#13 Perhatian Anak ke Ibu
Anwar masih memandangi tubuh kakaknya yang berjalan ke kamar. “Tapi biar ibu aja yang makan, aku masih kenyang. Ibu bangunin, biar makan lagi. Biar badannya tidak lemas. Tadi sudah aku pijitin,” ujar Anwar.
Ratna menghentikan langkahnya. “Iya. Bentar lagi nunggu adek (Fadian), biar bantu nyuapin. Ibu juga biar istirahat dulu,” kata Ratna sambil meneruskan langkahkan ke kamar.
“Oke,” jawab Anwar sambil kembali ke kamarnya.
Tak lama berselang, Fadian tiba di rumah. Ratna segera menyuruh adiknya untuk ke kamar ibunya. Membangunkan ibunya.
Fadian yang penurut, segera menjalankan perintah kakaknya.
“Ibu… Ibu… bangun,” kata Fadian sambil memegang tubuh ibunya sambil mengecek suhu tubuhnya. Tubuh Hamidah masih hangat.
Hamidah pun bangun dan sedikit terkaget. “Iya nak,” ujarnya.
“Ibu makan dulu ya, aku suapin. Terus minum obat dan istirahat lagi. Itu sama Kak Ratna sudah dibeliin soto,” ucapnya.
Fadian pun ke dapur untuk menyiapkan makan ibunya. Kemudian kembali lagi ke kamar ibunya.
“Kak Ratna… Kak Anwar… tolong bantu ibu untuk duduk. Aku mau suapin ibu di kamar,” teriak Fadian.
Tubuh Hamidah yang lemas, membuatnya kesulitan untuk bangun. Anwar dan Fadian yang mendengar teriakan adiknya pun segera menuju kamar ibunya. Keduanya langsung membantu membangunkan ibunya untuk duduk dan bersandar di ranjang.
Anwar dan Ratna tak segera pergi. Keduanya membarengi Fadian yang menyuapi ibunya.
“Ibu masih lemas? besok saya antar ke dokter ya?,” tanya Ratna.
“Gak usah nak, tadi sudah dipijat adekmu. Ibu hanya butuh istirahat saja,” ungkap Hamidah.
“Besok ibu tidak usah ke pasar. Istirahat saja di rumah,” kata Anwar.
“Iya lihat, besok,” jawab Hamidah.
“Iya benar Anwar. Ibu istirahat saja besok di rumah. Biar benar-benar sembuh,” kata Ratna.
“Aku gak papa libur kerja besok. Aku jaga ibu,” ucap Anwar.
“Iya sudah, benar gitu,” kata Ratna mendukung.
Hamidah tak menjawab. Hanya mengangguk kecil sambil mengunyah nasi soto yang disuapin oleh anaknya.
Dalam perbincangan hangat malam itu antara tiga anak dengan ibunya, Anwar tetap saja curi-curi pandang ke tubuh Ratna.
Di sisi lain, Hamidah senang banget ketiga anaknya begitu peduli pada dirinya.
Setelah makan, Hamidah minum obat dan segera kembali tidur. Ia meminta Fadian untuk menemaninya tidur malam ini.
***
Sebelum berangkat kerja, Ratna dan Fadian membantu pekerjaan rumah. Dari bersih-bersih, cuci baju, hingga memasak. Mereka juga menyiapkan air hangat untuk mandi ibunya.
Tubuh Hamidah sudah terasa enakan. Selesai mandi, ia makan bersama Ratna dan Fadian. Sementara Anwar masih tidur. Apalagi hari ini ia sudah berniat libur kerja. Jadi sengaja molor bangunnya.
Setelah makan, Fadian pun pamitan pergi ke sekolah.
Ratna kembali mengingatkan ibunya untuk di rumah saja. Libur tak ke pasar dulu. “Ibu di rumah saja sama Anwar. Jangan ke pasar,” ucap Ratna.
“Ibu sudah enakan kan, atau gimana? tanya Ratna.
“Sudah enakan, nak. Sudah tidak pusing. Badan juga tidak pegal-pegal lagi. Badan tidak begitu lemas kayak semalam,” ucapnya.
“Ibu memang butuh istirahat. Minum obat lagi sebentar lagi. Nanti selama di rumah jangan capek-capek. Tak perlu melakukan pekerjaan rumah, biar nanti sore, aku sama Fadian saja,” jawabnya.
Fadian pun juga segera bergegas berangkat kerja. Sementara Hamidah kini bersantai, menyalakan TV di ruang tengah.
Sekitar pukul 07.30, Anwar baru bangun. Ia keluar kamarnya untuk menuju kamar mandi.
“Kakak sudah berangkat?” tanya Anwar pada ibunya.
“Sudah. Kamu jadi libur? tanya balik Hamidah pada Anwar.
“Iya, aku mau nemeni ibu hari ini,” jawab Anwar sambil berlalu ke kamar mandi.
Setelah dari kamar mandi, Anwar hanya memakai handuk di tubuhnya untuk kembali ke kamarnya. Tapi ia berhenti di dekat ibunya.
“Ibu sudah enakan badannya,” tanya Anwar.
“Iya, syukurlah nak,” jawab Hamidah sambil melihat ke arah Anwar. Sekilas melihat tubuh Anaknya yang kekar dan penis yang menonjol di balik handuk. Hamidah kemudian fokus lagi ke TV.
“Segera makan, itu kakak dan adikmu sudah masak,” kata Hamidah.
Anwar tak beranjak. Ia malah mendekat ke ibunya. “Ibu mau kupijit lagi? biar tambah enakan,” tanya Anwar.
“Sudah tidak usah, sana ganti baju dulu, lalu makan,” ucap Hamidah.
Anwar malah tambah mendekat ke ibunya. “Sini Anwar pijitin ibu. Di sini apa di kamar? tanya Anwar.
Pertanyaan Anwar membuat Hamidah teringat kejadian semalam. Apa yang dilakukan oleh Anwar kepadanya. Termasuk dengan perasaan yang ia terima dari aksi Anwar.
