemudian ia kembali berusaha memasukkan jarinya.
"Ah, sakit pak," kata Ratna.
"Nanti gak sakit kok," ucap Agus.
Akhir jari tengah Agua berhasil masuk ke vagina Ratna. Ia pelan-pelan memaju-mundurkan jarinya.
"Pak, sakit," Ratna kembali merintih kesakitan.
Kini Agus mengarahkan penisnya ke vagina Agus. Sontak Ratna kembali menutupi vaginanya.
"Jangan pak," ucap Ratna sambil menangis.
Agus tak peduli. Tangannya lebih kuat, ia singkirkan tangan Ratna dengan mudah.
Agus menggesek-gesekkan kepala penisnya ke bibir vagina Ratna. Ratna terus menggelengkan kepalanya. Berharap bapaknya menghentikan aksinya.
Namun tubuh Agus diselimuti nafsu yang kuat, ia meneruskan aksinya. Agus terus menggesek-gesekan penisnya di bibir vagina Ratna.
Agus keenakan. Ia ingin rasa yang lebih nikmat lagi. Ia tekan pelan-pelan penisnya agar masuk ke vagina Ratna.
"Ah, sakit pak, jangan," Ratna menangis kesakitan, menolak. Vaginanya yang sempit tak mampu menampung penis bapaknya.
Agus tak peduli. Ia tetap mendorong penisnya meski kesusahan. Kepala penis berhasil masuk. Ratna tetap menangis kesakitan.
Agus masih kurang puas. Ia terus mendorong penisnya lebih dalam. Hingga setengah penisnya berhasil masuk. Vagina sempit Ratna membuat penis Agus seperti dicengkeram.
Setelah masuk setengah, Agus menarik penisnya. Ada bercak darah di penisnya. Darah perawan Ratna.
"Aduhh, sakit pak," Ratna masih kesakitan.
Seperti tak mendengar tangisan Ratna, Agus kembali melakukan aksinya. Ia tak punya waktu lama, keburu ada yang lainnya datang.
Agus memasukkan penisnya. Meski setengah yang masuk, rasanya sudah mentok. Ia takut untuk mendorongnya lagi. Kini ia memaju-mundurkan penisnya pelan-pelan.
"Ah, ssssshhhh, enaknya," cengkeraman vagina Ratna bikin enak Agus.
Ia lebih mempercepat genjotannya.
"Sakitttt, sudah pak," tangis Ratna.
Agus hampir mencapai puncak kenikmatannya. Ia juga tak mau lama-lama, khawatir ketahuan istrinya dan adik-adik Ratna.
Agus terus menggenjot vagina Ratna. Sebelum mencapai klimaks, ia buru-buru mencabut penisnya.
"Crottttt... crotttt.... crottt....," Agus mengeluarkan spermanya di atas perut Ratna.
"Ahhhh, enaknya punyamu nduk," ucap Agus setelah melakukan aksi bejat ke anak tirinya.
"Jangan bilang-bilang ke ibumu atau ke siapapun ya. Awas kau," Agus mengancam sambil memakai celananya kembali.
Agus pun segera keluar dari kamar Ratna.
***
#26 Jilatan Bapak
Keesokan harinya, Ratna merasa kesakitan di selangkangannya. Vagina perih. Ia menyimpan rasa ini sendiri. Takut cerita ke siapa-siapa. Apalagi ke ibunya. Ia takut dengan ancaman dari bapak tirinya itu.
Sudah beberapa hari berlalu, Agus mendapat kesempatan berduaan dengan Ratna kembali di rumah.
Ratna mengunci kamarnya. Ia takut bapaknya akan berbuat aneh-aneh lagi. Namun yang ditakutkannya terjadi, bapaknya mengetik pintunya. Awalnya ia mengabaikan. Takut membukanya. Namun bapaknya terus mengetuknya.
“Nduk, buka bentar, bapak mau ngomong bentar,” ucap Agus sambil terus mengetuk pintu.
Semakin lama ketukan itu semakin kencang.
“Kalau tidak dibuka, nanti kudobrak loh nduk,” ucap Agus mengancam.
