Mayang melangkahkan kakinya dengan ringan ke ruang kelas, bujukan Nadia kemarin malam agar kembali bersekolah ternyata berhasil. Mayang bertekad untuk melupakan semua kejadian di ruang kesehatan tempo hari, saat Bu Rini melakukan oral sex terhadap Boy, mantan kekasihnya. Mayang ingin kembali fokus menghadapi Ujian Nasional, dia tidak ingin konsentrasinya buyar lantaran insiden itu.
Meskipun masih merasa sakit hati, Mayang mencoba untuk tetap tegar, bagaimanapun hubungannya dengan Boy sudah berakhir sejak 2 tahun yang lalu, meskipun Mayang masih begitu mencintai Boy, tapi dia tidak bisa melarang Boy untuk menjalin hubungan dengan wanita lain, termasuk jika itu dengan Bu Rini.
Mayang sudah sampai di depan kelas, beberapa kawannya berbisik-bisik setelah menyadari kehadiran Mayang, gadis itu merasa tidak nyaman dengan reaksi beberapa temannya itu, tapi dia tetap berjalan menuju bangkunya.
"May, Lu udah denger kabar Boy belum?!" Tanya Nadia yang tiba-tiba sudah berada di depan bangku Mayang.
"Ahhh, males Gue kalo bahas anak itu lagi!!" jawab Mayang tanpa rasa antusias.
"May, tapi ini bener-bener serius!"
"Lu ini kenapa sih Nad? Kemarin malem Lu bilang kalo Gue harus bisa move on dari Boy, sekarang Lu malah nyebut-nyebut nama dia lagi!! Ngebetein tau nggak!!"
Raut wajah Mayang berubah menjadi sewot setelah melihat tingkah Nadia yang kembali menyebut nama Boy di depannya.
"May tapi dengerin dulu ini sebentar." Nadia kembali mencoba meyakinkan Mayang.
"Hmmmm?" Balas Mayang dengan mengangkat dagunya.
"Boy kemarin malem membunuh Ayah tirinya, dia sekarang jadi buronan Polisi!" Jelas Nadia dengan tegas.
"Hah?! Apaa??!" Mayang langsung tersentak kaget setelah mendengar penjelasan dari Nadia.
"Kok bisa kayak gitu sih?!" Tanya Mayang kembali, kali ini mimik wajahnya berubah menjadi khawatir.
"Gosipnya, kemarin malam Boy berkelahi dengan Ayah tirinya, trus si Ayah tiri meninggal gara-gara dihantam Boy dengan pot bunga."
"Trus si Boy gimana?"
"Setelah tau Bapaknya meninggal, dia kabur nggak tau kemana, makanya sekarang dia jadi buronan Polisi."
Mayang terduduk lemas setelah mendengar berita itu, dia sama sekali tidak menyangka jika Boy harus berurusan dengan Polisi, apalagi hal itu karena kasus pembunuhan. Mayang yakin Boy tidak mungkin melakukan hal itu, dia tau betul bagaimana karakter Boy, meskipun terkenal nakal dan tempramental, tapi Boy sebenarnya adalah anak yang baik, tidak mungkin dia sampai membunuh orang, apalagi jika yang dia bunuh adalah Ayah tirinya.
341Please respect copyright.PENANAwnm9rM7WIH
***
341Please respect copyright.PENANAIFLyVXIRlm
"Memalukan! Ini benar-benar memalukan nama baik sekolah kita! Bagaimana mungkin SMA favorit di kota ini telah mendidik seorang pembunuh?!"
Emosi Pak Harso sebagai kepala sekolah tampak tak terbendung saat mengetahui kasus pembunuhan yang melibatkan salah satu siswanya.
"Saya sudah sarankan untuk mengeluarkan anak ini, tapi seperti yang Bapak tau Bu Rini masih keukuh mempertahankannya, sekarang kita semua harus menanggung perbuatan dari anak ini." Kata Pak Wisnu.