“Sudah tidak usah nak. Badan ibu sudah enak,” jawab Hamidah.
“Kenapa ibu tidak mau? tanya Anwar.
Hamidah terdiam. Lalu memberanikan diri menanyakan apa yang sudah dilakukan Anwar semalam dan sebelumnya.
“Kamu mau mijit ibu, atau mau…….,” kata Hamidah belum selesai ngomong disela oleh oleh Anwar. “Mau apa bu?” jawab Anwar.
“Mau melakukan hal itu pada ibu lagi? Kenapa kamu lakukan ke ibu nak? jawab Hamidah dengan nada pelan dan matanya memerah.
“Maafin Anwar ya bu. Aku khilaf bu,” jawab Anwar. Hamidah hanya diam.
Anwar yang masih memakai handuk lebih mendekat ke ibunya. Anwar membelakangi ibunya yang duduk di kursi. Ia memegangi pundak ibunya dan memijatnya pelan.
“Maafin Anwar bu,” kata Anwar mengulang meminta maaf. Hamidah masih diam.
Anwar terus memijit ibunya, dan tangannya perlahan turun ke punggung dan pinggang ibunya. Mirip semalam. Badan Hamidah mulai bergerak kegelian lagi.
“Ibu, gak papa, Anwar melakukan hal itu lagi?” tanya Anwar. Hamidah tetap diam. Matanya seakan fokus melihat TV, namun pikirannya ingat kejadian semalam dan sebelumnya.
“Anwar sayang ibu. Maafin Anwar ya,” ujar Anwar.
Anwar kemudian mendekap ibunya. Hamidah hanya diam saja. Lalu tangannya meraba payudara ibunya yang kini masih terbungkus BH dan daster.
Melihat ibunya diam saja. Anwar mengecup leher ibunya dari samping berulang. Hal ini bikin Hamidah merinding dan menggoyangkan kepalanya.
Penis Anwar mengeras. Melihat ibunya yang tak menolak, ia berani berbuat jauh. Tangan kirinya tetap meremas payudara ibunya. Tangan kanannya turun ke perut ibunya. Ia elus-elus.
Tangan Anwar meraba halus tubuh ibunya. Kini memberanikan diri menyibak daster ibunya. Lalu menyentuh vagina ibunya yang terbungkus CD. Hamidah masih tak menolak. Tapi tubuhnya terus bergerak dan mulai mendapat perasaan semalam. Tubuhnya sedikit bergetar dengan sentuhan-sentuhan Anwar.
Merasa ada angin segar dari ibunya yang tak menolak. Anwar memegang tangan ibunya dan mengajaknya ke kamarnya.
***
#14 Ini Tidak Boleh Dilakukan Lagi
Anwar mencoba menarik tangan ibunya dan mengajaknya ke kamar. Namun Hamidah bertahan, tak beranjak dari kursinya.
“Jangan nak. Ini tidak boleh dilakukan lagi,” kata Hamidah sambil melihat ke wajah Anwar.
“Gak papa bu, kita kemarin sudah melakukannya dua kali,” jawab Anwar. Hamidah hanya menggeleng.
Anwar melepas tangan ibunya. Anwar kemudian pergi ke depan menutup pintu rumah. Lalu kembali ke ibunya.
Anwar yang masih memakai handuk kembali mendekap ibunya dari belakang. “Ayo ibu, ke kamar Anwar saja,” ucap Anwar di telinga Hamidah.
Ucapan Anwar bikin Hamidah kembali merinding. Anwar mencoba menarik tangan ibunya lagi. Mengajaknya ke kamar.
Dengan agak berat berdiri dari kursinya, Hamidah mengikuti tarikan tangan anaknya. Ia kemudian dituntun ke kamar Anwar.
Langkah Hamidah agak berat berjalan ke kamar Anwar. Namun pegangan Anwar yang kuat, memaksanya untuk mengikuti anaknya.
Sampailah ibu dan anak ini di dalam kamar Anwar. Anwar kemudian menutup pintu kamarnya. Hati Hamidah deg-degan. Ia berdiri terdiam.
Anwar kemudian memegang kedua pundak ibunya, lalu mendekap erat tubuh ibunya. Penisnya yang tegang menempel di perut ibunya.
Melihat ibunya diam saja, Anwar menyikap daster ibunya ke atas dan berusaha melepasnya. Hamidah kini seolah menurut saja, ia spontan mengangkat tangannya, sehingga memudahkan Anwar meloloskan daster dari tubuhnya.
Nafsu Anwar makin meninggi melihat ibunya hanya memakai BH dan CD. Tak sampai di situ, Anwar kemudian melepas BH ibunya. Hamidah diam saja sambil memandangi tubuh anaknya yang berbalut handuk. Ia juga sesekali melihat penis Anwar yang menyembul di balik handuk.
Melihat buah dada ibunya menggantung tangan Anwar langsung sigap meraihnya. Tangan Anwar meremas dengan lembut susu ibunya. Lalu mulutnya di arahkan ke puting ibunya. Anwar pun mencium, menjilat, dan mengenyot payudara ibunya penuh nafsu.
Hamidah hanya mendongak saja. Ia mulai merasakan sesuatu kenikmatan. Tubuhnya merinding. Bulu kuduknya berdiri.
Anwar lalu menyuruh ibunya berbaring di ranjangnya. Hamidah hanya menurut. Ia penasaran dengan selanjutnya.
Setelah ibunya tidur di atas ranjang, Anwar melepas handuknya. Mata Hamidah tertuju pada penis itu.
Anwar lalu naik ke atas ranjang mengikuti ibunya. Ia berada di atas ibunya dan tangan kembali meraih kedua buah dada ibunya. Mulut dan lidahnya kembali bermain di area payudara Hamidah.
Hal ini bikin Hamidah menggeliat. Ditambah tangan Anwar mulai meraba perut dan pinggangnya.
Anwar tahu, ibunya mulai merasakan kenikmatan. Tangannya kini mengarah ke vagina ibunya yang terbungkus CD. Ia raba-raba dari luar.