Ratna tambah ketakutan. Akhirnya ia membuka pintu itu. Agus menanyakan kondisi anak tirinya itu.
“Bagaimana apakah masih sakit itumu?” tanya Agus sambil menunjuk selangkangan Ratna.
Ratna hanya menggelengkan kepalanya. Namun, sebenarnya ia masih merasakan sisa sakit. Meskipun tak sesakit kemarin-kemarin.
“Kalau sudah tidak sakit, boleh bapak mencobanya lagi?” tanya Agus.
Ratna langsung syok dengan ucapan bapaknya. Ia mencoba mendorong pintu, menutupnya. Namun Agus menahannya.
“Jangan pak, masih sakit,” Ratna merengek. Ia akhirnya jujur jika masih sakit. Ia mash berusaha menutup pintu kamarnya.
Tangan Agus lebih kuat. Ia mendorong pintu itu hingga terbuka lebar. Kemudian masuk ke kamar itu. Ratna berjalan mundur ketakutan.
“Jangan lagi pak, sakit,” Ratna menangis. Ia ke pojok kamarnya.
“Kalau masih sakit, boleh bapak lihat aja, bapak cek, biar gak sakit,” ucap Agus.
“Nggak, gak usah dilihat,” kata Ratna.
“Ayo, kamu harus nurut, jangan bikin bapak marah,” bentak Agus.
Ratna tambah menangis, ia duduk dipojokan kamarnya. Ia menutup wajahnya.
“Jangann pak,” rengek Ratna.
Agus tak mempedulikan itu, ia mendekati Ratna. Kemudian mengangkat tubuh anaknya dan memintanya naik ke kasur.
“Ayo nurut!” bentak Agus lagi. Ratna tambah ketakutan. Sambil terus merengek, ia akhirnya ikuti kemauan ayahnya.
Agus meminta Ratna terlentang di atas kasurnya. Lalu ia melucuti celana dan CD Ratna. Ia tarik hingga terlepas dari kakinya.
“Bapak cek, kamu diam aja. Mana yang sakit,” ucap Agus sambil membuka kaki Ratna. Vagina Ratna terpampang jelas di hadapannya.
Agus menyentuh vagina berwarna kemerahan itu. Di sekitarnya ditumbuhi bulu tipis-tipis. Agus bergairah, nafsunya meningkat. Ia kusuk-kusuk vagina itu. Lalu pelan-pelan dibuka bibir vagina Ratna.
“Kamu diam aja pokoknya, bapak bikin gak sakit lagi,” kata Agus. Ratna sudah pasrah. Ia tutupi wajahnya dengan tangan.
Agus mengarahkan mulutnya ke vagina Ratna lalu menjulurkan lidahnya. Ia jilati vagina Ratna dengan pelan-pelan.
Slurppp… Slurppp… Slurpp….
“Bagiaman enak kan? Sudah gak sakit kan?” tanya Agus beberapa menit kemudian. Ratna hanya diam saja.
Agus kini memasukkan jarinya ke vagina Ratna. “Bapak cek, dalamnya,” katanya.
Ratna berusaha menguncupkan kakinya, ia seakan menolaknya. Namun tangan Agus yang kuat, menahannya.
Agus terus memasukkan jarinya, ia obok-obok dengan pelan vagina Ratna. Ia merasa, vagina Ratna sudah mulai longgar dibanding sebelumnya.
Ia kemudian kembali menjilati vagina Ratna, ia basahi vagina itu. Sementara Ratna terus menggerakkan kakinya, tubuhnya mengisyaratkan penolakan atas apa yang dilakukan bapaknya.
“Kamu diam ya, jangan bergerak lagi,” ucap Agus. Ratna kembali menurut.
Agus melucuti sendiri pakaian bawahnya. Penisnya sudah tegang menantang. Ia arahkan ke vagina Ratna yang sudah basah oleh air liurnya. Ia tempelkan kepala penisnya di bibir vagina itu. Ia gesek-gesek.
“Jangan lagi pak,” ujar Ratna saat merasa penis bapaknya menyentuhnya.