Bu Rini yang juga berada dalam satu ruangan bersama Pak Harso dan Pak Wisnu hanya bisa duduk terdiam. Pikirannya juga tak tentu arah, kabar tentang Boy telah memberi kabut pada pikiran wanita itu. Banyak sekali pertanyaan yang dia sendiri tak bisa menjawabnya.
Bu Rini sudah berulangkali mencoba menghubungi handphone Boy tapi nomornya sudah tidak aktif lagi, keberadaan mantan kekasihnya itu tak ada yang mengetahui, Boy seperti hilang ditelan bumi.
"Baik Pak, sebagai pertangungjawaban saya sebagai wali kelas Boy, dengan ini saya mengajukan pengunduran diri. Apa yang telah terjadi tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab saya sebagai seorang guru dan wali kelas, Saya pribadi merasa gagal mendidik Boy menjadi siswa yang berprestasi. Saya mohon maaf jika apa yang saya pertahankan dulu, kini justru memberi aib pada sekolah kita." Bu Rini bangkit dari kursinya, dengan tenang wanita itu berjalan keluar dari ruang kepala sekolah.
Airmata Bu Rini kembali jatuh saat mengingat sosok Boy, bagaimanapun dia masih sangat mencintai Boy. Bu Rini begitu khawatir dengan apa yang bakal terjadi pada remaja itu, apalagi saat ini status Boy menjadi seorang buronan Polisi.
Bu Rini ingin sekali bertemu dengan Boy untuk meminta penjelasan tentang apa yang sebenarnya terjadi, jauh di lubuk hatinya, Bu Rini yakin betul jika Boy tak akan tega melakukan pembunuhan.
341Please respect copyright.PENANAyuOzY8EhjL
***
341Please respect copyright.PENANAmA6tJ8k7Zn
Suasana terminal siang itu begitu ramai, hilir mudik orang-orang yang ingin bepergian tumpah ruah di dalamnya. Beberapa bis kota lintas provinsi juga mulai berdatangan, beberapa kondektur mencoba merayu calon penumpang untuk menaiki armadanya, ada uang luluh ada juga yang mengacuhkan permintaan salah satu bis tersebut. Di salah satu sudut ruang tunggu, Boy duduk tenang, kepalanya tertutup topi yang tersambung langsung dengan jaket jumpernya, matanya awas melihat keadaan sekeliling. Beberapa kali remaja itu sempat dibuat waspada saat derap kaki mendekat ke arahnya, statusnya sebagai seorang buronan polisi membuatnya harus tetap terjaga.
Boy mengeluarkan secarik kertas dari saku jaketnya, di sana tertulis sebuah alamat yang diberikan oleh Ibunya, sebuah alamat yang jauh dari hiruk pikuk kota Jakarta, bahkan harus menyebrang pulau untuk sampai ke sana. Boy menghela nafas panjang untuk kesekian kali, dia kembali teringat kejadian malam sebelumnya, kejadian yang melibatkan dirinya dan Anwar, kejadian yang membuat dirinya berada dalam posisi sulit saat ini. Boy kembali teringat perkataan Bu Ranti setelah kejadian itu,
"Mulai saat ini kau harus bisa menjaga dirimu sendiri Nak, jangan pernah kembali lagi ke kota ini, Ibu akan menyusulmu saat kondisi sudah mulai tenang."
Boy sempat menolak permintaan Ibunya itu, namun setelah diberi penjelasan secara mendetail tentang resiko yang bakal dia hadapi jika tetap bertahan di Jakarta, dengan terpaksa Boy harus rela meninggalkan kota yang selama ini telah memberinya banyak kenangan. Mulai hari ini Boy harus bisa melupakan semua orang yang pernah hadir dalam hidupnya, dia harus belajar untuk membuka lembaran baru. Mengganti cerita lama dengan cerita baru.