Masih dengan posisi mengenyot susu ibunya, tangan kanan Anwar menyusup ke balik CD ibunya. Ia masukkan jarinya. Ternyata vagina ibunya sudah mulai basah. Mudah jari tengah Anwar masuk ke dalam vagina ibunya.
Anwar memainkan jarinya di liang ibunya, hal ini bikin Hamidah lebih menggeliat lagi. Pinggulnya mulai bergerak.
Anwar kemudian menurun mulutnya ke perut ibunya. Ia cium secara halus. Terus ke bawah pelan-pelan. Sambil di sekitar CD ibunya, ia melorotkan CD ibunya hingga lepas. Hamidah tak melawan.
Kini ibunya sudah telanjang bulan di hadapan Anwar. Ibu dan anak ini sama-sama telanjang. Hamidah terus melihat apa yang dilakukan anaknya.
Anwar kini membuka lebar-lebar kaki ibunya. Melihat ibunya tak sedikitpun melakukan penolakan, Ia mengarahkan mulutnya ke vagina ibunya. Lalu mulailah ia menciumi vagina ibunya.
Hamidah menggelinjang saat mulut Anwar menempel di vaginanya. Anwar kni berbuat lebih jauh, ia menjilati vagina ibunya basah. Lalu melumatnya dengan penuh nafsu. Sedotan mulut Anwar di vagina ibunya, bikin Hamidah makin tak bisa menyembunyikan perasaannya.
“Ahhhh,” teriak kecil Hamidah. Hal ini bikin Anwar melihat ibunya.
“Ibu suka?” tanya Anwar. Hamidah hanya diam. Ia malu mau menjawab.
Anwar terus melakukan aksinya. Vagina Hamidah makin basah. Gantian kini jemarinya ia masukkan ke vagina Hamidah.
Sekitar 10 menit ia melakukan itu, kini Anwar bersiap-siap mengarahkan penisnya ke vagina ibunya.
“Ibu mau ya?” tanya Anwar ke Hamidah sambil memegangi penisnya.
Hamidah hanya diam saja. Di dalam hatinya, penasaran dengan rasa berikutnya yang akan ia dapat dari anaknya. Hatinya deg deg ser. Sudah lama ia tak merasakan hal ini.
Anwar mulai menggesek-gesek penisnya di vagina Hamidah. Sontak Hamidah menggerak-gerakan pinggulnya. Tubuhnya kini juga diselimuti nafsu yang salah.
Anwar makin senang, melihat respon tubuh ibunya. Ia terus menggesek-gesek penis ke vagina ibunya sambil melihat ekspresi ibunya.
Raut wajah hamidah memang datar, tapi sepertinya ia juga menikmatinya. Hamidah lalu memalingkan wajahnya saat tahu anaknya melihatnya.
Penis Anwar sudah sangat tegang. Nafsunya memuncak. Mulailah dia pelan-pelan memasukkan penisnya ke vagina Hamidah.
***
#15 Ibu Mau Lagi?
“Ahhhhhhhhh,” Hamidah mendesah pelan sambil menutup mata saat penis Anwar mulai memasuki vaginanya. Anwar kembali melihat ekspresi ibunya saat mendesah. Hal ini membuatnya makin bernafsu saja.
Anwar mulai memompa vagina ibunya secara pelan. Hamidah masih memejamkan matanya dan kepalanya bergerak pelan mendongak. Hamidah nampaknya benar-benar mulai menikmati permainan Anwar.
“Ibu, ini enak kan bu?,” tanya Anwar sambil terus menggenjot vagina ibunya pelan-pelan. Hamidah tak menjawab.
“Ahhh,” Hamidah kembali mendesah kecil. Tubuhnya mulai bergetar. Rangsangan ia rasakan. Tubuh Hamidah bergerak mengikuti irama sodokan Anwar.
Sambil terus menyodokan penis ke vagina ibunya, Anwar meraih payudara ibunya. Ia remas-remas. Ia pilin putingnya. Lalu mulai menjilatinya. Menciumnya dengan penuh nafsu.
Kenyotan demi kenyotan terus dilakukan Anwar pada susu ibunya. Hal ini bikin Hamidah makin tak karuan perasaannya. Ia kini membuka matanya, melihat secara jelas apa yang dilakukan anaknya pada tubuhnya.
Hamidah seakan merasakan sesuatu yang dialaminya saat menjadi pengantin baru. Ia benar-benar terbuai dengan perlakuan Anwar kali ini. Beda dengan sebelumnya. Hamidah mulai merasakan kenikmatan.
Anwar masih melakukan gerakan yang sama. Tangan Hamidah kini reflek memeluk tubuh anaknya. Anwar merasakan kehangatan pelukan ibunya. Ia kemudian menghentikan aksi mulutnya, lalu mendongak ke ibunya. Kontak mata pun terjadi keduanya.
“Ibu, enak ya? tanya Anwar lagi. Hamidah masih diam dan terus memandangi wajah anaknya.
Tak ada jawaban dari ibunya, mulut Anwar kembali menikmati payudara ibunya. Sementara penisnya terus menghujam vagina ibunya.
Sekitar 10 menit ia melakukan itu. Anwar melepas penisnya dan vagina ibunya lalu duduk. Ia meminta ibunya bangun. Hamidah menurut saja. Benar-benar ia terbuai kali ini dengan kenikmatan. Tak peduli jika Anwar adalah anaknya.
Anwar meminta Hamidah menungging. Hamidah kembali menurut saja. Bokong dan vagina Hamidah pun terpampang jelas dan menggiurkan. Dari belakang Anwar langsung menancapkan penisnya ke vagina Hamidah.
Anwar mulai menggenjot pelan. Vagina Hamidah basah, membuatnya mudah menembus vagina ibunya. Genjotan penisnya juga berjalan dengan lancar dan enak.
“Uhhhh, ahhhhh,” Hamidah mendesah. Anwar makin bersemangat. Ia lebih mempercepat gerakan pinggulnya. Anwar makin keenakan. “Ahhhhh,” Hamidah kembali mendesah.