“Kamu diam, mau ayah main keras atau kamu nurut aja,” ancam Agus lagi. Ratna terdiam.
Agus kemudian mendorong penisnya pelan-pelan ke dalam vagina Ratna. Kali ini lebih mudah dibandingkan sebelumnya. Tidak sesempit sebelumnya. Pelan-pelan ia dorong ia sepenuhnya penis itu masuk.
“Ah,” Ratna menjerit kecil. Ia merasa kesakitan. Meskipun tak sesakit sebelumnya. Ia tak bisa menolak lagi.
Agus mulai menggenjotnya vagina Ratna pelan-pelan. Kali ini sudah tak seseret saat memerawani anak tirinya itu. Agus sangat bernafsu.
“Uhhhhhhh!!! Enak kan nduk, udah gak sakit kan?” tanya Agus sambil mendesah.
***
#27 Ciuman untuk Ratna
Agus terus memompa vagina anak tirinya. Penisnya keenakan dijepit vagina sempit Ratna yang sudah ia perawani sebelumnya.
“Ahhhh, enak nduk. Jangan bilang ibumu ya. Jangan bilang siapa,” katanya.
Ratna menangis pilu. Ia tak menyangka, kejadian buruk ini menimpanya. Orang yang dipilih ibunya untuk menjadi pemimpin rumah tangga, malah berbuat seperti ini.
Ratna hanya bisa menangis. Ia berharap apa yang dilakukan ayahnya segera berakhir. Ratna benar-benar dibuat hancur hatinya oleh lelaki bernama Agus itu.
Agua mempercepat gerakan pinggulnya. Ia tak mau gaya lainnya. Ia tak mau lama-lama, takut kelakuannya diketahui oleh istrinya atau anak-anak Hamidah.
Crottt… crottt… crottt… Agus menarik penisnya sebelum ejakulasi. Ia semburkan spermanya ke atas perut Ratna.
“Terimakasih ya nduk. Besok lagi. Jangan nolak. Ingat! Jangan bilang siapa-siapa,” kata Agus kemudian meninggalkan kamar Ratna.
Ratna benar-benar terpukul atas kejadian itu. Sudah dua kali ayahnya melakukan hal itu. Ia tak berani cerita ke ibunya atau siapapun.
Setelah kejadian itu, Ratna jarang berada di rumah. Ia menghindari momen berduaan dengan ayahnya. Ia tak mau kejadian itu terulang lagi.
Ratna tiap hari berangkat pagi-pagi bersamaan dengan adiknya. Kemudian pulang agak malam, agar sudah ada ibu dan adiknya di rumah. Begitu terus ia lakukan.
Kemudian saat malam hari, ketika semua tidur, ia tak akan keluar kamar. Ia kunci rapat-rapat kamarnya. Pernah suatu malam, ada yang mengetuknya. Ia yakin, itu ayahnya. Ia abaikan.
Berminggu-minggu ia terus menghindari ayah tirinya. Agus yang ingin mengulangi perbuatannya, tak punya kesempatan. Ia juga mulai ketakutan, dengan apa yang telah diperbuatnya ke Ratna. Agus takut Ratna cerita ke ibunya atau siapapun.
Sampai akhirnya Agus dan Hamidah terlibat pertengkaran hebat, karena Agus sudah jarang menafkahinya. Keduanya pun memilih bercerai.
Ratna senang dengan perceraian itu. Ia sangat bersyukur. Ia tak ketakutan lagi ketika berada di rumah. Namun Ratna masih trauma pada laki-laki. Ia tak pernah mau didekati laki-laki.
***
Hamidah memeluk Ratna erat-erat. Air mata Hamidah menetes. Ia sangat merasa bersalah pada Ratna. Laki-laki yang dipilihnya, malah menghancurkan anaknya.
“Maaf ya nak, ini gara-gara ibu salah dalam memilih laki-laki,” kata Hamidah. Matanya terus mengeluarkan air mata.
“Udah bu, itu udah lewat. Yang penting ibu sekarang bahagia dengan aku dan adik-adik,” ucap Ratna.