341Please respect copyright.PENANAmUW6Hchc3o
***
341Please respect copyright.PENANA2YgSxGJDUh
Bu Rini masih terbaring di atas tempat tidurnya, sudah 2 hari ini badannya kurang sehat, setelah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai seorang guru, kegiatannya hanya berdiam diri di rumah. Semangatnya seolah hilang setelah keberadaan Boy juga menghilang. Bu Rini merasa bersalah pada remaja itu, dia mengira bahwa keputusunya untuk mengakhiri hubungan membuat Boy tidak bisa mengendalikan emosinya dan melampiaskannya pada Ayah tirinya.
Usaha untuk menghubungi Boy juga sia-sia, nomor handphonenya sudah tak lagi aktif, ketika Bu Rini menanyakan hal itu pada Bu Ranti, Ibu kandung Boy juga terkesan tertutup, tidak ada informasi penting yang bisa di dapat dari penuturan Bu Ranti. Kini, Bu Rini harus melalui banyak penyesalan, hidupnya terasa hampa, sepi karena ketiadaan sosok Boy lagi.
"Badanmu gimana Nduk ?" Tanya Bu Lastri, Ibu kandung Bu Rini yang sejak semalam menginap karena tau putri kesayangannya itu sedang menghadapi masalah di sekolah.
"Udah agak mendingan kok Bu, Ibu sudah makan? Mau aku beliin sate langganan Ibu yang biasanya itu?" Bu Rini bangkit dari tidurnya, disandarkan punggungnya pada ujung tempat tidur.
"Udaah nggak usah mikirin Ibu, yang penting kamu sehat dulu."
"Aku baik-baik aja kok Bu." Bu Rini mencoba untuk tidak membuat Ibunya itu merasa khawatir.
"Rin, sebenarnya ada apa to? Kok sampai kamu mengundurkan diri jadi guru? Apa ndak bisa gitu diomongin baik-baik kalo ada masalah? Maksud Ibu masalahnya diselesaikan tanpa harus mengorbankan karier Kamu."
"Rini udah nggak betah Bu, Rini udah nggak bisa lagi mengajar di situ."
"Kamu sudah memikirkan hal itu dengan tenang? Kamu yakin dengan keputusanmu itu Rin?"
"Iya Bu, Rini sudah yakin untuk sementara ini berhenti mengajar, Rini pengen istirahat dari rutinitas." Bu Rini sedikit menghela nafas, seperti ada beban yang ingin dia lepaskan.
"Baiklah jika keputusanmu itu sudah bulat Rin, Ibu cuma khawatir dengan keadaanmu."
"Ibu nggak usah khawatir lagi ya, Rini baik-baik aja kok." Bu Rini tersenyum dan segera memeluk Bu Lastri dengan erat, sudah lama sekali momen seperti ini tak pernah dirasakan oleh Bu Rini, momen dimana dia bisa memeluk Ibu kandungnya dengan hangat dan erat, seperti melepaskan semua masalah yang sedang dia hadapi.
"Oh ya Rin, kemarin Ibu ketemu Mbak Sumi, itu loh temen Ibu yang sekarang tinggal di Kalimantan."
"Hmmm, terus?" Bu Rini seperti tau apa yang bakal diperbincangkan oleh Ibunya itu.
"Dia nitip salam buat Kamu."
"Ibu, jangan mulai lagi deh kayak Bapak."
"Rin, dengerin Ibu dulu.Usiamu itu sudah 32 tahun, sudah waktunya untuk memulai lembaran baru lagi. Kegagalanmu yang dulu jadikan pelajaran, ndak baik buat seorang wanita hidup sendiri terlalu lama, Kamu harus punya orang yang bisa membimbing dan menjaga Kamu." Kata Bu Lastri sambil mengelus rambut Bu Rini.
"Aku masih pengen sendiri dulu Bu."
"Iya Ibu ngerti Rin, Ibu juga ndak maksa Kamu buat langsung menikah, temuin aja dulu calon yang dibawa Mbak Sumi. Dari ceritanya Ibu yakin pria ini cocok dengan Kamu, usianya juga baru 34 tahun, mapan, dan yang penting asal usulnya jelas Rin."