“Uhhhhh, enak ibuuuu,” kata Anwar mendesah lebih keras sambil terus mempercepat gerakannya.
Anwar sudah hampir orgasme. Ia meminta ibunya kembali telentang. Lagi-lagi Hamidah menurut saja.
Anwar kembali bersiap-siap memasukkan penisnya ke vagina ibunya. Hamidah melihat anaknya begitu bernafsu pada dirinya.
Tak butuh waktu lama, Anwar langsung menggenjot vagina Hamidah penuh nafsu.
“Ahhhh, enak ibu,” desah Anwar cukup keras sambil memandang ibunya. Hamidah juga masih menatap wajah anaknya yang begitu menikmati tubuhnya.
Hamidah kali ini benar-benar menikmati perlakuan Anwar. Ia seperti pengantin baru, tubuhnya terangsang. Bisa kembali merasakan kenikmatan bersetubuh.
Hamidah tetap memandang wajah anaknya. Namun tak ada kata-kata yang keluar darinya. Kecuali desahan kecil sesekali. “Ahhh,” desahnya.
“Ibu suka kan? tanya Anwar lagi. Hamidah hanya diam saja. “Jawab ibu…” kata Anwar lagi. Hamidah masih diam. Anwar meningkatkan tempo gerakannya sambil terus memandangi wajah ibunya.
Vagina Hamidah sudah becek. Tubuhnya bergerak mengikuti ritme hentakan Anwar. “Ahhhh,” desahan kecil kembali muncul dari mulut Hamidah.
Anwar sudah segera sampai ke puncaknya. Ia mulai meningkatkan lagi tempo penisnya. “Ibuuuu… ini enak banget. Ibu suka kan? Ibu nanti mau lagi kan? tanya Anwar lagi sambil terus menggenjot.
Hamidah tak menjawab. Tapi mimik wajahnya terlihat menikmati persetubuhan pagi itu. “Jawab ibuu, enak kan? nanti mau lagi kan? tanya Anwar lagi mengulang.
“Jawab ibuuu,” suara Anwar terus mengulang, sambil menggenjot penuh nafsu vagina ibunya.
Hamidah akhirnya mengangguk kecil. Tapi tak bersuara. “Benar ya, ibu nanti mau lagi? tanya Anwar lagi.
Hamidah kembali hanya mengangguk kecil. Tak menjawab. “Nanti Anwar mau lagi, buu,” ucapnya.
Gerakan pinggul Anwar makin cepat lagi. Nafsunya sudah di puncak. Sebentar lagi sudah akan meledak. Hamidah juga sama, ia merasakan rangsangan yang hebat. Ia benar-benar keenakan dengan apa yang dilakukan anaknya.
“Ibuuu, aku mau tiap hari sama ibu,” ucap Anwar. “Ibu juga kan? tanya Anwar.
Hamidah diam. “Jawab ibu. Ibu juga mau kan tiap hari? kata Anwar dengan nada sedikit memaksa ibunya.
Hamidah kembali mengangguk kecil. Tak bersuara.
***
#16 Jangan Bilang Siapa-Siapa
“Ahhhhhhhhhhhh,” Hamidah mendesah panjang saat Anwar sangat mempercepat genjotan penis ke vagina ibunya.
“Ahhh… ahhh….,” Anwar ikut mendesah dan mencabut penis dari vagina Hamidah. Ia arahkan ke perut ibunya. Crottt… Crottt…. Sperma menyembur ke perut ibunya. Seketika itu desahan Hamidah dan Anwar berhenti.
Nafas Hamidah dan Anwar sama-sama tidak teratur. Setelah spermanya berhenti keluar, Anwar langsung ambruk di samping kanan tubuh ibunya. Ia kelelahan. Nafasnya masih berat. Tak ada kata yang keluar dari mulutnya. Lalu memejamkan matanya.
Hamidah melirik ke arah anaknya. Anwar masih menutup matanya. Tubuhnya berkeringat. Benar-benar kelelahan.
Kini Hamidah bangkit. Anwar seakan tak sadar atau tak peduli lagi dengan keadaan sekarang setelah sudah melampiaskan nafsunya.
Hamidah beranjak dari ranjang anaknya. Anwar seakan tak sadar ibunya sudah pergi dari sampingnya.
***
Jam di dinding menunjukkan pukul 10.30 siang. Hamidah sudah menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah, meski anaknya sebenarnya sudah melarangnya. Anaknya meminta Hamidah untuk banyak istirahat. Namun Hamidah sudah merasa mulai enakan badannya.
Setelah melakukan hubungan tadi pagi dengan Anwar, Hamidah mencuci piring kotor yang tersisa dan bersih-bersih rumah. Ia juga sempat beristirahat sebentar di kamarnya. Sementara Anwar tertidur pulas setelah puas menikmati ibunya.
Hamidah juga sudah selesai mandi. Tubuhnya sudah segar. Dengan berbalut handuk saja, ia keluar kamar mandi dan berjalan ke kamarnya. Namun sebelum masuk ke kamar, sudah ada Anwar di depannya dengan tubuh telanjang. Menghadang langkah Hamidah.
“Kamu sudah bangun, segera mandi sana,” kata Hamidah sambil melirik penis anaknya.
Hamidah ingin menyerobot masuk ke kamarnya. Namun Anwar kembali menghalangi. Anwar melihat wajah ibunya. Kemudian pandangannya turun ke tubuh ibunya yang hanya berbalut handuk.
Harum wangi tubuh Hamidah dan rambut basahnya, bikin Anwar kembali naik nafsunya. Ia memegang pundak Hamidah dan lebih mendekatkan tubuhnya. Aroma wangi Hamidah main terasa..
“Tolong jangan bilang kakak dan adikmu. Jangan bilang siapa-siapa apa yang telah kita lakukan,” kata Hamidah memohon.
“Iya ibu. Maafin saya ya,” kata Anwar kemudian mendekap tubuh ibunya. Payudara ibunya pun sangat terasa di dada Anwar.