“Sekarang bagaimana cara ibu biar bikin Ratna bahagia?” tanya Hamidah.
“Kalau ibu bahagia, pasti aku bahagia kok bu,” jawab Ratna.
Hamidah kini menatap wajah Ratna. Keduanya saling menatap mata. “Udah bu, jangan nangis,” kata Ratna.
Hamidah pelan-pelan merapatkan wajahnya ke Ratna. Ia kemudian mengecup bibir Ratna.
“Apakah ini bikin kamu bahagia nak?” tanya Hamidah.
“Ibu,” Ratna kaget dengan apa yang dilakukan ibunya.
Hamidah kemudian mencium bibir Ratna dengan bergairah. Ia mainkan lidahnya. Ratna yang awalnya kaget, merespon ciuman ibunya. Nafsu Ratna mulai muncul akibat ciuman ibunya.
Ibu dan anak perempuan ini saling berciuman dengan penuh nafsu sekitar 5 menit. “Ibu yakin?” tanya Ratna pada Hamidah.
“Kenapa nak? Kamu suka kan? Ibu hanya ingin kamu bahagia. Ibu ingin kamu lupakan kejadian itu. Mungkin ini yang bisa ibu lakukan,” kata Hamidah.
“Terimakasih bu. Ibu sudah sangat mengerti perasaanku,” ucap Ratna.
Keduanya pun kembali berciuman. Tangan Hamidah kini merabah payudara Ratna dari luar bajunya. Ratna ikut melakukan hal yang sama pada ibunya. Ia rasakan payudara ibunya lebih besar dari miliknya.
***
#28 Giliran Hamidah Bikin Enak Ratna
Suasana ruangan jadi hening. Tidak ada lagi percakapan antara Hamidah dan Ratna. Yang terdengar adalah suara bibir ibu dan anak ini yang sedang beradu.
Hamidah sudah pandai berciuman, akibat sering berciuman dengan Anwar. Ratna pun merasakan sensasi luar biasa dari bibir ibunya. Benar-benar ibunya bisa memberikan ciuman yang diinginkannya.
Lidah Hamidah dan Ratna juga terus beradu. Keduanya sudah masuk dalam nuansa nafsu. Tangan keduanya juga masih saling meraba payudara.
Kemudian Hamidah memasukkan tangannya ke dalam baju Ratna. Ia pegang langsung payudara Ratna. Ia mainkan puting Ratna.
“Ahhh,” Ratna mendesah ketika ibunya memilin putingnya. Namun ciuman masih terus berlanjut.
Setelah itu Hamidah menaikkan baju dan BH anaknya hingga ke atas payudara Ratna. Hamidah kemudian mengenyot dan menjilati payudara Ratna. Ia melakukannya seperti yang dilakukan Ratna padanya sebelumnya.
Ratna keenakan. Ia terus meraba payudara ibunya. Kemudian juga meraba-raba bokong ibunya yang besar. Ia juga ingin membalas kenikmatan yang diberikan ke ibunya.
“Seperti itu kan nak caranya? Enak gak?” tanya Hamidah.
“Iya enak bu,” jawab Ratna.
Hamidah kemudian menarik tangan Ratna. Mengajaknya masuk ke kamar Ratna. Ia khawatir tiba-tiba anaknya yang lain datang.
“Di kamar aja nak,” ajak Hamidah. Ratna menurut.
Di dalam kamar itu, Hamidah melucuti semua baju dan celana Ratna hingga telanjang bulat. Kemudian ia meminta Ratna untuk terlentang di atas ranjang.
“Sekarang gantian, ibu yang akan bikin enak kamu,” ucap Hamidah.
Ratna benar-benar terbuai saat itu. Ia merasakan kenikmatan walau dari ibunya sendiri. Ia juga tak menyangka momen ini bakal terjadi pada hidupnya.
Hamidah membuka lebar-lebar kaki Ratna. Kemudian ia menjilati bibir vagina Ratna. Lagi-lagi Hamidah meniru apa yang dilakukan Ratna sebelumnya padanya.
“Uhhh,” Ratna keenakan.