"Aku nggak bisa janjiin apa-apa Bu." Bu Rini tampak malas untuk terlihat antusias menanggapi perkataan Ibunya.
"Seperti yang Ibu bilang tadi, Ibu ndak maksa Kamu untuk langsung menikahi pria ini, coba dulu untuk menemuinya, kebetulan minggu depan dia akan ke Jakarta untuk urusan proyek. Anggap saja ini pertemuan biasa dengan seorang teman baru, mumpung Kamu juga lagi ndak sibuk ngajar." Bu Lastri coba kembali meyakinkan putri kesayangannya itu.
"Hmmmmm, baiklah Bu, nanti coba Aku pikirkan lagi."
"Ya sudah, nanti Ibu kabarin perkembangannya lagi ya."
"Iya Bu." Jawab Bu Rini singkat, pikirannya kembali teringat sosok Boy.
341Please respect copyright.PENANAlGTRfinGBw
***
341Please respect copyright.PENANAzNt9zXA1ft
Setelah menempuh perjalanan panjang dengan menggunakan bis dan kapal laut, Boy akhirnya sampai di sebuah pelabuhan yang terletak di Kalimantan Selatan. Perjalanan jauh membuat Boy sangat kelelahan, apalagi di tengah perjalanan itu, Boy diharuskan untuk selalu terjaga dan waspada. Remaja itu melangkahkan kakinya turun dari kapal, diraihnya kembali kertas pemberian Ibunya dari dalam saku jaket, untuk menuju lokasi yang tertera di atas kertas itu masih diperlukan perjalanan darat selama kurang lebih 5 jam lagi.
"Kau Boy kan?"
Tiba-tiba Boy dikagetkan suara dari arah belakangnya, di dapatinya seorang pria kurus sudah berdiri tegap di belakang tubuhnya. Boy masih berdiri mematung, di khawatir pria di depannya itu adalah seorang Polisi.
"Jangan takut, Aku tidak akan menyakitimu, Aku Datuk Sangkurun, Kakak angkat Ibumu."
Ternyata orang itu adalah pria yang akan dicari keberadaannya oleh Boy, sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh Ibunya. Boy tiba-tiba merasa setengah beban yang dia pikul langsung berkurang dengan hadirnya Datuk Sangkurun, dia langsung menghamburkan pelukannya pada orang yang baru dia temui itu, air mata Boy langsung mengucur deras.
"Sudah, Kau jangan menangis lagi." Datuk Sangkurun menepuk-nepuk pundak Boy, dia tau betul apa yang tengah dihadapi oleh remaja itu.
"Terima kasih Datuk ! Terima kasih sudah menemukanku." Kata Boy dengan terisak.
"Ayo kita segera pergi dari sini, perutmu pasti tak terisi banyak di atas kapal tadi kan? Kita cari makan dulu baru kemudian kuantar ke rumah barumu."
Datuk Sangkurun melepaskan pelukan Boy, dia mengarahkan remaja itu mengikutinya dari belakang, mereka berdua berjalan menjauh dari keramaian pelabuhan.
"Oh iya, mulai saat ini namamu bukan lagi Boy, jika ada yang bertanya kau harus menjawab jika namamu adalah Hamzah, Kau adalah anak angkatku." Kata Datuk Sangkurun di tengah perjalanan.
"Hamzah ?" Boy sedikit bingung dengan permintaan Datuk Sangkurun.
"Iya, Hamzah, Kau harus ingat itu."
"Baik Datuk, aku akan terus mengingatnya."
"Mulai detik ini tidak ada lagi Boy anak Jakarta, yang ada adalah Hamzah putra angkat Datuk Sangkurun."
Boy terus berjalan mengikuti Ayah angkatnya, mulai saat ini dia harus belajar untuk menghapus semua jejak hidupnya di masa lalu karena mulai detik ini dia seperti terlahir kembali dengan nama baru, Hamzah.
341Please respect copyright.PENANAO20HREVyUd
BERSAMBUNG
341Please respect copyright.PENANAb7gzbeLh3s