“Anwar sayang ibu,” ucap Anwar.
“Pokoknya jangan cerita ke siapapun,” kata Hamidah mengulang.
Anwar kemudian menatap dekat wajah ibunya. “Ibu sayang Anwar? tanya Anwar.
Hamidah diam beberapa detik. Lalu hanya mengangguk saja. Anwar kini mendekatkan bibirnya ke bibir ibunya. Hamidah diam saja. Saat bibir keduanya saling menempel, tubuh Hamidah kembali bergetar.
Anwar mulai mengecup bibir ibunya. Kemudian melumatnya pelan-pelan. Hamidah sudah lama tak berciuman. Bibirnya hanya diam saja.
Anwar terus melumat bibirnya ibunya yang pasrah. Hamidah sedikit membuka bibirnya. Anwar makin bernafsu melumat bibir Hamidah.
Sambil berciuman dan berpelukan, Anwar mengajak ibunya masuk ke kamar Hamidah.
Anwar langsung melepas handuk ibunya. Keduanya kembali sama-sama telanjang. Mulutnya masih mencium ibunya. Tangannya kini mulai maraba payudara ibunya. Kemudian tangannya juga turun ke belahan vagina ibunya.
Hamidah semakin terangsang. Ia mendekap tubuh anaknya. Anwar menuntun tangan Hamidah untuk memegang penisnya. Hamidah menurut saja. Ia pegang penis anaknya yang tegang.
Setelah itu Anwar meminta ibunya tidur di ranjang. Mulailah Anwar memainkan mulutnya dari bibir ibunya turun ke payudara, hingga vagina. Kemudian memasukkan jarinya ke vagina Hamidah.
Hamidah kini sudah sangat menikmati. Tak malu desahan demi desahan keluar dari mulutnya. Setelah puas memainkan tubuh ibunya, kini Anwar mulai memasukkan penisnya ke vagina Hamidah.
“Ahhhhh,” suara desahan Hamidah begitu menikmati. Hamidah menuruti berbagai gaya yang diminta Anwar. Hamidah sudah benar-benar terbuai dengan anaknya. Ia juga sangat bernafsu.
Bahkan saat diminta untuk berada di atas, Hamidah tak menolak. Ia menaiki tubuh anaknya dan mengarahkan penis Anwar ke vaginanya hingga masuk dalam. Tubuhnya naik turun, menikmati penis anaknya.
Namun Anwar masih takut menyemburkan spermanya di rahim ibunya. Ia kembali menyemprotkan sperma ke perut ibunya.
“Ahhhhh.. enak ibu,” ucap Anwar lega. Hamidah hanya diam saja dan tersenyum sebentar. Ia juga merasakan yang sama. Namun malu mengucapkannya.
***
Sejak saat itu, keduanya sudah sering berhubungan badan layaknya pengantin baru. Setiap ada kesempatan, Anwar langsung menghampiri ibunya dan mencumbu ibunya.
Saat Ratna dan Fadian pergi, tinggal Hamidah dan Anwar di rumah, keduanya sudah seperti suami istri. Bercumbu sepuasnya. Di malam hari pun, saat Ratna dan Fadian tidur, Anwar masuk ke kamar ibunya untuk minta jatah.
Mereka juga berpindah-pindah melakukan hubungan badan. Tak hanya di kamar Hamidah atau Anwar, namun juga kadang di ruang tamu, di kamar adiknya, juga dilakukan di kamar mandi.
Hamidah bahkan ketagihan dengan apa yang dilakukan anaknya. Jika sampai 3 hari, Anwar tak menyetubuhinya, Hamidah sudah bingung. Berharap Anwar segera mencumbunya saat ada kesempatan.
Pernah suatu ketika sudah lebih dari 7 hari, Anwar tak menyentuh ibunya. Akhirnya Hamidah memberanikan diri untuk meminta jatah ke anaknya.
Saat itu, di rumah tinggal mereka berdua. Anwar di dalam kamarnya. Hamidah sudah tidak tahan, seminggu lebih tak berhubungan. Setelah mandi dan memakai handuk, ia mengetuk dan masuk ke kamar Anwar.
“Ibu…. tumben masuk ke sini dulu? tanya Anwar sambil tersenyum.
“Kenapa lama tidak begituan dengan ibu lagi? ada apa? tanya Hamidah langsung dengan wajah datar.
“Anwar capek bu, kemarin-kemarin banyak kerjaan,” jawab Anwar. Memang Anwar banyak kerjaan akhir-akhir ini dan sering lembur. Di sisi lain, Ia juga mulai menurun nafsunya pada Hamidah setelah sekitar 3 bulan berhubungan terus-menerus.
“Biasanya kan malam bisa, atau saat kakak dan adek tidak di rumah,” kata Hamidah sedikit kesal.
“Sekarang ibu pengen,” kata Hamidah sambil melepas handuknya. Ia telanjang di depan Anwar.
“Saya capek bu sekarang,” jawab Anwar.
***
#17 Birahi yang Tertahan
Kali ini Hamidah yang tidak tahan birahinya yang naik. Sudah berhari-hari tidak disentuh anaknya. Melihat Anwar yang menolak ketika ia aja, Hamidah kesal.
“Padahal ibu tidak pernah menolak loh, ketika kamu yang ngajak,” kata Hamidah.
Hamidah yang sudah telanjang langsung mendekati anaknya yang rebahan. Giliran Hamidah yang saat ini memulai permainan.
Hamidah berada di samping Anwar. Ia memeluk anaknya dengan manja. Mencium pipi Anwar berulang-ulang. Namun Anwar masih fokus ke HP-nya.
Tangan Hamidah kini turun ke celana Anwar. Dipegangnya tonjolan penis Anwar. Dirabanya penuh nafsu. Anwar masih saja diam.
“Ayo Anwar sayang, anakku sayang. Ibu pengen,” Hamidah dengan nada manja.
“Iya, bentar lagi ibu,” jawab Anwar.