Hamidah terus memainkan lidahnya di klitoris Ratna. Hal ini bikin tubuh Ratna gelinjangan.
“Ibu, enak bu… ahhhh,” desah Ratna.
Hamidah kemudian memasukkan jari tengahnya ke vagina Ratna. Ia colok-colok vagina anaknya.
“Uhhhh, aduh ibu,” desah Ratna lagi.
“Enak ya nak?” tanya Hamidah.
“Iya bu, enak banget. Uhhhh,” kata Ratna.
Hamidah pun senang, anaknya mengaku keenakan. Ia merasa bisa memberikan kebahagiaan untuk Ratna.
Tubuh Ratna makin menggelinjang ketika jari Hamidah makin cepat mencolok vaginanya.
“Aduhhhh ibu, Ratna seperti mau keluar,” ucap Ratna.
Hamidah terheran, Ratna bisa mencapai puncak kenikmatan hanya dengan jari saja. Ia pun berusaha secepat mungkin mengobok-ngobok vagina anaknya.
Tak lama berselang, Ratna mengalami orgasme. Tubuhnya bergetar hebat.
Serrrr… serr… serr…. Vagina Ratna menyemburkan cairan kenikmatan, bahkan sampai mengenai wajah ibunya.
Hamidah kembali terheran-heran, Ratna bisa orgasme dan mengeluarkan cairan kenikmatan. Hamidah sendiri selama ini belum merasakan namanya orgasme hingga muncrat cairan dari vaginanya.
Hamidah terdiam setelah melihat anaknya orgasme. Ia merasa senang melihat anaknya bahagia dan puas.
“Maaf ya bu kena wajah ibu. Terimakasih banyak bu,” ucap Ratna, tubuhnya lemas.
“Iya nak, enak kan? Ibu ikut senang kalau kamu puas?” tanya Hamidah.
“Iya bu, enak. Kalau udah keluar gini berarti udah puas banget bu,” kata Ratna.
“Ibu mau juga?” tanya Ratna.
“Udah gak usah, kamu udah lemas gitu,” kata Hamidah. Namun sebenarnya dia juga ingin.
Ratna duduk ia kemudian mencium bibir ibunya. Ibu dan anak ini kembali berciuman.
“Terimakasih ya bu, sekarang giliran Ratna yang bikin enak ibu,” kata Ratna.
Ratna gantian yang melucuti baju ibunya hingga telanjang bulat. Ia remas dan jilati payudara ibunya. Kemudian meminta ibunya untuk terlentang.
Ratna kini menjilati vagina ibunya penuh nafsu. Slurpp… slurpp…. Slurpp… suara lidah Ratna menyapu vagina Hamidah yang mulai becek.
Kini Ratna memasukkan jarinya ke vagina Hamidah. “Ohhhh,” Hamidah mendesah. Ia tak bisa menahan.
Ratna terus mengobok-ngobok vagina ibunya yang semakin becek.
Beberapa menit kemudian, Ratna membuka kak ibunya lebar-lebar. Kemudian ia tempelkan vaginanya ke vagina ibu ya. Kedua vagina ibu dan anak ini pun saling menempel. Ratna kemudian mulai menggesek-gesekkan vaginanya.
“Ouhhh,” Ratna mendesah, gesekan demi gesekan dengan vagina ibunya begitu nikmat ia rasakan.
“Ahhhhh,” Hamidah ikut mendesah.
Ratna tak berhenti melakukan aksinya. “Enak banget bu, ibu juga enak kan?” tanya Ratna.
“Iya, enak,” jawab Hamidah.
Ibu dan anak perempuannya ini sudah terbawa dalam nuansa birahi yang salah. Namun keduanya sangat menikmati momen malam itu.
Di tengah keduanya benar-benar terbuai nafsu yang tinggi, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Keduanya pun langsung menghentikan aksinya.......... Baca versi lengkapnya di:
https://novelkita.online/asmara-tabu-bersama-ibu-full-chapter/4555Please respect copyright.PENANASyMB18XFy8
https://karyakarsa.com/Bacaya/hamidah-dan-anaknya4555Please respect copyright.PENANAPco8orGfoR