Melihat respon Anwar, Hamidah pun bangkit dan melucuti celana dan CD Anwar. Ia langsung meraih penis anaknya. Mengulum penis Anwar dengan lahap. Padahal pada kesempatan sebelumnya, ia kerap menolak. Anwar sampai memaksa ibunya untuk mengulum penisnya hingga mau.
Kali ini Hamidah justru tanpa aba-aba anaknya, dengan rakus menjilati penis Anwar. “Slurppp, slurpppp,” bunyi lidah Hamidah terdengar oleh Anwar.
Anwar yang semula cuek, lama-lama mulai menikmatinya. Libidonya akhirnya juga perlahan naik.
“Ahhhh, ibu enak. Ibu mulai pinter ya,” kata Anwar. Hamidah terus menjilati penis Anwar hingga tegang.
Nafsu Anwar yang perlahan naik, kini ia bangkit. Kemudian mengangkat wajah ibunya, Anwar mencium bibir ibunya dengan lembut. Hamidah membalasnya, ia memainkan lidahnya. Sesekali menggigit kecil bibir Anwar.
Sudah berkali-kali diajak ciuman oleh Anwar, kini Hamidah juga sudah lihai. Tangan Anwar mulai memainkan puting ibunya. Hamidah mulai menggelinjang.
Mulut Anwar pindah ke payudara Hamdah. Seperti biasa, ia mainkan lidah dan mulutnya penuh nafsu di payudara ibunya.
Sambil terus mengenyot payudara ibunya, tangan Anwar turun bergerilya ke vagina Hamiah yang sudah tanpa tanpa ditutupi sehelai benang. Jari tengahnya ia masukkan, ia obok-obok vagina Hamidah yang becek.
Hamidah memang benar-benar bernafsu, tak seperti biasanya, di awal vaginanya sudah basah.
Anwar kemudian mendorong tubuh ibunya sehingga telentang di atas ranjang. Anwar langsung membuka kedua kaki ibunya. Mulutnya langsung memainkan vagina ibunya.
Seperti sebelumnya, jilatan demi jilatan ia lancarkan. Hamidah makin tak karuan perasaannya.
“Ahhh, Anwar, enak,” teriak Hamidah. Beda dengan sebelumnya, kini saat bermain dengan Anwar, Hamidah sudah berani teriak lepas, ketika merasakan kenikmatan dari anaknya.
Anwar masih terus memuaskan ibunya dengan lidahnya. Hamidah tidak tahan, ingin segera Anwar memasukkan penisnya.
“Masukkan, nak, ibu sudah tidak tahan. Ahhhh,” erang Hamidah. Anwar tak peduli, ia masih menikmati vagina ibunya.
Hamidah pun segera bangkit. Anwar menghentikan aksinya. Hamidah mendorong tubuh Anwar. Giliran Anwar yang telentang di atas Ranjang. Penis Anwar sudah berdiri menantang.
Hamidah langsung naik tubuh Anwar. Ia pegang penis Anwar dan menuntunnya memasuki vaginya. “Blesss,” penis Anwar masuk sepenuhnya. Vagina Hamidah berhasil menduduki penis anaknya.
Hamidah pun mulai memainkan pinggulnya. Ia begitu agresif. Anwar langsung menikmati gerakan tubuh ibunya.
“Ahhhh. Enak banget bu,” ucap Anwar. Baru kali ini ia melihat ibunya yang banyak berinisiatif dan agresif.
Beberapa menit kemudian Anwar bangun nasih dalam posisi Hamidah masih di atas. Ia meraih payudara ibunya. Hamidah tetap memainkan pinggulnya dan naik turun di pangkuan Anwar.
Hamidah kemudian memegang kepala anaknya, ia arahnya mulutnya ke bibir Anwar. Diciumnya penuh nafsu.
Ibu dan anak ini benar-benar begitu menikmati percumbuan saat itu.
Anwar kini gantian berinisiatif, ia dorong tubuh ibunya. Langsung ia genjot dari atas. Hamidah makin tak karuan rasanya.
“Ahhhh,” teriak Hamidah. Vaginanya sudah basah. Penis Anwar dengan mudah masuk-keluar vaginya.
Anwar kemudian meminta ibunya untuk nungging. Hamidah paham. Doggy style adalah gaya yang tidak boleh terlewatkan saat keduanya bercinta.
Penis Anwar pun langsung mencumbu vagina ibunya dari belakang. “Plakkk… Plakkk. Plakkk,” suara hantaman paha Anwar ketika menyentuh bokong ibunya.
“Ahhhhhhh,” desah Hamidah. Tubuhnya bergoyang mengikuti gerakan Anwar.
Setelah puas, Anwar kembali meminta ibunya telentang. Tak ada jedah, langsung ia tancapkan kembali penisnya di vagina Hamidah.
Anwar mulai ada tanda-tanda mendekati klimaks. Ia mainkan tempo agar tidak buru-buru keluar.
Kali ini ia berniat kembali memuncratkan spermanya ke rahim ibunya. Karena pada kesempatan sebelumnya, ketika orgasme, ia telat mencabut penisnya, sehingga ada sedikit sperma yang tertinggal.
Melihat ibunya yang sudah tidak ada tanda-tanda hamil, ia kali ini ingin melepas semua spermanya ke rahim ibunya.
Apalagi Hamidah sudah beberapa tahun belakangan in mens-nya tidak teratur. Ia sudah mendekati masa menopause. Bahkan sudah 6 bulan ini, Hamidah tidak mens.
Anwar pun terus menggenjot tubuh ibunya penuh nafsu.
***
#18 Ibu Mulai Ketagihan
“Ah enak, terus nak,” desah Hamidah sudah menikmati sodokan buah hatinya.
“Ini becek banget bu. Beneran ibu pengen banget ya,” kata Anwar sambil terus menggenjot ibunya.
“Ahh, kamu kelamaan, gak kasih jatah ke ibu, jadinya pengen banget sekarang,” ucap Hamidah sambil terus mendesah.
“Udah ya bu, udah puas kan, Anwar udah gak tahan, mau keluar,” katanya.
“Iya keluarin aja di dalam,” ucap Hamidah.
“Uhhhh, ahhhhh, udah mau keluar buuuuu,” desah Anwar.
“Ya nak, keluarin. Ahhhh,” jawab Hamidah.
Crot… crot… crot… peju anwar menghujam keras ke rahim Hamidah. Banyak sekali peju keluar dari penis Anwar, hingga tumpah dan meluber dari vagina Hamidah.
Anwar langsung terkulai lemas, ia terbaring di atas tubuh ibunya. Hamidah memeluk anaknya. Dua tubuh yang sama-sama bugil saling menyatu.
Dua insan yang seharusnya tak melakukan itu, seperti lupa dan terbuai dengan kenikmatan.
Hamidah mengangkat kepala anaknya dan menciup bibir Anwar dengan semangat. Anwar tak membalasnya, ia sudah kehabisan tenaga.
“Terimakasih anakku, besok kalau ibu mau, jangan nolak lagi. Ibu sudah ketagihan kontolmu. Kamu dulu yang mulai, sekarang harus menanggungnya,” kata Hamidah.
Anwar hanya diam saja. Ia kemudian membanting tubuhnya ke samping ibunya. Anwar terkulai lemas.
“Kalau kamu mau, juga langsung aja datang ke ibu. Tapi jangan sampai adek dan kakakmu tahu. Ini tetap rahasia kita,” ujar Hamidah.
Percumbuan mereka pun selesai. Hamidah segera keluar dari kamar menuju kamar mandi. Anwar tetap tergeletak lemas.
***
Sejak saat itu, Hamidah tak malu-malu lagi meminta jatah ke anaknya. Setiap birahinya naik dan ada kesempatan di rumah, langsung mendatangi Anwar.
Apalagi ketika rumah hanya ada mereka berdua, percumbuan terlarang itu pasti terjadi. Bahkan meski ada kakak atau adek Anwar, mereka curi-curi kesempatan saat malam hari, saat kedua saudara Anwar tertidur.
Pernah suatu kali, percumbuan Anwar dan Hamidah hampir ketahuan oleh adek Anwar. Saat itu Anwar dan Hamidah yang seperti suami–istri saling memuaskan di kamar Anwar ketika malam saat yang lain tertidur.
Tiba-tiba adek Anwar bangun dan mencari ibunya. Dicari di kamar Hamidah tidak ada. Kemudian ia mencari di tiap sudur kamar tidak ada. Ia pun mulai teriak.
“Ibu-ibu,” teriaknya.
Mendengar suara itu, Anwar dan Hamidah langsung menghentikan aksinya. Hamidah langsung memakai bajunya. Begitu juga Anwar.
Hamidah langsung keluar dari kamar Anwar.
“Ibu kok tidur di kamar Kak Anwar,” tanyanya.
“Kakakmu gak enak badan, kecapekan, tadi minta pijit. Ayo tidur lagi.
***
#19 Hampir Ketahuan
Fadian, adik Anwar percaya saja dengan ucapan ibunya. Hamidah, masih belum dalam percumbuan tadi dengan Anwar. Masih tanggung. Begitu juga dengan Anwar.
“Sana kamu tidur lagi di kamar. Ibu mau ngelanjut mijit kakakmu. Kasihan, kakakmu juga mau minta kerokin,” kata Hamidah meyakinkan anaknya.
Fadian mengangguk.
“Kamu segera tidur, besok sekolah. Tidur sendiri, nantk ibu ke sana kalau sudah mijitin kakakmu,” ucap Hamidah.
“Iya bu,” Fadian menurut. Ia segera menuju kamarnya lagi untuk tidur.
Setelah Fadian ke kamar, Hamidah kembali masuk ke kamar Anwar.
“Ayo dilanjutin lagi,” kata Hamidah berbisik ke Anwar. Khawatir suaranya kedengaran anaknya yang belum tidur.
“Adek belum tidur gimana?” tanya Anwar sambil ikut berbisik.
“Sudah gak papa, gak akan ke sini lagi,” suara Hamidah pelan. Ia sudah tidak tahan. Nekat sekali kali ini.
Hamidah menutup kamar Anwar.
Tanpa menunggu aba-aba, Hamida melucuti baju yang menempel di tubuh anak lakinya itu. Anwar kini sudah bugil total.
Ia langsung memegang penis anaknya yang sudah kembali lemas. Hamidah mengulum dan mengocok penis Anwar agar segera kembali berdiri.
Anwar mulai keenakan lagi dengan ulah ibunya. Ia kini dimanjakan oleh ibunya yang sedang birahi.
“Slurppp, slurppp,” suara mulut Hamidah mengulum penis anaknya.
Penis Anwar sudah kembali tegang.
Hamidah pun melepas seluruh pakaiannya. Payudaranya menggantung bebas di depan mata Anwar. Ia naik ke atas tubuh anaknya.
Hamidah menuntun penis Anwar agar pas di bibir vaginanya. Ketika sudah pas, ia langsung mendudukinya.
“Blesss,” vagina Hamidah yang sudah becek memudahkan penis Anwar masuk.
Hamidah menaik-turunkan pinggulnya. Menggoyangkan pinggulnya. Ia saat ini agresif dan inisiatif dalam berhubungan dengan Anwar.
Hamidah kini gelap mata ke Anwar, ia seperti lupa laki-laki yang sedang bercumbu dengannya adalah anaknya sendiri. Ia tak peduli, ia hanya ingin nafsunya terpenuhi malam itu.
“Uhhh,” desah Hamidah sambil menutup mulutnya. Tak mau suara suara desahannya kencang hingga terdengar anak perempuannya.
Hamidah terus menggenjot penis anaknya. Anwar makin keenakan.
Kini ia merebahkan tubuhnya di atas badan Anwar. Ia mencium mulut Anwar dengan penuh nafsu. Anwar memberi balasan ciuman itu.
Setelah puas dengan bibir anaknya, ia menarik tubuh Anwad untuk duduk. Di atas pangkuan Anwar, ia peluk erat-erat tubuh anaknya. Pinggulnya terus bergoyang di atas penis Anwar.
“Ahhhh,” Anwar ikut mendesah. Ia ikut kewalahan dengan permainan ibunya.
“Anwar mau keluar bu, enak banget,” ucap Anwar.
“Enak, kok malah pingin keluar? tanya Hamidah.
“Iya, keenakan digoyang ibu, jadinya jadi cepet mau keluar ini,” kata Anwar.
“Tahan bentar ya nak, uhhh,” desah Hamidah.
“Udah bu, aku udah tidak tahan,” Anwar langsung mendorong tubuhnya hingga tergeletak di atas kasur.
Ibunya pasrah dengan dorongan Anwar.
Anwar langsung mengambil ancang-ancang untuk mencumbu ibunya dari atas.
Penisnya langsung diarahkan ke vagina Hamidah.
“Blesss,” penis Anwar sudah masuk penuh ke vagina Hamidah.
Anwar menggenjot penuh nafsu vagina ibunya. Genjotannya makin kencang. Spermanya sudah di ujung penisnya, segera keluar.
“Enak banget buuuu,” Anwar penuh semangat memainkan penisnya.
“Terus nak, keluarin,” ucap Hamidah.
Keduanya sama-sama sudah berada di puncak nafsu.
“Krekkk,” suara pintu dari kamar Ratna terbuka dan disusul suara langkah kaki.
Anwar menghentikan aksinya. Hamidah dan Anwar terdiam. Sepertinya Ratna terbangun dan keluar dari kamarnya.
Anwar kebingungan.
“Ssstttttt,” Hamidah meletakkan jari telunjuk di bibirnya. Kode agar Anwar tak bersuara dan tetap tenang.
***
#20 Ayo Terusin, Cepat Keluarin
Suara langkah kaki Ratna telah menjauh ke belakang. Ratna menuju ke kamar mandi.
“Ayo terusin, cepat keluarin,” kata Hamidah.
Anwar pun langsung menggerakkan pinggulnya dengan cepat sesuai arahan ibunya.
Crottt… Crotttt… sperma Anwar menyembur di rahim ibunya. Permainan selesai. Hamidah segera memakai bajunya dan keluar dari kamar Anwar.
Hamidah segera masuk ke kamarnya. Sudah ada anaknya, Fadian yang telah terlelap.
Tak lama kemudian suara langkah kaki langkah Ratna terdengar kembali ke kamarnya.
Hamidah bersyukur, Ratna tak mengetahui kejadian malam itu.
***
Hamidah dan Anwar terus melanjutkan hubungan terlarang itu. Jika ada kesempatan, mereka sering bermesraan di rumah hingga melakukan persetubuhan.
Hubungan ini nampaknya mulai dicurigai oleh Ratna. Hamidah jadi lebih perhatian ke Anwar saat di rumah. Ratna kadang juga melihat ibunya dan Anwar melakukan hal yang tak wajar.
Pernah Ratna memergoki Hamidah memeluk mesrah Anwar, hal yang berlebihan jika disebut kasih sayang ibu ke anaknya. Kemudian Hamidah melepas pelukan itu saat melihat ada Ratna.
Kecurigaan Ratna itu bertambah, saat suatu malam ia tak melihat ibunya di kamar. Ia curiga ibunya tidur di kamar Anwar, namun Ratna belum berani menanyakan soal itu.
Hingga pada akhirnya, ia mendengar suara aneh di kamar Anwar. Ratna mendengar suara desahan dari kamar Anwar.
Ratna kemudian menempelkan telinganya di pintu kamar Anwar.
“Ahhh, terus, enak,” suara Hamidah mendesah.
Ratna pun syok dengan suara tersebut. Ia kemudian mengecek kamar ibunya, benar saja ibunya tidak ada. Hanya ada adiknya.
Ratna seperti mimpi mendengar suara tersebut. Ia masih penasaran apa yang dilakukan ibu dan adiknya itu. Apakah benar keduanya melakukan hal-hal yang tidak wajar.
“Udah bu, mau keluar, uhhh,” kali ini suara Anwar terdengar.
Jantung Ratna makin berdebar-debar. Tak percaya apa yang telah dilakukan ibu dan adiknya.
Ratna pun pelan-pelan kembali ke kamarnya, ia takut ketahuan menguping di kamar Anwar.
***
Suatu malam, Ratna duduk di ruang tamu.
“Kamu tidak tidur nak? Tanya Hamidah.
“Enggak bu, belum ngantuk,” ucap Ratna.
Hamidah malam itu menunggu Ratna dan Fadian tertidur agar segera bisa masuk ke kamar Anwar. Birahinya kembali muncul malam itu. Sementara Anwar sudah ada di kamar.
“Adikmu sudah tidur semua ya,” tanya Hamidah.
“Fadian pasti tidur jam segini, nggak tahu kalau Anwar,” ujar Ratna.
Setelah menunggu 15 menit, Ratna tak kunjung masuk ke kamarnya. Hamidah sudah tidak sabar.
“Saya coba cek apakah adikmu, Anwar sudah tidur,” Hamidah punya alasan mau ke kamar Anwar.
“Ngapain dicek bu, anak sudah besar,” ujar Ratna.
Kecurigaan Ratna pun kian bertambah. Tak biasanya ibunya bergelagat aneh seperti ini.
Hamidah berjalan ke kamar Anwar. Mengetuk pintu Anwar.
“Sudah tidur nak?” tanyanya.
“Belum bu,” jawab Anwar.
“Oh, yaudah, aku lagi sama kakakmu,” ucap Hamidah.
Hamidah pun kembali ke Ratna.
“Ibu kok perhatian lebih sekarang ke Anwar?” tanya Ratna bikin Hamidah agak kebingungan.
“Eeee, gak kok, perhatian ibu sama ke kalian semua,” ucapnya.
Bersambung...
ns 15.158.61.8da2